Harta rampasan perang adalah milik Rasulullah dan kaum muslimin secara kolektif sebelum dibagi-bagikan. Mereka
semua-nya beraliansi dalam kepemilikan harta tersebut.
Riwayat yang shahih bahwa al-Barra bin Azib dan Zaid bin Arqam keduanya bersyarikat dalam perniagaan. Mereka
membeli barang-barang secara kontan dan nasiāah. Berita itu sampai kepada Rasulullah a. Maka beliau memerintahkan agar
menerima barang-barang yang mereka beli dengan kontan dan menolak barang-barang yang mereka beli dengan nasiah.
3. Jenis-jenis Syirkah
Syirkah itu ada dua macam, yaitu Syirkatul Amlak dan Syirkatul Uqud.
3.1. Syirkah Amlak Kepemilikkan.
Maksudnya adalah persekutuan antara dua orang atau lebih dalam kepemilikan satu barang dengan sebab
kepemilikan. Misalnya dengan proses jual beli, hibah atau warisan, dimana barang itu dimiliki secara bersama oleh
beberapa orang.
3.2. Syirkah Uqud Transaksi
Maksudnya adalah akad kerjasama antara dua orang atau lebih yang bersekutu dalam usaha, biak modal maupun
keuntungan. Dalam implementasinya, Syirkah Transaksi terdiri dari beberapa jenis lagi :
3.2.1. Syirkatul Inan.
75
Syirkah ini adalah persekutuan dalam modal, usaha dan keuntungan. Yaitu kerjasama antara dua orang atau lebih
dengan modal yang mereka miliki bersama untuk membuka usaha yang mereka lakukan sendiri, lalu berbagi keuntungan
bersama.
Jadi modal berasal dari mereka semua, usaha juga dilakukan mereka bersama, untuk kemudian keuntungan juga
dibagi pula bersama.
Syirkah semacam ini berdasarkan ijma dibolehkan, namun secara rincinya masih ada yang diperselisihkan.
3.2.2. Syirkatul Abdan syirkah usaha.
Syirkah ini adalah kerja sama antara dua pihak atau lebih dalam usaha yang dilakukan oleh tubuh mereka, seperti
kerjasama sesama dokter di klinik, atau sesama tukang jahit atau tukang cukur dalam salah satu pekerjaan. Semuanya
dibolehkan.
Namun Al-Imam Asy-Syafii melarangnya. Disebut juga dengan Syirkah Shanai wat Taqabbul.
3.2.3. Syirkatul Wujuh
Syirkah ini adalah kerjasama dua pihak atau lebih dalam keuntungan dari apa yang mereka beli dengan nama baik
mereka. Tak seorangpun yang memiliki modal. Namun masing-masing memilik nama baik di tengah masyarakat.
Mereka membeli sesuatu untuk dijual kembali secara hutang, lalu keuntungan yang didapat dibagi bersama.
76
Syirkah semacam ini juga dibolehkan menurut kalangan Hanafiyah dan Hanabilah, namun tidak sah menurut kalangan
Malikiyah dan Syafiiyah.
3.2.4. Syirkatul Mufawadhah
Syirkah ini adalah kerjasama dimana masing-masing pihak yang beraliansi memiliki modal, usaha dan hutang piutang
yang sama, dari mulai berjalannya kerja sama hingga akhir. Kerja sama ini mengandung unsur penjaminan dan hak-hak
yang sama dalam modal, usaha dan hutang.
Kerja sama ini juga dibolehkan menurut mayoritas ulama, namun dilarang oleh Asy-Syafii. Kemungkinan yang ditolak
oleh beliau adalah bentuk aplikasi lain dari Syirkatul Mufawadhah, yakni ketika dua orang melakukan perjanjian
untuk bersekutu dalam memiliki segala keuntungan dan kerugian, baik karena harta atau karena sebab lainnya.
4. Syirkatu Inan