Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Usahatani Jagung

2. Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Usahatani Jagung

Dalam analisis ini konsep biaya yang digunakan yaitu, biaya mengusahakan. Biaya mengusahakan merupakan biaya alat-alat luar ditambah dengan upah tenaga kerja sendiri yang dihitung berdasarkan upah tenaga kerja luar. Komponen biaya yang pada usahatani jagung ini meliputi biaya tenaga kerja luar, biaya saprodi, biaya pajak, dan biaya selamatan.

Komponen biaya terbesar yang dikeluarkan dalam usahatani jagung adalah biaya pengadaan benih sebesar Rp 814.788,73. Petani dalam menjalankan usahatani jagung menggunakan benih dengan jumlah yang relatif besar. Sehingga pengeluaran biaya untuk pengadaan benih menjadi tinggi. Petani mengunakan benih hibrida P-21 karena hasil produksi yang didapatkan meningkat, karena jenis benih ini dapat menghasilkan jagung dengan kualitas yang bagus.

Tenaga kerja yang digunakan di daerah penelitian adalah tenaga kerja luar dan tenaga kerja dalam (keluarga). Upah tenaga kerja dinyatakan dengan satuan Hari Kerja Pria (HKP). Pekerjaan petani dilakukan dari pukul 07.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB. Upah tenaga kerja untuk satu HKP adalah Rp 50.000,00. Adapun tenaga kerja wanita juga sering terlibat dalam usahatani jagung dengan upah sebesar Rp 40.000,00 atau 0,8 HKP. Rata-rata jumlah anggota keluarga petani yang aktif dalam kegiatan usahatani hanya dua orang. Oleh karena itu untuk pekerjaan yang membutuhkan banyak tenaga, seperti pengolahan tanah, penanaman, dan pemanenan dan pengangkutan, petani harus mempekerjakan tenaga dari luar keluarga petani.

Biaya saprodi meliputi biaya pengadaan benih, pupuk urea, pupuk Phonska, dan Pupuk Sp-36. Biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan benih merupakan pengeluaran biaya saprodi yang paling besar yaitu, Rp 814.788,73/Ha/MT dengan harga pupuk urea Rp 65.000/Kg. Petani dalam menjalankan usahatani jagung menggunakan benih dengan jumlah yang relatif besar. Sehingga pengeluaran biaya untuk pengadaan benih menjadi tinggi. Petani mengunakan benih hibrida P-21 karena hasil produksi yang didapatkan meningkat, karena jenis benih ini dapat menghasilkan jagung dengan kualitas yang bagus. Komponen biaya saprodi yang paling kecil yaitu, pengeluaran untuk pupuk phonska sebesar Rp 172.488,26/Ha/MT dengan harga sebesar Rp 2.200/kg. Petani di daerah penelitian membeli pupuk phonska dalam kemasan 50 kilogram (kemasan sak) dengan harga Rp 110.000,00. Sarana produksi yang digunakan petani dalam menjalankan usahatani sebagian besar diperoleh melalui pembelian di Kelompok Tani, namun jika terjadi keterlambatan dalam pendistribusian pupuk ke kelompok tani maka, petani membeli sarana produksi di toko-toko saprodi yang berada di Kecamatan Geyer. Hal ini dilakukan agar usahatani dapat terus berjalan. Harga pembelian saprodi merupakan harga subsidi dari pemerintah, sehingga petani masih bisa mendapatkan sarana produksi dengan harga terjangkau.

Biaya lain-lain yang dalam usahatani jagung meliputi, biaya pajak tanah, dan biaya selametan. Biaya selametan adalah pengeluaran biaya yang paling kecil diantara komponen biaya lain-lain. Biaya selametan dari masing-masing petani berbeda-beda, hal ini berdasarkan kebijakan masing-masing desa. Selain itu tidak semua warga membayar iuran selametan dikarenakan faktor ekonomi warga setempat dan kelurahan tidak mewajibkan untuk membayar iuran selametan.

Penerimaan merupakan hasil perkalian dari jumlah produksi jagung dengan harga jagung per satuan. Besarnya biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh petani dapat digunakan untuk menghitung pendapatannya. Dengan cara menghitung selisih antara penerimaan dengan biaya yang digunakan akan diperoleh pendapatan usahatani. Harga jagung di daerah penelitian adalah Rp 2.857,00 per kilogram. Harga ini merupakan harga jagung dalam bentuk basah. Jika terjadi kenaikan maupun penurunan harga jual jagung, petani tetap menjual hasil panenan jagung, hal ini dilakukan petani guna mencukupi kebutuhan hidup maupun digunakan untuk modal usahatani jagung. Berdasarkan uji inferensi statistic, tingkat signifikansi (sig. 2-tailed) penerimaan

dan pendapatan usahatani jagung adalah 0,000. Karena tingkat signifikansi 0,000 < 0,05, maka H 0 ditolak dan H 1 diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-

rata penerimaan dan pendapatan usahatani jagung berbeda nyata. Petani dalam menjual hasil panenan biasanya telah bekerja sama dengan pedagang pengumpul. Pada saat musim panen jagung pedagang pengumpul mendatangi ke rumah petani jagung untuk membeli hasil panen jagung, sehingga petani jagung tidak perlu lagi menjual jagung di pasar maupun di toko-toko hasil pertanian. Pendapatan yang diperoleh dari usahatani jagung ini digunakan untuk menjalankan usahatani pada musim yang selanjutnya dan mencukupi kebutuhan sehari-hari.