Tinjauan fiqih muamalat terhadap pelaksanaan pembiayaan mudharabah untuk sektor pertanian di BPRS al-Barokah Depok

(1)

TINJAUAN FIQH MUAMALAT TERHADAP PELAKSANAAN

PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN

DI BPRS AL-BAROKAH DEPOK

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syari’ah (S.E.Sy)

Oleh:

ZURRAHMAH ARIF

NIM: 107046100367

KONSENTRASI PERBANKAN SYARI’AH P R O G R A M S T U D I M U A M A L A T

FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 2011/1432 H


(2)

(3)

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, termasuk pencabutan gelar akademik.

Jakarta, 07 Agustus 2011


(5)

KATA PENGANTAR









Puji syukur kehadirat Allah SWT, Yang maha Pengasih dan Penyayang yang telah memberikan rahmat hingga skripsi ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW serta keluarga, sahabat serta para penerus perjuangan Dinul Islam. Atas nikmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:

TINJAUAN FIQIH MUAMALAT TERHADAP PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI BPRS AL-BAROKAH DEPOK.

Skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang telah menolong penulis dalam menyelesaikannya. Penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak berikut:

1. Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.

2. Ibu Dr. Euis Amalis, M.Ag, ketua prodi Muamalat Fakultas Syari’ah dan Hukum, dan Bapak Mu’min Rouf M.Ag, Sekretaris prodi Muamalat Fakultas Syari’ah dan Hukum.

3. Dr.H.Abd.Wahab Abd. Muhaimin, Lc.,MA dan M. Nur Rianto Al Arif, SE, M.Si, Dosen Pembimbing.

4. Para dosen yang telah mendidik penulis dengan baik sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.


(6)

5. Pihak BPRS Al-Barokah Depok khususnya untuk bapak Nur Rohim, terimakasih untuk waktu dan kesediaannya dalam membantu penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Kedua orang tua penulis yaitu Buya Muhammad Arif dan Umi Syamsiah, terima kasih atas kasih sayang, doa dan dorongan semangat nya agar penulis bisa meraih cita-cita yang diinginkan. Tak lupa pula untuk Mak Adang dan Mintuo, yang telah menyokong penulis untuk bisa melanjutkan pendidikan. Insyaallah penulis akan menjadi anak yang dibanggakan keluarga. Amin.

7. Untuk kakak, adik dan familylain yang terus mengingatkan penulis untuk cepat-cepat menyelesaikan studi strata 1 ini.

8. My best friends Salmi hayati, Hindayanti, Anisa, Tini, dan Anne thanks for everythink. Duniaku tak akan berwarna tanpa kalian.

9. Untuk seseorang yang tak perlu penulis sebutkan namanya, terimakasih atas supportnya, hubugan ini terlalucomplicateduntuk dilanjutkan.

Akhirnya penulis mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari berbagai pihak untuk perbaikan skripsi ini. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak. Amin.

Jakarta: 07 Agustus 2011M


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………. .i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……… .ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN………. .iii

LEMBAR PERNYATAAN………..iv

KATA PENGANTAR………....v

DAFTAR ISI………..vii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah………4

C. Tujuan dan Manfaat penulisan………..5

D. Review Studi Terdahulu………...5

E. Metode Penelitian……….7

F. Sistematika Penulisan Skripsi………..11

BAB II : KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pembiayaan………14

B. Pengertian AkadMudharabah……….16

C. Landasan Hukum PembiayaanMudharabah………...19

D. Aplikasi PembiayaanMudharabahdi Perbankan Syari’ah…….27


(8)

A. Sejarah Berdirinya BPRS ………40

B. Struktur Organisasi BPRS………...43

C. Visi dan Misi BPRS ………44

D. Produk-produk BPRS ……….45

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Mekanisme Pengajuan Pembiayaan Mudharabah di BPRS Al-Barokah ……….48

B. Aplikasi Pembiayaan Mudharabah untuk sektor Pertanian di BPRS Al-Barokah……….………52

C. Analisis………..………55

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan……….…..78

B. Saran-saran………..….……….…....81

DAFTAR PUSTAKA………..83


(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Indonesia dikenal dengan sebutan sebagai negara agraris. Yang berarti sebagian besar masyarakatnya hidup dengan cara bertani. Dengan potensi pertanian yang begitu besar mestinya perbankan Indonesia bisa melihat ini sebagai peluang. Namun pada kenyataannya masih sedikit bank yang mempunyai jenis pembiayaan yang dikhususkan untuk membiayai usaha para petani.

Sehingga persoalan terbesar masyarakat pertanian sekarang ini adalah kesulitan mengakses permodalan. Secara makro alokasi pendanaan bank pada sektor pertanian ini memang masih minim dibanding alokasi pendanaan pada sektor usaha besar. Umumnya alokasi kredit lebih diarahkan untuk kepentingan konsumtif daripada investasi dan modal kerja. Bank umumnya masih melihat risiko pertanian secara berlebihan sehingga mensyaratkan jaminan yang besar dan prosedur yang berat dengan standar bank. Ukurannya adalahbankable(dapat dibayar) dan bukannya feasible(kemungkinan) dari aspek bisnis.1

Begitu juga dengan petani, menurut mereka permodalan melalui bank umumnya sangat identik dengan pembiayaan yang sangat sulit ditanggulangi, khususnya dalam mengembangkan usaha tani di pedesaan. Akses petani terhadap sumber-sumber permodalan resmi masih sangat terbatas, tetapi sebaliknya petani

1

Ahmad Riawan. A, Menata Perbankan Syariah di Indonesia, (Jakarta, UIN Press, 2009) hal 127.


(10)

lebih mudah mendapatkan modal dari para pelepas uang (tengkulak) dengan bunga tinggi.

Bank dalam mengabulkan pembiayaan nasabah tentunya tidak mau mengambil risiko, bank pasti akan meminta agunan untuk back up jika pembiayaan tersebut bermasalah. Jika lahan usaha tani yang dijadikan agunan untuk mendapatkan kredit modal perbankan, maka hampir dapat dipastikan bahwa sebagian besar petani tidak layak mendapat modal yang bersumber dari lembaga keuangan resmi. Oleh karena itu modal menjadi faktor penghambat dalam mengelola usaha tani.2

Oleh karena alasan itulah masyarakat pertanian sering menggunakan jasa rentenir untuk meminjam uang dikarenakan prosedur yang digunakan oleh rentenir dalam meminjamkan uang kepada masyarakat tidak berbelit-belit dan tidak membingungkan masyarakat petani yang mana sebagian besar dari petani di Indonesia merupakan masyarakat awam yang tidak mau dipusingkan dengan prosedur peminjaman uang. Walaupun sebenarnya konsekuensi dari meminjam uang pada rentenir besar, dikarenakan bunga yang diambil oleh rentenir dalam peminjaman uang tersebut tidaklah kecil. Menurut masyarakat petani lebih baik meminjam ke rentenir daripada mengajukan pinjaman ke Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang menggunakan beberapa prosedur dalam meloloskan kreditnya kepada nasabah.

Sebagai bahan informasi, secara nasional sampai dengan akhir tahun 2010, penyaluran kredit kepada sektor pertanian mencapai Rp 91 trilliun atau 5,15 % dari

2

Bambang Sayaka dkk. Peningkatan 20% Akses Petani Terhadap Berbagai Sumber Pembiayaan Usaha Tani, hal 2.


(11)

total kredit perbankan, di antara kredit tersebut sebesar Rp 1,76 trilliun merupakan pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah. Peran perbankan syariah dalam pembiayaan sektor pertanian khususnya agribisnis masih relatif kecil.3

Dari sedikitnya bank yang mempunyai jenis pembiayaan yang dikhususkan pada petani, penulis akhirnya menemukan satu BPRS yang bernama BPRS Al-Barokah yang berlokasi di daerah Sukmajaya, Depok. Menurut penulis BPRS ini unik karena memberikan pembiayaan kepada semua nasabah disemua sektor usaha asalkan jenis usaha tersebut halal.

Selama tahun 2009/2010 BPRS Al-Barokah mencoba melakukan pendanaan pada sektor pertanian dan agro industri, dalam tahun itu ada 7 nasabah yang mengajukan pembiayaan dengan nilai plafond per-nasabah (non-group)Rp 120 juta sehingga total pendanaan mencapai Rp 840 juta.

Namun pada perkembangan selanjutnya, nasabah mulai mengalami kendala dalam bidang pemasaran seperti hasil panen tidak memenuhi standar, adanya persaingan antar petani dan masalah teknis lainnya. hingga orientasi BPRS Al-Barokah pun berubah, dan pada tahun selanjutnya BPRS Al-barokah tidak lagi

3

Seminar yang diselenggarakan oleh surat kabar HarianInvestor Daily Indonesiapada hari Rabu(2/3/2011) di Jakarta, dengan tema” Peluang Pembiayaan Perbankan Syariah untuk Sektor Pertanian “.


(12)

melakukan pendanaan di sektor pertanian karena dalam tahun tersebut perkembangan sektor pertanian dirasa kurang menguntungkan bagi BPRS Al-Barokah.4

Dengan melihat pada permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk membahas hal tersebut lebih lanjut melalui skripsi dengan judul TINJAUAN FIQIH

MUAMALAT TERHADAP PELAKSANAAN PEMBIAYAAN

MUDHARABAH UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI BPRS AL-BAROKAH DEPOK.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Melihat dari latar belakang permasalahan diatas, penulis akan membahas mengenai Bagaimana pandangan fiqh muamalat terhadap pelaksanaan pembiayaan mudharabahuntuk sektor pertanian di BPRS Al-Barokah?

2. Perumusan Masalah

Dari pembatasan masalah diatas maka penulis merumuskan masalahnya menjadi sebagai berikut:

a. Bagaimana pandangan fiqh muamalat mengenai akadmudharabah?

b. Seperti apa aplikasi akad mudharabah untuk sektor pertanian di BPRS Al-Barokah?

c. Apakah sesuai antara mekanisme pengajuan pinjaman mudharabah untuk sektor pertanian dengan aplikasi menurut analisis penulis?

4

Wawancara pribadi dengan Nur Rohim salah seorangstaf accountingBPRS Al-barokah pada tanggal 8 April 2011.


(13)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisis kesesuaian antara praktek pembiayaan mudharabah untuk sektor pertanian di BPRS Al-Barokah dengan yang ada di literatur fiqh muamalat.

b. Untuk mengetahui langkah-langkah pengajuan proses pembiayaan di BPRS Al-Barokah.

2.Manfaat Penelitian skripsi ini diharapkan sebagai berikut:

a. Bagi Penulis: mendapat wawasan dan pengetahuan yang lebih luas mengenai pandangan fiqh muamalat mengenai akad mudharabah untuk sektor pertanian dan aplikasi pembiayaan tersebut di BPRS Al-Barokah. b. Bagi BPRS Al-Barokah: bisa menjadi bahan acuan untuk agar lebih

mempermudah prosedur peminjaman kepada masyarakat petani.

c. Bagi masyarakat luas: untuk lebih mengetahui seperti apa dan bagaimana cara mengajukan pembiayaan ke BPRS Al-Barokah, dan menambah pemahaman masyarakat tentang BPRS Al-Barokah.

D. Review Studi Terdahulu

1.Kendala dan tantangan penerapan sistem muzara’ah di bank syariah skripsi

Ahmad Rifa’i(2008).

Dalam menulis skripsi ini Ahmad Rifa’i menggunakan metode penelitian kualitatif yang bertempat di Bank Muamalat Indonesia dan PKES. Sedangkan dalam menganalisis data skripsi Ahmad Rifa’i menetapkan langkah sebagai berikut:


(14)

a. Melakukan analisis terhadap tanggapan penerapan system bagi hasil pertanian di BMI dan PKES.

b. Menganalisis risiko penerapan bagi hasil pertanian di BMI dan PKES.

Kesimpulan dari penulisan skripsi ini adalah: tentang penerapan sistem

muzara’ah di bank syariah yang masih banyak kendala terutama di sumber daya finansial. Dan hambatannya pada masyarakat petani yang kurang memiliki kemampuan dalam baca tulis.

Perbedaan antara skripsi ini dengan skripsi diatas adalah: penulis mengangkat tema tentang pandangan fiqh muamalat terhadap pembiaayaan mudharabah untuk sektor pertanian dan prakteknya di BPRS Al-Barokah sedangkan skripsi di atas membahas mengenai tantangan penerapan akad muzara’ah di bank syari’ah, yang mana tantangannya ada pada sumber daya finansial dan masyarakat petani yang kurang memiliki kemampuan baca tulis.

2.Tinjauan ekonomi Islam terhadap pinjaman modal pertanian dengan pengembalian berdasarkan nilai tukar harga gabah skripsi Rodhiah Damayanti

(2008).

Pendekatan penelitian yang digunakan di skripsi ini adalah pendekatan sosiologi ekonomi yaitu meneliti kegiatan ekonomi yang terjadi dalam sebuah masyarakat bagaimana sebuah sistem ekonomi tersebut diterapkan dan apa pengaruhnya bagi masyarakat itu sendiri.

Kesimpulan dari skripsi ini adalah: Sistem pinjaman modal pertanian dengan pengembalian berdasarkan berdasarkan nilai tukar harga gabah menurut


(15)

skripsi ini dapat dikatakan belum sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam, karena belum memberikan keadilan untuk semua pihak karena dalam hal ini yang diuntungkan adalah pemilik modal yang sudah dipastikan mendapatkan hasil dari investasinya dan tidak mungkin rugi. Sedangkan petani belum tentu mendapatkan untung dari hasil usahanya.

Perbedaan antara skripsi ini dengan skripsi diatas adalah skripsi diatas mengangkat tema tentang tinjauan ekonomi Islam terhadap pinjaman modal pertanian dengan pengembalian berdasarkan nilai tukar harga gabah. Jadi skripsi diatas menganalisis pendapat ekonomi Islam terhadap praktek pinjaman modal pertanian yang dilakukan di desa Belendung, Karawang, Jawa Barat. Sedangkan skripsi ini menganalisis antara kesesuaian praktek pembiayaan mudharabah di BPRS Al-Barokah dengan yag ada di literatur fiqh muamalat.

E. Metode Penelitian

Sugiono5 menyatakan bahwa definisi metode penelitian adalah: cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan dikembangkan sebagai suatu pengetahuan sehingga pada gilirannya dapat digunakan untuk memahami, memecahkan dan mengantisipasi masalah.

1. Lokasi Penelitian

Dalam skripsi ini lokasi penelitiannya adalah BPRS Al-Barokah yang terletak di Sukmajaya, Depok.

2. Jenis Penelitian

5


(16)

Jenis pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, menurut Burhan Bungin6 pendekatan kualitatif berpusat pada prinsip umum yang mendasari perwujudan sebuah makna dari gejala-gejala sosial yang ada didalam masyarakat. Sasaran kajian pendekatan kualitatif adalah pola-pola yang berlaku sebagai prinsisp umum yang hidup dalam masyarakat.

Lexy Moleong7 dalam bukunya “Metodologi Penelitian Kualitatif” menyebutkan beberapa fungsi dan pemanfaatan penelitian kualitatif ialah untuk meneliti latar belakang fenomena yang tidak dapat diteliti melalui penelitian kuantitatif, digunakan oleh peneliti yang bermaksud meneliti sesuatu secara mendalam, dimanfaatkan oleh peneliti yang berminat untuk menelaah suatu latar belakang misalnya tentang motivasi, peranan, nilai sikap dan persepsi. Dan dimanfaatkan oleh peneliti yang yang ingin meneliti sesuatu dari segi prosesnya. Dengan demikian penulis memutuskan untuk menggunakan metode penelitian kualitatif dalam penyusunan skripsi ini karena data-data yang penulis perlukan untuk penelitian tidak diperoleh melalui proses statistika atau bentuk hitungan lainnya. 3. Sumber Data

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan 2 jenis sumber data yaitu:

a. Data Primer

6

Burhan Bungin,Analisis Data Penelitian Kualitatif,(Jakarta: Rajawali Press), hal: 78.

7


(17)

Data primer merupakan data yang digunakan dan tertuang dalam item-item pertanyaan wawancara yang terangkum. Di skripsi ini penulis akan mewawancarai pihak dari BPRS Al-Barokah itu sendiri.

b. Data sekunder

Dalam penelitian ini penulis juga melakukan studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku pustaka, literatur, bulletin, majalah serta materi kuliah yang berkaitan erat dengan pembahasan masalah ini.

c. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data yang dibutuhkan dengan menggunakan beberapa teknik yaitu:

1. Study Lapangan(Field Study):

a. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab dengan menggunakan panduan wawancara.8Dalam hal ini penulis akan mewanwancarai pihak dari BPRS Al-Barokah.

b. Studi dokumentasi yaitu pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dokumen yang berkaitan dengan masalah akad pembiayaanmudharabah.

2. Penelitian Pustaka (Library research): Yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mempelajari serta mengumpulkan teori-teori yang relevan dengan pembahsan ini,

8

M. Nazir,Metodolgi Penelitian, Cet- ke-6, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) hal 193-194.


(18)

guna dijadikan dasar dalam melakukan penelitian dan perbandingan dengan praktek yang ada, penelitian ini dilakukan dengan mengadakan penelaahan terhadap buku-buku literatur, teks book, dan catatan kuliah.

3. Metode Analisis Data

Menurut Uma Sekaran tujuan analisis data ada 3 yaitu: untuk mendapatkan perasaan terhadap data (feel for the data), untuk menguji kualitas data (goodness of data)dan untuk menguji hipotesis penelitian.9

Adapun metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis). Analisis ini digunakan karena data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang terdokumentasi.

Langkah-langkah analisis data dalam penelitian ini antara lain : 1.Data Reduction(Mereduksi data)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema polanya. Aplikasi reduksi data yang telah diaplikasikan oleh penulis adalah memilih data yang pokok yang ada hubungannya dengan masalah yang akan diteliti yaitu tentang usaha apa saja yang telah dilakukan oleh BPRS dalam menarik nasabah untuk mengajukan pembiayaan di BPRS. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan memudahkan peneliti dalam mengumpulkan data yang diperlukan.10

9

Uma Sekaran,Metodologi penelitian Untuk Bisnis,(Jakarta: Penerbit Salemba 4, 2006) hal 178.

10


(19)

2.Data Display(Penyajian data)

Dalam penelitian kualitatif penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Adapun tujuan penyajian data adalah memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan apa yang telah difahami tersebut. Dalam aplikasi penyajian data ini penulis melakukannya dalam bentuk uraian singkat.

3.Conclusion Drawing dan Verifikation

Langkah ketiga dalam analisis data menurut Miles dan Huberman adalah conclusion drawing dan verifikation (penarikan kesimpulan dan verifikasi). Sejak semula peneliti berusaha mencari makna data atau kesimpulan dari data yang telah dikumpulkan. Untuk itu perlu dicari pola, tema, hubungan, persamaan, hal-hal yang sering timbul, dan sebagainya. Hal ini dapat dilakukan dengan verifikasi selama penelitian berlangsung.

4. Teknik Penulisan

Adapun sistem penulisan skripsi ini mengacu kepada “Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi yang diterbitkan oleh FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007”.

F. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan ini, penulis akan memberikan gambaran berupa keseluruhan isi skripsi. Agar mempermudah dalam pembahasan tersebut,


(20)

penulis menyajikan kerangka skripsi yang terdiri dari 5 bab, dimana keseluruhan bab tersebut saling berkesinambungan. Yang masing-masing tersusun sebagai berikut: BAB I : Pendahuluan

Bab ini memuat tentang latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, review studi terdahulu, metode penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.

BAB II : Kajian Pustaka

Dalam bab ini yang akan dibahas antara lain tentang pengertian pembiayaan mudharabah, landasan hukum pembiayaan mudharabah, dan aplikasi pembiayaanmudharabahdi perbankan syari’ah.

BAB III : Gambaran Umum BPRS

Dalam bab ini penulis akan menguraikan sejarah berdirinya BPRS Al-Barokah, Struktur Organisasi BPRS Al-Al-Barokah, Visi dan Misi BPRS Al-Al-Barokah, dan Produk-produk yang dikeluarkan oleh BPRS Al-Barokah.

BAB IV : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Dalam bab ini penulis membahas mengenai mekanisme dan aplikasi penyaluran pembiayaan mudharabah untuk sektor pertanian di BPRS Al-Barokah serta analisis dari perspektif fiqh muamalat dan analisis dari perspektif penulis terhadap pelaksanaan akadmudharabahtersebut.


(21)

Bab ini merupakan penutup dari pembahasan masalah yang diuraikan pada skripsi ini yang berisikan tentang kesimpulan apa yang penulis sajikan, serta mencoba untuk mengemukakan saran-saran yang bermanfaat bagi lembaga tersebut.


(22)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Pembiayaan

Pembiayaan adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi hasil11.

Fungsi Pembiayaan:

a. Meningkatkan daya guna uang, artinya : para penabung menyimpan uangnya dibank dalam bentuk giro, tabungan dan deposito. Uang tersebut dalam persentase tertentu ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna suatu usaha peningkatan produktifitas.

b. Meningkatkan peredaran uang, artinya : pembiayaan yang disalurkan melalui rekening-rekening Koran pengusaha menciptakan pertambahan peredaran uang giral dan sejenisnya seperti cek, bilyet, giro, wesel, promes dan sebagainya. c. Stabilitas ekonomi, artinya : dalam ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah

stabilisasi pada arus inflasi diarahkan pada usaha-usaha untuk pengendali inflasi, peningkatan ekspor, rentabilitas prasarana dan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat12.

11

Kasmir,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002) hal 92.

12

Muhammad,Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005) hal 17.


(23)

Prinsip Analisis Pembiayaan

Prinsip adalah sesuatu yang dijadikan pedoman dalam melaksanakan suatu tindakan. Pegawai pembiayaan bank syari’ah pada saat melakukan analisis pembayaran. Secara umum, prinsip analisis pembiayaan didasarkan pada rumus 5 C yaitu:

a. Characterartinya sifat atau karakter nasabah pembiayaan.

b. Capacity artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan mengembalikan pembiayaan.

c. Capitalartinya besarnya modal yang diperlukan.

d. Collateral artinya jaminan yang telah dimiliki nasabah yang diberikan nasabah kepada bank.

e. Conditionartinya keadaan usaha naabah atau prospek usaha nasabah13. Selain 5 C, bank juga menerapkan 7 P:

a. Personality (kepribadian) yaitu menilai nasabah dari segi kepribadiannya atau tingkah lakunya sehari-hari dan masa lalunya.

b. Party (para pihak) yaitu mengklasifikasikan nasabah kedalam klasifikasi tertentu berdasarkan modal, loyalitas serta karakternya.

c. Purpose(tujuan) yaitu mengetahui tujuan nasabah dalam mengambil pembiayaan, termasuk jenis pembiayaan yang diinginkannya.

13


(24)

d. Payment (pembayaran) merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan pembiayaan dan sumber dana dari mana saja untuk pengembalian pembiayaan.

e. Protection (perlindungan) tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan jaminan mendapatkan perlindungan.

f. Prospect(ramalan kedepan) yaitu untuk menilai usaha nasabah dimasa yang akan datang mempunyai prospek atau sebaliknya14.

Disamping menggunakan prinsip pemberian pembiayaan diatas, bank syari’ah dalam memberikan pembiayaan juga menggunakan prinsip 3 R yaitu:

a. Returns(hasil yang diperoleh) apakah penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh perusahaan calon peminjam setelah mendapatkan kredit apakah hasil tersebut cukup untuk menutupi hasil pinjaman serta sekaligus memungkinkan pula usahanya untuk berkembang.

b. Repayment (pembayaran kembali) apakah pembayaran kembali tersebut cocok dengan jadwal pembayaran kembali dari pembiayaan yang akan diberikan itu. c. Risk bearing ability (kemampuan menanggung risiko). Hal yang perlu

diperhatikan adalah sejauh mana kemampuan debitur untuk menanggung risiko15.

B. Pengertian AkadMudharabah

Ketika bank syari’ah pertama kali berkembang, baik ditanah air maupun di mancanegara, seringkali dikatakan bahwa bank syari’ah adalah bank bagi hasil. Hal

14

Kashmir,Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002) hal 106.

15


(25)

ini dilakukan untuk membedakan bank syari’ah dengan bank konvensional yang beroperasi dengan sistem bunga. Hal ini betul, tapi tidak sepenuhnya benar, karena sesungguhnya bagi hasil itu hanya merupakan bagian saja dari system operasi bank syari’ah.

Penjelasan diatas perlu ditegaskan untuk meluruskan pemahaman dan persepsi masyarakat, bahwa bank syari’ah hanya terbatas pada sistem bagi hasil. Sebenarnya tidaklah demikian. Bank syari’ah mempunyai ruang gerak yang lebih luas dari system bagi hasil. Bank syari’ah juga dapat menerapkan sistem jual beli dan sewa menyewa, disamping tentunya system bagi hasil16.

Mudharabah berasal dari kata dharb yang berarti memukul atau berjalan. Pengertian memukul atau berjalan ini lebih tepatnya adalah proses seseorang memukulkan kakinya dalam menjalankan usaha.

Secara teknis,mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama(shahibul maal)menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian itu diakibatkan karena kecurangan atau kelalaian si pengelola, maka si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut17.

16

Adiwarman A. Karim,Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan,(Jakarta: UIN Press, 2009) hal 204.

17

M. Syafi’i Antonio, Bank Syari’ah dari Teori ke Praktik,( Jakarta: UIN Press, 2009) hal: 95.


(26)

Serupa dengan pendapat AH. Azharudin Lathif18 yang mengatakan bahwa mudharabah pada dasarnya adalah berbagi keuntungan (profit sharing). Apabila terjadi kerugian dari segi permodalan ditanggung sepenuhnya oleh shahibul maal sedangkan pengusaha (mudharib) menanggung kerugian berupa hilangnya kesempatan mendapatkan profit. Akadmudharabah dibolehkan dalam Islam, karena bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal dengan seseorang yang ahli dalam mengelola dana. Banyak diantara pemilik modal yag tidak ahli dalam mengelola dan memproduktifkan uangnya, sementara banyak yang ahli dibidang perdagangan tapi tidak memiliki modal.

Mudharabah19 adalah akad yang telah digunakan oleh umat muslim sejak zaman nabi, bahkan telah dipraktekkan oleh bangsa Arab sebelum turunnya Islam. Ketika nabi Muhammad Saw berprofesi sebagai pedagang, ia melakukan akad mudharabah dengan Khadijah. Dengan demikian ditinjau dari segi hukum Islam, maka akadmudharabahdibolehkan, baik menurut Alqur’an, Sunnah, maupunIjma’.

Dalam praktek mudharabah antara Khadijah dan nabi, saat itu Khadijah mempercayakan barang dagangannya untuk dijual oleh nabi Muhammad Saw keluar negeri. Dalam kasus ini Khadijah berperan sebagai pemilik modal (shahibul maal) sedangkan nabi Muhammad Saw berperan sebagai pelaksana usaha (mudharib). Bentuk kontrak antara dua pihak dimana satu pihak berperan sebagai pemilik modal

18

Azharudin Lathif,Fiqh Muamalat,(Jakarta Selatan: UIN Jakarta Press, 2005) hal: 134.

19

Mudharabah disebut juga qiradh atau muqaradah. Makna keduanya sama. Mudharabah adalah istilah yang digunakan di Irak, sedangkan istilah qiradh digunakan oleh masyarakat Hijaz.


(27)

dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua yakni pelaksana usaha dengan tujuan untuk mendapatkan untung disebut akadmudharabah. Singkatnya akad mudharabah adalah persetujuan kongsi antara harta dari salah satu pihak dengan kerja dari pihak lain.

C. Landasan Hukum PembiayaanMudharabah

Secara umum, landasan dasar syari’ah akad mudharabah lebih mencerminkan anjuran untuk melakukan usaha. Hal ini tampak dalam ayat dan hadits berikut ini: a.Al-Qur’an                                                                                                                                                  


(28)

Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri (sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu, Maka Dia memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran. Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik. dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu memperoleh (balasan)nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling baik dan yang paling besar pahalanya. dan mohonlah ampunan kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.(al-Muzammil:20)

b.Al-Hadits

Dari Shalih bin Shuhaib r.a bahwa Rasulullah SAW bersabda, “tiga

hal yang di dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung

(gandum kualitas rendah) untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.” (HR Ibnu Majah no. 228-, kitab at-Tijarah).


(29)

c.Ijma’

Di antara dalil kuat yang menunjukkan akan disyariatkannya mudharabah ialah kesepakatan ulama Islam sejak zaman dahulu hingga sekarang akan hal tersebut. Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsentrasi terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah. Kesepakatan para sahabat ini sejalan dengan spirit hadits yang dikutip Abu Ubaid.

Ibnu Munzir asy-Syafi'i berkata, "Kita tidak mendapatkan dalil tentang al-Qiradh (mudharabah) dalam Kitab Allah 'Azza wa Jalla, tidak juga dalam sunnah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Akan tetapi, kita dapatkan bahwa para ulama telah menyepakati akan kehalalanal-Qiraadhdengan modal berupa uang dinar dan dirham." (Al-Isyarafoleh Ibnul Munzir asy-Syafi'i, 2/38).

Ibnu Hazm berkata, "Al-Qiraadh (al-Mudharabah) telah dikenal sejak zaman Jahiliyyah, dan dahulu kaum Quraish adalah para pedagang. Mereka tidak memiliki mata pencaharian selain darinya, padahal di tengah-tengah mereka terdapat orang tua yang tidak lagi kuasa untuk bepergian, wanita, anak kecil, anak yatim. Oleh karena itu, orang-orang yang sedang sibuk atau sakit menyerahkan modalnya kepada orang lain yang mengelolanya dengan imbalan mendapatkan bagian dari hasil keuntungannya. Dan tatkala Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah diutus, beliaupun membenarkan akad tersebut, dan kaum muslimin kala itu juga menjalankannya. Kalaupun sekarang ada yang menyelisihi tentang hal ini, maka pendapatnya itu tidak perlu diperhatikan, sebab ia telah terlebih dahulu menyelisihi


(30)

praktik nyata seluruh umat dari zaman kita hingga zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam." (Al-Muhallaoleh Ibnu Hazm, 8/247).

Di antara bukti nyata bahwa kesepakatan akan disyariatkannya mudharabah ialah praktik dari para al-Khulafa' ar-Rasyidiin, tanpa ada seorangpun dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam yang mengingkarinya (Riwayat-riwayat dari para al-khulafa' ar-Rasyidin dapat dibaca di kitab Irwaa'ul Ghalil oleh al-Albany, 5/290-294)20.

Hukum yang berkaitan dengan usaha dalam akad mudharabah dalam mazhab Syafi’I membatasi mudharabah hanya untuk kegiatan perdagangan. Tetapi ulama yang lain mengizinkan semua jenis aktivitas yang berorientasi keuntungan seperti perdagangan, industri, pertanian ataupun jasa.21

Sedangkan hukum yang menyangkut keuntungan dalam akad mudharabah adalah:

a. Pengakuan keuntungan

Harus ditentukan suatu waktu untuk menilai keuntungan yang dicapai dalam suatu mudharabah. Menurut akademi fiqh Islam OKI, keuntungan dapat dibayarkan (due) ketika diakui dan dimiliki dengan pernyataan atau revaluasi dan hanya bisa dibayarkan pada waktu dibagikan.

b. Hak terhadap keuntungan

20

Blog Muhammad Arifin Badri,Mengenal Akad Mudharabah,diakses tanggal 4 Maret 2011

21

M. Syafi’I Antonio,Bank Syari’ah Wacana Ulama dan Cendekiawan, (Jakarta: BI & Tazkia Institute, 1999) hal 177.


(31)

Mazhab Hanafi dan sebagian mazhab Syafi’i mengatakan bahwa keuntungan harus diakui seandainya keuntungan usaha sudah diperoleh (walaupun belum dibagikan), sedangkan mazhab Maliki dan sebagian mazhab hambali menyebut bahwa keuntungan hanya dapat diakui ketika dibagikan secara tunai pada kedua pihak.

c. Distribusi keuntungan

Distribusi atau pembagian keuntungan umumnya dilakukan dengan mengembalikan lebih dahulu modal yang ditanamkan shahibul maal. Meskipun demikian, kebanyakan ulama menyetujui bila kedua pihak sepakat membagi keuntungan tanpa mengembalikan modal. Tentu saja hal tersebut berlaku sepanjang kerjasama mudharabah masih berlangsung. Para ulama berbeda pendapat tentang keabsahan menahan untung. Bila keuntungan telah dibagikan setelah itu usaha mengalami kerugian sebagian ulama berpendapat bahwa pengelola akan diminta untuk menutupi kerugian tersebut dari keuntungan yang telah dibagikan.22

Hukum yang berkaitan dengan kerugian para ulama sepakat bahwa kerugian ditanggung hanya oleh penyedia dana. Pengelola tidak menanggung bagian apapun kecuali jika kerugian itu karena kesalahan yang disengaja atau kelalaian.

Hukum mengenai pelanggaran mudharib yaitu jika mudharib melanggar syarat atau tujuan kontrak, maka ia dianggap melakukan kesalahan yang disengaja. Demikian juga bila ia melanggar batasan-batasan yang diberikan padanya oleh shahibul maal. Dengan adanya kesalahan seperti itu, statusnya sebagai pemegang

22


(32)

dana berubah dari dana mudharabahmenjadi sebuah hutang yang wajib dibayar oleh pengelola. Jika ditengah pelanggaran tersebut pengelola berhasil memperoleh keuntungan, sebagian ulama mengatakan bahwa keuntungan itu harus dibagi diantara keduanya.23

Hukum yang berkaitan dengan pembatalan mudharabah, apabila sebuah kontrak mudharabah dibatalkan karena tidak memenuhi salah satu syarat, dana tersisa tetap merupakan amanah bagi pengelola. Tindakannya terhadap dana yang batal itu bisa sah dan efektif jika upaya nya membuahkan keuntungan, sebagian ulama berpendapat bahwa semua keuntungan harus menjadi milik penyedia dana. Sedangkan pengelola berhak atas upah pekerjaannya itu. Sebagian ulama lain berpendapat, pengelola berhak menerima salah satu dari dua kemungkinan, upah kerja atau bagian keuntungan yang dinyatakan dalam kontrak itu. Hal itu tergantung mana yang lebih rendah. Tetapi ada ulama lain yang mengatakan bahwa pengelola menerima persentase keuntungan yang sama dengan yang telah disepakati dalam kontrak.

Hukum yang berkaitan dengan penghentian mudharabah adalah apabila suatu kontrak mudharabah berakhir jika ada kesepakatan yang berkenaan dengan berakhirnya kontrak tersebut sebagai berikut:

a. Mudharibharus mengembalikan modal padashahibul maal

23


(33)

Bila mudharibtidak mengembalikannya ia dianggap cedera janji (default) dan dana itu menjadi jaminannya. Dengan demikian dana mudharabahakan berubah dari dana mudharabah menjadi hutang yang wajib dibayar pengelola.

b. Bilamudharabahdihentikan sedangkan sebagian atau semua modal dalam bentuk barang belum terjual, maka kedua belah pihak bersepakat untuk menjual segera asset-aset itu lalu membagi hasil penjualan tersebut diantara mereka.

Dibolehkan pula bila salah satu dari keduanya mengambil asset tersebut untuknya dan memberikan pada pihak lainnya bagian yang adil dari nilai barang itu dalam bentuk tunai. Tapi bila kedua pihak berbeda pendapat mengenai perlunya menjual segera barang tersebut, atau menunggu sampai saat tertentu maka harus dinilai adakah harapan keuntungan pada masa depan. Jika ada harapan keuntungan maka pandangan mudharib diambil dan sebaliknya.24

Faktor-faktor yang harus ada dalam akadmudharabahadalah: a. Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)

b. Objekmudharabah( modal dan kerja)

c. Persetujuan antara kedua belah pihak(ijab kabul) d. Nisbah keuntungan.

24


(34)

SkemaMudharabah:

Perjanjian bagi Hasil

Modal 100%

Keahlian

Nisbah X% Nisbah Y%

Pengambilan Modal Pokok

Bank (shahibul maal) Nasabah (mudharib)

Proyek/usaha

keuntungan

Bagi hasil sesuai porsi keuntungan modal(nisbah)


(35)

Keterangan:

a. Bank bertindak sebagai pemilik dana (shahibul Maal) dan nasabah bertindak sebagai pengelola dana (mudharib);

b. Nasabah dapat melakukan berbagai macam usaha yang tidak bertentangan dengan prinsip syari’ah dan mengembangkannya termasuk didalamnya melakukan akadmudharabahdengan pihak lain;

c. Modal harus dalam bentuk tunai dan bukan dalam bentuk piutang ataupun kredit serta dinyatakan dalam jumlah nominalnya;

d. Nasabah wajib untuk memelihara saldo giro tersebut minimum yang telah ditetapkan oleh bank dan tidak dapat ditarik kembali oleh nasabahnya kecuali dalam rangka untuk menutup rekeningnya;

e. Pembagian keuntungan harus dinyatakan kedalam bentuk nisbah dan dituangkan dalam akad pembukaan rekening;

f. Pemberian keuntungan untuk para nasabah didasarkan pada saldo terendah setiap akhir bulan laporan;

g. Bank menutup biaya operasional giro dengan meggunakan nisbah sesuai dengan keuntungan yang akan menjadi haknya;

h. Bank tidak diperkenankan untuk mengurangi nisbah keuntungan dari nasabah tanpa ada persetujuan dari pihak yang bersangkutan.

D. Aplikasi PembiayaanMudharabahdi Perbankan Syari’ah

Mudharabah biasanya diterapkan pada produk-produk pembiayaan dan pendanaan. Sedangkan pada sisi penghimpunan danamudharabahditerapkan pada:


(36)

a. Tabungan berjangka, yaitu tabungan yang dimaksudkan untuk tujuan khusus, seperti tabungan kurban dan sebagainya.

b. Deposito biasa.

c. Deposito spesial dimana dana yang dititipkan nasabah khusus untuk bisnis tertentu misalnyamurabahahsaja atauijarahsaja.

Sedangkan pada sisi pembiayaanmudharabahditerapkan untuk: a. Pembiayaan modal kerja, seperti modal kerja perdagangan dan jasa.

b. Investasi khusus, disebut juga mudharabah muqayyadah, dimana sumber dana khusus dengan penyaluran yang khusus dengan syarat-syarat yang telah ditetapkan olehshahibul maal.

Disamping itu pendanaan dengan prinsip mudharabah menurut Ascarya terbagi menjadi:

a. TabunganMudharabah

Bank syari’ah menerima simpanan dari nasabah dalam bentuk rekening tabungan (saving account) untuk keamanan dan kemudahan pemakaian seperti, rekening giro, tetapi tidak sefleksibel rekening giro karena nasabah tidak dapat menarik dananya dengan cek. Prinsip yang digunakan dapat berupa: wadi’ah, qardh,

danmudharabah.

Bank juga dapat mengintegrasikan rekening tabungan dengan rekening investasi dengan prinsip mudharabah dengan bagi hasil yang disepakati bersama. Mudharabah merupakan prinsip bagi hasil dan bagi kerugian ketika nasabah sebagai pemilik modal menyerahkan uangnya kepada bank sebagai pengusaha untuk


(37)

diusahakan. Keuntungan dibagi sesuai kesepakatan dan kerugian ditanggung oleh pemilik dana atau nasabah.25

b. Deposito/ Investasi Umum

Bank syari’ah menerima simpanan deposito berjangka (pada umumnya untuk satu bulan keatas) kedalam rekening investasi umum (general investment account) dengan prinsip mudharabah al-muthlaqah. Investasi umum ini sering disebut juga sebagai investasi tidak terikat. Nasabah rekening investasi lebih bertujuan untuk mencari keuntungan daripada untuk mengamankan uangnya. Dalam mudharabah al-muthlaqah bank sebagai mudharib mempunyai kebebasan mutlak dalam pengelolaan investasinya. Jangka waktu investasi dan bagi hasil disepakati bersama. Apabila bank menghasilkan keuntungan akan dibagi sesuai kesepakatan awal. Apabila bank mengalami kerugian, bukan karena kelalaian bank, kerugian ditanggung oleh nasabah deposan sebagai shahibul maal. Deposan dapat menarik dananya dengan pemberitahuan terlebih dahulu.26

c. Deposito/ Investasi Khusus

Selain rekening investasi umum, bank syari’ah juga menawarkan rekening investasi khusus (special investment account) kepada nasabah yang ingin menginvestasikan dananya langsung dalam proyek yang disukainya yang dilaksanakan oleh bank dengan prinsip mudharabah al-muqayyadah. Investasi khusus ini sering disebut juga sebagai investasi terikat. Rekening investasi khusus ini

25

Ascarya,Akad dan Produk Bank Syari’ah,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal 117.

26


(38)

biasanya ditujukan kepada para investor besar dan institusi. Dalam mudharabah al-muqayyadah bank menginvestasikan dana nasabah kedalam proyek tertentu yang diinginkan nasabah. Jangka waktu investasi dan bagi hasil disepakati bersama dan hasilnya langsung berkaitan dengan keberhasilan proyek investasi yang dipilih.27

Ulama kontemporer melakukan inovasi baru atas skema mudharabah yang melibatkan tiga pihak. Tambahan satu pihak ini diperankan oleh bank syari’ah sebagai lembaga perantara yang mempertemukan shahibul maal dengan mudharib. Sehingga terjadi evolusi dari konsepdirect financingmenjadiindirect financing.

Dalam indirect financing, bank menerima dana dari shahibul maal dalam bentuk dana pihak ketiga sebagai sumber dananya. Dana-dana ini dapat berbentuk tabungan atau simpanan deposito mudharabah dengan jangka waktu bervariasi. Selanjutnya dana yang telah terkumpul ini disalurkan kembali oleh bank kedalam bentuk pembiayaan-pembiayaan yang menghasilkan (earning assets). Keuntungan dari penyaluran pembiayaan inilah yang akan dibagi hasilkan antara bank dengan pemilik DPK (dana pihak ketiga).

Proses inilah yang dipotret dalam neraca bank syari’ah, sehingga neraca suatu bank syari’ah pada dasarnya akan tampak sebagai berikut:

27


(39)

Aktiva

Penyaluran Dana (Financing & Investment)

Passiva

Sumber Dana (Funding) Non-Earning Asset:

 Kas

 Giro pada BI

Cuurent Liabilities

Earning Assets:

 Surat Berharga

 Pembiayaan: 1. Murabahah 2. Ijarah 3. IMBT 4. Mudharabah 5. Musyarakah

Dana Pihak Ketiga:

 Giro Wadi’ah

 Tabungan Mudharabah

 Deposito Mudharabah

Fixed Asset Stockholder’s Equity

Pada prinsipnya,mudharabahsifatnya mutlak dimanashahibul maaltidak menetapkan restriksi atau syarat-syarat tertentu kepada si mudharib. Bentuk mudharabah ini disebut mudharabah muthlaqah atau dalam bahasa inggrisnya dikenal sebagaiunrestricted investment account. Namun demikian, apabila dipandang perlushahibul maalboleh menetapkan batasan-batasan tertentu guna menyelamatkan modalnya dari risiko kerugian. Syarat-syarat ini harus dipenuhi oleh si mudharib. Apabila mudharib melanggar batasan ini ia harus bertanggung jawab atas kerugian yang timbul. Jenis mudharabah seperti ini disebut mudharabah muqayyadah (mudharabah terbatas). Jadi pada dasarnya, terdapat dua bentuk mudharabah yakni muthlaqahdanmuqayyadah.

Dalam praktik perbankan syari’ah modern, kini dikenal dua bentuk mudharabah mudharabah muqayyadah, yakni on balance sheet dan off balance sheet.Dalammudharabah muqayyadah on balance sheet,aliran dana terjadi dari satu


(40)

nasabah investor ke sekelompok pelaksana usaha dalam beberapa sektor terbatas, misalnya pertanian, manufaktur, dan jasa. Nasabah investor lainnya mungkin mensyaratkan dananya hanya boleh dipakai untuk pembiayaan disektor pertambangan, property dan pertanian. Selain berdasarkan sektor, nasabah investor dapat saja mensyaratkan berdasarkan jenis akad yang digunakan, misalnya hanya boleh digunakan berdasarkan akad penjualan cicilan saja, atau penyewaan cicilan saja, atau kerja sama usaha saja. Skema ini disebut on balance sheet karena dicatat dalam neraca bank.

Dalam mudharabah off balance sheet, aliran dana berasal dari satu nasabah investor kepada satu nasabah pembiayaan (yang dalan bank konvensional disebut debitur). Disini bank syari’ah bertindak sebagai arranger saja. Pencatatan transaksinya di bank syari’ah dilakukan secara off balance sheet. Sedangkan bagi hasilnya hanya melibatkan nasabah investor dan pelaksana usaha saja. Besar bagi hasil tergantung kesepakatan antara nasabah investor dan nasabah pembiayaan. Bank hanya memperoleh arrange fee.Skema ini disebutoff balance sheet karena transaksi ini tidak dicatat dalam neraca bank, tetapi hanya dicatat dalam rekening administratif saja.

Dari sudut pandang nasabah investor, terdapat tiga skema aliran dana dari nasabah investor yakni:

1. Mudharabah muqayyadah off balance sheet

Dalam skema ini, aliran dana berasal dari satu nasabah investor kepada satu nasabah pembiayaan (yang dalam bank konvensional disebut debitur). Disini


(41)

bank syari’ah bertindak sebagai arranger saja. Pencatatan transaksinya dibank syari’ah secara off balance sheet. Bagi hasilnya hanya melibatkan nasabah investor dan pelaksana usaha saja. Besar bagi hasil tergantung kesepakatan antara nasabah investor dan nasabah pembiayaan. Bank hanya memperoleh arrange fee. Disebut mudharabah karena skemanya bagi hasil, muqayyadah karena ada pembatasan yaitu hanya untuk pelaksana usaha tertentu danoff balance sheetkarena tidak dicatat dalam neraca bank.

Contoh:

Pak Akbar menanamkan dananya di Bank A dalam bentuk deposito mudharabah sebesar Rp 500.000.000 dengan akad mudharabah muqayyadah untuk disalurkan dalam pembiayaan pertanian. Dari pembiayaan tersebut pendapatan yang dihasilkan adalah sebesar Rp 2.500.000. maka berapakah pendapatan pak Akbar dari dana yang ditanamkan di bank tersebut? Nisbah bagi hasil untuk nasabah adalah 35:65 dan bobot adalah 0,85.

Jawab:

Dana nasabah : Rp 500.000.000

Dana yang dapat disalurkan : Rp 0,85 x 500.000.000 = Rp 425.000.000

Dana bank = 0

Pendapatan dari pembiayaan = Rp 2.500.000 Maka:

Pendapatan tiap 1000 nasabah:

Rasio Dana Terpakai x Keuntungan x 1 x 1000

Dana Nasabah

475.000.000 x 2.500.000 x 1 x 1000 =4,5


(42)

Pendapatan yang akan diterima oleh nasabah: =4,5 x 35% x 500.000.000

1000 =787.500

Jadi pendapatan yang akan diterima oleh Pak Akbar adalah Rp 787.500 2. Mudharabah muqayyadah on balance sheet

Dalam skema ini aliran dana dapat terjadi dari satu nasabah investor ke sekelompok pelaksana usaha dalam beberapa sector terbatas, misalnya pertanian, manufaktur dan jasa. Nasabah investor lainnya mungkin mensyaratkan dananya hanya boleh dipakai untuk pembiayaan di sektor pertambangan, properti dan pertanian. Selain berdasarkan sektor, nasabah investor dapat saja mensyaratkan berdasarkan jenis akad yang digunakan, misalnya hanya boleh digunakan berdasarkan akad penjualan cicilan saja, atau penyewaan cicilan saja, atau kerja sama usaha saja. Skema ini membuat bank terlibat dalammudharabah muqayyadah on balance sheet. Disebuton balance sheetkarena dicatat dalam neraca bank.

Contoh:

Pak Zubair menabung dalam bentuk giro di Bank B sejumlah Rp 80.000.000, dengan akad mudharabah muqayyadah on balance sheet. Bank menyalurkan dana pinjaman kepada nasabah senilai Rp 100.000.000 dan pendapatan yang dialokasikan untuk giro sebesar 1.500.000. jika nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank adalah 60:40 maka berapakah nilai bagi hasil yang akan diterima oleh Pak Zubair?


(43)

Jawab:

Dana nasabah investor = 80.000.000

Dana yang dapat disalurkan = 76.000.000 (0,95 x 80.000.000) Dana yang disalurkan dalam bentuk pinjaman=100.000.000

Dana bank =100.000.000–76.000.000

= 24.000.000

Pendapatan pembiayaan = Rp 1.500.000

Maka,

Pendapatan per 1000 nasabah =

76.000.000 x 1.500.000 x 1 x 1000 = 14,25

100.000.000 80.000.000

Bagi hasil yang akan diterima Pak Zubair adalah: 80.000.000 x 14,25 x 40% = 456.000

1.000

Jadi bagi hasil yang akan diterima Pak Zubair adalah Rp 456.000 3. Mudharabah muthlaqah on balance sheet

Dalam skema ini seluruh nasabah investor kepada bank digunakan tanpa ada pembatasan tertentu kepada pelaksana usaha yang dibiayai maupun akad yang digunakan. Nasabah investor memberikan kebebasan secara mutlak kepada bank syari’ah utnuk mengatur seluruh aliran dana, termasuk memutuskan jenis akad dan pelaksanaan usaha diseluruh sektor.

Contoh:

Di Bank C jumlah dana tabungan dengan akad mudharabah muthlaqah adalah sebesar Rp 250.000.000 dan bank menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 325.000.000. pendapatan yang dihasilkan dari pembiayaan dan merupakan proporsi untuk tabungan adalah sebesar Rp 5.000.000. Dengan nisbah bagi hasil sebesar 60:30 bagi bank maka berapakah pendapatan yang akan diperoleh oleh Pak Umar jika ia memiliki tabungan sebesar 70.000.000. Bobot = 0,95


(44)

Jawab:

Diketahui dana nasabah investor : Rp250.000.000

Dana yang dapat disalurkan = 250.000 x 0,95 = 237.500.000

Pembiayaan yang disalurkan = 325.000.000

Dana bank = 87.500.000

Pendapatan yang dihasilkan = 5.000.000

Maka:

Pendapatan investasi dari setiap 1000 dana nasabah = 237.500.000 x 5.000.000 x 1 x 1000 = 14,62

325.000.000 250.000.000

Pendapatan investasi dari setiap 1000 dana nasabah adalah 14,62 Sehingga bagian pendapatan Pak Umar adalah:

70.000.000 x 14,62 x 60% = 598.000 1000

Berbeda dengan perhitungan bagi hasil dilihat dari sudut pandang nasabah yang lebih terfokus pada penghitungan berapa bagi hasil yang akan didapatkan oleh nasabah. Pada sudut pandang pihak bank perhitungan bagi hasil ditujukan juga untuk menentukan berapa besar nisbah bagi hasil dan alokasi bagi hasil yang akan dibagikan kepada nasabah.

Penentuan Tingkat Bobot

Yang dimaksud dengan bobot adalah tingkat persentase produk pendanaan yang dapat dimanfaatkan untuk dana pembiayaan. Dengan demikian tidak semua dana nasabah dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan. Hal ini dipengaruhi oleh adanya tuntutan terlaksananya sistem prudential banking dan terpenuhinya kebutuhan likuiditas. Beberapa faktor yang menentukan tingkat bobot adalah:

1. Tingkat Giro Wajib Minimum yang ditetapkan oleh bank sentral. Untuk Indonesia BI menetapkan GWM bagi rupiah adalah 5% dan GWM bagi dollar adalah 3%.


(45)

2. Besarnya cadangan dana yang dibutuhkan oleh bank untuk menjamin terlaksananya operasional perbankan sehingga bank akan menyimpan cadangan dananya diatas kewajiban yang 5%.

3.Tingkat besarnya dana-dana yang ditarik sector oleh nasabah atau investor (floating).

Dalam bentuk equation, teknis penghitungan tingkat bobot dapat dituliskan sebagai berikut:

Tingkat bobot = 1–(GWM+Excess Reserve + floating rate) a. Perhitungan Dengan Saldo Akhir Bulan

Bagi bank, keseluruhan dana yang dikelolanya akan dipilah-pilah sesuai jenisnya. Katakanlah bank mengelompokkannya menjadi giro, tabungan, deposito 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan.

Kolom 1 adalah saldo akhir bulan masing-masing jenis dana. Namun tidak seluruh dana ini dapat disalurkan oleh bank, karena bank harus menyimpan minimum 5% dari dana ini di Bank Indonesia (GWM), dan biasanya bank juga memperhitungkan kelebihan cadangan yang disimpannya di atas kewajibannya yang 5% tersebut, juga memperhitungkan adanya dana-dana yang ditarik setor oleh nasabah investor (floating). Ketiga komponen ini menjadi faktor pengurang dalam perhitungan bobot dikolom 2. Kolom 3 adalah saldo yang benar-benar dapat diinvestasikan oleh bank. Kolom 4 adalah pendistribusian pendapatan yang diperoleh oleh bank kedalam masing-masing jenis dana. Kolom 5 adalah nisbah nasabah investor. Dengan mengalika kolom 4 dan kolom 5, maka didapat bagian pendapatan


(46)

nasabah untuk masing-masing jenis dana. Untuk memudahkan bank menghitung bagi hasil kepada tiap-tiap investor, maka bank menghitung pendapatan nasabah pada kolom 6 tersebut dalam bentuk presentase yaitu pada kolom 7.

Jenis Saldo akhir bulan bobot Saldo tertimbang Distribusi pendapatan perjenis Nisbah nasabah Bagian pendapatan nasabah

Rata (%)

pendapatan nasabah

1 2 3=1x2 4 5 6x4=5 7=

6/1x12x100% Giro Tabungan Dep. 1 Dep. 3 Dep. 6 Dep. 12

Total 1 2 3 4 5 6 7

b. Perhitungan Dengan Saldo Rata-rata Harian

Bank dapat pula menghitung berdasarkan saldo rata-rata harian sebagai berikut:

Kolom 1 adalah saldo akhir bulan masing-masing jenis dana. Namun tidak seluruh dana ini dapat disalurkan oleh bank, karena bank harus menyimpan minimum 5% dari dana ini di Bank Indonesia (GWM). Karena perhitungannya adalah menggunakan saldo rata-rata harian, nilai ini telah merefleksikan saldo yang mengendap di bank yang dapat digunakan oleh bank untuk melakukan investasi. Jadi hanya komponen GWM saja yang menjadi faktor pengurang dalam perhitungan bobot di kolom 2. Kolom 3 adalah saldo yang benar-benar dapat diinvestasikan oleh bank. Kolom 4 adalah pendistribusian pendapatan yang diperoleh oleh bank kedalam masing-masing jenis dana. Kolom 5 adalah nisbah nasabah investor. Dengan


(47)

mengalikan kolom 4 dan kolom 5, maka didapat bagian pendapatan nasabah untuk masing-masing jenis dana. Untuk memudahkan bank menghitung bagi hasil kepada tiap-tiap investor, maka bank menghitung pendapatan nasabah pada kolom 6 tersebut dalam bentuk presentase yaitu pada kolom 7.

Jenis Saldo

akhir bulan

bobot Saldo tertimbang

Distribusi pendapatan perjenis

Nisbah nasabah

Bagian pendapatan nasabah

Rata (%)

pendapatan nasabah

1 2 3=1x2 4 5 6x4=5 7=

6/1x12x100% Giro

Tabungan Dep. 1 Dep. 3 Dep. 6 Dep. 12

Total


(48)

BAB III

GAMBARAN UMUM BPRS AL-BAROKAH A. Sejarah Berdirinya BPRS Al-Barokah

Sejarah berdirinya BPRS di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sejarah-sejarah BPR pada umumnya. Bank Perkreditan Rakyat yang status hukumnya disahkan dalam Paket Kebijaksanaan Keuangan Moneter dan Perbankan melalui PAKTO tanggal 27 Oktober 1998, pada hakikatnya merupakan penjelmaan model baru dari lumbung desa dan Bank Desa dengan beraneka ragam namanya yang ada khususnya di pulau jawa sejak akhir 1890-an hingga tahun 1967 sejak dikeluarkannya UU Pokok Perbankan, status hukumnya diperjelas dengan izin dari menteri keuangan. Dengan adanya keharusan izin tersebut, diikuti dengan upaya-upaya pembenahan terhadap badan-badan kredit desa yang berproses menjadi lembaga keuangan bank.28

Keinginan masyarakat terhadap adanya BPR tanpa bunga tersebut mendapatkan angin segar dengan adanya deregulasi disektor perbankan sejak 1 juni 1983 yang memberikan kebebasan kepada bank-bank termasuk BPR untuk menetapkan sendiri tingkat bunganya. Bahkan bank-bank tidak dilarang untuk menerapkan bunga 0%.

28

Warkum Sumitro,Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait,


(49)

Peluang beroperasinya BPR tanpa bunga tersebut semakin terbuka setelah PAKTO 1988 tanggal 27 Oktober 1988 yang memberikan peluang berdirinya bank-bank baru, termasuk diantaranya bank-bank tanpa bunga.29

Berdirinya Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah di Indonesia selain didasari oleh tuntutan berusaha (muamalah) sesuai hukum (syari’ah) Islam yang merupakan keinginan kuat dari sebagian besar umat Islam di Indonesia, juga sebagai langkah aktif dalam rangka restrukturisasi perekonomian di Indonesia yang dituangkan kedalam berbagai kebijakan keuangan dan moneter perbankan secara umum. Secara khusus adalah mengisi peluang terhadap kebijakan yang membebaskan bank dalam penetapan tingkat suku bunga, yang kemudian dikenal dengan bank tanpa bunga.

PT. BPRS Al-Barokah yang berkedudukan di Jalan Proklamasi Blok A No. 9 Depok, didirikan dengan Akta Nomor 56 Notaris Harun Kamil SH tanggal 12 Juni 1995 di Jakarta. Akta pendirian disetujui oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia dengan SK: No. KEP-046/KM.17/1996, tertanggal 6 Februari 1996 dan mulai melaksanakan kegiatan dan beroperasi pada tanggal 11 Maret 1996.

Ide konkrit pendirian PT. BPRS Al-BArokah berawal dari sebuah kegiatan pengajian yang diikuti oleh para pensiunan karyawan PT. Stanvac Indonesia, yang masih aktif bekerja di PT. Exspan Sumatera, PT. Exspan Nusantara, dan PT. Exspan Petrogas Intranusa yang merupakan bagian dari PT. Medco Energi, yakni perusahaan yang mengelola minyak dan gas bumi.

29


(50)

Para pensiunan karyawan PT Stanvac Indonesia akhirnya menghasilkan ide dan kesepakatan untuk mendirikan sebuah Bank Pembiayaan Rakyat yang mempunyai sistem operasional berdasarkan syari’ah Islam yatu dengan menggunakan sistem bagi hasil (mudharabah), usaha berserikat (musyarakah), dan jual beli (murabahah).

Pada saat penandatanganan Akta Pendirian PT. BPRS Al-barokah terdapat 25 orang sebagai pemegang saham yang mendukung penuh pendirian bank tersebut. Dengan modal dasar sebesar Rp 200.000.000,- yang disetor tunai kepada Bank Indonesia sebesar Rp 50.000.000,- sebagai deposito. Kemudian setelah memenuhi syarat yang ditentukan Undang-undang, maka Bank Indonesia mengizinkan PT. BPRS Al-Barokah beroperasi dan pada tanggal 11 Maret 1996 secara resmi PT. BPRS Al-Barokah melaksanakan kegiatannya.

Dengan perkembangan yang terus maju maka PT. BPRS Al-Barokah sejak tahun 2005 telah merubah modal dasar menjadi Rp 2.000.000.000,- dengan modal disetor sebesar Rp 1.000.000.000,-.30

30


(51)

B. Struktur Organisasi BPRS Al-Barokah

Fatwa-fatwa DSN-MUI

DPS

R.U.P.S

Dewan Komisaris

Direktur Utama

Direktur

Personalia Akuntansi Keuangan

Kasir

Litbang & Pemasaran


(52)

BPRS Al-Barokah saat ini mempunyai 2 orang Dewan Pengawas Syari’ah yakni:

a. Drs. H. Murtadho Ghozali sebagai ketua dan b. Drs. H. Saifuddin L Yasin sebagai Anggota

Dan BPRS Al-Barokah juga mempunyai 2 orang Dewan Komisaris yaitu: a. Ir. H. Solichin sebagai Komisaris Utama dan

b. H. Muh. Rafiq, SE., MM sebagai Komisaris Sedangkan Direksinya adalah:

a. Drs. Lukman Hakim sebagai Direktur Utama dan b. Mieke Widya Rachmawati, SE sebagai Direktur31

C. Visi dan Misi BPRS Al-Barokah

1. Visi dari PT. BPRS Al-Barokah yaitu menjadi salah satu BPRS terbaik di Indonesia.

2. Misi dari PT. BPRS Al-Barokah adalah:

a. Memberdayakan potensi ekonomi ummat sesuai dengan prinsip syari’ah Islam.

b. Menggalang dan menyalurkan dana guna meningkatkan kemakmuran dan rasa keadilan.32

Tujuan operasionalisi BPRS Al-Barokah:

31

Ibid.

32

Wawancara pribadi dengan Nur Rochim salah seorangaccounting StafBPRS Al-Barokah pada tanggal 8 April 2011.


(53)

a.Meningkatkan kesejahteraan ekonomi ummat Islam terutama kelompok masyarakat ekonomi lemah yang pada umumnya berada didaerah pedesaan.

b.Menambah lapangan kerja terutama di tingkat kecamatan, sehingga dapat mengurangi arus urbanisasi.

c.Membina ukhuwah Islamiyah melalui kegiatan ekonomi dalam rangka peningkatan pendapatan per kapita menuju kualitas hidup yang memadai.

Untuk mencapai tujuan operasionalisasi BPRS Al-Barokah tersebut diperlukan beberapa strategi operasional sebagai berikut:

a. BPRS tidak bersifat menunggu (pasif) terhadap datangnya permintaan fasilitas, melainkan bersifat aktif dengan melakukan solisitasi/penelitian kepada usaha-usaha yang berskala kecil yang perlu dibantu tambahan modal, sehingga memiliki prospek bisnis yang baik.

b. BPRS memiliki jenis usaha yang waktu perputaran uangnya jangka pendek dengan mengutamakan usaha skala kecil dan menengah.

c. BPRS mengkaji pangsa pasar, tingkat kejenuhan serta tingakt kompetitifnya produk yang akan diberi pembiayaan.

D. Produk-produk BPRS Al-Barokah 1. Produk Penghimpunan Dana

BPRS Al-Barokah menghimpun dan mengelola dana nasabah dari sumber yang halal dengan konsep Al-Wadiah Yad Adh Dhamanah dengan keuntungan yang akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang ditetapkan dari mufakat antara Bank dan Nasabah berupa:


(54)

a. Deposito BerjangkaMudharabahdan b. TabunganMudharabah

c. TabunganWadi’ah 2. Penyaluran Dana

BPRS Al-Barokah menyalurkan dana untuk pemenuhan kebutuhan permodalan dan investasi melalui pola jual-beli, bagi hasil, dan jasa guna meningkatkan usaha produktif berskala mikro (kecil menengah)

Untuk kebutuhan permodalan (equity financing)dilakukan dengan konsep kontrak bagi hasil (profit sharing contract)menggunakan akadAl-Mudharabah yaitu perjanjian akad kerjasama antara bank yang menyediakan dana (shahibul maal) dengan mitra usaha yang memiliki keahlian dan keterampilan mengelola usaha produktif dan halal. Keuntungan dari usaha dibagi berdasar nisbah yang disepakati.

Untuk kebutuhan pembiayaan dilakukan dengan konsep kontrak jual beli (sale contract) menggunakan akad Ba’i Al-Murabahah yaitu perjanjian jual beli barang pada harga asal setelah ditambah margin (keuntungan yang disepakati), barang diserahkan dengan segera, sedangkan pembayaran harga atas barang dilakukan kemudian hari.

3. Pinjaman Kebajikan(Benevolence Loan)

Produk ini merupakan pinjaman lunak kepada kaum Dhuafa yang memiliki karakter baik dan usaha yang berpeluang untuk dikembangkan yaitu dengan menggunakan akad Al-Qard ini adalah perjanjian pinjaman dana dimana dana


(55)

dikembalikan sebesar pokok pinjaman saja. Sumber dana berasal dari zakat, infaq, dan shadaqah.33

33


(56)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Mekanisme Pengajuan PembiayaanMudharabahdi BPRS Al-Barokah

Jenis mudharabah yang diterapkan di BPRS Al-Barokah adalah mudharabah muthlaqah artinya modal 100% mutlak berasal dari shahibul maal (penyedia dana) dan mitra diberi kebebasan penuh untuk mengelola dana tersebut sesuai keahliannya.

Untuk mengajukan pembiayaan mudharabah, nasabah BPRS Al-Barokah diharapkan memenuhi beberapa kriteria yaitu:

1. Penyedia dana(sahibul maal)dan pengelola (mudharib) harus cakap hukum. 2. Pernyataan ijab dan qabul harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan

kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan hal-hal berikut:

a.Penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan kontrak (akad).

b.Penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat kontrak.

c.Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi, atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern.

3. Modal adalah sejumlah uang dan/atau aset yang diberikan oleh penyedia dana kepadamudharibuntuk tujuan usaha dengan syarat sebagai berikut:


(57)

b.Modal dapat berbentuk uang atau barang yang bernilai. Jika modal diberikan dalam bentuk aset, maka aset tersebut harus dinilai pada waktu akad.

c.Modal tidak dapat berbentuk piutang dan harus dibayarkan kepada mudharib, baik secara bertahap maupun tidak, sesuai dengan kesepakatan dalam akad. 4. Keuntungan mudharabah adalah jumlah yang didapat sebagai kelebihan dari

modal. Syarat keuntungan berikut ini harus dipenuhi:

a.Harus diperuntukkan bagi kedua pihak dan tidak boleh disyaratkan hanya untuk satu pihak.

b.Bagian keuntungan proporsional bagi setiap pihak harus diketahui dan dinyatakan pada waktu kontrak disepakati dan harus dalam bentuk prosentasi (nisbah) dari keuntungan sesuai kesepakatan. Perubahan nisbah harus berdasarkan kesepakatan.

c.Penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari mudharabah, dan pengelola tidak boleh menanggung kerugian apa pun kecuali diakibatkan dari kesalahan disengaja, kelalaian, atau pelanggaran kesepakatan.

5. Kegiatan usaha oleh pengelola (mudharib), sebagai perimbangan(muqabil) modal yang disediakan oleh penyedia dana, harus memperhatikan hal-hal berikut:

a.Kegiatan usaha adalah hak eksklusif mudharib, tanpa campur tangan penyedia dana, tetapi ia mempunyai hak untuk melakukan pengawasan.

b.Penyedia dana tidak boleh mempersempit tindakan pengelola sedemikian rupa yang dapat menghalangi tercapainya tujuanmudharabah, yaitu keuntungan.


(58)

c.Pengelola tidak boleh menyalahi hukum Syariah Islam dalam tindakannya yang berhubungan denganmudharabah,dan harus mematuhi kebiasaan yang berlaku dalam aktivitas itu.34

Dan berikut ini adalah prosedur pengajuan pembiayaan mudharabah di BPRS Al-Barokah:

a. Rencana Pengembangan Usaha

Nasabah yang mengajukan pembiayaan terlebih dahulu harus mengajukan draft rencana pengembangan usaha. Usaha seperti apa yang akan dikembangkan, berapa dana yang dibutuhkan untuk pengembangan usaha tersebut, dan prospek kedepan dari usaha tersebut. Jika draft pengembangan usaha telah dirancang maka lanjut ke tahap berikutnya.

b. Mengisi Formulir Permohonan

Formulir permohonan pembiayaan ini harus diisi nasabah untuk melengkapi data-data nasabah. Dalam mengisi formulir ini juga harus dilengkapi dengan Pas Photo, Photo Copy KTP, Photo Copy Kartu Keluarga, Photo Copy BPKB dan Faktur Kendaraan (jika jaminan kendaraan bermotor), dan dokumen lain yang bisa mendukung permohonan pembiayaan ini.

c. Melengkapi Persyaratan

34


(59)

Persyaratan disini seperti melengkapi data historis perusahaan. Data proyeksi usaha/perusahaan, dan data jaminan/agunan.

Jika semua persyaratan diatas sudah lengkap maka tahap selanjutnya adalah penyerahan dokumen-dokumen diatas ke pihak bank. Tahap selanjutnya adalah tugas bank untuk memeriksa dokumen apakah sudah lengkap atau masih ada kekurangan. Jika sudah lengkap, maka bank akan melakukan analisa kelayakan 5C yaitu:

a.Characterartinya sifat atau karakter nasabah pembiayaan.

b.Capacity artinya kemampuan nasabah untuk menjalankan usaha dan mengembalikan pembiayaan.

c.Capitalartinya besarnya modal yang diperlukan.

d.Collateral artinya jaminan yang telah dimiliki nasabah yang diberikan nasabah kepada bank.

e.Conditionartinya keadaan usaha nasabah atau prospek usaha nasabah35.

Dan apabila analisa kelayakan 5C sudah lengkap maka bank akan melakukan analisa tahap selanjutnya yaitu terhadap kondisi keuangan nasabah. Apakah dalam keadaan stabil atau sebaliknya.

Apabila semua proses analisa sudah selesai, maka bank memutuskan calon nasabah layak mendapatkan pembiayaan dari bank atau tidak. Jika calon nasabah tidak layak mendapatkan pembiayaan dari bank maka calon nasabah akan

35

Muhammad,Manajemen Pembiayaan Bank Syari’ah, (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005) hal 19-20.


(60)

dikonfirmasi untuk melengkapi dokumen-dokumen yang kurang. Dan apabila calon nasabah layak mendapat pembiayaan dari bank maka akan diadakan persetujuan pembiayaan dan terbentuklah akadmudharabah.36

B. Aplikasi Pembiayaan Mudharabah Untuk Sektor Pertanian di BPRS Al-Barokah

Dari semua mekanisme pengajuan pembiayaan mudharabah di BPRS Al-Barokah yang penulis rincikan diatas, ternyata tidak sama dengan praktek yang terdapat dilapangan. Berikut adalah adalah syarat pengajuan pembiayaan mudharabahyang tidak diaplikasikan:

a.Melengkapi persyaratan seperti data historis usaha/perusahaan, data proyeksi usaha/perusahaan dan data jaminan/agunan.

Alasan yang dikemukakan oleh pihak BPRS terhadap perbedaan antara mekanisme dengan aplikasi pembiayaan diatas adalah: jika calon nasabah mengajukan pembiayaan dalam jumlah yang tidak banyak maka BPRS tidak mengharuskan untuk melengkapi data historis usaha/perusahaan, data proyeksi usaha dan data jaminan/agunan.

Dan alasan lain yang diutarakan oleh pihak BPRS Al-Barokah adalah jika nasabah yang hendak mengajukan pembiayaan bukanlah nasabah baru maka tidak perlu juga untuk melengkapi data-data yang sudah penulis kemukakan diatas tadi.37

36

Wawancara pribadi dengan Nur Rohim salah seorangAccounting StaffBPRS Al-Barokah pada tanggal 27 July 2011.


(61)

b.Konfirmasi data/dokumen

Maksud konfirmasi data/dokumen adalah jika semua data yang diserahkan oleh calon nasabah pembiayaan itu sudah lengkap/belum lengkap maka terkadang BPRS AL-Barokah tidak melakukan konfirmasi kepada calon nasabah dikarenakan BPRS Al-Barokah langsung ketahap selanjutnya dari proses pembiayaan yakni ketahap analisis 5C.

Atau jika calon nasabah yang mengajukan pembiayaan tersebut data yang diberikannya ke BPRS Al-Barokah belum lengkap maka BPRS tidak akan melakukan konfirmasi ke calon nasabah tersebut dengan alasan calon nasabah tidak layak mendapatkan pembiayaan dari BPRS Al-Barokah.

c.Analisa kelayakan 5 C

Dengan alasan sudah mengenal secara personal ataupun secara perusahaan terhadap nasabah maka pihak BPRS Al-Barokah tidak melakukan analisis kelayakan 5 C. BPRS Al-Barokah juga melakukan hal yang sama kepada nasabah yang memang sudah lama menjalin kerjasama dengan BPRS Al-Barokah. Disini BPRS Al-Barokah lebih menitikberatkan kepada analisis keuangan yang dimiliki oleh calon nasabah dan tidak menganalisis secara keseluruhan dari proses 5 C.

Untuk pembiayaan mudharabah pada sektor pertanian di BPRS Al-Barokah pernah dilaksanakan pada tahun 2009/2010. Dalam tahun itu ada 7 nasabah

37


(62)

yang mengajukan pembiayaan dengan nilai plafond per-nasabah (non-group)Rp 120 juta sehingga total pendanaan mencapai Rp 840 juta.

Diantara 7 nasabah tersebut ada satu nasabah yang melakukan usaha pertanian yang disebut agro grow box (bertani dengan menggunakan media kotak). Peran BPRS disini adalah menyediakan dana untuk membeli peralatan pertanian seperti pasir, sekam, pupuk, mesin air untuk penyiraman tanaman, dan plastik kaca untuk menutupi tanaman.

Petani tersebut mencoba menanam beberapa jenis sayuran, padi dan tebu. Sedangkan untuk memasarkan hasil panen sipetani memilih supermarket yang terdapat di Bogor, perlu untuk diketahui disini BPRS tidak ikut serta dalam hal pemasaran, BPRS hanya membantu nasabah dalam hal pemberian pinjaman dana.38

BPRS Al-barokah biasanya melakukan pengawasan secara berkala setiap bulannya. Tahap yang harus dilalui nasabah hingga pinjamannya di bank usai adalah: tahap, pembayaran angsuran pinjaman, setelah tahap tersebut usai maka nasabah diboehkan untuk mengambil jaminan (agunan) yang ditahan oleh pihak bank, dan tahap terakhir adalah bank mengeluarkan surat keterangan lunas sebagai bukti bahwa antara nasabah dan bank sudah mengakhir akad pembiayaanmudharabahmereka.

38


(63)

C. Analisis

1. Analisis dari perspektiffiqh muamalat

Berikut ini adalah rukun dan syaratmudharabah:

a. Rukun mudharabahadalah: a. pemilik lahan; b. penggarap; c. lahan yang digarap; dan d. akad.

b. Pemilik lahan harus menyerahkan lahan yang akan digarap kepada pihak yang akan menggarap.

c. Penggarap wajib memiliki keterampilan bertani dan bersedia menggarap lahan yang diterimanya.

d. Penggarap wajib memberikan keuntungan kepada pemilik lahan bila pengelolaan yang dilakukannya menghasilkan keuntungan.

e. Akadmudharabahdapat dilakukan secara mutlak dan atau terbatas.

f. Jenis benih yang akan ditanam dalam mudharabah terbatas harus dinyatakan secara pasti dalam akad, dan diketahui oleh penggarap.

g. Penggarap bebas memilih jenis benih tanaman untuk ditanam dalam akad mudharabahyang mutlak.

h. Penggarap wajib memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi lahan, keadaan cuaca, serta cara yang memungkinkan untuk mengatasinya menjelang musim tanam.


(64)

i. Penggarap wajib menjelaskan perkiraan hasil panen kepada pemilik lahan dalam akadmudharabahmutlak.

j. Penggarap dan pemilik lahan dapat melakukan kesepakatan mengenai pembagian hasil pertanian yang akan diterima oleh masing-masing pihak.

k. Penyimpangan yang dilakukan penggarap dalam akad mudharabah, dapat mengakibatkan batalnya akad itu.

l. Seluruh hasil panen yang dilakukan oleh penggarap yang melakukan pelanggaran, menjadi milik pemilik lahan.

m. Dalam hal terjadi keadaan tersebut, pemilik lahan dianjurkan untuk memberi imbalan atas kerja yang telah dilakukan penggarap.

n. Penggarap berhak melanjutkan akad mudharabah jika tanamannya belum layak dipanen, meskipun pemilik lahan telah meninggal dunia.

o. Ahli waris pemilik lahan wajib melanjutkan kerja sama mudharabah yang dilakukan oleh pihak yang meninggal, sebelum tanaman pihak penggarap bias dipanen.

p. Hak menggarap lahan dapat dipindahkan dengan cara diwariskan bila penggarap meninggal dunia, sampai tanamannya bisa dipanen.

q. Ahli waris penggarap berhak untuk meneruskan atau membatalkan akad mudharabahyang dilakukan oleh pihak yang meninggal.


(65)

r. Akadmudharabahberakhir jika waktu yang disepakati telah berakhir.39

Dalam hal rukun akadmudharabahterdapat beberapa perbedaan pendapat antara Ulama Hanafiyah dengan Jumhur Ulama. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa yang menjadi rukun akad mudharabah adalah Ijab dan Qabul. Sedangkan Jumhur Ulama menyatakan bahwa rukun akad mudharabah adalah terdiri atas orang yang berakad, modal, keuntungan, kerja dan kad; tidak hanya terbatas pada rukun sebagaimana yang dikemukakan Ulama Hanafiyah, akan tetapi, Ulama Hanafiyah memasukkan rukun-rukun yang disebutkan Jumhur Ulama itu, selain Ijab dan Qabul sebagai syarat akad mudharabah.

Adapun syarat-syarat mudharabah, sesuai dengan rukun yang dikemukakan Jumhur Ulama di atas adalah :

1. Orang yang berakal harus cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai wakil.

2. Mengenai modal disyaratkan : a) berbentuk uang, b) jelas jumlahnya, c) tunai, dan d) diserahkan sepenuhya kepada mudharib (pengelola). Oleh karenanya jika modal itu berbentuk barang, menurut Ulama Fiqh tidak dibolehkan, karena sulit untuk menentukan keuntungannya.

39


(66)

3. Yang terkait dengan keuntungan disyaratkan bahwa pembagian keuntungan harus jelas dan bagian masing-masing diambil dari keuntungan dagang itu.

Keterangan :

a. Modal

Seperti dijelaskan di atas, bahwa modal harus berbentuk uang. Untuk menghindari bentuk perselisihan, kontrak mudharabah harus jelas jumlah modalnya. Modal mudharabah tidak boleh berupa suatu hutang yang dipinjam mudharib pada saat dilanjutkan kontrak mudharabah. Karena dalam kontrak semacam ini si investor dapat dengan mudah menggunakan mudharabah sebagai alat untuk memperoleh kembali hutangnya sekalian mengambil untung darinya. Mengambil untung dari suatu hutang sebagai riba yang diharamkan dalam hukum Islam. Dari sekian empat Madzhab Fiqh tak satupun yang mengizinkan suatu kontrak dimana kreditur meminta debitur untuk menjalankan mudharabah berdasarkan pengertian bahwa modal kongsi adalah hutang calon mudharib kepada investor.

Rab al-mal (investor) harus menyerahkan modal mudharabah kepada mudharib agar kontrak ini menjadi sah. Mudharib bebas menginvestasikan dan menggunakan modal tersebut dalam batasbatas klausul kontrak mudharabah yang secara umum menetapkan jenis usaha yang dipilih, jangka waktu kongsi, dan lokasi-lokasi tempat mudharib boleh menjalankan usahanya.


(67)

b. Manajemen

Sebagai mudharib yang menjalankan mudharabah untuk kongsi, hendaknya harus memiliki kebebasan yang diperlukan dalam pengelolaan kongsi dan dalam pembuatan semua keputusan terkait. Ia bebas menentukan sendiri bentuk barang-barang untuk dikelola, memberikan modal kepada pihak ketiga, melibatkan diri dalam suatu kerjasama (musyarakah) dengan pihak-pihak lain tanpa ditentukan oleh investor. Sehingga mempeoleh hasil dan keuntungan yang maksimal. Dilihat dari segi transaksi yang dilakukan antara investor dengan mudharib, Ulama Fiqh membagimudharabahkepada dua jenis :Mudharabah muthlaqah(tak terbatas untuk menyerahkan modal secara mutlak, tanpa syarat dan pembatasan) dan Mudharabah muqayyadah(terbatas untuk menyerahkan modal dengan syarat dan batasan tertetu).

c. Jangka Waktu

Menurut madzhab Maliki dan Syafi’i bahwa, kontrak mudharabah tidak boleh menentukan syarat adanya jangka waktu tertentu bagi kongsi. Menurutnya hal demikian dapat membuat kontrak menjadi batal. Namun kalangan madzhab Hanafi danHambalimembolehkan klausul demikian.

d. Jaminan

Mengingat hubungan antara investor dengan mudharib adalah hubungan yang bersifat ‘gadai’ dan mudharib adalah orang yang dipercaya, maka tidak ada


(68)

jaminan oleh mudharib kepada investor. Investor tidak dapat menuntut jaminan apapun dari mudharib untuk mengembalikan modal dengan keuntungan. Jika investor mempersyaratkan pemberian jaminan dari mudharib dan menyatakan hal ini dalam syarat kontrak, maka kontrak mudharabah mereka tidak sah, demikian menurut Malik danSyafi’i.

e. Pembagian Laba dan Rugi

Mudharabah pada dasarnya adalah suatu serikat laba, dan komponen dasarnya adalah penggabungan kerja dan modal. Laba bagi masing-masing pihak dibenarkan berdasarkan kedua komponen tersebut. Risiko yang terkandung juga menjadi pembenar laba dalam mudharabah. Dalam kasus yang kongsinya tidak menghasilkan laba sama sekali, risiko investor adalah kehilangan sebagian atau seluruh modal, sementara risiko mudharib adalah tidak mendapatkan atas kerja dan usahanya.40

Pengertian Muzara’ah.

Menurut Hanafiyah Muzara’ah adalah kerjasama antara pemilik lahan dan pekerja di dalam merawat tanaman dengan hasil yang di bagi dua.

40

http://mujahidinimeis.wordpress.com/2011/01/24/sistem-pembiayaan-mudharabah-bagi-hasil-antara-perbankan-syari%E2%80%99ah-dengan-literatur-fiqh-muamalah/, diakses tanggal


(1)

Ridwan, Muhammad, Sistem dan Prosedur Pendirian Baitul Mal wat-Tamwil, Yogyakarta: Citra Media, 2006.

Rodoni, Ahmad, Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Zikrul Hakim, 2008.

Sekaran, Uma, Metodologi Penelitian Untuk Bisnis, Jakarta: Penerbit Salemba 4, 2006.

Sholahuddin, Muhammad, Lukman Hakim, Lembaga Ekonomi dan Keuangan Syariah Kontemporer,Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2008. Suhendi, Hendi,Fiqh Muamalat,Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Suma, Muhammad Amin, Menggali Akar Mengurai Serat, Ekonomi dan Keuangan Islam,Jakarta: Bilik Kholam Publishing, 2008.

Syafe’i, Rahmat,Fiqh Muamalat Untuk IAIN, STAIN, PTAIS, dan Umum,Cetakan II, Bandung: CV Pustaka Setia, 2004.

Syafi’i Antonio, Muhammad, Bank Syari’ah Wacana Ulama dan Cendekiawan, Jakarta: BI & Tazkia Institute, 1999.

Syafi’i Antonio, M, dkk, Bank Syariah Analisis Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman, Yogyakarta, 2006.

Sugiono,Metode Penelitian Bisnis, Bandung: CV Alfabeta, 2009.

Sumitro, Warkum, Asas-Asas Perbankan Islam dan Lembaga-lembaga Terkait, Jakarta: PT Raja Garafindo Persada, 2004.

Usman, Rahmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia,


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)