Grafik Distribusi Frekuensi Hasil Belajar IPA Siklus II
Gambar 3 Grafik Distribusi Frekuensi Hasil Belajar IPA Siklus II
4.5.1 Analisis Data
4.5.1.1 Analisis Ketuntasan Analisis data dilakukan dalam dua tahapan yaitu analisis ketuntasan dan
analisis komparatif. Dalam analisis ketuntasan hasil belajar siswa dilakukan dengan cara membandingkan hasil belajar yang diperoleh siswa dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal). Sedangkan analisis komparatif dilakukan dengan cara membandingkan data hasil belajar IPA pada kondisi awal atau pra siklus, siklus I, dan siklus II.
a. Analisis Ketuntasan Siklus I
Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM 70), data yang diperoleh dari nilai siklus I dapat diketahui jumlah siswa yang sudah tuntas dan
yang belum tuntas dalam tabel berikut ini.
Tabel 20 Analisis Ketuntasan Hasil Belajar IPA Siklus I Siswa kelas 4 SD Negeri 03 Candimulyo
2. Tidak Tuntas
22 Nilai Rata-rata
74.7 Nilai Tertinggi
90 Nilai Terendah
Berdasarkan tabel analisis ketuntasan hasil belajar IPA siklus I siswa kelas
4 SD Negeri 03 Candimulyo di atas dapat diketahui bahwa siswa yang mendapat nilai kurang dari Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM ˂ 70) sejumlah 6 siswa dengan persentase 27%, sedangkan siswa yang sudah mencapai Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM
70) sejumlah 16 siswa dengan persentase 73%. Kemudian nilai rata-rata sebesar 74.7, nilai tertinggi 90, dan nilai terendah 55.
Diagram ketuntasan hasil belajar Siklus I dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Ketuntasan Hasil Belajar IPA Siklus I
Tuntas Tidak Tuntas
Gambar 4 Persentase Ketuntasan Hasil Belajar IPA Siklus Gambar 4 Persentase Ketuntasan Hasil Belajar IPA Siklus
70) data hasil perolehan nilai siklus II dapat diketahui jumlah siswa yang sudah tuntas dan yang
Berdasarkan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM
belum tuntas dalam tabel berikut ini.
Tabel 21 Analisis Ketuntasan Hasil Belajar IPA Siklus II Siswa kelas 4 SD Negeri 03 Candimulyo
2. Tidak Tuntas
22 Nilai Rata-rata
82.7 Nilai Tertinggi
95 Nilai Terendah
65 Berdasarkan tabel analisis ketuntasan hasil belajar IPA siklus II siswa kelas 4 SD Negeri 03 Candimulyo dapat diketahui bahwa siswa yang mendapat nilai kurang dari KKM ˂ 70 sejumlah 2 siswa dengan persentase 9%, sedangkan siswa yang sudah mencapai KKM
70 sejumlah 21 siswa dengan persentase 91%. Kemudian nilai rata-rata sebesar 82.7, nilai tertinggi 95, dan nilai terendah
65. Diagram ketuntasan hasil belajar Siklus II dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 5 Persentase Ketuntasan Hasil Belajar IPA Siklus II
4.5.1.2 Analisis Komparatif Berdasarkan hasil analisis ketuntasan yang telah dilakukan, maka selanjutnya melakukan analisis komparatif hasil belajar antara Pra-siklus, siklus I dan siklus II, yaitu dengan membandingkan data hasil belajar pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II. Hal ini dapat diketahui peningkatan ketuntasan hasil belajar siswa. Perbandingan data hasil belajar kondisi awal, siklus I, dan siklus II dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 22 Analisis Komparatif Ketuntasan Hasil Belajar IPA Siswa Kelas 4 SD Negeri
03 Candimulyo Semester 2 Tahun Pelajaran 2015/2016
No Ketuntasan
Pra Siklus
Siklus I
Siklus II
2. Tidak Tuntas
Nilai Rata-rata
Nilai Tertinggi
Nilai Terendah
4.6 Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data, kegiatan penelitian tindakan kelas pada siswa kelas 4 SD Negeri 03 Candimulyo Semester II tahun ajaran pelajaran 2015/2016, ada peningkatan hasil belajar anatara hasil belajar siklus I dengan Pra-siklus. Pada Pra-siklus siswa memperoleh nilai > 70 hanya sebanyak 9 siswa atau 41% dan siswa yang memperoleh nilai < 70 sebanyak 13 siswa atau 59% dengan nilai rata-rata 61,6 dan nilai maksimum 80 sedangkan nilai minimum 45, artinya bahwa masih banyak siswa yang belum mengalami ketuntasan hasil belajar. Dengan demikian perlu diterapkan metode pembelajaran kooperatfi tipe Make A Match untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Setelah menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Make A Match pada siklus I hasil belajar Berdasarkan hasil analisis data, kegiatan penelitian tindakan kelas pada siswa kelas 4 SD Negeri 03 Candimulyo Semester II tahun ajaran pelajaran 2015/2016, ada peningkatan hasil belajar anatara hasil belajar siklus I dengan Pra-siklus. Pada Pra-siklus siswa memperoleh nilai > 70 hanya sebanyak 9 siswa atau 41% dan siswa yang memperoleh nilai < 70 sebanyak 13 siswa atau 59% dengan nilai rata-rata 61,6 dan nilai maksimum 80 sedangkan nilai minimum 45, artinya bahwa masih banyak siswa yang belum mengalami ketuntasan hasil belajar. Dengan demikian perlu diterapkan metode pembelajaran kooperatfi tipe Make A Match untuk meningkatkan hasil belajar siswa. Setelah menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Make A Match pada siklus I hasil belajar
Setelah dilaksanakan kegiatan penelitian siklus II dengan menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Make A Match diperoleh data bahwa dalam pelaksanaan pembelajaran siklus II terjadi lagi peningkatan hasil belajar siswa. Pada siklus II ketuntasan belajar siswa mencapai 91% atau 20 siswa dengan nilai rata-rata meningkat menjadi 82.7 dan nilai maksimum meningkat menjadi 95 sedangkan dan nilai minimum menjadi 65.
Berdasarkan data yang diperoleh dari nilai kondisi awal, siklus I dan siklus
II didapatkan bahwa metode pembelajaran kooperatif tipe Make A Match ini melatih siswa untuk aktif dalam melakukan suatu percobaan dan berfikir secara kritis untuk membuktikan teori atau menemukan suatu teori melalui kegiatan percobaan dan dengan penggunaan media yang sesuai dapat mempermudah penyampaian materi, karena media merupakan alat bantu mengajar yang dapat digunakan untuk menyalurkan materi yang disampaikan guru kepada siswa dapat meningkatkan hasil belajar IPA sebesar 91% dengan rata-rata mencapai 82.7.
Dalam pembelajaran ini siswa melakukan suatu percobaan tentang kegiatan memasangkan kartu soal dengan kartu jawaban secara berkelompok, mengamati prosesnya, serta mempresentasikan hasil kegiatan tersebut di depan kelas, kemudian siswa lainnya menilai dan dievaluasi oleh guru, sehingga pembelajaran akan lebih menyenangkan bagi siswa untuk memahami materi dengan kegiatan belajar sambil bermain tersebut, karena siswa belajar sambil mempraktekkan sendiri apa yang dipelajarinya.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match juga dapat menumbuhkan minat dan motivasi siswa untuk tetap mengikuti pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, serta dapat menumbuhkan kerja sama antar siswa Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Make A Match juga dapat menumbuhkan minat dan motivasi siswa untuk tetap mengikuti pembelajaran yang aktif dan menyenangkan, serta dapat menumbuhkan kerja sama antar siswa
Kondisi tersebut juga didukung dengan kelebihan yang ada pada metode pembelajaran Make A Match dalam proses belajar mengajar. Kelebihan yang ada pada metode Make A Match antara lain: (1) dapat meningkatkan aktifitas belajar siswa , (2) karena unsur permainan, model ini menyenangkan, (3) meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa, (4) efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi, (5) efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu belajar, Miftahul Huda (2013:253 - 254 ).
Hasil penelitian ini dirasa sejalan dengan jurnal penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Milya angreranti (2011 ) dengan judul “Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Metode pembelajaran kooperatif tipe Make A Match terhadap hasil belajar IPA berdasarkan gender siswa kelas V SDN 01 Grobogan semester II Tahun Pelajaran 2011 ”, menyampaikan pada siklus I (satu) untuk siswa laki-laki dari 14 siswa yang dinyatakan tuntas sebanyak 9 siswa dengan presentase ketuntasan 64,28%, dan tidak tuntas sebanyak 5 siswa dengan presentase 35,72%. Sedangkan untuk siswa perempuan dari 10 siswa dinyatakan tuntas sebanyak 3 siswa dengan presentase 30%, dan tidak tuntas sebanyak 7 siswa dengan presentase 70%. Rata-rata yang diperoleh 66,00 nilai minimal 48,00 dan nilai maksimalnya 88,00. Nilai pada siklus II (dua) untuk siswa laki- laki dari 14 siswa dinyatakan tuntas semua dengan presentase 100%, sedangkan dari siswa perempuan dari 10 siswa juga dinyatakan tuntas semua dengan presentase 100%. Rata-rata yang diperoleh 83,00 standar deviasinya 6,65 nilai minimal 70,00 dan nilai maksimal 95,00. Hasil belajar siswa yang dicapai setelah diberikan perlakuan meningkat hal ini terbukti dengan nilai rata-rata siklus II (dua) lebih besar dibandingkan dengan siklus I (satu) 83,00>66,00. Berdasarkan analisis data disimpulkan bahwa dengan menggunakan metode pembelajaran kooperatif tipe Make A Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran IPA, dan sangat efektif digunakan untuk menjadikan pembelajaran menjadi aktif dan menyenangkan.
Pendapat yang dikemukakan oleh Milya angreranti di atas juga sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Suratman (2009), dalam penelitiannya yang berjudul “Upaya peningkatan hasil belajar IPA melalui pendekatan Make A Match pada siswa kelas 5 SDN Timbang 01 semester II tahun ajaran 2011/2012”. Menunjukkan bahwa adanya peningkatan pada hasil belajar siswa dalam pelajaran IPA sebagai berikut: pada pembelajaran awal dengan menggunakan metode klasikal (metode ceramah) siswa yang tuntas dalam pembelajaran terdapat 35,29% (6 dari 17 siswa), setelah dilakukan pembelajaran pada siklus I (satu) terdapat 70,59% (12 dari 17 siswa) yang mencapai nilai tuntas batas KKM, pada siklus II (dua) terdapat 100% (17 dari 17 siswa) yang mencapai nilai tuntas nilai KKM. Ini berarti bahwa terjadi peningkatan hasil belajar siswa dari kondisi awal ke siklus I dan II. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui pendekatan model pembelajaran kooperatif tipe Make
A Match dapat meningkatkan hasil belajar siswa mencapai 100%. Hasil penelitian dari kedua orang tersebut yang telah menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Make A Match pada pembelajara IPA membuktikan bahwa telah terjadi peningkatan hasil belajar siswa.
Hal yang menjadi tambahan dari penelitian sebelumnya adalah penelitian ini merumuskan sintaks sesuai dengan standar proses yang dijabarkan dari langkah-langkah metode pembelajaran kooperatif tipe Make A Match menurut Agus Suprijono. Hal tersebut dapat dilihat dari langkah-langkah yang dijabarkan peneliti pada tabel di bawah ini.
Tabel 23 Perbandingan Langkah-langkah menurut Agus Suprijono dengan peneliti
Sintaks
Agus Peneliti Suprijono
1. Guru mengecek presensi kehadiran siswa.
2. Guru mereview pembelajaran yang lalu.
3. Guru mengawali pembelajaran dengan memberikan motivasi
dan apersepsi. 4. Guru menyampaikan kompetensi dasar dan indikator dan apersepsi. 4. Guru menyampaikan kompetensi dasar dan indikator
6. Guru membuat peraturan yang berisi penghargaan bagi siswa
yang berhasil dan sanksi bagi siswa yang gagal. 7. Guru membagikan kartu – kartu pada siswa.
8. Guru memberikan waktu pada siswa untuk memikirkan
jawaban atau soal dari kartu yang sudah mereka dapat. 9. Guru memberikan waktu pada siswa untuk mencari pasangan
dari kartu yang telah mereka dapat. 10. Guru membimbing kelompok yang mengalami kesulitan.
11. Guru memberikan reward atau penghargaan bagi siswa yang
dapat mencocokkan kartunya sebelum waktu yang ditentukan habis. 12. Guru memberikan sanksi kepada siswa yang belum bisa
mencocokkan kartunya sampai batas waktu yang ditentukan habis. 13. Guru mengocok kembali kartu agar setiap siswa mendapat
kartu yang berbeda dari sebelumnya.. 14. Guru bersama dengan siswa manyimpulkan pembelajaran.
15. Guru menutup pembelajaran dengan salam.
14 15 Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa peneliti memberikan tambahan langkah yang dijabarkan dari langkah Make A Match menurut Agus Suprijono. Berdasarkan pembahasan di atas maka implikasi teoristis dan implikasi praktis sebagai berikut.
Jumlah
1. Implikasi Teoristis Implikasi teoritis penelitian ini adalah bertambahnya pengalaman dan pengetahuan baru mengenai metode pembelajaran kooperatif tipe Make A Match lebih baik daripada model pembelajaran konvensional atau ceramah, karena nampak dari peningkatan hasil belajar IPA siswa dan dalam pemahaman materi yang lebih mendalam.
2. Implikasi Praktis
a. Bagi Siswa Penggunaan metode pembelajaran kooperatif tipe Make A Match kartu mampu meningkatkan hasil belajar IPA siswa melalui sebuah kegiatan menyenangkan untuk memasangan kartu soal dan jawaban dan siswa membuktikan sendiri tentang materi yang sedang dipelajarinya, melatih siswa untuk bekerjasama, disiplin dalam menghargai waktu, melatih keberanian siswa untuk mengungkapkan pendapatnya, selain itu siswa menjadi lebih aktif, bersemangat, dan termotivasi ketika mengikuti proses pembelajaran.
b. Bagi Guru Memberikan pengalaman dan pengetahuan baru kepada guru, khususnya dalam menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Make A Match yang dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di dalam kelas tentang rendahnya hasil belajar IPA siswa.
c. Bagi Sekolah Menambah referensi bagi sekolah dalam menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Make A Match untuk melakukan perbaikan mengenai proses pembelajaran di kelas sehingga mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Selain itu juga sebagai bahan informasi bagi sekolah dalam memilih media dan metode pembelajaran yang sesuai dalam proses pembelajaran untuk meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah.