Tubuh dan pencitraan diri
4.4 Tubuh dan pencitraan diri
Saat ini, seperti yang kita tahu saat kita keluar dari rumah di sekeliling kita terdapat banyak pusat- pusat pembelanjaan, dan klinik-klinik bengkel tubuh. H al ini mengingatkan akan apa yang pernah dikatakan oleh filsuf poststrukturalis Prancis Michel Fou cault tentang narasi klinis, yang berupaya melakukan subversi dan represi atas tubuh dengan disiplinisasi atas tubuh melalui kuasa dan pengetahuan. Dan pada hari ini, melalui narasi itulah masyarakat urban tampil bersolek melalui pencitraan- pencitraan diri yang melampaui kehendak, bahkan rasionalitas dirinya, sehingga tampilan wajah masyarakat urban pun bergeliat dalam kemeriahan kota dan perilaku masyarakat pesolek di tengah keriuhan dan keterasingan dirinya dari realitas primordial.
Keinginan untuk menunjukkan kenormalan dirinya sekaligus menunjukkan abnormalitas akan dirinya. Hal ini tentu saja tampak pada tubuh - tubuh yang seolah tengah mengalam i proses aktualisasi diri meskipun selalu pada akhirnya muncul ironi di dalamnya. Ribuan, bahkan jutaan manusia, mengungkapkan akan keotentikan dirinya. Disini keinginan untuk menampilkan diri sebagai individu yang otentik, Keinginan untuk menunjukkan kenormalan dirinya sekaligus menunjukkan abnormalitas akan dirinya. Hal ini tentu saja tampak pada tubuh - tubuh yang seolah tengah mengalam i proses aktualisasi diri meskipun selalu pada akhirnya muncul ironi di dalamnya. Ribuan, bahkan jutaan manusia, mengungkapkan akan keotentikan dirinya. Disini keinginan untuk menampilkan diri sebagai individu yang otentik,
Penyimpangan -penyimpangan itu tampak secara vulgar dalam bentuk budaya narsisme, hedonisme, dan konsumerisme sehingga dalam batas tertentu keteraturan dan normalitas dunia kehidupan pun melahirkan budaya schizophrenia sebagaimana tampil dalam bentuk kapitalisme. Tak ada lagi batasan teritori, bahasa, dan etnisitas dalam kultur urban. Semuanya melebur dalam gairah perayaan sekaligus pengorbanan yang lahir dari efek globalisasi. Manusia - manusia urban kini tampil sebagai ikon yang seolah telah meninggalkan batas tradisi dan bahasa serta perubahan modus produksi dan aktualisasi di dalamnya sehingga etalase kota pun diriuhkan oleh heterogenitas budaya. (Ismail,2008)
Di atas kemegahan itu, dalam kultur urban semua modus dan ekspresi tidak pernah steril dari arus industrialisasi dan komoditas, melalui kuasa kapitalisme. Sehingga ironi, absurditas dan kesenjangan tampil dalam wajah kota nan megah dengan etalase dan konstruksi arsitektura, terutama bagi mereka yang tak mampu mengikuti arus logika kapitalisme yan g sedang dimainkan semangat zaman.
Di tengah keriuhan kita duduk di kafe - kafe mal, manusia - manusia yang hilir mudik dalam perjumpaan seperti tampil saling bertukar penat dan keluh kesah, dan dalam kerumunan itu kita menemukan tampilan di mana digit perjumpaan teringkus oleh media atau alat komunikasi yang melintasi batas teritori. Keterasingan individu dan absurditas menghayati ruang dan waktu pun semakin terlihat ketika perjumpaan wajah dalam setiap moment dan peristiwa itu tak selalu menunjukkan perjumpaan dalam wajahnya yang polos dan terbuka dalam perjumpaan antar manusia. Setiap individu tak lagi bertindak otentik sebagaimana individualitasnya. Bahkan, ketika desir malam datang, energi hormonal dari perjumpaan datang menjadi pertukaran yang khas dalam potret masyarakat kini, sehingga tubuh sering kali mengalam i reprostitusi bahkan kapitalisasi sehingga melahirkan individu yang terasing dari setiap perjumpaannya dengan yang lain. Tak pernah ada ruang yang steril dari arus Di tengah keriuhan kita duduk di kafe - kafe mal, manusia - manusia yang hilir mudik dalam perjumpaan seperti tampil saling bertukar penat dan keluh kesah, dan dalam kerumunan itu kita menemukan tampilan di mana digit perjumpaan teringkus oleh media atau alat komunikasi yang melintasi batas teritori. Keterasingan individu dan absurditas menghayati ruang dan waktu pun semakin terlihat ketika perjumpaan wajah dalam setiap moment dan peristiwa itu tak selalu menunjukkan perjumpaan dalam wajahnya yang polos dan terbuka dalam perjumpaan antar manusia. Setiap individu tak lagi bertindak otentik sebagaimana individualitasnya. Bahkan, ketika desir malam datang, energi hormonal dari perjumpaan datang menjadi pertukaran yang khas dalam potret masyarakat kini, sehingga tubuh sering kali mengalam i reprostitusi bahkan kapitalisasi sehingga melahirkan individu yang terasing dari setiap perjumpaannya dengan yang lain. Tak pernah ada ruang yang steril dari arus