Model Pembelajaran Problem Based Learning

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM

BASED LEARNING

Penulis Rica Yanuarti

Penyunting Irfana Steviano

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

2016


(2)

(3)

DAFTAR ISI

Pendahuluan

A. Latar Belakang B. Tujuan

C. Ruang Lingkup

D. Cara Penggunaan Modul

Kegiatan Pembelajaran 1 Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)

A. Tujuan

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

C. Uraian Materi dan Aktivitas Pembelajaran D. Latihan

E. Rangkuman

F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Kegiatan Pembelajaran 2 Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning

A. Tujuan

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

C. Uraian Materi dan Aktivitas Pembelajaran D. Latihan

E. Rangkuman

F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Penutup

Tes Akhir Modul Daftar Pustaka


(4)

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi guru di era modern dengan beragam perkembangan teknologi (termasuk teknologi informasi dan komunikasi atau TIK) seperti sekarang ini dapat dikatakan sebagai berkah karena banyak kemudahan yang dapat Anda manfaatkan melalui penggunaan TIK untuk pendidikan. Namun ternyata ada sisi lain yang perlu Anda pikirkan lebih lanjut mengenai keterkaitan TIK dengan pembelajaran. Peserta didik Anda adalah generasi yang lebih akrab dan lebih siap dengan penggunaan TIK, maka Anda sebagai guru dituntut untuk mampu mendampingi peserta didik Anda dalam belajar dengan TIK. Mau tidak mau, Anda harus mengerti perkembangan zaman termasuk TIK, terutama untuk meminimalisir dampak negatif dari arus perkembangan yang ada.

Di dalam era modern pula, terjadi pergeseran-pergeseran paradigma pendidikan yang salah satunya adalah perubahan dari teacher centered learning menjadi student centered learning atau pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Dalam hal ini, peserta didik bukan hanya objek pembelajaran tapi harus terlibat secara aktif dalam melakukan kegiatan pembelajaran sehingga proses pembelajaran tidak hanya transfer ilmu dari guru ke peserta didik. Era globalisasi serta perkembangan teknologi TIK telah menimbulkan perubahan-perubahan yang sangat cepat di segala bidang. Batasan wilayah, bahasa dan budaya yang semakin tipis, serta akses informasi yang semakin mudah menyebabkan ilmu pengetahuan dan keahlian yang diperoleh seseorang menjadi cepat usang. Persaingan yang semakin tajam akibat globalisasi serta kondisi perekonomian yang mengalami banyak kesulitan, terutama di Indonesia, membutuhkan sumber daya manusia yang kreatif, memiliki jiwa enterpreneur serta kepemimpinan. Pendidikan yang menekankan hanya pada proses transfer ilmu pengetahuan tidak lagi relevan, karena hanya akan menghasilkan sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan masa lampau, tanpa dapat mengadaptasinya dengan kebutuhan masa kini dan masa depan.

Dengan proses pembelajaran yang berpusat pada peserta didik maka apakah tugas Anda sebagai guru menjadi semakin sedikit? Ternyata


(5)

jawabannya adalah tidak. Tugas dan peran Anda sebagai guru di dalam proses pembelajaran hanya mengalami pergeseran dan perubahan. Anda adalah fasilitator dalam mengaktivasi belajar peserta didik. Kehadiran TIK untuk pendidikan seharusnya dapat membantu tugas-tugas Anda sebagai guru. Apalagi ditambah dengan tantangan zaman dan permasalahan yang dihadapi oleh peserta didik berbeda dengan yang dihadapi oleh generasi Anda. Maka salah tugas Anda adalah mempersiapkan peserta didik untuk siap menghadapi tantangan dan memecahkan permasalahan pada masanya.

Sesuai dengan Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Secara garis besar permen tersebut berisi 4 kompetensi inti guru yaitu: kompetensi pedagogik, sosial, kepribadian, dan profesional. Sebagai guru, Anda harus selalu meningkatkan kompetensi sesuai dengan kebutuhan pendidikan. Perlu dilakukan penyesuaian antara metode pembelajaran yang dilakukan dengan kebutuhan serta permasalahan yang ada sehingga hasil dari proses pembelajaran tersebut efektif dan memberikan dampak yang positiif. Peningkatan kompetensi guru dapat dilakukan melalui pelatihan atau bimbingan teknis dengan materi pelatihan yang beragam terkait pembelajaran.

Pelatihan peningkatan kompetensi guru dilakukan secara konvensional melalui pelatihan tatap muka, maupun dengan cara pelatihan dalam jaringan (daring atau online). Materi dalam pelatihan daring untuk guru tidak hanya berisi materi mengenai TIK itu sendiri, tapi tetap beragam termasuk mengenai metode pembelajaran. TIK di dalam pelatihan daring dijadikan sebagai sarana dalam pelatihan sehingga ada dua keuntungan yang diperoleh oleh guru peserta pelatihan yaitu memperoleh materi pelatihan, dan memperoleh kesempatan untuk memanfaatkan TIK dalam diklat sehingga kompetensi terkait substansi dan kompetensi TIK dapat berekskalasi.

Pada tahun 2016 ini, Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan dan Kebudayaan (Pustekkom Kemendikbud) masih tetap menyelenggarakan pelatihan untuk guru secara daring, dengan memperkaya materi pelatihan yang disampaikan. Sesuai dengan tugas dan fungsi Pustekkom sebagai


(6)

penanggungjawab TIK untuk pendidikan nasional, maka materi pelatihan tetap terkait dengan pemanfaatan TIK untuk pembelajaran. Di dalam modul ini, Anda akan mempelajari metode pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dengan unsur pemanfaatan TIK di dalam strategi penerapannya.

B. Tujuan

Modul ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan kompetensi guru khususnya guru yang sedang mengikuti program Peningkatan Kompetensi TIK Guru secara Online. Setelah mempelajari modul ini, diharapkan Anda memiliki kompentensi sebagai berikut:

1. Menjelaskan konsep pembelajaran berbasis masalah 2. Merancang strategi pembelajaran berbasis masalah di kelas C. Ruang Lingkup

Modul ini berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning”. Yang menjadi fokus pembahasan adalah mengenai konsep dan

gambaran umum pembelajaran masa kini yang berpusat pada peserta didik guna menyelesaikan masalah yang dihadapi. Ruang lingkup materi yang akan dibahas di dalam modul ini dibagi ke dalam 2 (dua) Kegiatan Belajar, yaitu (1) Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah, dan (2) Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Dengan mempelajari modul ini Anda diharapkan memiliki pemahaman yang sama mengenai prinsip terkait pembelajaran berbasis masalah, aturan dan tatacara dalam melaksanakan pembelajaran berbasis masalah.

D. Cara Penggunaan Modul

Pertama, Anda disarankan untuk mempelajari modul ini secara bertahap dan mandiri, yaitu mulailah dari materi pembelajaran yang disajikan pada Kegiatan Belajar-1.

Kedua, setelah selesai mempelajari materi pembelajaran yang diuraikan pada Kegiatan Belajar-1 dan mengerjakan soal-soal latihannya serta telah yakin memahaminya, barulah Anda diperkenankan untuk mempelajari materi


(7)

pembelajaran yang disajikan pada Kegiatan Belajar-2. Kerjakanlah semua soal latihan yang disediakan.

Setelah Anda berhasil menjawab soal-soal latihan yang tersedia di bagian akhir Kegiatan Belajar-2 80% benar, maka barulah Anda dikatakan telah memahami sebagian besar atau keseluruhan materi pembelajaran yang diuraikan pada Kegiatan Belajar-2. Sebagai tindak lanjut dari keberhasilan Anda mengerjakan 80% benar soal-soal latihan, Anda diberikan kesempatan untuk mengerjakan soal-soal atau Tes Akhir Modul (TAM).

Di dalam modul ini tersedia beberapa soal latihan dan hendaknya semua soal latihan ini Anda kerjakan. Dengan mengerjakan semua soal latihan yang ada diharapkan Anda akan dapat menilai sendiri tingkat penguasaan atau pemahaman Anda terhadap materi yang terdapat di dalam modul ini. Keuntungan lainnya dari mengerjakan semua soal latihan adalah bahwa Anda dapat mengetahui bagian-bagian mana dari materi yang disajikan di dalam modul ini yang masih belum sepenuhnya Anda pahami.


(8)

Kegiatan Pembelajaran-1

Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah

(

Problem Based Learning)

A. Tujuan

Setelah selesai mempelajari materi yang disajikan di dalam kegiatan pembelajaran-1 ini, diharapkan Anda dapat menjelaskan tentang konsep terkait student centered learning dalam pembelajaran berbasis masalah, gambaran umum pembelajaran berbasis masalah, serta prinsip yang terkandung di dalam pembelajaran berbasis masalah.

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

Setelah Anda mempelajari dalam kegiatan pembelajaran-1 ini diharapkan dapat:

1. menjelaskan pembelajaran yang berpusat pada peserta didik 2. menjelaskan konsep pembelajaran berbasis masalah

3. mengidentifikasi karakteristik pembelajaran berbasis masalah

C. Uraian Materi

Budaya belajar sudah bergeser. Dunia semakin dinamis, demikian pula yang terjadi pada dunia pendidikan. Peserta didik, dalam paradigma student centered dituntut untuk memiliki keterlibatan aktif dalam proses belajar. Pengetahuan tidak lagi ditransfer dari guru sebagai pengajar kepada peserta, melainkan dibangun oleh para pelajar secara kolaboratif dan kooperatif dengan kelompok yang saling mendukung. Peserta didik tidak lagi menjadi penerima informasi yang pasif. Proses pembelajaran menggunakan komunikasi 2 (dua) arah sehingga memungkinkan peserta didik untuk berdiskusi dengan guru, dan guru harus selalu berusaha menciptakan suasana yang kondusif untuk proses diskusi. Untuk meningkatkan pemahaman materi sebagian besar guru memberikan tugas untuk dikerjakan secara mandiri dan kelompok yang disertai dengan penerapan teknologi seperti mencari informasi di media elektronik, cetak dan internet.


(9)

Gambar 1.1 – Contoh kerja kelompok, pembelajaran mandiri bentuk student centered learning (sumber: www.edutopia.org)

Sebelum Anda mempelajari pembelajaran berbasis masalah untuk kelas Anda, perlu Anda pahami bahwa model pembelajaran berbasis masalah adalah salah satu bentuk model pengejawantahan student-centered learning.

Pembelajaran Berpusat Pada Peserta Didik (Student-centered Learning) Dalam pendidikan abad 21 ini disebutkan bahwa dalam pengembangan pendidikan seumur hidup harus berlandaskan pada 4 pilar (UNESCO, 1996):

1. Belajar Mengetahui (learning to know)

di dalamnya terdapat proses memadukan antara kesempatan untuk memperoleh pengetahuan umum yang cukup luas dengan kesempatan untuk bekerja pada sejumlah subyek yang lebih kecil secara lebih mendalam. Dalam tahap ini, kesempatan untuk mengembangkan sikap dan cara belajar untuk belajar (Learning to learn) lebih penting daripada


(10)

sekedar memperoleh informasi. Peserta didik bukan hanya disiapkan untuk dapat menjawab permasalahan dalam jangka pendek, tetapi untuk mendorong mereka untuk memahami, mengembangkan rasa ingin tahu intelektual, merangsang pikiran kritis serta kemampuan mengambil keputusan secara mandiri, agar dapat menjadi bekal sepanjang hidup. Belajar jenis ini dapat dilakukan melalui kesempatan-kesempatan berdiskusi, melakukan percobaan-percobaan di laboratorium, menghadiri pertemuan ilmiah serta kegiatan ekstrakurikuler atau berorganisasi.

2. Belajar Berbuat (learning to do)

berisi proses memberi kesempatan kepada peserta didik untuk tidak hanya memperoleh ketrampilan kerja, tetapi juga memperoleh kompentensi untuk menghadapi berbagai situasi serta kemampuan bekerja dalam tim, berkomunikasi, serta menangani dan menyelesaikan masalah dan perselisihan. Termasuk didalam pengertian ini adalah kesempatan untuk memperoleh pengalaman dalam bersosialisasi maupun bekerja di luar kurikulum seperti magang kerja, aktivitas pengabdian masyarakat, berorganisasi serta mengikuti pertemuan-pertemuan ilmiah dalam konteks lokal maupun nasional, ataupun dikaitkan dengan program belajar seperti praktek kerja lapangan, kuliah kerja nyata atau melakukan penelitian bersama.

3. Belajar Hidup Bersama (learning to live together)

meliputi upaya mengembangkan pengertian atas diri orang lain dengan cara mengenali diri sendiri serta menghargai ke-saling-tergantung-an, melaksanakan proyek bersama dan belajar mengatasi konflik dengan semangat menghargai nilai pluralitas, saling-mengerti dan perdamaian. Kesempatan untuk menjalin hubungan antara pendidik dan peserta didik, dorongan dan penyediaan waktu yang cukup untuk memberi kesempatan bekerjasama dan berpartisipasi dalam kegiatan budaya, olahraga, serta keterlibatan dalam organisasi sosial maupun profesi diluar kampus.

4. Belajar menjadi seseorang (learning to life)

adalah belajar mengembangkan kepribadian dan kemampuan untuk bertindak secara mandiri, kritis, penuh pertimbangan serta bertanggung


(11)

jawab. Dalam hal ini pendidikan tak bisa mengabaikan satu aspek pun dari potensi seseorang seperti ingatan, akal sehat, estetika, kemampuan fisik serta ketrampilan berkomunikasi. Telah banyak diakui bahwa sistem pendidikan formal saat ini cenderung untuk memberi tekanan pada penguasaan ilmu pengetahuan saja yang akhirnya merusak bentuk belajar yang lain. Kini telah tiba saatnya untuk memikirkan bentuk pendidikan secara menyeluruh, yang dapat menggiring terjadinya perubahan–perubahan kebijakan pendidikan di masa akan datang, dalam kaitan dengan isi maupun metode.

Gambar 1.2 – Ilustrasi Globalisasi dan dampaknya (sumber: www.slideshare.net)

Era globalisasi serta perkembangan TIK telah menimbulkan perubahan-perubahan yang sangat cepat di segala bidang. Batasan wilayah, bahasa dan budaya yang semakin tipis, serta akses informasi yang semakin mudah menyebabkan ilmu pengetahuan dan keahlian yang diperoleh seseorang menjadi cepat usang. Persaingan yang semakin tajam akibat globalisasi serta kondisi perekonomian yang mengalami banyak kesulitan, terutama di


(12)

Indonesia, membutuhkan sumber daya manusia yang kreatif, memiliki jiwa enterpreneur serta kepemimpinan. Pendidikan yang menekankan hanya pada proses transfer ilmu pengetahuan tidak lagi relevan, karena hanya akan menghasilkan sumber daya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan masa lampau, tanpa dapat mengadaptasinya dengan kebutuhan masa kini dan masa depan. Dapat dikatakan bahwa permasalahan yang dihadapi peserta didik akan lebih kompleks dari permasalahan yang dihadapi generasi sebelumnya. Tantangan lebih besar, namun juga peluang untuk mengatasinya lebih beragam. Karena itulah metode pendidikan perlu mengalami penyesuaian dengan kondisi zaman.

Student-centered learning, yang menekankan pada minat, kebutuhan dan kemampuan individu, menjanjikan model belajar yang menggali motivasi intrinsik untuk membangun masyarakat yang suka dan selalu belajar. Model belajar ini sekaligus dapat mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang dibutuhkan masyarakat seperti kreativitas, kepemimpinan, rasa percaya diri, kemandirian, kedisiplinan, kekritisan dalam berpikir, kemampuan berkomunikasi dan bekerja dalam tim keahlian teknis, serta wawasan global untuk dapat selalu beradaptasi terhadap perubahan dan perkembangan. Belajar dilakukan dalam berbagai cara, yaitu melihat dan mendengar, bekerja sendiri maupun dalam kelompok, memberikan alasan secara logis dan intuitif, serta mengingat, memvisualisasi dan memodelkannya. Proses belajar akan optimal jika pemelajar berperan aktif. Setidaknya ketika peserta didik berpartisipasi dalam diskusi atau ketika mereka menyampaikan materi pada temannya, 70% dari seluruh materi belajar akan diingat.

Student-centered learning adalah model pembelajaran yang menempatkan pemelajar sebagai fokus proses pembelajaran, berlawanan dengan model teacher-centered. Dalam pergeseran paradigma belajar ini, berbagai persiapan harus dilakukan oleh guru maupun peserta didik. Kedua pihak diharapkan sama-sama aktif dalam mengikuti perkembangan ilmu. Karena guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi, maka peran guru


(13)

dalam hal ini adalah sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar mandiri peserta didik.

Dalam pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, beberapa hal yang dikembangkan antara lain:

1. Keterampilan belajar (learning how to learn skill).

2. Keterampilan berpikir tingkat tinggi seperti berpikir kritis, reflektif, kreatif, analitis dalam menyelesaikan masalah.

3. Keterampilan bekerjasama dalam tim. 4. Keterampilan komunikasi yang efektif.

Beberapa metode pembelajaran dengan pendekatan student-centered ini diantaranya adalah Problem Based Learning, Collaborative Learning, Project Based Learning, dan Cooperative Learning. Semuanya adalah metode belajar aktif. Cara belajar aktif ini memiliki kelebihan diantaranya adalah mahapeserta didik mempelajari materi lebih banyak, memperoleh informasi lebih banyak, kelas menjadi lebih hidup dan menyenangkan, dan memungkinkan peserta didik dari temannya selain dari guru.

Dapat dipahami bahwa student-centered learning adalah suatu model pembelajaran yang menempatkan peserta didik sebagai pusat dari proses belajar. Dalam menerapkan konsep student-centered learning, peserta didik diharapkan sebagai peserta aktif dan mandiri dalam proses belajarnya, yang bertanggung jawab dan berinisiatif untuk mengenali kebutuhan belajarnya, menemukan sumber-sumber informasi untuk dapat menjawab kebutuhannya, membangun serta mempresentasikan pengetahuannya berdasarkan kebutuhan serta sumber-sumber yang ditemukannya.

Dengan anggapan bahwa tiap peserta didik adalah individu yang unik, proses, materi dan metode belajar disesuaikan secara fleksibel dengan minat, bakat, kecepatan, gaya serta strategi belajar dari tiap peserta didik. Tersedianya pilihan-pilihan bebas ini bertujuan untuk menggali motivasi intrinsik dari dalam dirinya sendiri untuk belajar sesuai dengan kebutuhannya secara individu, bukan kebutuhan yang diseragamkan. Sebagai ganti proses transfer ilmu pengetahuan, peserta didik lebih diarahkan untuk belajar


(14)

ketrampilan Learn how to learn seperti problem solving, berpikir kritis dan reflektif serta ketrampilan untuk bekerja dalam tim.

Evaluasi yang dilakukan seharusnya bukanlah merupakan evaluasi standar yang berlaku untuk seluruh peserta didik, tetapi lebih bersifat individu sepanjang proses belajar dilakukan. Pembuatan portfolio bagi peserta didik merupakan salah satu bentuk evaluasi sepanjang proses belajar.

Hal-hal yang Perlu dipersiapkan dalam Student Centered Learning, antara lain:

1. Perubahan Sikap dan Peranan Guru

Dalam konsep

belajar

Instructor-Centered Learning, guru memainkan peranan

utama dalam

mentransfer ilmu pengetahuan ke peserta didik. Guru harus mempersiapkan materi selengkap mungkin, menerangkan secara searah. Peserta didik akan menerima secara pasif materi yang diberikan dengan mencatat serta menghafal. Dengan demikian sumber belajar utama adalah guru. Dengan menerapkan konsep Student Centered Learning, sebagian beban dalam mempersiapkan serta mengkomunikasikan materi berpindah ke peserta didik yang harus pula berperan secara aktif. Guru bukan lagi tokoh sentral yang tahu segalanya. Tidak berarti bahwa tugas guru menjadi lebih ringan atau tidak lagi penting. Guru tetap memainkan peran utama dalam proses belajar, tetapi bukan sebagai satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Melalui berbagai metode, seperti diskusi, pembahasan masalah-masalah nyata, proyek bersama, belajar secara kooperatif, serta tugas-tugas mandiri, guru akan lebih dituntut sebagai motivator, dinamisator dan fasilitator, yang membimbing, mendorong, serta mengarahkan peserta sumber: http://www.mastersineducationonline.net/


(15)

didik untuk menggali persoalan, mencari sumber jawaban, menyatakan pendapat serta membangun pengetahuan sendiri. Dalam perubahan peranan ini, dibutuhkan kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi serta keterbukaan dari pendidik untuk dapat menjalin hubungan secara individu, untuk dapat mengerti serta mengikuti perkembangan dari masing-masing peserta didik, disamping tentunya wawasan yang luas dalam mengarahkan peserta didik ke sumber-sumber belajar yang dapat digali. Hati dan ilmu menjadi tuntutan bagi pendidik dalam menerapkan konsep student-centered learning.

2. Perubahan Metode Belajar

Jika seorang berpikir bahwa ia sedang bersenang-senang ketika ia sedang belajar, maka ia akan lupa bahwa ia sedang belajar dan dengan sendirinya akan menikmati dan mendapatkan banyak manfaat (Burns, 1997). Ungkapan ini merupakan ungkapan yang sering terlupakan oleh guru. Penerapan kedisiplinan dengan cara yang salah, kurikulum standar dan sebagainya yang membuat peserta didik tidak memiliki pilihan sendiri tentunya tidak akan membuat peserta didik merasa sedang bersenang-senang, karena tidak sesuai dengan apa yang disukainya. Beberapa metode belajar yang mengacu pada belajar secara alamiah dan mengacu pada keunikan individu yang perlu dikembangkan adalah collaborative learning, problem based learning, portfolio, team project, resource-based learning. Metode-metode ini menekankan pada hal-hal seperti kerjasama tim, diskusi, jawaban-jawaban terbuka, interaktivitas, mengerjakan proyek nyata bukan hanya menghafal, serta sumber: http://www.lifehubeducation.com


(16)

belajar cara untuk belajar, bukan hanya memperoleh ilmu pengetahuan dan sebagainya.

3. Akses ke Berbagai Sumber Belajar

Untuk menunjang metode belajar yang memberi kesempatan bagi peserta didik untuk mengenali

permasalahan, serta menggali informasi sebanyak mungkin secara mandiri, akses informasi tidak boleh lagi dibatasi hanya pada guru, buku wajib serta perpustakaan lokal saja. Peserta didik perlu ditunjang dengan akses tanpa batas ke berbagai sumber informasi, antara lain industri, organisasi sosial maupun profesi, media massa, para ahli dalam bidang masing-masing, bahkan dari masyarakat, keluarga maupun sesama peserta didik. Perkembangan TIK bahkan memungkinkan tersedianya akses ke berbagai informasi global ke seluruh dunia, melalui akses ke perpustakaan maya, museum maya, pangkalan-pangkalan data di web, atau bahkan kemungkinan untuk dapat berhubungan langsung dengan para ahli internasional.

4. Penyediaan Infrastruktur Yang Menunjang

Untuk mendukung perubahan serta kebutuhan yang diperlukan dalam menerapkan konsep student-centered learning secara maksimal, perlu adanya infrastruktur yang menunjang. Jaringan kerjasama antar institusi baik pendidikan sumber: http://www.cleveland.ac.uk


(17)

maupun non-pendidikan secara nasional, regional maupun internasional akan sangat mendukung terbukanya kesempatan untuk belajar di luar batasan dinding sekolah atau budaya sehingga lebih memperkaya pengertian akan perbedaan sekaligus menambah wawasan ilmu pengetahuan menjadi lebih tak terbatas. Fasilitas pendamping pendidikan seperti perpustakaan, museum sekolah, laboratorium, pusat komputer maupun layanan administrasi yang memudahkan, responsif, simpatik, serta mengacu pada kepuasan dan kebutuhan peserta didik, akan sangat mendukung terciptanya budaya student-centered learning.

Konsep Problem Based Learning

Dari penjelasan mengenai pembelajaran yang berpusat pada peserta didik (student-centered learning) di atas Anda sudah mengetahui bahwa pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu model pembelajaran yang berpusat pada aktifitas peserta didik dalam menganalisis masalah, merumuskan masalah, menghasilkan solusi pemecahan masalah tersebut, hingga menyampaikan penyelesaian masalahnya.

Gambar 1.3 – Ilustrasi teamwork dalam Problem Based Learning (sumber: https://www.scalefunder.com)


(18)

1. Apa yang Dimaksud dengan Problem Based Learning (PBL)?

Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu kegiatan pembelajaran yang berpusat pada masalah. Istilah berpusat berarti menjadi tema, unit, atau isi sebagai fokus utama belajar. Menurut Resnick dan Gleser dalam Gredler (1991), masalah dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang melakukan tugasnya yang tidak diketahui sebelumnya. Masalah pada umumnya timbul karena adanya kebutuhan untuk memenuhi atau mendekatkan kesenjangan antara kondisi nyata dengan kondisi yang seharusnya.

Gambar 1.4 – Konsep pemetaan dalam Problem Based Learning (sumber: http://institute-of-progressive-education-and-learning.org/)

Pemecahan masalah adalah suatu proses menemukan suatu respon yang tepat terhadap suatu situasi yang benar-benar unik dan baru bagi pemecah masalah. Dalam pengembangan pembelajaran ini, pemecahan masalah didefinisikan sebagai proses atau upaya untuk mendapatkan suatu penyelesaian tugas atau situasi yang benar-benar sebagai masalah dengan meggunakan aturan-aturan yang sudah diketahui. Maka dapat disimpulkan bahwa PBL merupakan pendekatan


(19)

pembelajaran yang berisi aktifitas belajar peserta didik dengan fokus berupa tantangan memecahkan masalah dan jawaban-jawaban terbuka. Masalah-masalah yang muncul adalah tugas-tugas dan persoalan sesuai konteks dan kondisi sosial. Masalah tersebut harus diselesaikan secara berkelompok. Para peserta didik harus mengacu pada pengetahuan mereka untuk memecahkan masalah. Para peserta didik juga harus mengidentifikasi informasi-informasi yang mereka perlukan, serta harus merumuskan strategi yang akan digunakan untuk menyelesaikan masalah.

PBL adalah metode pembelajaran yang didasarkan pada prinsip menggunakan masalah sebagai titik awal untuk akuisisi pengetahuan baru. Agar efektif maka perlu penggunaan masalah yang memicu terjadinya belajar melalui pengalaman baru, akuisisi konten baru, dan penguatan pengetahuan yang ada. Peserta didik dapat menyesuaikan kondisi nyata keseharian mereka dengan proyeksi kemungkinan masa depan ideal yang sesuai untuk penyelesaian masalah, sehingga peserta didik terangsang untuk mencari informasi baru dan membuat sintesis dalam konteks skenario masalah. Dalam PBL, peserta didik diberi peran tertentu dalam skenario masalah yang akan meningkatkan rasa keikutsertaan mereka dalam mencari solusi.

Berikut ini adalah ilustrasi sederhana dan akrab terkait PBL dalam keseharian Anda:

1. Ingatkah Anda terakhir kali Anda perlu mengemudi ke tempat Anda belum pernah datangi?

2. Anda akan memulai proses dengan hal-hal yang sudah Anda ketahui, atau dengan pengetahuan yang Anda miliki tentang: dari mana Anda akan mulai mengemudi dan di mana tujuan Anda.

3. Anda kemudian mengidentifikasi apa yang perlu Anda ketahui agar Anda tiba di tujuan secara efektif dan efisien yaitu mengenai: nama jalan dan jalan raya, membedakan

landmark untuk mencari, jarak tempuh, rute, dan kemungkinan lainnya.


(20)

Berdasarkan contoh di atas, dapat disimpulkan bahwa kita dapat mempelajari sesuat yang asing dengan melibatkan pengetahuan awal yang sudah kita miliki. Setiap peserta didik memiliki pengetahuan awalnya sendiri yang dapat dijadikan acuan ketika terlibat di dalam skenario masalah (PBL) di dalam kelas.

Skenario PBL akan dipengaruhi oleh usia peserta didik, karena pengetahuan acuan anak berusia 12 tahun jelas sangat berbeda dari anak yang berusia 17 tahun. Perbedaan karakteristik peserta didik perlu diperhatikan dalam menyusun kerangka skenario PBL karena akan brhubungan dengan penentukan peran peserta didik dalam skenario masalah. Penting untuk diingat dalam menentukan masalah bahwa PBL akan efektif apabila peserta didik merasa terlibat dan dapat mengidentifikasi peran mereka dalam skenario.

2. Landasan Teori Problem Based Learning

Pembelajaran berbasis masalah mengambil psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokusnya bukan apa yang sedang dikerjakan peserta didik (perilaku peserta didik) tetapi pada apa yang mereka pikirkan (kognisi mereka). Dalam kegiatan pembelajaran ini, guru lebih berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga peserta didik dapat belajar untuk berpikir dan menyelesaikan masalahnya sendiri. Melatih peserta didik berpikir, memecahkan masalah, dan menjadi pebelajar yang mandiri bukan hal baru dalam pendidikan. Berikut ini adalah beberapa aliran pemikiran abad ke duapuluh yang menjadi landasan pemikiran pembelajaran berbasis masalah:

4. Anda kemudian mengintegrasikan informasi ini dengan pengetahuan yang ada, misalnya jumlah waktu yang biasanya Anda perlukan untuk melakukan perjalanan jarak tertentu dan jenis kondisi jalan yang dapat Anda harapkan. 5. Seringkali, setelah membuat pengalaman menggunakan

informasi baru untuk perjalanan rute baru dan sukses ke tujuan, Anda kemudian dapat mengambil informasi baru ini dan menerapkannya ke situasi yang sama. Hal ini juga kemungkinan bahwa Anda akan mempertahankan banyak informasi baru dan dapat berhasil menempuh rute yang sama lagi ketika diperlukan.


(21)

a. Pemikiran John Dewey dan Kelas Demokratisnya (1916).

Menurut pandangan Dewey, sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar dan kelas seharusnya menjadi laboratorium untuk penyelidikan kehidupan nyata dan pemecahan masalah. Ilmu mendidik Dewey mendorong guru untuk melibatkan peserta didik dalam proyek-proyek berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki tentang masalah-masalah inteletual dan sosial. Dewey dan sejawatnya seperti Kilpatrick (1918), menegaskan bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya lebih bermakna dan tidak terlalu abstrak. Pembelajaran bermakna yang terbaik dapat diwujudkan dengan meminta peserta didik berada dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengerjakan proyek-proyek pilihan yang sesuai dengan minat mereka sendiri. Pemikiran Dewey ini menjadi filosofi bagi pelaksanaan PBL

b. Pemikiran Jean Piaget (1886-1980)

Menurut Piaget, anak memiliki rasa ingin tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha memahami dunia di sekitarnya. Rasa ingin tahu itu memotivasi anak untuk secara aktif membangun tampilan dalam otak mereka tentang lingkungan yang mereka hayati. Ketika tumbuh semakin dewasa dan memperoleh lebih banyak kemampuan bahasa dan memori, tampilan mental mereka tentang dunia menjadi lebih luas dan lebih abstrak. Pada semua tahap perkembangan, anak perlu memahami lingkungan mereka, memotivasi mereka untuk menyelidiki dan membangun teori-teori yang menjelaskan lingkungan itu.

c. Pemikiran Lev Vygotsky (1896-1934) dengan Konstruktivismenya Lev Vygotsky (1896-1934) adalah seorang ahli psikologi dari Rusia yang karyanya kurang diketahui oleh para ahli psikologi dari Amerika dan Eropa karena adanya sensor komunis. Seperti halnya Piaget, Vygotsky percaya bahwa perkembangan intelektual terjadi pada saat individu berhadapan dengan pengalaman baru, menantang dan saat mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh pengalaman ini. Dalam upaya mendapatkan pemahaman, individu mengkaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan awal


(22)

yang telah dimilikinya dan mengkonstruksikan pengetahuan baru. Keyakinan Vygotsky berbeda dengan keyakinan Piaget dalam beberapa hal penting. Piaget memusatkan pada tahap-tahap perkembangan intelektual yang dilalui oleh semua individu tanpa memandang konteks sosial dan budaya, sedangkan Vygotsky memberi tempat yang lebih penting pada aspek sosial pembelajaran. Vygotsky percaya bahwa interaksi sosial dengan orang lain memacu terbentuknya ide baru dan memperkaya perkembangan intelektual peserta didik.

Salah satu ide kunci yang berasal dari Vygotsky pada aspek sosial pembelajaran adalah konsepnya tentang zone of proximal development. Menurut Vygotsky, peserta didik memiliki dua tingkat perkembangan yang berbeda yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual adalah menentukan fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Individu juga memiliki tingkat perkembangan potensial yang oleh Vygotsky didefinisikan sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau dicapai oleh indifidu dengan bantuan orang lain, misalnya guru, orang tua, atau teman sebayanya yang lebih maju. Zona yang terletak diantara tingkat perkembangan potensial peserta didik disebutnya sebagai

zone of proximal development

d. Jerome Bruner dan Discovery Learning

Jerome Bruner adalah seorang ahli psikologi Harvard yang menjadi pelopor dalam era reformasi kurikulum di Amerika pada era 1950-an dan 1960-an. Bruner dan koleganya memberikan dukungan teoritis penting terhadap Dyscovery Learning, suatu model pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu peserta didik memahami struktur atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu, perlunya peserta didik aktif terlibat dalam proses pembelajaran, dan suatu keyakinan bahwa pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi (personal dyscovery). Tujuan pendidikan tidak hanya untuk meningkatkan banyaknya pengetahuan peserta didik tetapi juga


(23)

menciptakan berbagai kemungkinan untuk penciptaan dan penemuan peserta didik.

Pembelajaran berbasis masalah juga juga bergantung pada konsep lain dari Bruner, yaitu scaffolding. Brunner mendeskripsikan

scaffolding sebagai suatu proses dimana seorang peserta didik dibantu menuntaskan masalah tertentu melampaui bantuan (scaffolding) dari seorang guru atau orang lain yang mempunyai kemampuan lebih. Konsep scaffolding Bruner mirip dengan konsep

zone of proximal development dari Vygotsky

Aktivitas Pembelajaran

Berdasarkan teori pemikiran di atas, coba Anda jelaskan secara singkat landasan dikembangkannya model PBL:

3. Karakteristik Pembelajaran dalam Problem Based Learning

Pembelajaran berbasis masalah dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat tiga ciri utama dari pembelajaran berbasis masalah: Pertama, pembelajaran berbasis masalah merupakan aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasinya pembelajaran berbasis masalah adalah sejumlah kegiatan yang harus dilakukan peserta didik. Pembelajaran berbasis masalah tidak mengharapkan peserta didik hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui pembelajaran berbasis masalah peserta didik aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesakan masalah. Pembelajaran berbasis masalah menempatkan

………... ……….. ……….. ………..


(24)

masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Ketiga,

pemecahan masalah dilaukan dengan mengunaan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan mengunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas

Ciri-ciri PBL menurut Krajcik et.al, dan Slavin et.al, dalam Supinah dan Ttik Sutanti (Pembelajaran Berbasis Masalah Matematika di SD, 2010), ciri-ciri khusus dari PBL tersusun dalam lima macam ciri berikut ini: a. Pengajuan pertanyaan atau masalah

Pertanyaan dan masalah yang diajukan pada awal kegiatan pembelajaran adalah yang secara sosial penting dan secara pribadi bermakna bagi peserta didik.

b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu

Masalah yang diangkat hendaknya dipilih yang benar-benar nyata sehingga dalam pemecahannya peserta didik dapat meninjaunya dari banyak mata pelajaran.

c. Penyelidikan autentik

Dalam penyelidikan autentik, peserta didik diharuskan untuk menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Metode yang digunakan tergantung pada masalah yang dipelajari.

d. Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya

Peserta didik dituntut untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak. Artefak yang dihasilkan antara lain dapat berupa transkrip debat, laporan, model fisik, video, program komputer. Peserta didik juga dituntut untuk menjelaskan bentuk penyelesaian masalah yang ditemukan. Penjelasan antara lain dapat dilakukan dengan presentasi, simulasi, peragaan.


(25)

PBL dicirikan oleh peserta didik yang bekerjasama satu dengan yang lainnya, secara berpasangan atau dalam kelompok kecil.

Gambar 1.5. Pelaksanaan PBL (sumber: www.laney.edu)

Ada beberapa sikap dan kemampuan yang dapat dikembangkan pada peserta didik melalui penerapan PBL dalam pembelajaran, yaitu:

a. kemampuan bekerja dalam tim (teamwork) b. memimpin sebuah kelompok

c. mendengarkan

d. mengingat (recording) e. kooperatif

f. menghargai pendapat rekan dalam tim g. mengkritisi/mengevaluasi literature

h. belajar mandiri menggunakan aneka sumber i. kemampuan presentasi

4. Peran Partisipan dalam Problem Based Learning

Pelaksanaan PBL secara tipikal terdiri dari sekelompok peserta didik dan dan seorang guru yang memfasilitasi sesi. Selama pelaksanaan, setiap kelompok secara bersama-sama terlibat dalam dinamika kelompok serta tetap berkonsultasi dengan guru selaku tutor. Di dalam kelompok, ada yang berperan sebagai pencatat untuk ‘merekam’


(26)

diskusi. Peran guru adalah memfasilitasi proses (termasuk menjaga dinamika kelompok tetap aktif dan sesaui dengan tugas yang diberikan) dan untuk memastikan bahwa kelompok mencapai tujuan pembelajaran yang sesuai sesuai dengan yang ditetapkan. Guru harus mendorong peserta didik untuk memahami materi yang sesuai dengan pemecahan masalah. Guru dapat melakukan hal ini dengan mendorong peserta didik untuk mengajukan pertanyaan terbuka dan meminta satu sama lain untuk menjelaskan topik dalam kata-kata mereka sendiri atau dengan menggunakan gambar dan diagram.

Gambar 1.6. Peranan partisipan dalam pelaksanaan PBL (sumber: www.cet.usc.edu)

Peranan Setiap Partisipan dalam PBL

Pencatat Guru Ketua Kelompok

- mencatat poin-poin penting yang disepakati kelompok - mencatat pendapat-pendapat yang disampaikan - terlibat dalam

diskusi - hasil catatan

digunakan oleh kelompok Anggota - menyemangati semua anggota kelompok untuk berpartisipasi

- membantu ketua kelompok dalam menjaga dinamika kelompok dan bekerja sesuai dengan waktu yang disepakati

- mengecek pencatat membuat catatan yang akurat - memastikan kelompok mencapai tujuan pembelajaran

- menilai kinerja dan penampilan

- memimpin proses dalam kelompok

- menyemangati semua aggota untuk berpartisipasi

- menjaga dinamika kelompk

- bekerja sesuai waktu yang disepakati - memastikan kelompok melaksanakan tugasnya - memastikan pencatat tetap membuat catatan akurat

- mengikuti langkah-langkah proses setiap sequence - berpartisipasi dalam diskusi - mendengarkan dan menghargai kontribusi anggota lain - menanyakan pertanyaan terbuka - mengkaji semua

tujuan pembelajaran - berbagi informasi

dengan anggota kelompok


(27)

Peran Guru (Instruktur) dalam PBL

Guru mengidentifikasi sebuah masalah yang kompleks, menarik, dan mengundang pertanyaan terbuka dari peserta didik. Sehingga peserta didik tertarik, mau melakukan penelitian tentang hal tersebut, dan membuat beragam solusi yang masuk akal bagi masalah tersebut. Permasalahan yang disajikan harus terkait dengan konten pembelajaran. Walaupun permasalahan tersebut tidak familiar dengan peserta didik, tapi harus tetap relevan untuk digunakan di masa depan mereka.

Lakukan identifikasi masalah yang sesuai untuk pembelajaran dan populasi peserta didik. Permasalahan harus dapat mengajarkan keahlian baru yang dapat digunakan peserta didik apabila menghadapi masalah mereka yang lebih sulit. Nyatakan masalah dalam format naratif yang berisi rincian latar belakang, namun jangan masukkan terlalu banyak informasi sehingga peserta didik dapat menggunakannya sebagai solusi instan.

Kelompokkan peserta didik dengan pemetaan beragam level kemampuannya supaya berhasil menciptakan dinamika kelompok. Cari cara untuk menyatukan peserta didik dalam sebuah tim kolaboratif. Hal ini dapat dicapai dengan mengidentifikasi kelebihan dan keterbatasan peserta didik. Dan Anda harus selalu siap untuk memberikan dukungan pembelajaran, karena Anda adalah fasilitator, pelatih, dan mentor bagi peserta didik.

Peranan Peserta Didik dalam PBL

Selama pelaksanaan PBL, peserta didik berkolaborasi dalam kelompok kecil untuk mengeksplorasi situasi permasalahan yang diberikan. Sehingga peserta didik dapat mengkaji pengetahuan kemampuan yang mereka miliki dan memutuskan bagaimana cara menyelesaikan masalah dengan kedua hal tersebut. Berikut ini yang perlu dilakukan peserta didik selama PBL:

a. Eksplorasi isu yang terkait permasalahan. Baca, diskusi, dan analisis permasalahan.


(28)

b. Catat apa yang anggota tim lain tau tentang masalah tersebut. Lakukan curah pendapat.

c. Kembangkan dan narasikan permasalahan dalam bahasamu sendiri.

d. Buat daftar solusi yang memungkinkan bagi masalah tersebut. Daftar dapat berisi ide, spekulasi dan hipotesis masalah.

e. Buat rencana tindakan dalam bentuk linimasa (timeline).

f. Buat daftar mengenai apa yang kelompokmu ketahui untuk menyelesaikan masalah. Diskusikan sumber-sumber yang memungkinkan digunakan untuk menyelesaikan masalah.

g. Tuliskan laporan hasil pemecahan masalah berisi solusi dilengkapi dengan dokumen pendukung.

h. Presentasikan hasil pemecahan masalahmu, sertai dengan teori dan bukti-buktinya serta bagaimana proses kelompok mencapai solusi tersebut.

i. Kaji ulang dan refeksikan kinerja dan penampilanmu dan kelompokmu.

5. Kelebihan dan Keterbatasan Problem Based Learning

Setiap metode memiliki kelebihan dan keterbatasan masing-masing. Namun tentu dalam pelaksanaannya selalu diupayakan agar kelebihan dan hasil optimal lah yang dicapai, dan meminimalisir timbulnya kesalahan. Lebih lanjut dikemukakan bahwa PBL utamanya dikembangkan untuk membantu terpicunya proses dalam diri peserta didik sebagai berikut:

a. Mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi.

Menurut Lauren Resnick (dalam Arends, 1997) berfikir tingkat tinggi mempunyai ciri-ciri:

1) non algoritmik yang artinya alur tindakan berfikir tidak sepenuhnya dapat ditetapkan sebelumnya

2) cenderung kompleks, artinya keseluruhan alur berfikir tidak dapat diamati dari satu sudut pandang saja

3) menghasilkan banyak solusi


(29)

5) melibatkan penerapan banyak kriteria, yang kadang-kadang satu dan lainnya bertentangan

6) sering melibatkan ketidakpastian, dalam arti tidak segala sesuatu terkait dengan tugas yang telah diketahui

7) melibatkan pengaturan diri dalam proses berfikir, yang berarti bahwa dalam proses menemukan penyelesaian masalah, tidak diijinkan adanya bantuan orang lain pada setiap tahapan berfikir

8) melibatkan pencarian makna, dalam arti menemukan struktur pada keadaan yang tampaknya tidak teratur

9) menuntut dilakukannya kerja keras, dalam arti diperlukan pengerahan kerja mental besar-besaran saat melakukan berbagai jenis elaborasi dan pertimbangan yang dibutuhkan. b. Belajar berbagai peran orang dewasa.

Dengan melibatkan peserta didik dalam pengalaman nyata atau simulasi (pemodelan orang dewasa), membantu peserta didik untuk berkinerja dalam situasi kehidupan nyata dan belajar melakukan peran orang dewasa

c. Menjadi pelajar yang otonom dan mandiri

Pelajar yang otonom dan mandiri ini dalam arti tidak sangat tergantung pada guru. Hal ini dapat dilakukan dengan cara, guru secara berulang-ulang membimbing dan mendorong serta mengarahkan peserta didik untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri. Peserta didik dibimbing, didorong dan diarahkan untuk menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri. Kemampuan untuk menjadi pembelajar yang otonom dan mandiri ini diharapkan dapat mendorong tumbuhnya kemampuan belajar secara autodidak dan kesadaran untuk belajar sepanjang hayat yang merupakan bekal penting bagi peserta didik dalam mengarungi kehidupan pribadi, sosial maupun dunia kerja selanjutnya.


(30)

Sama halnya dengan model pengajaran yang lain, model pembelajaran Problem Based Learning juga memiliki beberapa kekurangan dalam penerapannya. Kelemahan tersebut diantaranya:

a. Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba b. Keberhasilan strategi pembelajaran malalui Problem Based

Learning membutuhkan cukup waktu untuk persiapan

c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

d. Kadangkala terjadi masalah dalam kelompok berupa: ada anggota kelompok yang pasif, ada anggota kelompok yang mendominasi, muncul konflik interpersonal dalam kelompok.

D. Latihan

Setelah mempelajari materi di Kegiatan Pembelajaran-1 dan memenuhi serangkaian aktivitas belajar, kini Anda harus mengerjakan soal latihan Kegiatan Pembelajaran-1. Gunanya untuk mengetahui sejauh mana pemahaman Anda mengenai materi yang telah dipelajari.

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini dengan benar.

1. Jelaskan pengaruh teori konstruktivistik terhadap pelaksanaan pembelajaran sekarang ini.

……… ……… ……… ……… 2. Mengapa pelaksanaan problem based learning dapat meningkatkan

kemampuan peserta didik secara kompleks tidak hanya menekankan aspek kognitif saja?

……… ………


(31)

……… ……… 3. Sebut dan jelaskan hal-hal yang dapat Anda lakukan sebagai fasilitator

dalam pelaksanaan problem based learning untuk meminimalisir kekurangan model problem based learning yang terjadi.

……… ……… ……… ………

E. Rangkuman

Setelah mempelajari uraian materi serta melaksanakan serangkaian aktivitas pembelajaran dan mengerjakan latihan pada kegiatan belajar ini, dapat disimpulkan beberapa hal terkait Problem Based Learning, yaitu:

- Student-centered learning adalah model pembelajaran yang menempatkan pemelajar sebagai fokus proses pemelajaran, berlawanan dengan model teacher-centered. Dalam pergeseran paradigma belajar ini, berbagai persiapan harus dilakukan oleh guru maupun peserta didik. Kedua pihak diharapkan sama-sama aktif dalam mengikuti perkembangan ilmu. Karena guru tidak lagi menjadi satu-satunya sumber informasi, maka peran guru dalam hal ini adalah sebagai fasilitator dalam kegiatan belajar mandiri peserta didik.

- Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu kegiatan pembelajaran yang berpusat pada masalah. Istilah berpusat berarti menjadi tema, unit, atau isi sebagai fokus utama belajar. Menurut Resnick dan Gleser dalam Gredler (1991), masalah dapat diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang melakukan tugasnya yang tidak diketahui sebelumnya. Masalah pada umumnya timbul karena adanya kebutuhan untuk memenuhi atau mendekatkan kesenjangan antara kondisi nyata dengan kondisi yang seharusnya.

- Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan dengan mengacu pada teori konstruktivisme yang mengutamakan pengalaman belajar dalam


(32)

proses belajar peserta didik. Bukan sekedar menekankan pengetahuan kognitif pada peserta didik.

- Terdapat tiga ciri utama dari pembelajaran berbasis masalah: Pertama, pembelajaran berbasis masalah merupakan aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasinya pembelajaran berbasis masalah adalah sejumlah kegiatan yang harus dilakukan peserta didik. Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesakan masalah. Pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Ketiga, pemecahan masalah dilaukan dengan mengunaan pendekatan berpikir secara ilmiah.

- Peranan partisipan dalam pelaksanaan PBL terdiri dibedakan atas peran guru, ketua kelompok, anggota kelompok, dan pencatat.

- Kelebihan pembelajaran model PBL bagi peserta didik antara lain: 1) mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, 2) belajar berbagai peran orang dewasa, dan 3) menjadi pelajar yang otonom dan mandiri. - Sedangkan kelemahan dalam PBL diantaranya: 1) ada peserta didik yang

engga mencoba memecahkan masalah, 2) waktu persiapan cukup lama, 3) terjadi permasalahan internal kelompok.

F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu setrategi pembelajaran yang dapat membawa siswa pada pembentukan kemampuan berpikir tingkat tinggi. Dengan pendekatan ini memberikan peluang bagi siswa untuk melakukan penelitian dengan berbasis masalah nyata dan autentik.

Pembelajaran berbasis masalah dilakukan secara benar sesuai dengan prinsip dan karakteristik pembelajaran, maka ada beberapa dampak tidak langsung yang dapat diperoleh siswa setelah pembelajaran berbasis masalah diimplementasikan dalam proses pembelajaran dikelas, yaitu: 1. Keterampilan melakukan penelitian/penyelidikan sebagai dasar

pemecahan masalah secara ilmiah. 2. Perilaku dan keterampilan sosial. 3. Keterampilan belajar mandiri.


(33)

Untuk penerapan model pembelajaran PBL mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan kegiatan pembelajarannya, hingga penilaian dan evaluasinya akan dibahas lebih lanjut dalam Kegiatan Pembelajaran-2.


(34)

Kegiatan Pembelajaran-2 Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning

A. Tujuan

Setelah selesai mempelajari materi yang disajikan di dalam kegiatan pembelajaran-2 ini, diharapkan Anda dapat menjelaskan tahapan-tahapn dalam melaksanakan model pembelajaran Problem Based Learning, serta menerapkan strategi yang tepat dalam melaksakan PBL terutama yang diintegrasikan dengan pemanfaatan TIK.

B. Indikator Pencapaian Kompetensi

Setelah Anda mempelajari dalam kegiatan pembelajaran-1 ini diharapkan dapat:

1. menjelaskan tahapan-tahapan dalam pelaksanaan PBL

2. menjelaskan proses persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi PBL 3. menerapkan pelaksanaan PBL terintegrasi pemanfaatan TIK

C. Uraian Materi

Pembelajaran dengan pendekatan berbasis masalah memuat langkah-langkah yang koheren dengan proses pemecahan masalah. Telah dibahas sebelumnya empat tahap strategi pemecahan masalah dikemukakan Polya (1981) yaitu yaitu: (1) memahami masalah, (2) menyusun rencana pemecahan, (3) menjalankan rencana pemecahan, (4) menguji kembali penyelesaian yang diperoleh.

PBL

Analyze scenario

List hypotheses

List the known

List the unknown List what

needs to be done Develop

problem statement Gather

information Present findings


(35)

Gambar 2.x. Alur Siklus Problem Based Learning (sumber: www.niu.edu/facdev)

Tahapan Dalam Pelaksanaan Problem Based Learning

Menurut Fogarty, dalam Satyasa (2008) proses pembelajaran dengan pendekatan PBL dijalankan dengan 8 langkah, seperti berikut.

1. Menemukan masalah

Peserta didik diberikan masalah yang tidak terdefinisikan secara jelas (ill-defined) yang diangkat dari konteks kehidupan sehari-hari. Pernyataan permasalahan diungkapkan dengan kalimat-kalimat yang pendek dan memberikan sedikit fakta-fakta di seputar konteks permasalahan. Pernyataan permasalahan diupayakan memberikan peluang pada peserta didik untuk melakukan penyelidikan. Peserta didik menggunakan kecerdasan inter dan intra-personal untuk saling memahami dan saling berbagi pengetahuan antar anggota kelompok terkait dengan permasalahan yang dikaji.

2. Mendefinisikan masalah

Peserta didik mendefinisikan masalah menggunakan kalimatnya sendiri. Permasalahan dinyatakan dengan parameter yang jelas. Peserta didik membuat beberapa definisi sebagai informasi awal yang perlu disediakan. Pada langkah ini, peserta didik melibatkan kecerdasan intra-personal dan kemampuan awal yang dimiliki dalam memahami dan mendefinisikan masalah.

3. Mengumpulkan fakta-fakta

Peserta didik membuka kembali pengalaman yang sudah diperolehnya dan pengetahuan awal untuk mengumpulkan fakta-fakta. Peserta didik melibatkan kecerdasan majemuk yang dimiliki untuk mencari informasi yang berhubungan dengan permasalahan. Pada tahap ini, peserta didik mengorganisasikan informasi-informasi dengan menggunakan istilah “apa yang diketahui (know)”, “apa yang dibutuhkan (need to

know)”, dan “apa yang dilakukan (need to do)” untuk menganalisis

permasalahan dan fakta-fakta yang berhubungan dengan permasalahan.


(36)

Peserta didik menyusun jawaban-jawaban sementara terhadap permasalahan dengan melibatkan kecerdasan logic-mathematical. Peserta didik juga melibatkan kecerdasan interpersonal yang dimilikinya untuk mengungkapkan apa yang dipikirkannya, membuat hubungan-hubungan, jawaban dugaannya, dan penalaran mereka dengan langkah-langkah yang logis.

5. Menyelidiki

Peserta didik melakukan penyelidikan terhadap data-data dan informasi yang diperolehnya berorientasi pada permasalahan. Peserta didik melibatkan kecerdasan majemuk yang dimilikinya dalam memahami dan memaknai informasi dan faktafakta yang ditemukannya. Guru membuat struktur belajar yang memungkinkan peserta didik dapat menggunakan berbagai cara untuk mengetahui dan memahami (multiple ways of knowing and understanding) dunia mereka.

6. Menyempurnakan permasalahan yang telah didefinisikan

Peserta didik menyempurnakan kembali perumusan masalah dengan merefleksikannya melalui gambaran nyata yang mereka pahami. Peserta didik melibatkan kecerdasan verbal-linguistic memperbaiki pernyataan rumusan masalah sedapat mungkin menggunakan kata yang lebih tepat. Perumusan ulang permasalahan lebih memfokuskan penyelidikan, dan menunjukkan secara jelas fakta-fakta dan informasi yang perlu dicari, serta memberikan tujuan yang jelas dalam menganalisis data.

7. Menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan secara kolaboratif

Peserta didik berkolaborasi mendiskusikan data dan informasi yang relevan dengan permasalahan. Setiap anggota kelompok secara kolaboratif mulai bergelut untuk mendiskusikan permasalahan dari berbagai sudut pandang. Pada tahap ini proses pemecahan masalah berada pada tahap menyimpulkan alternatif-alternatif pemecahan yang dihasilkan dengan berkolaborasi. Kolaborasi menjadi mediasi untuk menghimpun sejumlah alternatif pemecahan masalah yang menghasilkan alternatif yang lebih baik ketimbang dilakukan secara individual.


(37)

8. Menguji solusi permasalahan

Peserta didik menguji alternatif pemecahan yang sesuai dengan permasalahan aktual melalui diskusi secara komprehensif antar anggota kelompok untuk memperoleh hasil pemecahan terbaik. Peserta didik menggunakan kecerdasan majemuk untuk menguji alternatif pemecahan masalah dengan membuat sketsa, menulis, debat, membuat plot untuk mengungkapkan ide-ide yang dimilikinya dalam menguji alternatif pemecahan.

Tahap-tahap atau Langkah-langkah PBL Sebagai model pembelajaran, Arends dalam Wardhani (2006:7) mengemukakan ada lima tahap pembelajaran pada PBL. Lima tahap ini sering dinamai tahap interaktif, yang sering juga sering disebut sintaks dari PBL. Lama waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tiap tahapan pembelajaran tergantung pada jangkauan masalah yang diselesaikan. Berikut tahapan yang perlu Anda lakukan apabila menerapkan PBL di kelas:

Tahap Kegiatan Yang Dilakukan Guru 1. Orientasi peserta didik

pada situasi masalah

Menjelaskan tujuan

pembelajaran, logistik yang dibutuhkan untuk menyelesaiakan tugas, memotivasi peserta didik agar terlibat pada aktivitas pemecahan

masalah yang dipilihnya. 2. Mengorganisasi

peserta didik untuk belajar

Membantu peserta didik mendefinisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut.

3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok

Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan


(38)

penjelasan dan pemecahan masalah

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Membantu peserta didik dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai sebagai hasil pelaksanaan tugas, misalnya berupa laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya 5. Menganalisis dan

mengevaluasi proses pemecahan masalah

Membantu peserta didik untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka tempuh atau gunakan

Pemanfaatan TIK dalam PBL

Mengapa Anda memilih untuk menerapkan PBL dalam pembelajaran di kelas Anda?

Jawaban Anda biasanya diawali dengan kalimat: karena pembelajaran dengan guru sebagai satu-satunya sumber belajar sudah tidak sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan zaman. Tentu saja hal tersebut benar. Kemudian ditambah lagi dengan penjelasan bahwa untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan zaman maka guru harus bisa menerapkan strategi pembelajaran yang lebih kreatif agar kemampuan peserta didik lebih berkembang.

Salah satu katalisator dalam mencapai tujuan belajar yang lebih baik tersebut adalah pemanfaatan TIK. Anda perlu mengintegrasikan TIK dalam pembelajaran. TIK menjadi bagian dari strategi pembelajaran. Bukankan peran guru sekarang ini menjadi fasilitator, kolaborator, mentor, pelatih, pengarah dan teman belajar? Serta dapat memberikan pilihan dan tanggung jawab yang besar kepada peserta didik untuk mengalami peristiwa belajar (Division of Higher Education UNESCO, 2002).

TIK sangat memungkinkan untuk diintegrasikan dalam PBL. Bahkan dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar pada peserta didik. Tentu


(39)

saja mengintegrasikan TIK ke dalam proses pembelajaran harus sesuai dengan prinsip berikut ini:

1. Aktif; memungkinkan peserta didik dapat terlibat aktif oleh adanya proses belajar yang menarik dan bermakna.

2. Konstruktif; memungkinkan peserta didik dapat menggabungkan ide-ide baru kedalam pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya untuk memahami makna atau keinginan tahuan dan keraguan yang selama ini ada dalam benaknya.

3. Kolaboratif; memungkinkan peserta didik dalam suatu kelompok atau komunitas yang saling bekerjasama, berbagi ide, saran atau pengalaman, menasehati dan memberi masukan untuk sesama anggota kelompoknya.

4. Antusiastik; memungkinkan peserta didik dapat secara aktif dan antusias berusaha untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

5. Dialogis; memungkinkan proses belajar secara inherent merupakan suatu proses sosial dan dialogis dimana peserta didik memperoleh keuntungan dari proses komunikasi tersebut baik di dalam maupun luar sekolah.

6. Kontekstual; memungkinkan situasi belajar diarahkan pada proses belajar yang bermakna (real-world) melalui pendekatan ” problem-based atau case-problem-based learning

7. Reflektif; memungkinkan peserta didik dapat menyadari apa yang telah ia pelajari serta merenungkan apa yang telah dipelajarinya sebagai bagian dari proses belajar itu sendiri. (Jonassen (1995), dikutip oleh Norton et al (2001)).

8. Multisensory; memungkinkan pembelajaran dapat disampaikan untuk berbagai modalitas belajar (multisensory), baik audio, visual, maupun kinestetik (dePorter et al, 2000).

9. High order thinking skills training; memungkinkan untuk melatih kemampuan berpikir tingkat tinggi (seperti problem solving, pengambilan keputusan, dll.) serta secara tidak langsung juga meningkatkan ”ICT & media literacy” (Fryer, 2001).


(40)

Berdasarkan karakteristik PBL yaitu: 1) pengajuan pertanyaan atau masalah, 2) berfokus pada keterkaitan antar disiplin ilmu, 3) penyelidikan autentik, 4) menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya, dan 5) kolaborasi, maka pelaksanaan PBL akan lebih menarik dan efektif apabila diintegrasikan dengan TIK.

Langkah-langkah dalam PBL dapat melibatkan TIK saat dilaksanakan. Misalnya untuk pendahuluan di mana guru mengenalkan masalah maka penggunaan TIK akan lebih memberikan pengalaman nyata kepada peserta didik misalnya melalui tayangan video dibandingkan dengan guru menyampaikan masalah melalui ceramah saja. Kesuksesan PBL tergantung kemampuan guru dalam menghadapkan peserta didik dengan masalah-masalah realistis sehingga peserta didik dapat mengembangkan keterampilan memecahkan masalah dan kemampuan mandiri (self directed).

Dalam proses pelaksanaan PBL, penggunaan TIK dapat membantu menyajikan masalah-masalah yang lebih rumit dunia nyata. Misalnya melalui program simulasi yang berbasis komputer di mana di dalamnya terdapat program berisi masalah yang sengaja dibuat kompleks dan dibiarkan tidak jelas supaya peserta didik bisa berlatih menyortir informasi yang penting untuk memecahkan masalah dan mengabaikan informasi yang tidak penting. Pengerjaan simulasi ini bisa dilakukan secara berkelompok.

Gambar 2.x. Pemanfaatan TIK untuk pembelajaran berkelompok sumber: www.understood.org


(41)

Contoh yang dipaparkan di atas adalah pemanfaatan TIK sebagai fasilitas dominan dalam PBL. TIK dapat dimanfaatkan dalam beragam cara untuk pelaksanaan PBL. Misalnya untuk memfasilitasi proses pencarian referensi pemecahan masalah, menjadi alat bantu mempermudah komunikasi dengan sesama anggota kelompok, dan sebagainya. TIK dapat digunakan untuk proses belajar mandiri maupun untuk pembelajaran kolaboratif, Selanjutnya pada tahap penyajian hasil pemecahan masalah, TIK dapat memberikan hasil lebih. Contoh paling mudah adalah penggunaan aplikasi presentasi.

Gambar 2.x. Peserta didik mempresentasikan hasil tugas kelompoknya sumber: www.ethicsed.org

Sekarang Anda menjadi lebih memiliki gambaran yang lebih jelas untuk menerapkan PBL di kelas, bukan?

Selanjutnya Anda perlu mempersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) untuk model pembelajaran PBL yang mengintegrasikan TIK. Pendekatan Anda dalam mengintegrasikan TIK ke dalam RPP ada dua macam, yaitu:

1. Pendekatan Idealis

Langkah penyusunan RPP dengan pendekatan idealis adalah dengan cara:


(42)

b. menentukan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai; dan

c. menentukan aktifitas pembelajaran dengan memanfaatkan TIK (seperti modul, LKS, program audio, VCD/DVD, CD-ROM, bahan belajar on-line di internet, atau alat komunikasi sinkronous dan asinkronous lainnya) yang relevan untuk mencapai tujuan pembelajaran tersebut.

2. Pendekatan Pragmatis

Sedangkan langkah penyusunan RPP dengan pendekatan pragmatis adalah dengan cara berikut:

a. mengidentifikasi TIK (seperti buku, modul, LKS, program audio, VCD/DVD, CD-ROM, bahan belajar on-line di internet, atau alat komunikasi sinkronous dan asinkronous lainnya) yang ada atau mungkin bisa dilakukan atau digunakan.

b. memilih topik-topik apa yang bisa didukung oleh keberadaan TIK tersebut.

c. merencanakan strategi pembelajaran yang relevan untuk mencapai kompetensi dasar dan indikator capaian hasil belajar dari topik pelajaran tersebut.

Sepertinya pendekatan yang tepat untuk menyusun RPP model PBL adalah dengan pendekatan idealis. Karena Anda sudah idak perlu menetapkan strategi pembelajaran. Anda sudah menetapkan akan menggunakan model PBL, jadi pendekatan yang lebih tepat adalah dengan menyesuaikan dengan tujuan pembelajaran kemudian diikuti dengan aktivitas pembelajaran dan sumber belajar yang sesuai untuk kebutuhan pemecahan massalah. Pengintegrasian TIK dapat dimasukkan dalam kegiatan awal (pembuka), kegiatan inti, hingga kegiatan penutup termasuk untuk penilaian dan evaluasi.


(43)

Persiapan

Perencanaan yang dilakukan guru akan memudahkan pelaksanaan berbagai tahap kegiatan pembelajaran dan pencapaian tujuan yang diinginkan, antara lain sebagai berikut:

a. Menetapkan tujuan pembelajaran

Guru menetapkan tujuan pada saat perencanaan dan tujuan itu dikomunikasikan dengan jelas kepada peserta didik pada tahap berinteraksi.

b. Merancang situasi masalah yang sesuai

Hal penting yang harus dilakukan guru adalah adalah merancang situasi masalah yang sesuai dan merencanakan cara-cara untuk memberi kemudahan bagi peserta didik dalam melaksanakan proses perencanaan penyelesaian masalah. Situasi masalah yang baik memenuhi lima kriteria, yaitu:

1) Masalah harus autentik, artinya masalah harus lebih berakar pada dunia nyata daripada berakar pada prinsip-prinsip disiplin ilmu tertentu

2) Masalah seharusnya tak terdefinisi secara ketat dan dapat menghadapkan peserta didik pada suatu makna misteri atau teka-teki, hal tersebut akan mencegah jawaban sederhana dan dapat menimbulkan adanya alternatif pemecahan yang masing-masing alternatif memiliki kekuatan dan kelemahan.

3) Masalah hendaknya bermakna bagi peserta didik dan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektual mereka, artinya masalah yang diberikan terjangkau oleh pikiran peserta didik dan modal dasar untuk menyelesaikan masalah sudah dimiliki peserta didik. 4) Masalah hendaknya cukup luas untuk memungkinkan guru

menggarap tujuan pembelajaran mereka dan masih cukup terbatas untuk membuat layaknya pelajaran dalam waktu, tempat dan sumber daya yang terbatas.

5) Masalah hendaknya efisien dan efektif bila diselesaikan secara kelompok, artinya masalah itu memang layak dikerjakan dalam kelompok dan dengan dilaksanakan dalam kelompok akan lebih


(44)

lancar dibandingkan kalau dilaksanakan secara individu, bukan sebaliknya.

c. Mengorganisasi sumberdaya dan rencana logistik

Dalam hal ini tugas guru adalah mengorganisasi sumber daya dan merencanakan kebutuhan untuk penyelidikan peserta didik. Guru bertanggung jawab dalam memasok bahan yang diperlukan dalam kegiatan. Bila bahan yang dibutuhkan tersedia di sekolah maka tugas perencanaan yang utama oleh guru adalah mengumpulkan bahan-bahan tersebut dan menyediakan bahan-bahan tersebut untuk peserta didik. d. Merancang teknik dan prosedur penilaian hasil belajar yang akan

diterapkan

Teknik dan prosedur penilaian yang akan diterapkan dalam proses pembelajaran ini tidak terlepas dari tujuan pembelajaran dan tuntutan kemampuan dalam penyelesaian masalah yang tercermin pada materi masalah yang akan diselesaikan. Untuk itu, hal yang harus diperhatikan adalah tentang teknik penilaian dalam PBL, teknik penilaian manakah yang relevan untuk diterapkan dalam PBL. Apakah penilaian kinerja peserta didik? Apakah penilaian portofolio? Apakah penilaian potensi belajar? Apakah penilaian afektif atau sikap? Ataukah penilaian usaha kelompok?

Dalam pelaksanaannya, PBL merupakan bagian dari integrasi kurikulum yang menggunakan pendekatan sistem. Sebuah pembelajaran dapat dirancang dengan dengan memasukkan metode pembelajaran termasuk PBL untuk mencapai hasil belajar berupa pengetahuan, keahlian, dan sikap.

PBL akan berhasil apabila Anda menyusun skenario yang baik. Skenario pembelajaran ini harus dapat memandu peserta didik untuk mengarah pada area belajar yang sesuai untuk mencapai tujuan pembelajaran. Berikut ini panduan dalam menyusun skenario pembelajaran yang dapat dituangkan dalam bentuk RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran): a. Tujuan pembelajaran harus jelas dan konsisten dengan materi yang


(45)

b. Permasalahan harus sesuai dengan kurikulum dan tingkat pemahaman peserta didik atau sesuai dengan kehidupan keseharian mereka.

c. Skenario harus berisi unsur intrinsic yang menarik bagi peserta didik atau relevan bagi masa depannya

d. Permasalahan harus bersifat terbuka sehingga tersedia beragam alternatif penyelesaian

e. Skenario harus menarik peserta didik untuk berpartisipasi dalam mencari informasi dari beragam sumber belajar

f. Integrasikan pemanfaatan TIK dalam PBL baik untuk bahan apersepsi, maupun untuk digunakan peserta didik dalam mencari referensi pemecahan masalah, atau untuk mempresentasikan hasil dari proses pencarian solusi.

Contoh-contoh materi untuk men-trigger peserta didik dalam skenario PBL: a. Data hasil percobaan

b. Foto-foto c. Video d. Artikel koran

e. Artikel dalam jurnal saintifik f. Kasus nyata atau simulasi

Saat menentukan tujuan pembelajaran dalam PBL, Anda memiliki dua jenis tujuan pembelajaran, yaitu 1) tujuan pengetahuan kognitif terkait materi yang dipelajari, dan 2) tujuan pengembangan keterampilan pemecahan masalah dan belajar mandiri. Kemampuan pemecahan masalah dan pembelajaran mandiri adalah tujuan jangka panjang, dan peserta didik memerlukan pegalaman terus menerus untuk mencapai tujuan tersebut. Mengatakan bahwa peserta didik yang terlibat dalam PBL memerlukan satu masalah untuk dipecahkan adalah seperti mengatakan bahwa atlet memerlukan bola basket jika mereka ingin belajar bagaimana bermain bola

Dalam tahap Persiapan ini, tuangkan rencana pelaksanaan PBL Anda dalam bentuk RPP


(46)

basket. Akan tetapi, Anda tentu tahu bahwa sekedar memiliki bola basket tidak memastikan atlet menjadi pemain yang andal. Maka demikian juga mendapatkan masalah tidak memastikan peserta didik akan menjadi pemecah masalah yang andal. Lalu masalah bagaimana yang sebaiknya diberikan kepada peserta didik?

Sebelum Anda memilih masalah yang akan diberikan, Anda perlu mengenali karakteristik peserta didik Anda terlebih dulu. Kemudian utamakan untuk memilih masalah yang paling dekat dengan keseharian peserta didik. Pastikan peserta didik Anda memiliki pengetahuan awal yang cukup terkait masalah tersebut.

Selanjutnya rencanakan pula mengenai akses materi. Ketersediaan bahan belajar untuk memecahkan masalah perlu dipersiapkan. Anda perlu mengingat ada berapa kelompok yang Anda bentuk, ketersediaan waktu belajar, dan sebagainya. Setelah mengidentifikasi topik, menentukan tujuan pembelajaran, memilih masalah, dan mengakses materi-materi yang diperlukan, Anda kini siap untuk menerapkan PBL di kelas Anda.


(47)

sumber: Modul Pembelajaran Berbasis Masalah di SD, PPPPTK Matematika Kemdiknas 2010

Seperti yang telah disebtkan di atas, penerapan PBL hadir dalam dua level yaitu: yang pertama peserta didik harus memecahkan satu masalah spesifik dan memahami materi yang terkait, dan kedua peserta didik harus mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan menjadi peserta didik yang mandiri. Untuk membantu peserta didik memenuhi tujuan-tujuan ini, pembelajaran dengan model PBL dilaksanakan dalam empat fase, yaitu:

1. Fase mereview dan menyajikan masalah

Penerapan PBL dimulai saat Anda mereview pengetahuan awal yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah dan kemudian menyajikan masalah itu sendiri. Sebagian besar pengalaman peserta didik biasanya berkutat pada masalah yang terdefinisikan dengan jelas ( well-defined), yaitu masalah-masalah dengan satu solusi yang benar dan metode tertentu untuk menemukannya (Mayer & Wittrock, 2006).

Nyaris semua soal cerita yang dijumpai peserta didik di dalam buku matematika mereka sudah didefinisikan dengan jelas. Sedangkan sebagian besar masalah yang kita jumpai di dunia nyata adalah masalah yang tidak terdefinisikan dengan jelas (ill-defined), yaitu masalah-masalah dengan lebih dari satu solusi, tujuan yang bercabang, dan tidak ada strategi pasti untuk mencapai solusi (Mayer & Wittrock, 2006).

Untuk pelaksanaan PBL, akan lebih tepat bila menggunakan masalah yang ill-defined. Pada fase ini Anda juga mulai membentuk kelompok peserta didik.

2. Fase menyusun strategi

Dalam fase ini peserta didik menyusun strategi pemecahan masalah. Anda juga harus siap memberikan bimbingan dengan tetap mempertimbangkan durasi waktu dan strategi pembimbingan sehingga peserta didik lebih kreatif mencari pemecahan masalah.

Setelah kelompok-kelompok menentukan strategi, Anda dapat segera meminta mereka untuk berusaha memecahkan masalah. Atau, Anda


(48)

bisa mengumpulkan kembali seluruh kelas dan meminta masing-masing kelompok untuk melaporkan strategi mereka agar mendapatkan umpan balik dari teman sekelas.

3. Fase menerapkan strategi

Pada fase ini, peserta didik menerapkan strategi kelompok mereka. Ada kalanya proses tidak berjalan lancar sehingga Anda harus memberikan sokongan (scaffolding), dukungan pembelajaran yang membantu peserta didik menyelesaikan tugas-tugas yang tidak mampu mereka pecahkan sendiri (Puntambekar & Hubscher, 2005). Bentuk sokongan yang paling umum adalah memberikan pertanyaan yang memandu.

4. Fase membahas dan mengevaluasi hasil

Dalam fase ini Anda meminta peserta didik untuk menilai kesahihan solusi mereka. Anda dapat meluruskan kekeliruan pengertian yang mungkin terjadi. Namun Anda bukannya bersikap bahwa satu-satunya pemecahan solusi Anda-lah yang paling benar. Proses setiap individu dan kelompok hingga menemukan solusi pemecahan masalah menjadi poin penting pembelajaran dengan model PBL.

Penilaian dan Evaluasi

Penilaian pembelajaran menurut paradigma konstruktivistik merupakan bagian yang utuh dengan pembelajaran itu sendiri. Bertolak dari pandangan ini dan mencermati tahapan yang harus dilalui peserta didik dalam belajar dengan model PBL, maka penilaian PBL dilaksanakan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Oleh karenanya, penilaian pembelajaran dilaksanakan secara nyata dan autentik. O’Malley dan Pierce dalam Satyasa (2008), mendefinisikan authentic assesment

sebagai bentuk penilaian di kelas yang mencerminkan proses belajar, hasil belajar, motivasi, dan sikap terhadap kegiatan pembelajaran yang relevan. Lebih lanjut dikemukakan tentang penilaian yang relevan dalam PBL antara lain:

a. Penilaian kinerja peserta didik

Pada penilaian kinerja ini, peserta didik diminta untuk unjuk kerja atau mendemonstrasikan kemampuan melakukan tugas-tugas tertentu,


(49)

seperti: menulis karangan, melakukan suatu eksperimen, menginterpretasikan jawaban pada suatu masalah, memainkan suatu lagu, atau melukis suatu gambar.

b. Portofolio peserta didik

Portfolio yang merupakan kumpulan yang sistematis pekerjaan-pekerjaan peserta didik yang dianalisis untuk melihat kemajuan belajar dalam kurun waktu tertentu dalam kerangka pencapaian tujuan pembelajaran. Penilaian dengan portfolio dapat dipakai untuk penilaian pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif. Penilaian kolaboratif dalam PBL dilakukan dengan cara evaluasi diri (self-assessment) dan

peer-assessment. Self-assessment adalah penilaian yang dilakukan oleh peserta didik itu sendiri terhadap usaha-usahanya dan hasil pekerjaannya dengan merujuk pada tujuan yang ingin dicapai oleh peserta didik itu sendiri dalam belajar. Peer-assessment adalah penilaian dimana peserta didik berdiskusi untuk memberikan penilaian terhadap upaya dan hasil penyelesaian tugas-tugas yang telah dilakukannya sendiri maupun oleh teman dalam kelompoknya. Portofolio peserta didik adalah hasil karya peserta didik yang didokumentasi secara sistematis. Hasil karya yang dapat dimasukkan sebagai portofolio peserta didik misalnya adalah contoh artefak, artikel jurnal, refleksi yang mewakili apa yang telah dilakukan peserta didik pada setiap mata pelajaran. Portofolio tidak hanya berfungsi sebagai alat penilaian tetapi juga sebagai alat untuk membantu peserta didik melakukan refleksi diri tentang apa yang telah dan belum berhasil dipelajarinya.

c. Penilaian potensi belajar

Penilaian yang diarahkan untuk mengukur potensi belajar peserta didik, yaitu mengukur kemampuan yang dapat ditingkatkan dengan bantuan guru atau teman-temannya yang lebih maju. Hal itu merupakan pengaruh dari ide Vigostsky tentang ZPD (Zone Proximal Development) atau zona perkembangan terdekat, yaitu bahwa pada dasarnya peserta didik dapat mengerjakan tugas-tugas yang belum pernah dipelajari dengan bantuan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. PBL yang memberi tugas-tugas pemecahan


(1)

didik dalam belajar dengan model PBL, maka penilaian PBL dilaksanakan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Oleh karenanya, penilaian pembelajaran dilaksanakan secara nyata dan autentik. O’Malley dan Pierce dalam Satyasa (2008), mendefinisikan authentic assesment sebagai bentuk penilaian di kelas yang mencerminkan proses belajar, hasil belajar, motivasi, dan sikap terhadap kegiatan pembelajaran yang relevan.

F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Sebelum memulai proses pembelajaran di dalam kelas, peserta didik terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu. Kemudian peserta didik diminta mencatat masalah-masalah yang muncul. Setelah itu tugas guru adalah meransang peserta didik untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada. Tugas guru adalah mengarahkan peserta didik untuk bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan pendapat yang berbeda dari mereka.

Untuk meningkatkan pemahaman dan kemampuan Anda terkait penerapan model pembelajaran PBL, Anda dapat mempelajari di modul dan sumber lain yang relevan.


(2)

PENUTUP

Selamat bagi Anda yang telah selesai mempelajari materi pembelajaran yang diuraikan pada Modul yang berjudul Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning. Modul ini terdiri atas 2 kegiatan belajar, yaitu Kegiatan Belajar-1 yang membahas Konsep Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL), dan Kegiatan Belajar-2 yang membahas Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning.

Sebagai tindak lanjut dari penyelesaian Modul ini, ANDA haruslah mengerjakan Tes Akhir Modul (TAM). Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat penguasaan ANDA terhadap keseluruhan materi pembelajaran yang telah ANDA pelajari.

Soal-soal TAM terlampir pada bagian akhir modul. Selamat mengerjakan TAM dan sukses tentunya. Setelah selesai mengerjakan TAM, tanyakanlah kepada narasumber atau panitia penyelenggara pelatihan tentang waktu pemberitahuan hasilnya. Apabila ANDA telah berhasil mengerjakan TAM minimal 80% benar, maka ANDA dikatakan telah menguasai sebagian besar materi pembelajaran yang diuraikan di dalam Modul.

Seandainya jawaban ANDA masih belum berhasil mencapai 80% benar, maka disarankan ANDA mempelajari ulang Modul ini. Setelah yakin benar bahwa ANDA telah memahami materi pelajaran yang diuraikan di dalam Modul ini, temuilah kembali narasumber atau penyelenggara pelatihan agar ANDA diberikan kesempatan untuk mengerjakan TAM untuk yang kedua kali. Semoga pada kesempatan kedua mengerjakan TAM ini, ANDA akan lebih berhasil lagi dan kemudian dapat melanjutkan kegiatan pembelajaran untuk Modul yang lain.


(3)

TES AKHIR MODUL

Petunjuk Mengerjakan Tes Akhir Modul

1. Bacalah dengan cermat terlebih dahulu petunjuk tentang cara-cara mengerjakan soal-soal TAM.

2. Bacalah sepintas keseluruhan soal TAM dan perhatikanlah soal-soal mana yang menurut ANDA dapat dengan mudah ANDA jawab. Kemudian, bacalah secara cermat setiap soal yang relatif mudah menurut ANDA dan kerjakanlah.

3. Apabila memang masih ada waktu, cobalah pahami soal yang sulit dan upayakan untuk mengerjakannya.

4. Seandainya semua soal telah selesai ANDA kerjakan, cobalah periksa kembali hasil pekerjaan ANDA. Jika ada yang menurut ANDA perlu diperbaiki, lakukanlah dengan segera.

5. Berilah tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang benar menurut ANDA, apakah huruf A, B, C, atau D.

Soal-Soal

1. Dua macam pendekatan integrasi TIK dalam menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran adalah ….

a. pendekatan behavioristik dan pendekatan konstruktivistik b. pendekatan idealis dan pendekatan pragmatis

c. pendekatan empiris dan pendekatan praktis

d. pendekatan pragmatis dan pendekatan konstruktivistik

2. Mengapa penerapan model pembelajaran berbasis masalah lebih tepat bila menggunakan tipe masalah ill-defined?

a. karena menghasilkan satu solusi yang benar b. karena struktur masalahnya sudah jelas

c. karena dapat menciptakan beberapa alternatif pemecahan masalah d. karena dapat menggunakan TIK dalam pelaksanaannya

3. Berikut ini kelemahan yang terjadi pada pembelajaran berkelompok dalam pelaksanaan PBL, kecuali ….


(4)

b. muncul anggota yang dominan

c.

adanya anggota kelompok yang pasif

d. adanya kemungkinan timbulnya konflik internal kelompok

4. Saat guru mengapersepsi peserta didik misalnya dengan tayangan video terkait masalah yang harus dipecahkan peserta didik, itu artinya guru sedang berada pada tahap ….

a. mengevaluasi proses pemecahan masalah b. membimbing peyelidikan kelompok

c. organisasi peserta didik untuk belajar d. orientasi pada situasi masalah

5. Contoh pemanfaatan TIK dalam penerapan PBL pada tahap penyelidikan adalah ….

a. menggunakan mesin pencari di internet untuk mencari referensi

b. menggunakan TIK untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah c. menonton video di awal pengenalan masalah

d. membentuk kelompok kolaboratif

6. Permasalah yang diajukan dalam PBL haruslah masalah yang autentik. Arti dari masalah yang autentik adalah ….

a. masalah tersebut memiliki lebih dari satu macam solusi b. masalah tersebut terstruktur dengan jelas

c. masalah tersebut berakar pada permasalahan di dunia nyata d. masalah tersebut bersifat memiliki jawaban terbuka

7. Penilaian kolaboratif dalam PBL dapat dilakukan dengan cara …. a. portofolio dan essay individu

b. uji kognitif

c. tes potensi akademik

d. evaluasi diri (self-assesment dan peer-assesment)

8. Dua macam tujuan pembelajaran utama yang ingin dicapai melalui penerapan PBL adalah ….

a. tujuan pembelajaran kooperatif dan tujuan pembelajaran inkuiri

b. tujuan pembelajaran terkait penguasaan aspek sikap dan tujuan pembelajaran berkelompok

c. tujuan pembelajaran terkait penguasaan materi (kognitif) dan tujuan pembelajaran pengembangan keterampilan pemecahan masalah


(5)

d. tujuan pembelajaran pengembangan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan tujuan pembelajaran penguasaan materi (kognitif)

9. Pada saat peserta didik berada pada fase apakah sebaiknya guru memberikan dukungan (scaffolding) dalam pelaksanaan PBL?

a. fase mereview masalah b. fase menyusun strategi c. fase menerapkan strategi d. fase mengevaluasi hasil

10. Pemberian masalah yang realistis dalam pelaksanaan PBL diperlukan untuk mengembangkan kemampuan … pada diri peserta didik.

a. kolaboratif dan kemampuan diagnostik

b. pemecahan masalah secara kreatif dan kemampuan mandiri c. pemanfaatan TIK dan kemampuan substantif


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Chaeruman, Uwes Anis, 2012, Pengembangan Rencana Pembelajaran Yang Mengintegrasikan TIK, Pustekkom: Jakarta.

Eggen, Paul & Don Kauchak, 2012, Strategi dan Model Pembelajaran Mengajarkan Konten dan Keterampilan Berpikir, Penerbit Indeks: Jakarta.

Supinah & Titik Susanti, 2010, Pembelajaran Berbasis Masalah Matematika Di SD, Kementerian Pendidikan Nasional Ditjen PMPTK PPPPTK Matematika: Jakarta.

Walsh, Allyn, 2005, The Tutor In Problem Based Learning: A Novice’s Guide, McMaster University Faculty of Health Sciences: Hamilton Canada. Wood, Diana F., 2003, The ABC of Learning and Teaching in Medicine

Problem Based Learning, Journal CET USC

PBL in Middle Classroom, www.corwin.com Problem Based Learning, www.niu.edu