Landasan Teoretis

4. Hakikat Materi Ajar

a. Pengertian Materi Ajar

Materi ajar adalah suatu alat yang digunakan dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan instruksional (Winkel, 1996: 261). Materi ajar juga dapat membantu meningkatkan motivasi belajar siswa. Materi ajar bukan hanya mencakup data, kejadian, dan relasi antar data, melainkan juga oleh pengolahan siswa. Pendapat senada juga dari Chomsin S. Widodo dan Jasmani (2008: 40) yang menyatakan bahwa materi ajar yang baik harus dirancang dan ditulis sesuai dengan kaidah instruksional, ini diperlukan karena materi ajar akan digunakan pendidik untuk membantu tugas mereka dalam proses belajar mengajar.

Menurut Inoe (2008), yang dimaksud materi ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga lingkungan atau suasana yang Menurut Inoe (2008), yang dimaksud materi ajar adalah seperangkat materi yang disusun secara sistematis sehingga lingkungan atau suasana yang

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa materi ajar merupakan dasar atau pokok yang ada dalam proses belajar mengajar. Materi tersebut akan disampaikan oleh pendidik ke siswa pada saat proses pembelajaran untuk mencapai tujuan instruksional dan dapat membangkitkan motivasi siswa.

b. Dasar Pemilihan Materi Ajar

Setelah masuk ke pembelajaran sastra yang sesungguhnya, tidak mudah bagi seorang pendidik untuk memilih dan memilah materi ajar yang sesuai dengan siswanya. Menurut Winkel (1996: 297), dasar pemilihan materi ajar antara lain:

1) Materi atau bahan ajar harus relevan terhadap tujuan instruksional yang harus dicapai, yaitu dari segi isi maupun jenis perilaku yang dituntut siswa yang mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

2) Materi atau bahan pelajaran harus sesaui dengan taraf kesulitannya dengan kemampuan siswa untuk menerima dan mengolah bahan itu.

3) Materi atau bahan pelajaran harus dapat menunjang motivasi siswa, antara lain karena relevan dengan pengalaman hidup sehari-hari siswa.

4) Materi atau bahan pelajaran harus membantu untuk melibatkan diri secara aktif, baik dengan berpikir sendiri maupun dengan melakukan berbagai kegiatan.

5) Materi atau bahan pelajaran harus sesuai dengan prosedur didaktis yang diikuti. Misalnya, materi pelajaran akan lain bila guru menggunakan bentuk ceramah dibandingkan dengan pelajaran bentuk diskusi kelompok.

6) Materi atau bahan pelajaran harus sesuai dengan media pelajaran yang tersedia.

Atar Semi (2002: 13) menyatakan bahwa dasar pemilihan bahan atau

1) Bahan atau materi tersebut valid untuk mencapai tujuan pengajaran sastra.

2) Bahan atau materi tersebut bermakna dan bermanfaat jika ditinjau dari kebutuhan siswa (kebutuhan perkembangan insting etis dan estetis,

imajinasi, dan daya kritis).

3) Bahan atau materi tersebut harus menarik supaya dapat merangsang minat siswa.

4) Bahan atau materi tersebut berada dalam batas keterbacaan dan intelektual siswa. Artinya, bahan tersebut dapat dipahami, ditanggapi, dan diproses siswa sehingga mereka merasa pengajaran sastra merupakan pengajaran yang menarik, bukan pengajaran yang berat.

5) Bahan atau materi berupa bacaan haruslah berupa karya sastra yang utuh, bukan sinopsisnya saja, karena karya sinopsis itu hanya berupa problem kehidupan tanpa diboboti nilai-nilai estetika yang menjadi pokok atau inti karya sastra. Pemilihan materi ajar tidak hanya sebatas yang diungkapkan Atar Semi

tersebut, namun pemilihan materi ajar masih ditentukan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut, antara lain kurikulum yang diberlakukan dan diikuti, banyaknya karya sastra yang terdapat di perpustakaan sekolah, persyaratan bahan yang harus diberikan oleh siswa agar dapat menempuh tes belajar akhir tahun, serta masih ada faktor lain yang harus dipikirkan oleh pendidik yang mengajar pelajaran bahasa Indonesia yang di dalamnya terdapat kompetensi tentang sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA).

Berdasarkan penjelasan tersebut, Inoe (2008) menjelaskan bahwa guna mendapatkan materi ajar yang sesuai dengan tuntutan kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa diperlukan analisis terhadap beberapa faktor, anatar lain:

a. Analisis Kurikulum Analisis kurikulum dilakukan untuk menentukan kompetensi mana yang

memerlukan materi ajar dengan cara mempelajari standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator yang menandai bahwa suatu kompetensi dasar telah tercapai, materi pokok, dan pengalaman belajar yang akan dilakukan memerlukan materi ajar dengan cara mempelajari standar kompetensi, kompetensi dasar, indikator yang menandai bahwa suatu kompetensi dasar telah tercapai, materi pokok, dan pengalaman belajar yang akan dilakukan

c. Pemilihan dan Penentuan Materi Ajar Pemilihan dan penentuan materi ajar dimaksudkan untuk memenuhi salah satu kriteria bahwa materi ajar harus menarik dan dapat membantu siswa untuk mencapai kompetensi. Jenis dan bentuk materi ajar ditetapkan atas dasar analisis kurikulum dan analisis sumber materi sebelumnya.

5. Hakikat Apresiasi Sastra

a. Pengertian Apresiasi

Kata apresiasi secara estimologi berasal dari bahasa Latin apreciatio yang berarti menghargai. Sedangkan dalam bahasa Inggris appreciate yang berarti menyadari, memahami, dan menilai , memiliki makna penghargaan, pemahaman, dan penghayatan. Kata apresiasi dalam bahasa Indonesia memiliki makna yang sejajar dengan kata apreciatio (Latin) dan appreciation (Inggris) tersebut. Apresiasi sastra berarti berusaha menerima karya sastra sebagai sesuatu yang layak diterima dan menerima nilai-nilai sastra sebagai suatu kebenaran.

b. Pengertian Apresiasi Sastra

Apresiasi sastra adalah mengenali dan memahami nilai-nilai sastra yang menimbulkan kenikmatan dan kegairahan kepada karya sastra tersebut. Seseorang yang dapat mengenali dan memahami nilai sastra dengan tepat akan menikmati karya sastra tersebut sehingga merasa puas kepadanya dan setiap orang mempunyai kenikmatan yang berbeda satu dengan yang lain.

Apresiasi sastra berarti mengenali, memahami, menggauli, dan menikmati hubungan antar pengalaman dan bahasa sebagai jelmaan pengalaman yang imajinatif, intelektual, dan emosional yang telah diolah dan disusun sehingga Apresiasi sastra berarti mengenali, memahami, menggauli, dan menikmati hubungan antar pengalaman dan bahasa sebagai jelmaan pengalaman yang imajinatif, intelektual, dan emosional yang telah diolah dan disusun sehingga

Apresiasi sastra memberi manfaat kepada penikmat nilai-nilai di dalamnya dan dibagi dalam tingkatan tertentu. Manfaat dan tingkatan apresiasi sastra antara lain, yaitu:

a) Manfaat apresiasi sastra

1) Manfaat estetis, apresiator memperoleh kenikmatan karya sastra yang mengandung keindahan;

2) Menfaat pendidikan, apresiator memperoleh pelajaran nilai-nilai kehidupan yang berarti dari isi karya sastra yang diapresiasikannya sehingga ia mampu mengahadapi hidup dengan lebih baik;

3) Manfaat menambah wawasan, apresiator memperoleh pengetahuan baru dari isi karya sastra yang diapresiasikannya sehingga ia sadar akan kehidupan sekelilingnya; dan

4) Manfaat psikologis, dapat membantu menyelesaikan atau meringankan masalah yang dihadapinya dari isi karya sastra yang diapresiasikannya. (Andayani, 2004: 6).

b) Tingkatan apresiasi sastra

1) Menggemari, seseorang tertarik hal-hal yang berhubungan dengan sastra dan mengikuti kegiatan-kegiatan seperti membaca buku-buku sastra, menyaksikan pementasan drama, menyaksikan pembacaan puisi, dan sebagainya;

2) Menikmati, seseorang merasakan keindahan karya sastra yang membuat senang dan larut dalam karya sastra tersebut;

3) Mereaksi, seseorang mempunyai keinginan untuk menyatakan pendapat tentang karya sastra yang dinikmati, seperti mengikuti ceramah-ceramah dan diskusi tentang sastra;

4) Produktif, seseorang telah menghasilkan karya sastra yang dapat dinikmati. (Disick dalam Amir Fuady dan Marwanto MS, 1983: 1-2). Dalam konteks yang lebih luas, apresiasi menurut Govel (dalam Suranto, 2006: 48) mengandung makna (1) pengenalan melalui perasaan dan kepekaan batin; (2) pemahaman dan pengakuan terhadap nilai-nilai keindahan yang diungkapkan oleh pengarang. Herman J. Waluyo (2003: 44) menjelaskan bahwa apresiasi biasanya berkaitan dengan kegiatan seni. Jadi apresiasi sastra berkaitan dengan kegiatan memahami, menghargai, menghayati, mendengarkan, membaca, serta mengapresiasi karya sastra tersebut.

Sementara Squire dan Taba (dalam Suranto, 2006: 48) berpendapat bahwa suatu proses apresiasi melibatkan tiga unsur inti, yaitu:

a. Aspek kognitif, berkaitan dengan keterlibatan intelek pembaca atau penikmat dalam memahami unsur-unsur kesastraan yang bersifat objektif.

b. Aspek emotif, berkaitan dengan keterlibatan unsur emosi pembaca atau penikmat dalam upaya mengahayati unsur-unsur keindahan dalam karya sastra yang dibaca atau ditonton. Selain itu, aspek emosi sangat berperan dalam memahami unsur-unsur yang bersifat subjektif.

c. Aspek evaluatif, berhubungan dengan kegiatan memberikan penilaian terhadap baik buruk, indah tidak indah, sesuai tidak sesuai, serta

jumlah ragam lain yang tidak harus hadir dalam sebuah karya kritik, tetapi secara personal dimiliki pembaca atau penikmat. Keterlibatan unsur penilaian dalam hal ini masih bersifat umum sehingga setiap apresiator yang telah mampu merespon teks sastra yang dibaca sampai pada tahap pemahaman dan penghayatan sekaligus juga mampu mengadakan penilaian.

Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa apresiasi sastra adalah memahami, menghayati, dan menghargai karya sastra dengan jalan mendengarkan, membaca, memikmati, serta membuat resensi karya sastra tersebut.

bahwa syarat untuk mengapresiasi sastra adalah kepekaan batin terhadap nilai- nilai karya sastra, sehingga seseorang dapat: (1) mengenal; (2) memahami; (3) mampu menafsirkan; (4) mampu menghayati; dan (5) dapat menikmati karya sastra.

6. Pemanfaatan Novel Tetralogi Andrea Hirata pada Pembelajaran

Apresiasi Sastra di SMA

a. Pengertian Pembelajaran

Istilah “pembelajaran” sama artinya dengan “pengajaran”. Purwadarminta (dalam Gino, 1998: 30) menyatakan bahwa pengajaran mempunyai arti cara (perbuatan) mengajar atau mengajarkan.

Bila pengajaran diartikan sebagai perbuatan mengajar tentunya ada yang mengajar yaitu guru, dan ada yang diajar atau yang belajar yaitu siswa. Dengan demikian pembelajaran diartikan sama dengan perbuatan belajar (oleh siswa). Mengajar (oleh guru). Kegiatan belajar mengajar merupakan satu kesatuan dari dua kegiatan yang searah. Kegiatan belajar adalah kegiatan yang primer dalam kegiatan belajar mengajar tersebut, sedangkan mengajar merupakan kegiatan sekunder yang dimaksudkan untuk dapatnya terjadi kegiatan belajar mengajar

yang optimal …. Pembelajaran …, yaitu: sebagai usaha sadar dari guru untuk membuat siswa belajar, yaitu terjadi perubahan tingkah laku pada diri siswa yang belajar, dimana perubahan itu dengan didapatkannya kemampuan baru yang berlaku dalam waktu yang relatif lama dan karena adanya usaha (Gino, 1998: 30).

b. Ciri-ciri Pembelajaran

Gino (1998: 36) menjelaskan bahwa ciri-ciri pembelajaran terletak pada adanya unsur-unsur dinamis pada proses belajar siswa. Unsur-unsur tersebut antara lain:

1) Motivasi Belajar Motivasi tidak dapat dirangsang oleh faktor-faktor dari luar, tetapi motivasi tumbuh di dalam diri seseorang. Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri seseorang atau siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjalin kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa dapat dicapai (Sardiman dalam Gino, 1998: 37).

2) Bahan Belajar Bahan pengajaran merupakan segala informasi yang berupa fakta prinsip dan konsep yang diperlukan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Isi bahan ajar juga harus dapat memancing daya cipta siswa sehingga pembelajaran akan semakin hidup dan tujuan pembelajaran pun lebih mudah tercapai.

3) Alat Bantu Belajar Alat bantu belajar adalah semua alat yang dapat membantu siswa dalam

memahami materi belajar untuk mancapai tujuan pembelajaran. Makin banyak alat indera yang digunakan untuk mempelajari sesuatu, maka akan semakin mudah siswa dalam mengingat dan memahami materi.

4) Suasana Belajar Suasana belajar yang baik adalah suasana belajar yang dapat menimbulkan semangat siswa dalam beraktivitas dan berpartisipasi aktif untuk mempelajari materi bahan belajar. Hal tersebut dapat dicapai dengan beberapa cara, antara lain:

a) Adanya komunikasi dua arah (antara siswa dengan guru dan antara siswa dengan siswa).

b) Adanya suasana yang menggembirakan siswa dalam belajar. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan pemilihan media yang tepat dan menarik.

5) Kondisi Subjek yang Belajar Setiap siswa memiliki karakter yang berbeda-beda, oleh karena itu guru perlu mengetahui kondisi siswa pada saat akan menerima pelajaran. Kondisi psikologis yang baik akan memudahkan siswa dalam memahami pelajaran dan memudahkan guru mengajarkan materi pelajaran. Kondisi psikologis yang baik perlu diciptakan oleh guru jika timbul indikasi bahwa siswa belum siap belajar karena suatu masalah yang dihadapi siswa karena kegiatan pembelajaran lebih menekankan pada peranan dan partisipasi siswa, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator, motivator, dan pembimbing.

c. Tujuan Pembelajaran

Latuheru (dalam Gino, 1998: 40) mengemukakan bahwa tujuan Latuheru (dalam Gino, 1998: 40) mengemukakan bahwa tujuan

Tujuan pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua, yaitu 1) instructional effect atau tujuan langsung adalah satu tujuan yang pencapaiannya secara relatif dapat diketahui segera dan 2) nurturant effect atau tujuan tak langsung adalah tujuan jangka panjang.

d. Sastra dan Pembelajarannya

Bila pengertian tentang apresiasi dikaitkan dengan pembelajaran, maka dapat dikatakan bahwa pembelajaran apresiasi sastra adalah suatu usaha yang dilakukan oleh guru untuk membelajarkan siswanya untuk dapat mengenal, memahami, dan menilai karya sastra. Pembelajaran apresiasi sastra adalah proses pembelajaran siswa berkaitan dengan karya sastra. Dalam proses tersebut terjadi interaksi antara guru dan siswa dengan karya sastra. Selain itu, dalam interaksi tersebut juga memungkinkan terjadinya proses pengenalan, pemahaman, penghayatan, penikmatan terhadap karya sastra sehingga siswa mampu menerapkan temuannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran apresiasi sastra akan memperoleh manfaat dari karya sastra yang dipelajari atau diapresiasinya.

Sastra terutama novel adalah sebuah cerita tentang kehidupan masyarakat, bahkan tidak jarang isi dalam sebuah karya sastra merupakan cermin hal-hal yang sedang terjadi dalam masyarakat ketika karya sastra tersebut dihasilkan. Pendapat senada keterkaitan dengan hubungan antara sastra dengan masyarakat dikatakan oleh Ogunyemi (2011: 301):

“Literature is a social institution, using as its medium language, a social creation. They are conventions and norm which could have arisen only in society. But, furthermore, literature „represent‟ „life‟;and;„life‟;is, in large measure, a social reality, eventhough the natural world and the inner or subjective world of the individual have “Literature is a social institution, using as its medium language, a social creation. They are conventions and norm which could have arisen only in society. But, furthermore, literature „represent‟ „life‟;and;„life‟;is, in large measure, a social reality, eventhough the natural world and the inner or subjective world of the individual have

menggunakan bahasa sebagai mediumnya dan merupakan satu hasil cipta sosial. Sastra adalah konvensi-konvensi dan norma yang ada dan ditimbulkan dalam masyarakat. Sastra merupakan representasi dari kehidupan yang ada dalam sebuah komunitas masyarakat, sebuah kenyataan sosial yang terjadi secara alami. Sastra menjadikan nilai yang ada, kelas sosial, serta struktur dalam sebuah masyarakat sebagai obyeknya).

Rahmanto (1991: 16) menyatakan bahwa pengajaran sastra dapat membantu pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat, yaitu:

a. Membantu Keterampilan Berbahasa Ada empat keterampilan berbahasa dalam bahasa Indonesia, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Memasukkan pengajaran sastra ke dalam kurikulum berarti melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

b. Meningkatkan Pemahaman Budaya Sastra berkaitan dengan aspek kehidupan yang meliputi aspek manusia

dan alam beserta seluruh isinya. Setiap karya sastra selalu mengandung sesuatu yang apabila dihayati dengan mendalam akan menambah kekayaan pengetahuan orang yang menghayatinya. Setiap sistem pendidikan perlu disertai usaha untuk menanamkan pemahaman budaya bagi setiap anak didik.

c. Mengembangkan Cipta dan Rasa Kecakapan yang perlu dikembangkan dalam pengajaran sastra adalah kecakapan yang bersifat indra, penalaran, afektif, sosial, dan religius. Pengajaran sastra jika dilakukan dengan benar dapat menyediakan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan kecakapan-kecakapan tersebut secara lebih baik apabila dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya, sehingga pengajaran sastra dapat lebih mendekati tujuan pengajaran.

1. Indra Pengajaran sastra dapat digunakan untuk memperluas pengungkapan 1. Indra Pengajaran sastra dapat digunakan untuk memperluas pengungkapan

2. Penalaran Penalaran dapat juga diartikan sebagai berpikir logis. Proses berpikir

logis banyak ditentukan oleh hal-hal seperti ketepatan pengertian, ketepatan interpretasi kebahasaan, klasifikasi dan pengelompokan data, penentuan berbagai pilihan, serta formulasi rangkaian tindakan yang tepat (Rahmanto, 1991: 20). Sejak awal seharusnya guru melatih siswanya untuk memahami fakta-fakta, membedakan hal yang pasti dengan hal yang bersifat dugaan, memberikan bukti untuk pendapat mereka, serta tahu bagaimana cara berargumen yang benar.

3. Perasaan Kepekaan rasa dan emosi sangat erat kaitannya dengan karya sastra karena sebuah karya sastra diciptakan berdasarkan emosi pengarang. Perasaan merupakan hal yang rumit yang ada dalam diri manusia sebagai anggota masyarakat. Anggapan yang keluar berdasarkan perasaan seorang individu belum tentu sama dengan anggapan individu lain. Perbedaan- perbedaan tersebut hampir selalu terjadi dalam lingkungan masyarakat yang menyebabkan sulitnya pencapaian tujuan yang sehati. Oleh karena itu, dalam masyarakat diadakan kesepakatan tentang tindakan yang bisa diterima dan yang tidak bisa diterima atau hal yang baik dan yang buruk.

4. Kesadaran Sosial Kesadaran sosial yaitu kepedulian terhadap kondisi orang lain dan lingkungan. Sikap tersebut dapat diwujudkan dengan menghargai orang lain 4. Kesadaran Sosial Kesadaran sosial yaitu kepedulian terhadap kondisi orang lain dan lingkungan. Sikap tersebut dapat diwujudkan dengan menghargai orang lain

5. Nilai Religius Rasa religius ada dalam hati setiap manusia sebagai tolok ukur atau dasar dari setiap tingkah lakunya, begitu juga dengan pengarang yang yakin akan nilai religius. Mereka cenderung membuat karya sesuai dengan kepercayaan yang mereka yakini. Karya-karya yang didasarkan pada segi religi akan mampu menciptakan sesuatu yang lebih hakiki.

d. Menunjang Pembentukan Watak Adanya anggapan bahwa orang yang banyak membaca sastra pasti berperilaku baik tidaklah sepenuhnya benar. Perilaku seseorang lebih ditentukan oleh pribadinya sendiri. Pendidikan hanya bersifat membina dan membentuk, hasil akhir tetap ada pada masing-masing individu. Demikian juga dengan karya sastra, dalam karya sastra terdapat pendidikan nilai-nilai kehidupan yang akan berfungsi jika pembaca meresapinya secara mendalam. Tujuan pembelajaran sastra yang pertama adalah pengajaran hendaknya mampu membina perasaan yang lebih tajam. Seseorang yang banyak membaca karya sastra biasanya mempunyai perasaan yang lebih peka untuk menunjukkan hal yang bernilai dan yang tidak bernilai. Kemudian dia akan mampu mengatasi permasalahan hidupnya dengan pemahaman, wawasan, toleransi, dan simpati yang mendalam. Tuntutan kedua adalah pengajaran sastra hendaklah dapat memberikan bantuan dalam usaha untuk mengembangkan berbagai kualitas kepribadian siswa. Dalam pembelajaran sastra dengan berbagai ciri khas, siswa diberi kesempatan untuk menelusuri pengalaman hidup yang berisi permasalahan dan pemecahannya agar terus

keputusan untuk menyelesaikan masalah. Pada hakikatnya pembelajaran apresiasi sastra Indonesia ialah memperkenalkan kepada siswa nilai-nilai yang didukung karta sastra dan mengajak siswa ikut menghayati pengalaman-pengalaman yang disajikan. Pembelajaran apresiasi sastra Indonesia bertujuan mengembangkan kepekaan siswa terhadap nilai-nilai indrawi, nilai akali, nilai efektif, nilai keagamaan, dan nilai sosial secara sendiri-sendiri, atau gabungan keseluruhan, seperti yang tercermin di dalam karya sastra (Purwo, 1991: 61). Pada hakikatnya, pengajaran sastra adalah menciptakan situasi siswa membaca dan merespon karya sastra serta membicarakan secara bersama dalam kelas. (http://www.KondisiPembelajaranSastraIndonesia.htm).

Di dalam mengapresiasikan sastra, kita mengenal nilai-nilai yang terdapat di dalam karya sastra. Dengan kegairahan dan empati akhirnya kita dapat merasakan kenikmatan. Supriyadi (1997: 310) menyatakan kenikmatan itu dapat karena: (1) merasa berhasil dalam menerima pengalaman orang lain, (2) bertambah pengalaman sehingga dapat mengahadapi kehidupan dengan lebih baik, (3) kekaguman akan kemampuan sastrawan dalam mengarahkan segala alat yang ada pada medium seninya sehingga berhasil memperjelas, memadukan, dan memberikan makna terhadap pengalaman yang diolahnya, (4) menikmati sesuatu demi sesuatu itu sendiri yaitu kenikmatan estetik. (http://www.KondisiPembelajaranSastraIndonesia.htm).

Dalam memilih bahan pengajaran sastra, tahap-tahap perkembangan psikologis siswa hendaknya diperhatikan karena tahap-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan kesenangan siswa dalam banyak hal. Tahap perkembangan psikologis ini juga sangat besar pengaruhnya terhadap: daya ingat, kemauan mengerjakan tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemingkinan pemahaman situasi atau pemecahan masalah yang dihadapi.

Pelaksanaan pembelajaran sastra dengan tujuan meningkatkan kemampuan mengapresiasikan sastra secara kreatif perlu memperhatikan

Keempat itu diuraikan sebagi berikut:

2. Pembelajaran sastra bukan proses pembentukan penguasaan pengetahuan tentang sastra, melainkan pembinaan peningkatan kemampuan mengapresiasikan sastra. Oleh karena itu, pembelajaran sastra harus diupayakan agar tidak terpengaruh pada pemberian pengetahuan kesastraan, misalnya pengetahuan tentang hal-hal tersebut harus diletakkan dalam posisi sebagi penunjang kegiatan mengapresiasikan sastra.

3. Pembelajaran mengapresiasikan dilaksanakan dengan memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya kepada siswa untuk terlibat secara langsung dalam proses mengapresiasi. Untuk itu, siswa perlu lebih banyak menggauli karya sastra dengan membaca berbagai bentuk karya sastra.

4. Peranan guru dalam pengajaran sastra janganlah sebagai pemberi tahu yang mendiktekan catatan-catatan tentang sinopsis, nama-nama tokoh dalam novel, nilai-nilai keindahan yang ditemukannya, dan sebagainya. Guru hendaknya menciptakan situasi yang mendorong siswa untuk mendapatkan sendiri kenikmatan dan kemanfaatan membaca sastra.

5. Pembelajaran sastra menghindarkan diri dari proses yang bersifat mekanis, misalnya menghafalkan hal-hal yang tidak berguna. Yang lebih dipentingkan adalah pemerolehan pengalaman batin dalam diri siswa yang mereka peroleh dari proses membaca sastra dengan mengenali, memahami, mengahayati, menilai, dan akhirnya menghargai karya sastra itu. Proses inilah yang akan meningkatkan kualitas kehidupan batin siswa.

Pembelajaran novel yang dikemukakan dalam landasan teori adalah pembelajaran novel di sekolah lanjutan tingkat atas (SMA). Kurikulum 2006 diberlakukan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Di Pembelajaran novel yang dikemukakan dalam landasan teori adalah pembelajaran novel di sekolah lanjutan tingkat atas (SMA). Kurikulum 2006 diberlakukan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Di

Lebih lanjut dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 bahwa pembelajaran novel di SMA mencakup pemahaman terhadap unsur intrinsik (struktural) dan ekstrinsik, membandingkan kedua unsur tersebut, dan pemahaman terhadap nilai-nilai edukatif di dalamnya. Seperangkat pengetahuan tersebut, diajarkan di kelas

XI semester dua. Standar kompetensi dan kompetensi dasar pembelajaran novel di SMA dapat dicermati dari tabel 1 berikut.

Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Pembelajaran Novel

di Kelas XI Semester 2

Standar Kompetensi Kompetensi Dasar Membaca: Memahami buku biografi, novel, dan hikayat.

 Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari

tokoh.  Menganalisis nilai-nilai yang terdapat dalam novel.  Mendeskripsikan unsur-unsur novel.

Sumber: Peraturan Menteri Pndidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006