Landasan Teori Problem Based Learning

Berdasarkan contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa kita dapat mempelajari sesuat yang asing dengan melibatkan pengetahuan awal yang sudah kita miliki. Setiap peserta didik memiliki pengetahuan awalnya sendiri yang dapat dijadikan acuan ketika terlibat di dalam skenario masalah PBL di dalam kelas. Skenario PBL akan dipengaruhi oleh usia peserta didik, karena pengetahuan acuan anak berusia 12 tahun jelas sangat berbeda dari anak yang berusia 17 tahun. Perbedaan karakteristik peserta didik perlu diperhatikan dalam menyusun kerangka skenario PBL karena akan brhubungan dengan penentukan peran peserta didik dalam skenario masalah. Penting untuk diingat dalam menentukan masalah bahwa PBL akan efektif apabila peserta didik merasa terlibat dan dapat mengidentifikasi peran mereka dalam skenario.

2. Landasan Teori Problem Based Learning

Pembelajaran berbasis masalah mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokusnya bukan apa yang sedang dikerjakan peserta didik perilaku peserta didik tetapi pada apa yang mereka pikirkan kognisi mereka. Dalam kegiatan pembelajaran ini, guru lebih berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga peserta didik dapat belajar untuk berpikir dan menyelesaikan masalahnya sendiri. Melatih peserta didik berpikir, memecahkan masalah, dan menjadi pebelajar yang mandiri bukan hal baru dalam pendidikan. Berikut ini adalah beberapa aliran pemikiran abad ke duapuluh yang menjadi landasan pemikiran pembelajaran berbasis masalah: 4. Anda kemudian mengintegrasikan informasi ini dengan pengetahuan yang ada, misalnya jumlah waktu yang biasanya Anda perlukan untuk melakukan perjalanan jarak tertentu dan jenis kondisi jalan yang dapat Anda harapkan. 5. Seringkali, setelah membuat pengalaman menggunakan informasi baru untuk perjalanan rute baru dan sukses ke tujuan, Anda kemudian dapat mengambil informasi baru ini dan menerapkannya ke situasi yang sama. Hal ini juga kemungkinan bahwa Anda akan mempertahankan banyak informasi baru dan dapat berhasil menempuh rute yang sama lagi ketika diperlukan. a. Pemikiran John Dewey dan Kelas Demokratisnya 1916. Menurut pandangan Dewey, sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas seharusnya menjadi laboratorium untuk penyelidikan kehidupan nyata dan pemecahan masalah. Ilmu mendidik Dewey mendorong guru untuk melibatkan peserta didik dalam proyek-proyek berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki tentang masalah-masalah inteletual dan sosial. Dewey dan sejawatnya seperti Kilpatrick 1918, menegaskan bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya lebih bermakna dan tidak terlalu abstrak. Pembelajaran bermakna yang terbaik dapat diwujudkan dengan meminta peserta didik berada dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan proyek-proyek pilihan yang sesuai dengan minat mereka sendiri. Pemikiran Dewey ini menjadi filosofi bagi pelaksanaan PBL b. Pemikiran Jean Piaget 1886-1980 Menurut Piaget, anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha memahami dunia di sekitarnya. Rasa ingin tahu itu memotivasi anak untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka tentang lingkungan yang mereka hayati. Ketika tumbuh semakin dewasa dan memperoleh lebih banyak kemampuan bahasa dan memori, tampilan mental mereka tentang dunia menjadi lebih luas dan lebih abstrak. Pada semua tahap perkembangan, anak perlu memahami lingkungan mereka, memotivasi mereka untuk menyelidiki dan membangun teori-teori yang menjelaskan lingkungan itu. c. Pemikiran Lev Vygotsky 1896-1934 dengan Konstruktivismenya Lev Vygotsky 1896-1934 adalah seorang ahli psikologi dari Rusia yang karyanya kurang diketahui oleh para ahli psikologi dari Amerika dan Eropa karena adanya sensor komunis. Seperti halnya Piaget, Vygotsky percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru, menantang dan saat mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman ini. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu mengkaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal yang telah dimilikinya dan mengkonstruksikan pengetahuan baru. Keyakinan Vygotsky berbeda dengan keyakinan Piaget dalam beberapa hal penting. Piaget memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui oleh semua individu tanpa memandang konteks sosial dan budaya, sedangkan Vygotsky memberi tempat yang lebih penting pada aspek sosial pembelajaran. Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik. Salah satu ide kunci yang berasal dari Vygotsky pada aspek sosial pembelajaran adalah konsepnya tentang zone of proximal development. Menurut Vygotsky, peserta didik memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual adalah menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Individu juga memiliki tingkat perkembangan potensial yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oleh indifidu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua, atau teman sebayanya yang lebih maju. Zona yang terletak diantara tingkat perkembangan potensial peserta didik disebutnya sebagai zone of proximal development d. Jerome Bruner dan Discovery Learning Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi Harvard yang menjadi pelopor dalam era reformasi kurikulum di Amerika pada era 1950-an dan 1960-an. Bruner dan koleganya memberikan dukungan teoritis penting terhadap Dyscovery Learning, suatu model pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu peserta didik memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya peserta didik aktif terlibat dalam proses pembelajaran, dan suatu keyakinan bahwa pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi personal dyscovery. Tujuan pendidikan tidak hanya untuk meningkatkan banyaknya pengetahuan peserta didik tetapi juga menciptakan berbagai kemungkinan untuk penciptaan dan penemuan peserta didik. Pembelajaran berbasis masalah juga juga bergantung pada konsep lain dari Bruner, yaitu scaffolding. Brunner mendeskripsikan scaffolding sebagai suatu proses dimana seorang peserta didik dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui bantuan scaffolding dari seorang guru atau orang lain yang mempunyai kemampuan lebih. Konsep scaffolding Bruner mirip dengan konsep zone of proximal development dari Vygotsky Aktivitas Pembelajaran Berdasarkan teori pemikiran di atas, coba Anda jelaskan secara singkat landasan dikembangkannya model PBL:

3. Karakteristik Pembelajaran dalam Problem Based Learning