antitiroid dan anti epilepsi. Penyebab hipotiroidisme sekunder dan tersier adalah abnormalitas kongenital dan didapat seperti tumor di hipotalamus dan
hipofisis, terapi untuk keganasan, pembedahan, dan radiasi. Pada pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan nilai TSH merupakan
tes awal yang baik untuk meilhat adanya hipotiroidisme primer. Apabila nilai TSH meningkat, maka pengukuran fT4 diperlukan untuk membedakan bentuk
kompensasi ataupun murni. Dikatakan kompensasi apabila dijumpai nilai fT4 normal atau hipotiroidisme primer murni bila nilai fT4 rendah. Pengukuran
kadar TSH kurang berperan pada hipotiroidisme sekunder atau tersier, dimana pada kasus ini, dijumpai adanya penurunan kadar fT4.
11
13,14
2.3. Epilepsi
Epilepsi merupakan suatu kondisi klinis di bidang neurologi yang bersifat kronis dengan karakteristik adanya serangan paroksismal berulang dua kali
atau lebih tanpa penyebab, akibat lepas muatan listrik di neuron otak.
15
Serangan yang terjadi dapat berupa gangguan kesadaran, perilaku, emosi, motorik atau sensoris, yang sembuh secara spontan namun dapat berulang
dalam waktu lebih dari 24 jam dan biasanya kondisi penderita adalah normal setelah serangan.
15,16
Bangkitan kejang pada epilepsi harus terbukti tidak memiliki kaitan dengan demam, trauma akut pada otak, dan infeksi.
Klasifikasi epilepsi secara garis besar terbagi menjadi dua jenis yaitu epilepsi parsial yang berarti adanya aktivasi inisial pada salah satu hemisfer
serebral, dan epilepsi general yaitu bila dijumpai keterlibatan dua hemisfer.
15
16
Universitas Sumatera Utara
Penegakan diagnosis epilepsi berdasarkan anamnesis yaitu dijumpai kejang dua kali atau lebih tanpa provokasi dan ditegakkan dengan pemeriksaan
Electroencephalography EEG. Penggunakan brain imaging secara tunggal tidak dapat menegakkan epilepsi.
15,16
2.4. Asam valproat sebagai obat anti epilepsi
Prinsip pemakaian obat antiepilepsi adalah tercapainya keadaan bebas kejang setelah pemberian obat antiepilepsi dengan dosis minimal, dengan
efek samping sangat sedikit atau bahkan tidak ada.
17
Selain itu, pemberian obat antiepilepsi pada anak sangat berbeda dalam farmakokinetik, dimana
pada anak memiliki perbedaan besar dalam hal absorpsi dan eliminasi obat antiepilepsi.
18
Dengan pemahaman yang baik mengenai efek samping masing-masing obat, dan mempertimbangkan farmakokinetik tersebut
membantu klinisi untuk memberikan resep yang rasional. Asam valproat dengan struktur 2-propylpentanoic acid merupakan
obat antiepilepsi dengan spektrum luas. Asam valproat bersifat larut dalam air, dan sangat higroskopis. Asam valproat diindikasikan pada hampir semua
tipe epilepsi, seperti absence, kejang tonik klonik, kejang mioklonik, spasme infantile, serta kejang parsial.
17,18
19,20
Pada sebuah studi didapatkan bahwa asam valproat merupakan pilihan utama pada penderita epilepsi usia sekolah
karena penggunaan asam valproat jarang menyebabkan terjadinya gangguan fungsi kognitif.
21
Selain itu, kelebihan asam valproat juga memiliki potensi rendah dalam menimbulkan eksaserbasi kejang.
22
Kadar serum terapeutik
Universitas Sumatera Utara
asam valproat adalah 50 mgL sampai dengan 100 mgL.
23
Pada sebuah penelitian didapatkan bahwa pada konsentrasi asam valproat dalam serum
dibawah 50 µgmL kejang sudah terkontrol pada 60 kasus.
22
Gambar 2.2. Rumus kimia dari asam valproat
Beberapa efek samping yang terjadi akibat pemberian asam valproat selalu dikaitkan dengan kadarnya dalam serum.
22
22,23
Namun demikian, kadar serum belum terbukti berhubungan dengan besar dosis yang diberikan.
2.4.1 Farmakokinetik
23,24
Sediaan dari asam valproat adalah intravena, oral yaitu tablet enteric coated, sirup, serta supositoria. Farmakokinetik asam valproat pada anak berbeda
dengan orang dewasa, yaitu dengan bioavaibilitas lebih dari 90, waktu untuk mencapai level puncak adalah bervariasi, bergantung pada sediaan
yaitu 0.5 sampai 1 jam untuk sirup, 0.5 sampai 2 jam untuk kapsul, 1 sampai 6 jam untuk sediaan enteric coated, dan 3 sampai 6 jam untuk sediaan
sprinkle capsule. Volume distribusi 0.16 L per kg, dengan distribusi yang lebih luas dibandingkan dengan obat antiepilepsi lainnya, yaitu sekitar 70 sampai
dengan 93 berikatan dengan protein serum. Mekanisme kerja asam valproat adalah glukoronidasi, ß-oxidation
pada mitokondria, dan oksidasi melalui sitokrom P-450.
17
19
Metabolit aktif dari asam valproat yaitu 2-ene-valproic acid dan 4-ene-valproic acid menimbulkan
Universitas Sumatera Utara
efek antikonvulsan. Eliminasi dari asam valproat berlangsung lebih singkat. Pada masa bayi berlangsung antara 17 sampai dengan 40 jam, namun
memasuki usia bayi dan anak akan menurun yaitu 3 sampai 20 jam.
2.4.2 Farmakodinamik
23
Beberapa bukti menunjukan adanya kontrol yang baik terhadap kejang dengan pemberian obat dengan konsentrasi yang lebih tinggi. Namun hal
tersebut juga disertai dengan peningkatan risiko efek samping akibat penggunaan obat dengan dosis yang lebih tinggi. Toleransi juga terjadi pada
penggunaan asam valproat melalui berbagai mekanisme. Salah satu mekanisme yang terjadi adalah up regulation dan down regulation dari
tempat ikatan reseptor, disamping itu toleransi juga didapatkan melalui adaptasi, yaitu apabila digunakan secara kronik, maka efek samping yang
timbul pada masa awal akan menghilang.
19,23
2.5. Patofisiologi terjadinya gangguan fungsi tiroid akibat pemberian asam valproat
Beberapa penelitian membuktikan adanya gangguan fungsi tiroid dalam penggunaan asam valproat.
25,26
Namun pada studi lain, dijumpai efek yang bersifat kontroversial terhadap gangguan fungsi tiroid pada penggunaan
asam valproat, dimana tidak dijumpai hubungan antara gangguan fungsi tiroid dengan penggunaan asam valproat dibandingkan dengan penggunaan
obat antiepilepsi lain seperti karbamazepin dan fenitoin
.
27
Universitas Sumatera Utara
Dibandingkan dengan penggunaan karbamazepin atau fenitoin yang dikaitkan dengan proses enzim hepatik, mekanisme asam valproat dalam
menimbulkan gangguan fungsi tiroid belum jelas.
8
Mekanisme utama yang diduga menyebabkan gangguan fungsi tiroid adalah stimulasi
γ-aminobutyric acid GABA terhadap struktur asam valproat. Stimulasi GABA menyebabkan
inhibisi sekresi somatostatin yang berperan sebagai inhibitor Thyroid Stimulating Hormone TSH. Adanya defisiensi somatostatin menyebabkan
produksi TSH meningkat. Mekanisme lain yang diduga menyebabkan gangguan fungsi tiroid
adalah defisiensi zink dan selenium.
27
6,28
Kelenjar tiroid memiliki kandungan selenoprotein yang diantaranya terdiri dari glutathione peroxidase,
5’- deiodinase
, dan thioredoxine reductase. Ketiga selenoprotein ini berperan dalam sintesis hormon tiroid. Defisiensi selenium menyebabkan
hipotiroidisme disebabkan oleh penurunan 5’-deiodinase.
9
Penurunan 5’-
deiodinase menyebabkan gangguan perubahan T4 menjadi T3, sehingga nilai T3 rendah dan menyebabkan peningkatan nilai TSH.
6,28
Sebagai tambahan, defisiensi selenium juga menyebabkan produksi glutathione
peroxidase menurun, sehingga produksi oksigen reaktif dan hydrogen peroksidase lebih banyak, dan hal ini turut berperan dalam menyebabkan
kerusakan kelenjar tiroid. Zink berperan penting dalam metabolisme hormon
tiroid yaitu terlibat dalam ikatan T3 dengan reseptor nukleusnya dan mempengaruhi kerja TRH.
29
Dengan demikian dapat dijelaskan keterlibatan jaras ekstratiroid pada metabolisme hormon tiroid lebih memungkinkan dalam
Universitas Sumatera Utara
mekanisme terjadinya gangguan fungsi tiroid pada penggunaan asam valproat dibandingkan dengan aksis hipotalamus hipofisis.
6
Selain adanya defisiensi zink dan selenium, pada sebuah studi dijumpai adanya defisiensi
copper Cu pada penggunaan asam valproat juga menyebabkan gangguan serum hormon tiroid.
30
2.6. Faktor risiko terjadinya gangguan fungsi tiroid pada penggunaan asam valproat