Kegiatan Pembelajaran-1 Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah Problem Based Learning
A. Tujuan
Setelah selesai mempelajari materi yang disajikan di dalam kegiatan pembelajaran-1 ini, diharapkan Anda dapat menjelaskan tentang konsep
terkait student centered learning dalam pembelajaran berbasis masalah, gambaran umum pembelajaran berbasis masalah, serta prinsip yang
terkandung di dalam pembelajaran berbasis masalah.
B. Indikator Pencapaian Kompetensi
Setelah Anda mempelajari dalam kegiatan pembelajaran-1 ini diharapkan dapat:
1. menjelaskan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik 2. menjelaskan konsep pembelajaran berbasis masalah
3. mengidentifikasi karakteristik pembelajaran berbasis masalah
C. Uraian Materi
Budaya belajar sudah bergeser. Dunia semakin dinamis, demikian pula yang terjadi pada dunia pendidikan. Peserta didik, dalam paradigma student
centered dituntut untuk memiliki keterlibatan aktif dalam proses belajar. Pengetahuan tidak lagi ditransfer dari guru sebagai pengajar kepada
peserta, melainkan dibangun oleh para pelajar secara kolaboratif dan kooperatif dengan kelompok yang saling mendukung. Peserta didik tidak lagi
menjadi penerima informasi yang pasif. Proses pembelajaran menggunakan komunikasi 2 dua arah sehingga memungkinkan peserta didik untuk
berdiskusi dengan guru, dan guru harus selalu berusaha menciptakan suasana yang kondusif untuk proses diskusi. Untuk meningkatkan
pemahaman materi sebagian besar guru memberikan tugas untuk dikerjakan secara mandiri dan kelompok yang disertai dengan penerapan teknologi
seperti mencari informasi di media elektronik, cetak dan internet.
Gambar 1.1 – Contoh kerja kelompok, pembelajaran mandiri bentuk student
centered learning sumber: www.edutopia.org Sebelum Anda mempelajari pembelajaran berbasis masalah untuk kelas
Anda, perlu Anda pahami bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu bentuk model pengejawantahan student-centered
learning.
Pembelajaran Berpusat Pada Peserta Didik Student-centered Learning
Dalam pendidikan abad 21 ini disebutkan bahwa dalam pengembangan pendidikan seumur hidup harus berlandaskan pada 4 pilar UNESCO, 1996:
1. Belajar Mengetahui learning to know
di dalamnya terdapat proses memadukan antara kesempatan untuk memperoleh pengetahuan umum yang cukup luas dengan kesempatan
untuk bekerja pada sejumlah subyek yang lebih kecil secara lebih mendalam. Dalam tahap ini, kesempatan untuk mengembangkan sikap
dan cara belajar untuk belajar Learning to learn lebih penting daripada
sekedar memperoleh informasi. Peserta didik bukan hanya disiapkan untuk dapat menjawab permasalahan dalam jangka pendek, tetapi untuk
mendorong mereka untuk memahami, mengembangkan rasa ingin tahu intelektual, merangsang pikiran kritis serta kemampuan mengambil
keputusan secara mandiri, agar dapat menjadi bekal sepanjang hidup. Belajar jenis ini dapat dilakukan melalui kesempatan-kesempatan
berdiskusi, melakukan
percobaan-percobaan di
laboratorium, menghadiri pertemuan ilmiah serta kegiatan ekstrakurikuler atau
berorganisasi.
2. Belajar Berbuat learning to do
berisi proses memberi kesempatan kepada peserta didik untuk tidak hanya memperoleh ketrampilan kerja, tetapi juga memperoleh
kompentensi untuk menghadapi berbagai situasi serta kemampuan bekerja dalam tim, berkomunikasi, serta menangani dan menyelesaikan
masalah dan perselisihan. Termasuk didalam pengertian ini adalah kesempatan untuk memperoleh pengalaman dalam bersosialisasi
maupun bekerja di luar kurikulum seperti magang kerja, aktivitas pengabdian masyarakat, berorganisasi serta mengikuti pertemuan-
pertemuan ilmiah dalam konteks lokal maupun nasional, ataupun dikaitkan dengan program belajar seperti praktek kerja lapangan, kuliah
kerja nyata atau melakukan penelitian bersama.
3. Belajar Hidup Bersama learning to live together
meliputi upaya mengembangkan pengertian atas diri orang lain dengan cara mengenali diri sendiri serta menghargai ke-saling-tergantung-an,
melaksanakan proyek bersama dan belajar mengatasi konflik dengan semangat menghargai nilai pluralitas, saling-mengerti dan perdamaian.
Kesempatan untuk menjalin hubungan antara pendidik dan peserta didik, dorongan dan penyediaan waktu yang cukup untuk memberi
kesempatan bekerjasama dan berpartisipasi dalam kegiatan budaya, olahraga, serta keterlibatan dalam organisasi sosial maupun profesi
diluar kampus.
4. Belajar menjadi seseorang learning to life
adalah belajar mengembangkan kepribadian dan kemampuan untuk bertindak secara mandiri, kritis, penuh pertimbangan serta bertanggung
jawab. Dalam hal ini pendidikan tak bisa mengabaikan satu aspek pun dari potensi seseorang seperti ingatan, akal sehat, estetika, kemampuan
fisik serta ketrampilan berkomunikasi. Telah banyak diakui bahwa sistem pendidikan formal saat ini cenderung untuk memberi tekanan
pada penguasaan ilmu pengetahuan saja yang akhirnya merusak bentuk belajar yang lain. Kini telah tiba saatnya untuk memikirkan
bentuk pendidikan secara menyeluruh, yang dapat menggiring terjadinya perubahan
–perubahan kebijakan pendidikan di masa akan datang, dalam kaitan dengan isi maupun metode.
Gambar 1.2 – Ilustrasi Globalisasi dan dampaknya sumber:
www.slideshare.net
Era globalisasi serta perkembangan TIK telah menimbulkan perubahan- perubahan yang sangat cepat di segala bidang. Batasan wilayah, bahasa
dan budaya yang semakin tipis, serta akses informasi yang semakin mudah menyebabkan ilmu pengetahuan dan keahlian yang diperoleh seseorang
menjadi cepat usang. Persaingan yang semakin tajam akibat globalisasi serta kondisi perekonomian yang mengalami banyak kesulitan, terutama di
Indonesia, membutuhkan sumber daya manusia yang kreatif, memiliki jiwa enterpreneur serta kepemimpinan. Pendidikan yang menekankan hanya
pada proses transfer ilmu pengetahuan tidak lagi relevan, karena hanya akan menghasilkan sumber daya manusia yang menguasai ilmu
pengetahuan masa lampau, tanpa dapat mengadaptasinya dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Dapat dikatakan bahwa
permasalahan yang dihadapi peserta didik akan lebih kompleks dari permasalahan yang dihadapi generasi sebelumnya. Tantangan lebih besar,
namun juga peluang untuk mengatasinya lebih beragam. Karena itulah metode pendidikan perlu mengalami penyesuaian dengan kondisi zaman.
Student-centered learning, yang menekankan pada minat, kebutuhan dan kemampuan individu, menjanjikan model belajar yang menggali motivasi
intrinsik untuk membangun masyarakat yang suka dan selalu belajar. Model belajar ini sekaligus dapat mengembangkan kualitas sumber daya manusia
yang dibutuhkan masyarakat seperti kreativitas, kepemimpinan, rasa percaya diri, kemandirian, kedisiplinan, kekritisan dalam berpikir,
kemampuan berkomunikasi dan bekerja dalam tim keahlian teknis, serta wawasan global untuk dapat selalu beradaptasi terhadap perubahan dan
perkembangan. Belajar dilakukan dalam berbagai cara, yaitu melihat dan mendengar, bekerja sendiri maupun dalam kelompok, memberikan alasan
secara logis
dan intuitif,
serta mengingat,
memvisualisasi dan
memodelkannya. Proses belajar akan optimal jika pemelajar berperan aktif. Setidaknya ketika peserta didik berpartisipasi dalam diskusi atau ketika
mereka menyampaikan materi pada temannya, 70 dari seluruh materi belajar akan diingat.
Student-centered learning adalah model pembelajaran yang menempatkan pemelajar sebagai fokus proses pembelajaran, berlawanan dengan
model teacher-centered. Dalam pergeseran paradigma belajar ini, berbagai persiapan harus dilakukan oleh guru maupun peserta didik. Kedua pihak
diharapkan sama-sama aktif dalam mengikuti perkembangan ilmu. Karena guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi, maka peran guru
dalam hal ini adalah sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar mandiri peserta didik.
Dalam pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, beberapa hal yang dikembangkan antara lain:
1. Keterampilan belajar learning how to learn skill. 2. Keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti berpikir kritis, reflektif, kreatif,
analitis dalam menyelesaikan masalah. 3. Keterampilan bekerjasama dalam tim.
4. Keterampilan komunikasi yang efektif. Beberapa metode pembelajaran dengan pendekatan student-centered ini
diantaranya adalah Problem Based Learning, Collaborative Learning, Project Based Learning, dan Cooperative Learning. Semuanya adalah metode
belajar aktif. Cara belajar aktif ini memiliki kelebihan diantaranya adalah mahapeserta didik mempelajari materi lebih banyak, memperoleh informasi
lebih banyak, kelas menjadi lebih hidup dan menyenangkan, dan memungkinkan peserta didik dari temannya selain dari guru.
Dapat dipahami bahwa student-centered learning adalah suatu model
pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar. Dalam menerapkan konsep student-centered learning, peserta didik
diharapkan sebagai peserta aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggung jawab dan berinisiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya,
menemukan sumber-sumber
informasi untuk
dapat menjawab
kebutuhannya, membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan kebutuhan serta sumber-sumber yang ditemukannya.
Dengan anggapan bahwa tiap peserta didik adalah individu yang unik, proses, materi dan metode belajar disesuaikan secara fleksibel dengan
minat, bakat, kecepatan, gaya serta strategi belajar dari tiap peserta didik. Tersedianya pilihan-pilihan bebas ini bertujuan untuk menggali motivasi
intrinsik dari dalam dirinya sendiri untuk belajar sesuai dengan kebutuhannya secara individu, bukan kebutuhan yang diseragamkan. Sebagai ganti proses
transfer ilmu pengetahuan, peserta didik lebih diarahkan untuk belajar
ketrampilan Learn how to learn seperti problem solving, berpikir kritis dan reflektif serta ketrampilan untuk bekerja dalam tim.
Evaluasi yang dilakukan seharusnya bukanlah merupakan evaluasi standar yang berlaku untuk seluruh peserta didik, tetapi lebih bersifat individu
sepanjang proses belajar dilakukan. Pembuatan portfolio bagi peserta didik merupakan salah satu bentuk evaluasi sepanjang proses belajar.
Hal-hal yang Perlu dipersiapkan dalam Student Centered Learning, antara lain:
1. Perubahan Sikap dan Peranan Guru
Dalam konsep
belajar Instructor- Centered Learning, guru
memainkan peranan
utama dalam
mentransfer ilmu
pengetahuan ke peserta didik.
Guru harus
mempersiapkan materi selengkap
mungkin, menerangkan secara searah. Peserta didik akan menerima secara pasif
materi yang diberikan dengan mencatat serta menghafal. Dengan demikian sumber belajar utama adalah guru. Dengan menerapkan
konsep Student Centered
Learning, sebagian
beban dalam
mempersiapkan serta mengkomunikasikan materi berpindah ke peserta didik yang harus pula berperan secara aktif. Guru bukan lagi tokoh sentral
yang tahu segalanya. Tidak berarti bahwa tugas guru menjadi lebih ringan atau tidak lagi penting. Guru tetap memainkan peran utama dalam proses
belajar, tetapi bukan sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Melalui berbagai metode, seperti diskusi, pembahasan masalah-masalah
nyata, proyek bersama, belajar secara kooperatif, serta tugas-tugas mandiri, guru akan lebih dituntut sebagai motivator, dinamisator dan
fasilitator, yang membimbing, mendorong, serta mengarahkan peserta sumber: http:www.mastersineducationonline.net
didik untuk menggali persoalan, mencari sumber jawaban, menyatakan pendapat serta membangun pengetahuan sendiri. Dalam perubahan
peranan ini, dibutuhkan kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi serta keterbukaan dari pendidik untuk dapat menjalin hubungan secara
individu, untuk dapat mengerti serta mengikuti perkembangan dari masing-masing peserta didik, disamping tentunya wawasan yang luas
dalam mengarahkan peserta didik ke sumber-sumber belajar yang dapat digali. Hati dan ilmu menjadi tuntutan bagi pendidik dalam menerapkan
konsep student-centered learning.
2. Perubahan Metode Belajar
Jika seorang berpikir bahwa ia sedang bersenang-senang ketika ia
sedang belajar, maka ia akan lupa bahwa ia sedang belajar dan
dengan sendirinya akan menikmati dan mendapatkan banyak manfaat
Burns, 1997.
Ungkapan ini
merupakan ungkapan yang sering terlupakan oleh guru. Penerapan
kedisiplinan dengan cara yang salah, kurikulum standar dan
sebagainya yang membuat peserta didik tidak memiliki pilihan sendiri tentunya tidak akan membuat peserta didik merasa sedang bersenang-
senang, karena
tidak sesuai
dengan apa
yang disukainya.
Beberapa metode belajar yang mengacu pada belajar secara alamiah dan mengacu pada keunikan individu yang perlu dikembangkan
adalah collaborative learning, problem based learning, portfolio, team project, resource-based learning. Metode-metode ini menekankan pada
hal-hal seperti kerjasama tim, diskusi, jawaban-jawaban terbuka, interaktivitas, mengerjakan proyek nyata bukan hanya menghafal, serta
sumber: http:www.lifehubeducation.com
belajar cara untuk belajar, bukan hanya memperoleh ilmu pengetahuan dan sebagainya.
3. Akses ke Berbagai Sumber Belajar
Untuk menunjang
metode belajar yang memberi
kesempatan bagi peserta didik untuk
mengenali permasalahan,
serta menggali
informasi sebanyak
mungkin secara mandiri, akses
informasi tidak boleh lagi dibatasi hanya pada guru, buku wajib serta perpustakaan lokal saja. Peserta didik perlu ditunjang dengan akses
tanpa batas ke berbagai sumber informasi, antara lain industri, organisasi sosial maupun profesi, media massa, para ahli dalam bidang masing-
masing, bahkan dari masyarakat, keluarga maupun sesama peserta didik. Perkembangan TIK bahkan memungkinkan tersedianya akses ke
berbagai informasi global ke seluruh dunia, melalui akses ke perpustakaan maya, museum maya, pangkalan-pangkalan data di web,
atau bahkan kemungkinan untuk dapat berhubungan langsung dengan para ahli internasional.
4. Penyediaan Infrastruktur Yang Menunjang
Untuk mendukung perubahan serta kebutuhan
yang diperlukan
dalam menerapkan
konsep student-centered learning secara maksimal, perlu adanya
infrastruktur yang menunjang. Jaringan kerjasama antar institusi baik pendidikan
sumber: http:www.cleveland.ac.uk
sumber: http:www.centerdigitaled.com
maupun non-pendidikan secara nasional, regional maupun internasional akan sangat mendukung terbukanya kesempatan untuk belajar di luar
batasan dinding sekolah atau budaya sehingga lebih memperkaya pengertian akan perbedaan sekaligus menambah wawasan ilmu
pengetahuan menjadi lebih tak terbatas. Fasilitas pendamping pendidikan seperti perpustakaan, museum sekolah, laboratorium, pusat komputer
maupun layanan administrasi yang memudahkan, responsif, simpatik, serta mengacu pada kepuasan dan kebutuhan peserta didik, akan sangat
mendukung terciptanya budaya student-centered learning.
Konsep Problem Based Learning
Dari penjelasan mengenai pembelajaran yang berpusat pada peserta didik student-centered learning di atas Anda sudah mengetahui bahwa
pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang berpusat pada aktifitas peserta didik dalam menganalisis masalah,
merumuskan masalah, menghasilkan solusi pemecahan masalah tersebut, hingga menyampaikan penyelesaian masalahnya.
Gambar 1.3 – Ilustrasi teamwork dalam Problem Based Learning sumber:
https:www.scalefunder.com
1. Apa yang Dimaksud dengan Problem Based Learning PBL?
Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu kegiatan pembelajaran yang berpusat pada masalah. Istilah berpusat berarti menjadi tema, unit,
atau isi sebagai fokus utama belajar. Menurut Resnick dan Gleser dalam Gredler 1991, masalah dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tugasnya yang tidak diketahui sebelumnya. Masalah pada umumnya timbul karena adanya kebutuhan untuk
memenuhi atau mendekatkan kesenjangan antara kondisi nyata dengan kondisi yang seharusnya.
Gambar 1.4 – Konsep pemetaan dalam Problem Based Learning
sumber: http:institute-of-progressive-education-and-learning.org
Pemecahan masalah adalah suatu proses menemukan suatu respon yang tepat terhadap suatu situasi yang benar-benar unik dan baru bagi
pemecah masalah.
Dalam pengembangan
pembelajaran ini,
pemecahan masalah didefinisikan sebagai proses atau upaya untuk mendapatkan suatu penyelesaian tugas atau situasi yang benar-benar
sebagai masalah dengan meggunakan aturan-aturan yang sudah diketahui. Maka dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan pendekatan
pembelajaran yang berisi aktifitas belajar peserta didik dengan fokus berupa tantangan memecahkan masalah dan jawaban-jawaban terbuka.
Masalah-masalah yang muncul adalah tugas-tugas dan persoalan sesuai konteks dan kondisi sosial. Masalah tersebut harus diselesaikan
secara berkelompok. Para peserta didik harus mengacu pada pengetahuan mereka untuk memecahkan masalah. Para peserta didik
juga harus mengidentifikasi informasi-informasi yang mereka perlukan, serta harus merumuskan strategi yang akan digunakan untuk
menyelesaikan masalah. PBL adalah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip
menggunakan masalah sebagai titik awal untuk akuisisi pengetahuan baru. Agar efektif maka perlu penggunaan masalah yang memicu
terjadinya belajar melalui pengalaman baru, akuisisi konten baru, dan penguatan pengetahuan yang ada. Peserta didik dapat menyesuaikan
kondisi nyata keseharian mereka dengan proyeksi kemungkinan masa depan ideal yang sesuai untuk penyelesaian masalah, sehingga peserta
didik terangsang untuk mencari informasi baru dan membuat sintesis dalam konteks skenario masalah. Dalam PBL, peserta didik diberi peran
tertentu dalam skenario masalah yang akan meningkatkan rasa keikutsertaan mereka dalam mencari solusi.
Berikut ini adalah ilustrasi sederhana dan akrab terkait PBL dalam keseharian Anda:
1. Ingatkah Anda terakhir kali Anda perlu mengemudi ke tempat Anda belum pernah datangi?
2. Anda akan memulai proses dengan hal-hal yang sudah Anda ketahui, atau dengan pengetahuan yang Anda miliki
tentang: dari mana Anda akan mulai mengemudi dan di mana tujuan Anda.
3. Anda kemudian mengidentifikasi apa yang perlu Anda ketahui agar Anda tiba di tujuan secara efektif dan efisien
yaitu mengenai: nama jalan dan jalan raya, membedakan landmark untuk mencari, jarak tempuh, rute, dan
kemungkinan lainnya.
Berdasarkan contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa kita dapat mempelajari sesuat yang asing dengan melibatkan pengetahuan awal
yang sudah kita miliki. Setiap peserta didik memiliki pengetahuan awalnya sendiri yang dapat dijadikan acuan ketika terlibat di dalam
skenario masalah PBL di dalam kelas. Skenario PBL akan dipengaruhi oleh usia peserta didik, karena
pengetahuan acuan anak berusia 12 tahun jelas sangat berbeda dari anak yang berusia 17 tahun. Perbedaan karakteristik peserta didik perlu
diperhatikan dalam menyusun kerangka skenario PBL karena akan brhubungan dengan penentukan peran peserta didik dalam skenario
masalah. Penting untuk diingat dalam menentukan masalah bahwa PBL akan efektif apabila peserta didik merasa terlibat dan dapat
mengidentifikasi peran mereka dalam skenario.
2. Landasan Teori Problem Based Learning
Pembelajaran berbasis masalah mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokusnya bukan apa yang sedang dikerjakan
peserta didik perilaku peserta didik tetapi pada apa yang mereka pikirkan kognisi mereka. Dalam kegiatan pembelajaran ini, guru lebih
berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga peserta didik dapat belajar untuk berpikir dan menyelesaikan masalahnya sendiri.
Melatih peserta didik berpikir, memecahkan masalah, dan menjadi pebelajar yang mandiri bukan hal baru dalam pendidikan. Berikut ini
adalah beberapa aliran pemikiran abad ke duapuluh yang menjadi landasan pemikiran pembelajaran berbasis masalah:
4. Anda kemudian mengintegrasikan informasi ini dengan pengetahuan yang ada, misalnya jumlah waktu yang
biasanya Anda perlukan untuk melakukan perjalanan jarak tertentu dan jenis kondisi jalan yang dapat Anda harapkan.
5. Seringkali, setelah membuat pengalaman menggunakan
informasi baru untuk perjalanan rute baru dan sukses ke tujuan, Anda kemudian dapat mengambil informasi baru ini
dan menerapkannya ke situasi yang sama. Hal ini juga kemungkinan bahwa Anda akan mempertahankan banyak
informasi baru dan dapat berhasil menempuh rute yang sama lagi ketika diperlukan.
a. Pemikiran John Dewey dan Kelas Demokratisnya 1916. Menurut pandangan Dewey, sekolah seharusnya mencerminkan
masyarakat yang lebih besar dan kelas seharusnya menjadi laboratorium untuk penyelidikan kehidupan nyata dan pemecahan
masalah. Ilmu mendidik Dewey mendorong guru untuk melibatkan peserta didik dalam proyek-proyek berorientasi masalah dan
membantu mereka menyelidiki tentang masalah-masalah inteletual dan sosial. Dewey dan sejawatnya seperti Kilpatrick 1918,
menegaskan bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya lebih bermakna dan tidak terlalu abstrak. Pembelajaran bermakna yang
terbaik dapat diwujudkan dengan meminta peserta didik berada dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan proyek-proyek
pilihan yang sesuai dengan minat mereka sendiri. Pemikiran Dewey ini menjadi filosofi bagi pelaksanaan PBL
b. Pemikiran Jean Piaget 1886-1980 Menurut Piaget, anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara
terus menerus berusaha memahami dunia di sekitarnya. Rasa ingin tahu itu memotivasi anak untuk secara aktif membangun tampilan
dalam otak mereka tentang lingkungan yang mereka hayati. Ketika tumbuh semakin dewasa dan memperoleh lebih banyak kemampuan
bahasa dan memori, tampilan mental mereka tentang dunia menjadi lebih luas dan lebih abstrak. Pada semua tahap perkembangan, anak
perlu memahami lingkungan mereka, memotivasi mereka untuk menyelidiki dan membangun teori-teori yang menjelaskan lingkungan
itu. c. Pemikiran Lev Vygotsky 1896-1934 dengan Konstruktivismenya
Lev Vygotsky 1896-1934 adalah seorang ahli psikologi dari Rusia yang karyanya kurang diketahui oleh para ahli psikologi dari Amerika
dan Eropa karena adanya sensor komunis. Seperti halnya Piaget, Vygotsky percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat
individu berhadapan dengan pengalaman baru, menantang dan saat mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan
oleh pengalaman ini. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu mengkaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal
yang telah dimilikinya dan mengkonstruksikan pengetahuan baru. Keyakinan Vygotsky berbeda dengan keyakinan Piaget dalam
beberapa hal penting. Piaget memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui oleh semua individu tanpa
memandang konteks sosial dan budaya, sedangkan Vygotsky memberi tempat yang lebih penting pada aspek sosial pembelajaran.
Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual
peserta didik. Salah satu ide kunci yang berasal dari Vygotsky pada aspek sosial
pembelajaran adalah konsepnya tentang zone of proximal development. Menurut Vygotsky, peserta didik memiliki dua tingkat
perkembangan yang berbeda yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual
adalah menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Individu
juga memiliki tingkat perkembangan potensial yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai
oleh indifidu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua, atau teman sebayanya yang lebih maju. Zona yang terletak diantara
tingkat perkembangan potensial peserta didik disebutnya sebagai zone of proximal development
d. Jerome Bruner dan Discovery Learning Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi Harvard yang menjadi
pelopor dalam era reformasi kurikulum di Amerika pada era 1950-an dan 1960-an. Bruner dan koleganya memberikan dukungan teoritis
penting terhadap Dyscovery Learning, suatu model pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu peserta didik memahami
struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya peserta didik aktif terlibat dalam proses pembelajaran, dan suatu keyakinan bahwa
pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi personal dyscovery. Tujuan pendidikan tidak hanya untuk
meningkatkan banyaknya pengetahuan peserta didik tetapi juga
menciptakan berbagai
kemungkinan untuk
penciptaan dan
penemuan peserta didik. Pembelajaran berbasis masalah juga juga bergantung pada konsep
lain dari Bruner, yaitu scaffolding. Brunner mendeskripsikan scaffolding sebagai suatu proses dimana seorang peserta didik
dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui bantuan scaffolding dari seorang guru atau orang lain yang mempunyai
kemampuan lebih. Konsep scaffolding Bruner mirip dengan konsep zone of proximal development dari Vygotsky
Aktivitas Pembelajaran
Berdasarkan teori pemikiran di atas, coba Anda jelaskan secara singkat landasan dikembangkannya model PBL:
3. Karakteristik Pembelajaran dalam Problem Based Learning
Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian
masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga ciri utama dari pembelajaran berbasis masalah: Pertama, pembelajaran berbasis
masalah merupakan
aktivitas pembelajaran,
artinya dalam
implementasinya pembelajaran berbasis masalah adalah sejumlah kegiatan yang harus dilakukan peserta didik. Pembelajaran berbasis
masalah tidak
mengharapkan peserta
didik hanya
sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan
tetapi melalui pembelajaran berbasis masalah peserta didik aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akirnya
menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesakan masalah. Pembelajaran berbasis masalah menempatkan
………………………………………………………………………………………………………………..... …………………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………………………………………………………………………….. …………………………………………………………………………………………………………………..
masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilaukan dengan mengunaan pendekatan berpikir
secara ilmiah. Berpikir dengan mengunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara
sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses
penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas Ciri-ciri PBL menurut Krajcik et.al, dan Slavin et.al, dalam Supinah dan
Ttik Sutanti Pembelajaran Berbasis Masalah Matematika di SD, 2010, ciri-ciri khusus dari PBL tersusun dalam lima macam ciri berikut ini:
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah Pertanyaan dan masalah yang diajukan pada awal kegiatan
pembelajaran adalah yang secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi peserta didik.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu Masalah yang diangkat hendaknya dipilih yang benar-benar nyata
sehingga dalam pemecahannya peserta didik dapat meninjaunya dari banyak mata pelajaran.
c. Penyelidikan autentik Dalam penyelidikan autentik, peserta didik diharuskan untuk
menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis
informasi, melakukan eksperimen jika diperlukan, membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Metode yang digunakan
tergantung pada masalah yang dipelajari. d. Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya
Peserta didik dituntut untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak. Artefak yang dihasilkan antara lain
dapat berupa transkrip debat, laporan, model fisik, video, program komputer. Peserta didik juga dituntut untuk menjelaskan bentuk
penyelesaian masalah yang ditemukan. Penjelasan antara lain dapat dilakukan dengan presentasi, simulasi, peragaan.
e. Kolaborasi
PBL dicirikan oleh peserta didik yang bekerjasama satu dengan yang lainnya, secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.
Gambar 1.5. Pelaksanaan PBL sumber: www.laney.edu
Ada beberapa sikap dan kemampuan yang dapat dikembangkan pada peserta didik melalui penerapan PBL dalam pembelajaran, yaitu:
a. kemampuan bekerja dalam tim teamwork b. memimpin sebuah kelompok
c. mendengarkan d. mengingat recording
e. kooperatif f.
menghargai pendapat rekan dalam tim g. mengkritisimengevaluasi literature
h. belajar mandiri menggunakan aneka sumber i.
kemampuan presentasi
4. Peran Partisipan dalam Problem Based Learning
Pelaksanaan PBL secara tipikal terdiri dari sekelompok peserta didik dan dan seorang guru yang memfasilitasi sesi. Selama pelaksanaan,
setiap kelompok secara bersama-sama terlibat dalam dinamika kelompok serta tetap berkonsultasi dengan guru selaku tutor. Di dalam
kelompok, ada yang berperan sebagai pencatat untuk ‘merekam’
diskusi. Peran guru adalah memfasilitasi proses termasuk menjaga dinamika kelompok tetap aktif dan sesaui dengan tugas yang diberikan
dan untuk memastikan bahwa kelompok mencapai tujuan pembelajaran yang sesuai sesuai dengan yang ditetapkan. Guru harus mendorong
peserta didik untuk memahami materi yang sesuai dengan pemecahan masalah. Guru dapat melakukan hal ini dengan mendorong peserta
didik untuk mengajukan pertanyaan terbuka dan meminta satu sama lain untuk menjelaskan topik dalam kata-kata mereka sendiri atau dengan
menggunakan gambar dan diagram.
Gambar 1.6. Peranan partisipan dalam pelaksanaan PBL sumber: www.cet.usc.edu
Peranan Setiap Partisipan dalam PBL
Pencatat Guru
Ketua Kelompok
- mencatat poin-
poin penting yang disepakati
kelompok
- mencatat
pendapat- pendapat yang
disampaikan
- terlibat dalam
diskusi
-
hasil catatan digunakan oleh
kelompok
Anggota
- menyemangati
semua anggota kelompok untuk
berpartisipasi
- membantu ketua
kelompok dalam menjaga dinamika
kelompok dan bekerja sesuai
dengan waktu yang disepakati
- mengecek pencatat
membuat catatan yang akurat
- memastikan
kelompok mencapai tujuan
pembelajaran
- menilai kinerja dan
penampilan -
memimpin proses dalam kelompok
- menyemangati
semua aggota untuk berpartisipasi
- menjaga dinamika
kelompk -
bekerja sesuai waktu yang
disepakati -
memastikan kelompok
melaksanakan tugasnya
- memastikan
pencatat tetap membuat catatan
akurat
- mengikuti langkah-
langkah proses setiap sequence
- berpartisipasi
dalam diskusi -
mendengarkan dan menghargai
kontribusi anggota lain
- menanyakan
pertanyaan terbuka
- mengkaji semua
tujuan pembelajaran
-
berbagi informasi dengan anggota
kelompok
Peran Guru Instruktur dalam PBL
Guru mengidentifikasi sebuah masalah yang kompleks, menarik, dan mengundang pertanyaan terbuka dari peserta didik. Sehingga peserta
didik tertarik, mau melakukan penelitian tentang hal tersebut, dan membuat beragam solusi yang masuk akal bagi masalah tersebut.
Permasalahan yang
disajikan harus
terkait dengan
konten pembelajaran. Walaupun permasalahan tersebut tidak familiar dengan
peserta didik, tapi harus tetap relevan untuk digunakan di masa depan mereka.
Lakukan identifikasi masalah yang sesuai untuk pembelajaran dan populasi peserta didik. Permasalahan harus dapat mengajarkan
keahlian baru yang dapat digunakan peserta didik apabila menghadapi masalah mereka yang lebih sulit. Nyatakan masalah dalam format
naratif yang berisi rincian latar belakang, namun jangan masukkan terlalu banyak informasi sehingga peserta didik dapat menggunakannya
sebagai solusi instan. Kelompokkan peserta didik dengan pemetaan beragam level
kemampuannya supaya berhasil menciptakan dinamika kelompok. Cari cara untuk menyatukan peserta didik dalam sebuah tim kolaboratif. Hal
ini dapat dicapai dengan mengidentifikasi kelebihan dan keterbatasan peserta didik. Dan Anda harus selalu siap untuk memberikan dukungan
pembelajaran, karena Anda adalah fasilitator, pelatih, dan mentor bagi peserta didik.
Peranan Peserta Didik dalam PBL
Selama pelaksanaan PBL, peserta didik berkolaborasi dalam kelompok kecil untuk mengeksplorasi situasi permasalahan yang diberikan.
Sehingga peserta didik dapat mengkaji pengetahuan kemampuan yang mereka miliki dan memutuskan bagaimana cara menyelesaikan
masalah dengan kedua hal tersebut. Berikut ini yang perlu dilakukan peserta didik selama PBL:
a. Eksplorasi isu yang terkait permasalahan. Baca, diskusi, dan analisis permasalahan.
b. Catat apa yang anggota tim lain tau tentang masalah tersebut. Lakukan curah pendapat.
c. Kembangkan dan narasikan permasalahan dalam bahasamu sendiri.
d. Buat daftar solusi yang memungkinkan bagi masalah tersebut. Daftar dapat berisi ide, spekulasi dan hipotesis masalah.
e. Buat rencana tindakan dalam bentuk linimasa timeline. f.
Buat daftar mengenai apa yang kelompokmu ketahui untuk menyelesaikan
masalah. Diskusikan
sumber-sumber yang
memungkinkan digunakan untuk menyelesaikan masalah. g. Tuliskan laporan hasil pemecahan masalah berisi solusi dilengkapi
dengan dokumen pendukung. h. Presentasikan hasil pemecahan masalahmu, sertai dengan teori
dan bukti-buktinya serta bagaimana proses kelompok mencapai solusi tersebut.
i. Kaji ulang dan refeksikan kinerja dan penampilanmu dan
kelompokmu.
5. Kelebihan dan Keterbatasan Problem Based Learning
Setiap metode memiliki kelebihan dan keterbatasan masing-masing. Namun tentu dalam pelaksanaannya selalu diupayakan agar kelebihan
dan hasil optimal lah yang dicapai, dan meminimalisir timbulnya kesalahan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa PBL utamanya
dikembangkan untuk membantu terpicunya proses dalam diri peserta didik sebagai berikut:
a. Mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi. Menurut Lauren Resnick dalam Arends, 1997 berfikir tingkat tinggi
mempunyai ciri-ciri: 1
non algoritmik yang artinya alur tindakan berfikir tidak sepenuhnya dapat ditetapkan sebelumnya
2 cenderung kompleks, artinya keseluruhan alur berfikir tidak
dapat diamati dari satu sudut pandang saja 3
menghasilkan banyak solusi 4
melibatkan pertimbangan dan interpretasi
5 melibatkan penerapan banyak kriteria, yang kadang-kadang
satu dan lainnya bertentangan 6
sering melibatkan ketidakpastian, dalam arti tidak segala sesuatu terkait dengan tugas yang telah diketahui
7 melibatkan pengaturan diri dalam proses berfikir, yang berarti
bahwa dalam proses menemukan penyelesaian masalah, tidak diijinkan adanya bantuan orang lain pada setiap tahapan
berfikir 8
melibatkan pencarian makna, dalam arti menemukan struktur pada keadaan yang tampaknya tidak teratur
9 menuntut dilakukannya kerja keras, dalam arti diperlukan
pengerahan kerja mental besar-besaran saat melakukan berbagai jenis elaborasi dan pertimbangan yang dibutuhkan.
b. Belajar berbagai peran orang dewasa. Dengan melibatkan peserta didik dalam pengalaman nyata atau
simulasi pemodelan orang dewasa, membantu peserta didik untuk berkinerja dalam situasi kehidupan nyata dan belajar melakukan
peran orang dewasa c. Menjadi pelajar yang otonom dan mandiri
Pelajar yang otonom dan mandiri ini dalam arti tidak sangat tergantung pada guru. Hal ini dapat dilakukan dengan cara, guru
secara berulang-ulang membimbing dan mendorong serta mengarahkan peserta didik untuk mengajukan pertanyaan, mencari
penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri. Peserta didik dibimbing, didorong dan diarahkan untuk menyelesaikan
tugas-tugas secara mandiri. Kemampuan untuk menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri ini diharapkan dapat mendorong
tumbuhnya kemampuan belajar secara autodidak dan kesadaran untuk belajar sepanjang hayat yang merupakan bekal penting bagi
peserta didik dalam mengarungi kehidupan pribadi, sosial maupun dunia kerja selanjutnya.
Sama halnya dengan model pengajaran yang lain, model pembelajaran Problem Based Learning juga memiliki beberapa kekurangan dalam
penerapannya. Kelemahan tersebut diantaranya: a.
Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk
dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba b.
Keberhasilan strategi pembelajaran malalui Problem Based Learning membutuhkan cukup waktu untuk persiapan
c. Tanpa
pemahaman mengapa
mereka berusaha
untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak
akan belajar apa yang mereka ingin pelajari. d.
Kadangkala terjadi masalah dalam kelompok berupa: ada anggota kelompok yang pasif, ada anggota kelompok yang mendominasi,
muncul konflik interpersonal dalam kelompok.
D. Latihan
Setelah mempelajari materi di Kegiatan Pembelajaran-1 dan memenuhi serangkaian aktivitas belajar, kini Anda harus mengerjakan soal latihan
Kegiatan Pembelajaran-1. Gunanya untuk mengetahui sejauh mana pemahaman Anda mengenai materi yang telah dipelajari.
Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar. 1. Jelaskan pengaruh teori konstruktivistik terhadap pelaksanaan
pembelajaran sekarang ini. ……………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
2. Mengapa pelaksanaan problem based learning dapat meningkatkan kemampuan peserta didik secara kompleks tidak hanya menekankan
aspek kognitif saja? ……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………
3. Sebut dan jelaskan hal-hal yang dapat Anda lakukan sebagai fasilitator dalam pelaksanaan problem based learning untuk meminimalisir
kekurangan model problem based learning yang terjadi. ……………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………
E. Rangkuman
Setelah mempelajari uraian materi serta melaksanakan serangkaian aktivitas pembelajaran dan mengerjakan latihan pada kegiatan belajar ini, dapat
disimpulkan beberapa hal terkait Problem Based Learning, yaitu: - Student-centered
learning adalah model
pembelajaran yang
menempatkan pemelajar sebagai fokus proses pemelajaran, berlawanan dengan model teacher-centered. Dalam pergeseran paradigma belajar ini,
berbagai persiapan harus dilakukan oleh guru maupun peserta didik. Kedua
pihak diharapkan
sama-sama aktif
dalam mengikuti
perkembangan ilmu. Karena guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi, maka peran guru dalam hal ini adalah sebagai fasilitator dalam
kegiatan belajar mandiri peserta didik. - Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu kegiatan pembelajaran
yang berpusat pada masalah. Istilah berpusat berarti menjadi tema, unit, atau isi sebagai fokus utama belajar. Menurut Resnick dan Gleser dalam
Gredler 1991, masalah dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang melakukan tugasnya yang tidak diketahui sebelumnya.
Masalah pada umumnya timbul karena adanya kebutuhan untuk memenuhi atau mendekatkan kesenjangan antara kondisi nyata dengan
kondisi yang seharusnya. - Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan dengan mengacu pada
teori konstruktivisme yang mengutamakan pengalaman belajar dalam
proses belajar peserta didik. Bukan sekedar menekankan pengetahuan kognitif pada peserta didik.
- Terdapat tiga ciri utama dari pembelajaran berbasis masalah: Pertama, pembelajaran berbasis masalah merupakan aktivitas pembelajaran,
artinya dalam implementasinya pembelajaran berbasis masalah adalah sejumlah kegiatan yang harus dilakukan peserta didik. Kedua, aktivitas
pembelajaran diarahkan untuk menyelesakan masalah. Pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses
pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilaukan dengan mengunaan pendekatan berpikir secara ilmiah.
- Peranan partisipan dalam pelaksanaan PBL terdiri dibedakan atas peran guru, ketua kelompok, anggota kelompok, dan pencatat.
- Kelebihan pembelajaran model PBL bagi peserta didik antara lain: 1 mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, 2 belajar berbagai
peran orang dewasa, dan 3 menjadi pelajar yang otonom dan mandiri. - Sedangkan kelemahan dalam PBL diantaranya: 1 ada peserta didik yang
engga mencoba memecahkan masalah, 2 waktu persiapan cukup lama, 3 terjadi permasalahan internal kelompok.
F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut