bisa disimpulkan biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran pedagang dalam menyalurkan hasil pertanian dari produsen ke
konsumen Soekartawi, 1995. Dalam mengukur penerimaan usahatani kopi Arabika dihitung secara sistematis
yaitu sebagai berikut. R = P . Q
Keterangan : R = Total Penerimaan Revenue Rp
P = Harga kopi di pasar lokal Price RpKg Q = Jumlah kopi yang dihasilkan Quantity Kg
2.2.2 Konsep Daya Saing
Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan biaya yang cukup rendah, sehingga kegiatan produksi tersebut
menguntungkan di pasar internasional Kuncoro, 2009. Menurut Porter 1998 bahwa keunggulan daya saing suatu negara mencakup
tersedianya peranan sumberdaya dan melihat lebih jauh kepada negara-negara yang mempengaruhi daya saing ditingkat internasional. Atribut yang merupakan
faktor penentu keunggulan bersaing industri nasional yaitu kondisi faktor sumberdaya, kondisi permintaan, industri pendukung dan terkait, serta
persaingan, struktur dan strategi perusahaan. Daya saing usahatani yang dibedakan atas keunggulan kompetitif dan
Universitas Sumatera Utara
keunggulan komparatif dianalisis menggunakan Policy Analisis Matrix PAM. Policy Analysis Matrix PAM
merupakan suatu alat analisis yang digunakan untuk mengkaji dampak kebijakan harga dan kebijakan investasi pertanian.
Metode ini membantu para pengambil kebijakan, baik di pusat maupun di daerah untuk mengkaji analisis sentral kebijakan pertanian Monke and Pearson, 1989.
Menurut Monke and Pearson 1989, pengukuran tingkat daya saing tersebut menggunakan asumsi sebagai berikut :
1. Perhitungan berdasarkan harga privat yaitu harga yang terjadi setelah adanya kebijakan.
2. Perhitungan berdasarkan harga sosial atau harga bayangan yaitu harga pada kondisi pasar persaingan sempurna atau harga yang terjadi bila tidak
ada kebijakan permerintah. Pada tradable input, harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional.
3. Output bersifat tradable dan input yang digunakan dapat digolongkan ke dalam komponen tradable dan komponen non tradable.
Harga sosial output biji ditentukan berdasarkan harga perbatasan border price yaitu harga FOB, karena komoditas kopi dalam penelitian ini adalah untuk tujuan
ekspor Gittinger, 1986. Harga sosial lahan ditentukan berdasarkan harga sewa tanah yang berlaku
dimasing-masing wilayah. Nilai finansial dan ekonomi lahan diasumsikan sama karena tidak ada kebijakan pemerintah yang dianggap berpengaruh terhadap
harga lahan Gittinger, 1986. Bila pasar tenaga kerja bersaing sempurna, maka tingkat upah yang berlaku di
Universitas Sumatera Utara
pasar mencerminkan nilai produktivitas marjinalnya. Pada keadaan ini besarnya tingkat upah yang terjadi dapat dipakai sebagai harga bayangan
tenaga kerja. Untuk menghitung harga sosialbayangan tenaga kerja disesuaikan dengan harga aktualnya Gittinger, 1986.
Harga sosial input terdiri dari pupuk dan pestisida. Pupuk yang digunakan dalam usahatani kopi ini terdiri dari pupuk Urea, TSP, KCL. Walaupun perdagangan
pupuk sudah berdasarkan pasar bebas, namun harga aktualnya belum mencerminkan harga sosialnya, sehingga dalam penelitian ini untuk
menghitung harga bayangannya menggunakan harga perbatasan border price Simanjuntak, 1992 dalam Kurniawan, 2008.
Pupuk kandang diasumsikan sebagai komponen domestik yang bersifat non tradable
dan tidak terdapat transfer payment didalamnya sehingga harga pupuk kandang disesuaikan dengan harga pasar yang berlaku. Sedangkan harga sosial
pupuk buatan yang merupakan Tradable Input dapat diperoleh dengan cara : 1.
Mengeluarkan transfer payment yang terkadung didalamnya seperti subsidi atau pajak
2. Jika informasi besarnya subsidi tidak diketahui maka harga bayangan pupuk
diperoleh dengan menggunakan harga perbatasan atau harga CIF. Sementara harga sosial pestisida dan herbisida didasarkan pada harga pasar yang
berlaku karena tidak ada subsidi dari pemerintah. Peralatan pertanian yang digunakan pada usahatani kopi seperti cangkul, sabit, parang dan lain-lain
diasumsikan sama dengan harga pasarnya. Dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengintervensi produksi dan perdagangan alat-alat
Universitas Sumatera Utara
pertanian secara langsung sehingga distorsi pasar yang terjadi sangat kecil dan pasar mendekati pasar persaingan sempurna.
Keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dibedakan atas ruang lingkup daya saingnya. Usahatani suatu komoditas dinilai menguntungkan dan dapat
bersaing di pasar internasional apabila memiliki kedua keunggulan tersebut. Alokasi faktor input kedalam komponen dan asing pada sistem produksi kopi
dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut.
Tabel 5. Alokasi Komponen Input Non Tradable dan Tradable
Jenis Input Alokasi
Non tradable Tradable
Bibit 100
Pupuk KCL 100
Pupuk TSP 100
Pupuk Urea 100
Pupuk Kandang 100
Tenaga Kerja 100
Modal 100
Lahan 100
Bangunan 100
Alat PertanianPemanenan 100
Sumber : Tabel input-output Indonesia, 2005
Keunggulan Kompetitif
Keunggulan kompetitif merupakan kemampuan untuk memasok barang dan jasa pada waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan oleh konsumen. Barang dan
jasa tersebut dipasarkan di pasar domestik maupun internasional dengan harga yang sama atau lebih baik dari yang ditawarkan pesaing. Keunggulan kompetitif
merupakan indikator efesiensi suatu komoditas secara privat dimana didasarkan pada harga pasar komoditi tersebut atau nilai uang yang berlaku saat
itu di suatu negara Pearson, et al, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Keunggulan kompetitif dapat dicapai dan dipertahankan dengan cara meningkatkan produktivitas sumberdaya yang digunakan. Apabila suatu
komoditas tidak memiliki keunggulan kompetitif, maka hal ini berarti bahwa di negara penghasil komoditas tersebut terjadi distorsi pasar atau terdapat
hambatan yang merugikan produsen Pearson, et al, 2005. Menurut Porter dalam Daryanto 2009, dalam era persaingan global saat ini
suatu negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing dipasar internasional bila memiliki empat faktor penentu yakni:
1. Factor conditions yakni posisi negara dalam penguasaan faktor produksi
seperti gaji tenaga kerja yang cukup murah, terampil dan infrastruktur yang ada cukup memadai.
2. Demand conditions berupa besarnya permintaan pasar domestik untuk
produk tertentu seperti banyaknya warung kopi serta industri kopi. 3.
Relating and supporting industries berupa kehadiran pemasok atau pendukung dalam suatu negara sangat berkaitan dengan kemampuan daya
saing di pasar international seperti AEKI Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia dan ICO International Coffea Organization.
4. Firm strategy, structure and rivalary yakni kondisi pemerintah didalam suatu
negara bagaimana perusahaan diciptakan, diorganisasi dan dikelola.
Keunggulan Komparatif
Tidak ada satu negara pun yang dapat memenuhi sendiri kebutuhan rakyatnya, karena itulah perdagangan internasional dibutuhkan. Perdagangan ini sesuai
Universitas Sumatera Utara
dengan hukum yang diperkenalkan oleh David Ricardo yaitu Law of Comparative Advantage
Hukum Keunggulan Komparatif. Hukum ini menyatakan bahwa suatu negara yang kurang efisien dalam memproduksi suatu
komoditas kerugian absolut dapat memperoleh keuntungan apabila mengekspor komoditas yang mempunyai kerugian absolut yang lebih kecil. Dari komoditas
inilah negara tersebut memiliki keunggulan komparatif Salvatore, 1997. Pearson et.al 2005 mengemukakan bahwa keunggulan komparatif bersifat
dinamis, dengan kata lain keunggulan komparatif tidak stabil dan tidak dapat diciptakan karena dipengaruhi oleh:
1. Perubahan dalam sumberdaya alam seperti komposisi lahan, ketinggian
tempat, iklim, temperatur dan kelembapan. 2.
Perubahan harga input seperti pupuk, pestisida, bibit, alat pertanian dan tenaga kerja.
3. Perubahan teknologi baik dalam pembudidayaan seperti pemangkasan
sehingga akan meningkatkan produksi serta kemudahan dalam mengambil hasil produksi.
4. Biaya transportasi tergantung atas lokasi penanaman kopi dekat dan jauh
sangat mempengaruhi biaya transportasi. Keunggulan komparatif juga dapat diartikan sebagai perdagangan komoditas
antar daerah. Suatu daerah yang memiliki hasil pertanian unggul dan dibutuhkan oleh daerah lain dapat menjual komoditasnya tersebut Pearson et.al, 2005.
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan Pemerintah
Menurut Pearson, et al 2005, berdasarkan bentuk intervensi ekonominya kebijakan pertanian secara garis besar memiliki tiga kategori utama. Kategori
pertama, kebijakan pertanian dalam intervensinya terhadap harga input dan output
usahatani. Kategori kedua, kebijakan pertanian dalam intervensinya terhadap kelembagaan pertanian dan pemasaran komoditas pertanian. Kategori
ketiga, kebijakan pertanian dalam intervensinya terhadap inovasi teknologi dan penyebarannya kepada petani.
Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk melindungi produk dalam negeri ataupun untuk meningkatkan ekspor agar dapat bersaing di pasar
internasional. Kebijakan yang diterapkan pada suatu komoditas ada dua bentuk yaitu subsidi dan kebijakan perdagangan. Kebijakan subsidi terdiri dari subsidi
positif dan subsidi negatif sedangkan kebijakan perdagangan berupa tarif dan kuota. Adapun kebijakan pemerintah yaitu sebagai berikut.
a. Kebijakan Terhadap Input
Kebijakan pemerintah terhadap input produksi suatu komoditas dibedakan menjadi kebijakan terhadap input yang diperdagangkan tradable dan
kebijakan terhadap input yang tidak diperdagangkan non tradable
Monke and Pearson, 1989. Kebijakan Terhadap Tradable input
Kebijakan terhadap tradable input memiliki relevansi langsung pada petani dan intervensi pada kelembagaan pertanian dan pemasaran komoditas pertanian.
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan berupa subsidi terhadap input akan mengurangi biaya produksi sehingga meningkatkan keuntungan petani. Sebaliknya, kebijakan berupa
pajak menyebabkan peningkatan biaya produksi sehingga petani akan mengurangi penggunaan input. Hal tersebut membebani petani karena berimbas
pada penurunan jumlah output sehingga mengurangi keuntungan petani Monke and Pearson, 1989.
Kebijakan Terhadap Non Tradable Input Non tradable input
hanya diproduksi di dalam negeri, sehingga intervensi pemerintah berupa halangan perdagangan tidak tampak. Kebijakan pemerintah
terhadap non tradable input dalam hal ini adalah subsidi dan pajak Monke and Pearson, 1989.
b. Kebijakan terhadap Output
Kebijakan terhadap output dapat berupa subsidi ataupun pajak. Subsidi terhadap komoditas ekspor akan berdampak positif sedangkan penerapan pajak akan
berdampak negatif. Pada perdagangan bebas, harga yang diterima petani dan konsumen dalam negeri sama dengan harga dunia. Akibat terdapat pajak maka
harga yang diterima petani dan konsumen menjadi rendah dibandingkan harga pasar dunia Monke and Pearson, 1989.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Kerangka Pemikiran