C. Bukti Elektronik Sebagai Alat Bukti yang Sah dalam Hukum Pidana
Indonesia
Sgarlata Chung dan David J. Byer, memberikan deskripsi mengenai ruang lingkup alat bukti elektronik, yang mencakup:
“any information created or stored in digital form whenever a computer is used to accompish a task... Therefore, electronic evidence... may include
information databases, operating systems, application programs, computer-generated models, electronic and voice mail messages and
records, and other information or instructions residing in computer memory”.
74
Alat bukti elektronik memiliki cakupan yang luas dan jenis yang beragam, sehingga pengumpulan dan pemeriksaan alat bukti elektronik membutuhkan
waktu yang lama dan biaya yang tidak sedikit. Pengaturan alat bukti elektronik harus didasarkan pada sistem dan prinsip pembuktian hukum acara pidana yang
berlaku di Indonesia. KUHAP belum mengatur mengenai alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah, namun beberapa peraturan perundang-undangan telah
mengatur bahwa data elektronik dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah. Surat Mahkamah Agung kepada Menteri Kehakiman Nomor 39TU88102Pid tanggal
14 Januari 1988 menyatakan bahwa “microfilm atau microfiche dapat dipergunakan sebagai alat bukti yang sah dalam perkara pidana di pengadilan
menggantikan alat bukti surat, dengan catatan microfilm tersebut sebelumya dijamin keotentikasiannya yang dapat ditelusuri kembali dari registrasi maupun
berita acara”.
75
74
Josua Sitompul, Op. Cit., hal. 263.
75
Ibid., hal. 270.
Menurut Fakhriah 2009, pengakuan microfilm atau microfiche sebagai alat bukti dalam Surat MA tersebut didasarkan pada analogi dari Putusan
Universitas Sumatera Utara
Mahkamah Agung Nomor 71.KSip1974 mengenai fotokopi dokumen sebagai alat bukti. Dalam Putusan MA tersebut diakui bahwa fotokopi dapat diterima
sebagai alat bukti bila disertai keterangan atau dengan jalan apapun secara sah dapat ditunjukkan bahwa fotokopi tersebut sesuai dengan aslinya. Oleh karena
itu, berdasarkan analogi maka hasil print out mesin faximili, microfilm atau microfiche juga dapat diterima sebagai alat bukti.
76
Adapun yang dimaksud dengan bukti elektronik adalah bukti yang didapat dari kejahatan yang menggunakan peralatan teknologi untuk mengarahkan suatu
peristiwa pidana berupa data-data elektronik baik yang berada di dalam perangkat teknologi itu sendiri misalnya terdapat pada komputer, harddisk floppydisk,
memorycard, simcard atau yang merupakan hasil printout, ataupun telah mengalami pengolahan melalui suatu perangkat teknologi tertentu misalnya
komputer ataupun dalam bentuk lain berupa jejak path dari suatu aktivitas penggunaan teknologi.
77
Mengenai alat-alat bukti elektronik ini, Hakim Mohammed Chawki dari ComputerCrimeResearchCenter mengklasifikasikan bukti elektronik menjadi tiga
kategori, yaitu:
78
a. Real Evidence
Realevidence atau physicalevidence ialah bukti yang terdiri dari objek- objek nyata berwujud yang dapat dilihat dan disentuh. “Realevidence juga
76
Efa Laela Fakhriah, Bukti Elektronik dalam Sistem Pembuktian Perdata, Bandung: PT. Alumni, 2009, hal 57, seperti dikutip oleh Ibid.
77
Edmon Makarim, Kompilasi Hukum Telematika, Jakarta: Raja Grafindo, 2004, hal. 455, seperti dikutip oleh Sara Yosephine Bangun, Kedudukan Bukti Surat Elektronik Email
Dari Prespektif Hukum Acara Pidana Indonesia, Medan: USU., hal. 15.
78
Didik M. Arif, Elisantris Gultom, Op.Cit., hal. 97
Universitas Sumatera Utara
merupakan bukti langsung berupa rekaman otomatis yang diperoleh dari alat device yang lain, contohnya computerlogfiles”.
79
b. Testamentary evidence
Realevidence atau bukti nyata ini meliputi kalkulasi-kalkulasi atau analisa-analisa yang diolah oleh komputer
melalui pengaplikasian software dan penerimaan informasi dari device lain seperti jam yang built-in langsung dalam komputer atau remotesender. Bukti nyata ini
muncul dari berbagai kondisi. Bukti elektronik sebagai suatu alat bukti yang sah yang berdiri sendiri realevidence, tentunya harus dapat diberikan jaminan bahwa
suatu rekaman salinan data datarecording berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku telah dikalibrasi dan diprogram sedemikian rupa sehingga hasil printout
suatu data dapat diterima dalam pembuktian kasus. Contohnya jika sebuah komputer bank secara otomatis mengkalkulasi menghitung nilai pembayaran
pelanggan terhadap bank berdasarkan tarifnya, transaksi-transaksi yang terjadi dan credit balance yang dikliring secara harian, maka kalkulasi ini akan digunakan
sebagai sebuah bukti nyata.
Testamentaryevidence atau dikenal juga dengan istilah HearsayEvidence adalah keterangan dari saksi maupun expertwitness yaitu keterangan dari seorang
ahli dapat diberikan selama persidangan, berdasarkan pengalaman dan pengamatan individu. Peranan dari keterangan ahli sesuai dengan peraturan
perundang-undangan kita yaitu UU No.8 Tahun 1981 KUHAP, bahwa keterangan ahli dinilai sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian jika
keterangan yang diberikan tentang suatu hal berdasarkan keahlian khusus dalam
79
Edmon Makarim, 12 April 2007, “Tindak Pidana terkait dengan Komputer dan Internet: Suatu Kajian Pidana Materiil dan Formil”, Seminar Pembuktian dan Penanganan Cyber
Crime di Indonesia, FH UI, Jakarta, seperti dikutip oleh Melda Octaria, Loc.Cit.,hal.44.
Universitas Sumatera Utara
bidang yang dimilikinya dan yang berupa keterangan “menurut pengetahuannya” secara murni.
80
Kedudukan seorang ahli dalam memperjelas tindak pidana yang terjadi serta menerangkan atau menjelaskan bukti elektronik sangat penting dalam
memberikan keyakinan hakim dalam memutus perkara kejahatan dunia maya. Termasuk pada Testamentaryevidence adalah dokumen-dokumen data yang juga
diolah oleh komputer yang merupakan salinan dari informasi yang diberikan dimasukkan oleh manusia kepada komputer. Cek yang ditulis dan slip
pembayaran yang diambil dari sebuah rekening bank juga termasuk heraseyevidence.
81
c. Circumstantial evidence
Pengertian dari circumstansialevidence ini adalah merupakan bukti terperinci yang diperoleh berdasarkan ucapan atau pengamatan dari kejadian yang
sebenarnya yang mendorong untuk mendukung suatu kesimpulan, tetapi bukan untuk membuktikannya. circumstantialevidence atau derivedevidence ini
merupakan kombinasi dari realevidence dan hearsayevidence”.
82
80
M. Yahya Harahap, Pembahasan dan Penerapan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Jilid II, Jakarta: Pustaka Kartini, 1993, hal. 301, seperti dikutip oleh Melda Octaria
Damanik, Loc.Cit.,hal. 44.
81
Sara Yosephine Bangun, Loc.Cit.,hal. 16.
82
Edmon Makarim, 12 April 2007, “Tindak Pidana terkait dengan Komputer dan Internet: Suatu Kajian Pidana Materiil dan Formil”, Seminar Pembuktian dan Penanganan Cyber
Crime di Indonesia, FH UI, Jakarta, seperti dikutip oleh Lamgok Herianto Silalahi, Loc.Cit.,hal.86.
Atau singkatnya, yang dimaksud dengan circumstantialevidence atau deriviedevidence adalah
informasi yang mengkombinasikan antara bukti nyata realevidence dengan informasi yang diberikan oleh manusia kepada komputer dengan tujuan untuk
membentuk sebuah data yang tergabung. Contohnya, tabel dari kolom-kolom
Universitas Sumatera Utara
harian sebuah statement bank karena tabel ini adalah diperoleh dari realevidence yang secara otomatis membuat tagihan bank dan hearseyevidence check
individu dan entry pembayaran lewat slip-playingin.
83
a. UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan
Sampai saat ini ada beberapa perundang-undangan yang secara parsial telah mengatur eksistensi alat bukti elektronik, yaitu:
UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan telah meletakkan dasar penting dalam penerimaan admissibility informasi atau dokumen
elektronik.
84
Dengan dikeluarkannya UU No. 8 Tahun 1997 tanggal 24 Maret 1997 tentang Dokumen Perusahaan, pemerintah berusaha untuk mengatur
pengakuan atas mikrofilm dan media lainnya alat penyimpan informasi yang bukan kertas dan mempunyai tingkat pengamanan yang dapat menjamin keaslian
dokumen yang dialihkan atau ditransformasikan. Misalnya compact disk- read only memory CD-ROM, dan Write Once- Read- Many WORM, yang diatur
dalam Pasal 12 UU tentang Dokumen Perusahaan tersebut sebagai alat bukti yang sah.
85
83
Sara Yosephine Bangun, Loc. Cit.,hal. 16.
84
Josua Sitompul, Op. Cit., hal. 271.
85
Petrus Reinhard Golose, 12 April 2007,” Penegakan Hukum Cyber Crime dalam sistem Hukum Indonesia”, Seminar Pembuktian dan Penanganan Cyber Crime di Indonesia,FH UI,
Jakarta, hal.23., seperti dikutip oleh Lamgok Herianto Silalahi, Loc. Cit.,hal. 78.
Pengalihan dokumen perusahaan ke dalam bentuk mikrofilm atau media lainnya tersebut harus memenuhi persyaratan yang secara implisit diatur dalam
UU Dokumen Perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
1 Setiap pengalihan dokumen wajib dilegalisasi yang dilakukan oleh pemimpin
perusahaan atau pejabat yang ditunjuk di lingkungan perusahaan tersebut dengan dibuatkan berita acara yang memuat sekurang-kurangnya memuat:
1. Keterangan tempat waktu pelaksanaan legalisasi;
2. Keterangan bahwa pengalihan dokumen tersebut telah sesuai dengan
hasilnya; 3.
Tanda tangan dan nama jelas pejabat yang bersangkutan. 2
Dapat dilakukan sejak dokumen dibuat atau diterima perusahaan; 3
Pimpinan perusahaan wajib mempertimbangkan kegunaan naskah asli dokumen yang perlu;
4 Pimpinan perusahaan wajib menyimpan naskah asli Dokumen Perusahaan
yang dialihkan ke dalam mikrofilm atau media lainnya adalah naskah asli yang mempunyai kekuatan pembuktian otentik dan masih mengandung
kepentingan hukum tertentu. Lebih lanjut, UU Dokumen Perusahaan juga mengatur bahwa apabila
dianggap perlu maka dalam hal tertentu dan untuk keperluan tertentu, dapat dilakukan legalisasi terhadap hasil cetak dokumen perusahaan yang telah dimuat
dalam mikrofilm atau media lainnya. Dari pengaturan tersebut, setidaknya ada dua kesimpulan yang dapat diambil. Pertama informasi atau dokumen elektronik harus
dilegalisasi. Sebenarnya, legalisasi ini merupakan usaha untuk menjaga atau mempertahankan keautentikan konten dari Dokumen Perusahaan. Melalui proses
ini Dokumen Perusahaan dalam bentuk mikrofilm atau media lainnya tersebut dinyatakan sesuai dengan aslinya sehingga dapat diterima sebagai alat bukti yang
Universitas Sumatera Utara
sah. Kedua, yang dimaksud dengan alat bukti yang sah menurut Pasal 15 ayat 1 UU Dokumen Perusahaan ialah alat bukti surat, khususnya akta di bawah
tangan.
86
b. Undang-Undang No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme
Pasal 27 UU Terorisme mengatur bahwa alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi:
1 Alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana;
2 Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima,
atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan
3 Data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau
didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau
yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada: a
Tulisan, suara, atau gambar; b
Peta, rancangan, foto, atau sejenisnya; c
Huruf, tanda, angka simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau
memahaminya.
c. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Berdasarkan undang-undang ini, ada perluasan mengenai sumber perolehan alat bukti yang sah berupa petunjuk. Berdasarkan KUHAP, alat bukti
petunjuk hanya dapat diperoleh dari keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa, tetapi menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, bukti petunjuk
86
Josua Sitompul, Op. Cit., hal. 272.
Universitas Sumatera Utara
juga dapat diperoleh dari alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang
serupa dengan itu tetapi tidak terbatas pada data penghubung elektronik electronik data interchange, surat elektronik e-mail, telegram, teleks, faksimili
dan dari dukumen, yakni setiap rekaman atau informasi yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda
fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi
yang memiliki makna. d.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Pasal 29 mengatur mengenai alat bukti selain sebagaimana ditentukan dalam KUHAP, dapat pula berupa:
a Informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara
elektronik dengan alat optik atau serupa dengan itu dan b
Data, rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, danatau didengar yang dapat dikeluarkan denegan atau tanpa bantuan suatu sarana, bauk
yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas atau yang terekam secara elektronik, termasuk tidak terbatas pada:
1 Tulisan, suara atau gambar;
2 Peta, rancangan, foto atau sejenisnya;
Universitas Sumatera Utara
3 Huruf, tanda, angka, simbol atau perforasi yang memiliki makna
atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya;
Universitas Sumatera Utara
BAB III ASPEK HUKUM PEMBUKTIAN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI
YANG SAH DALAM KASUS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DIKAITKAN DENGAN UU NO.11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI
DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK A.
Aspek Hukum Pembuktian dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Berdasarkan UU No.8 Tahun 2010
1. Rumusan Delik Tindak Pidana Pencucian Uang
Pencucian uang pada dasarnya merupakan upaya memproses uang hasil kejahatan dengan bisnis yang sah sehingga uang tersebut bersih atau tampak
sebagai uang halal. Dengan demikian asal usul uang itu pun tertutupi. Pengertian Pencucian Uang dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dicantumkan dalam Pasal 1 butir 1, yaitu:
“segala perbuatan yangmemenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai denganketentuan dalam Undang-Undang ini.”
Jadi tidak memberikan defenisi, tiap pasal memberikan defenisi sendiri, yaitu Pasal 3, Pasal 4 dan Pasal 5. Ketiga pasal ini memuat rumusan asli yang dimaksud
dengan Pencucian Uang. Kemudian ada rumusan delik yang secara materil bukan delik pencucian uang tetapi berkaitan dengan pencucian uang, yang tercantum
Universitas Sumatera Utara
dalam Pasal 11,12,13,14,15 dan 16. Khusus Pasal 6 dan Pasal 7 menentukan bahwa korporasi adalah subyek delik korporasi.
87
Secara umum, dalam bukunya, Tb. Irman mengklasifikasikan unsur-unsur tindak pidana pencucian uang menjadi 3, yaitu:
88
1. Transaksi
2. Harta kekayaan
3. Melanggar hukum
1. Transaksi
Transaksi adalah salah satu unsur pokok moneylaundering, sedangkan unsur pokok lainnya adalah harta kekayaan dan perbuatan melanggar hukum.
Transaksi menurut Pasal 1 butir 3 UU No. 8 tahun 2010, adalah “seluruh kegiatan yang menimbulkan hak dan atau kewajiban atau
menyebabkan timbulnya hubungan hukum antara dua pihak atau lebih”.
Transaksi keuangan mencurigakan atau suspicious transaction, merupakan suatu indikasi cara-cara dasar adanya kegiatan pencucian uang, satu situasi transaksi
mencurigakan mungkin tidak mencukupi untuk menunjukkan bahwa pencucian uang telah terjadi, tetapi suatu kombinasi dari situasi-situasi transaksi
mencurigakan tersebut dapat menjadi indikasi adanya transaksi mencurigakan yang merupakan pencucian uang.
89
87
Andi Hamzah, Perundang-Undangan Pidana tersendiri Nonkodifikasi, Jakarta: PT Sofmedia, 2014, hal.468
88
Tb. Irman ., Op.Cit., hal. 57-81.
89
Ibid., hal. 64.
Transaksi keuangan mencurigakan menurut UU No. 8 tahun 2010, Pasal 1 butir 5 adalah:
Universitas Sumatera Utara
a. Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau
kebiasaan pola transaksi dari pengguna jasa yang bersangkutan; b.
Transaksi keuangan oleh pengguna jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan
yang wajib dilakukan oleh pihak pelapor sesuai dengan ketentuan Undang- Undang ini;
c. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan
menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
d. Transaksi keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh
pihak pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Bank Indonesia membuat 6 kategori terhadap transaksi yang bersifat mencurigakan suspicious transaction sebagaimana bisa digunakan dalam praktik
money laundering, kategori itu adalah
90
1 Transaksi dengan menggunakan pola tunai berupa antara lain penyetoran
dalam jumlah besar yang tidak lazim, penyetoran tanpa penjelasan yang memadai, penyetoran dengan beberapa slip serta penyetoran dalam jumlah
besar melalui rekening titipan setelah jam kerja kas; :
2 Transaksi dengan menggunakan rekening bank. Termasuk dalam kategori
ini antara lain pemeliharaan beberapa rekening bank atas nama pihak lain; 3
Transaksi yang berkaitan dengan insvestasi. Transaksi dengan jenis ini biasanya terkait dengan pembelian surat berharga untuk disimpan di bank
sebagai kustodian; 4
Transaksi melalui aktivitas bank luar negeri yang diantaranya melalui penghimpunan saldo dalam jumlah besar yang tidak sesuai dengan
90
N.H.T Siahaan, Money Laundering dan Kejahatan Perbankan, Jala Permata Aksara, 2008, hal. 88.
Universitas Sumatera Utara
karateristik perputaran usaha, serta transfer elektronis tanpa penjelasan yang memadai;
5 Transaksi yang melibatkan karyawan bank atau agen dengan melihat
terjadinya peningkatan karyawan-karyawan dalam bank. Kecuali itu, hubungan transaksi melalui agen yang tidak dilengkapi dengan informasi
yang memadai; 6
Transaksi pinjam-meminjam yaitu terjadinya pelunasan pinjaman secara tidak terduga, serta permintaan pembiyaan yang porsi dana nasabahnya
tidak jelas asal-usulnya; Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 memberikan kewajiban bagi pihak
Penyedia Jasa Keuangan untuk menyampaikan laporan kepada PPATK, sebagaimana disebutkan Pasal 23 ayat 1 UU No. 8 Tahun 2010:
“Penyedia jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 huruf a wajib menyampaikan laporan kepada PPATK yang meliputi:
a. Transaksi Keuangan Mencurigakan;
b. Transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp500.000.000,00
lima ratus juta rupiah atau dengan mata uang asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali Transaksi maupun beberapa kali
Transaksi dalam 1 satu hari kerja; danatau
c. Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri.”
Laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dilakukan paling lama 3 tiga hari kerja setelah diketahui oleh Penyedia Jasa Keuangan. Sementara laporan
transaksi keuangan secara tunai dilakukan paling lama 14 empat belas hari kerja terhitung sejak transaksi dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
2. Harta Kekayaan
UU No. 8 tahun 2010 memberikan pengertian tentang harta kekayaan dalam Pasal 1 butir 13, yaitu:
“semua benda bergerak atau benda tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh baik secara langsung
maupun tidak langsung”.
KUHPerdata menjelaskan hal ini lebih detail
91
1 dalam Pasal 499 KUHPerdata dinyatakan bahwa yang dinamakan
kebendaan adalah tiap-tiap hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik. , yaitu:
2 dalam Pasal 500 KUHPerdata dinyatakan bahwa segala apa yang karena
hukum termasuk dalam suatu kebendaan, seperti pun segala hasil dari kebendaan itu, baik hasil karena alam maupun hasil karena pekerjaan
orang, selama yang akhir-akhir ini melekat pada kebendaan itu, laksana dahan dan akar terpaut pada tanahnya, kesemuanya itu adalah bagian dari
kebendaan tadi. 3
dalam Pasal 503 sampai dengan 505 KUHPerdata dinyatakan bahwa: a.
tiap-tiap kebendaan adalah bertubuh atau tak bertubuh b.
tiap-tiap kebendaan bergerak atau tidak bergerak c.
tiap-tiap kebendaan bergerak adalah dapat dihabiskan atau tak dapat dihabiskan, kebendaan dikatakan dapat dihabiskan bilamana karena
dipakai menjadi habis.
91
Tb. Irman S., Op.Cit.,hal. 73.
Universitas Sumatera Utara
3. Perbuatan Melanggar Hukum
Perbuatan melanggar hukum, secara umum yaitu bertentangan dengan atau dilarang oleh undang-undang atau bertentangan dengan keabsahan atau prosedur
yang diterima, ketidakteraturan dan bermoral atau bertentangan dengan kebiasaan Komariah Emong Saparjaya 2001, 186. Sedangkan perbuatan melawan hukum
adalah perbuatan yang melanggar undang-undang yang berlaku yang melanggar hak orang lain yang dijamin oleh hukum atau perbuatan yang bertentangan
dengan kesusilaan atau perbuatan yang bertentangan dengan sikap yang baik dalam masyarakat untuk memperhatikan kepentingan orang lain Munir Fuady,
2002, 11. Dari uraian tersebut apabila diteliti ternyata melanggar hukum adalah sama dengan melawan hukum.
92
Dalam pembuktian terhadap harta kekayaan yang diduga merupakan hasil tindak pidana tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya, untuk
dapat dimulainya pemeriksaan tindak pidana pencucian uang. Tetapi dalam pembuktian harus dibuktikan bahwa harta kekayaan tersebut benar-benar
merupakan “hasil tindak pidana” karena unsur “hasil tindak pidana” adalah merupakan salah satu unsur dalam tindak pidana pencucian uang. Untuk
membuktikan apakah benar harta kekayaan tersebut merupakan hasil tindak pidana tentunya harus terbukti bahwa ada atau tidak tindak pidana yang
menghasilkan harta kekayaan tersebut, pembuktian disini bukan untuk
92
Tb. Irman., Op.Cit., hal. 77.
Universitas Sumatera Utara
membuktikan apakah benar telah terjadi tindak pidana asal predicatecrime yang menghasilkan harta kekayaan.
93
Dengan demikian pencucian uang moneylaundering selalu terjadi setelah adanya perbuatan melanggar hukum, maka pencucian uang tidak akan ada bila
tidak ada perbuatan melanggar hukum yang menghasilkan harta kekayaan. Tetapi tidak cukup bahwa perbuatan melanggar hukum tersebut hanya menghasilkan
kekayaan, barulah lengkap apabila harta kekayaan hasil kejahatan tersebut hasil perbuatan melanggar hukum ditransaksikan dengan disamarkan asal usulnya.
94
Money laundering Tindak Pidana Pencucian Uang berasal dari adanya suatu perbuatan pidana een feit yang di dalamnya mengandung antara lain unsur
kesalahan atau kelalaian, unsur kesengajaan, unsur perbuatan melanggar hukum, unsur objek tindak pidana, unsur akibat perbuatan, unsur keadaan yang menyertai
atau membantu atau yang menyuruh melakukan. Suatu perbuatan tersebut tidak harus semuanya lengkap untuk dapat dipidana tetapi harus melihat rumusan
formal yang tertera dalam aturan yang telah ditetapkan. Perbuatan pidana atau tindak pidana di atas adalah yang merupakan awal tindak pidana yang terjadi.
Dalam suatu tindak pidana selalu ada pelaku dan korban, apabila ada pelaku dan korban saja belum merupakan tindak pidana, harus dihubungkan dengan suatu
perbuatan, yaitu perbuatan yang melawan hukum, sehingga terjadi suatu tindak pidana. Karena adanya suatu tindak pidana yang ditujukan terhadap korban oleh
pelaku tindak pidana, maka timbul akibat. Dengan demikian pelaku yang melakukan perbuatan melawan hukum yang ditujukan kepada korban adalah
93
Ibid., hal. 80.
94
Ibid., hal. 81.
Universitas Sumatera Utara
merupakan sebab, sehingga dikarenakan adanya sebab tersebut timbul akibat. Akibat dari tindak pidana terhadap manusia dapat berupa rasa sakit, rasa terhina,
rasa kehilangan sesuatu benda, sampai hilangnya nyawa manusia, dan akibat dari tindak pidana terhadap benda dapat berupa rusaknya benda, tidak dapat
dipakainya suatu benda, berubahnya suatu benda, atau timbulnya suatu benda. Dari semua akibat yang timbul dan bila akibat tersebut berupa benda yang berupa
uang atau menghasilkan uang, dan uang tersebut disimpan di dalam tempat menyimpan uang yang ditentukan oleh peraturan yaitu bank, atau Penyedia Jasa
Keuangan maka barulah timbul awal pencucian uang. Secara langsung, pencucian uang tidak merugikan orang tertentu atau perusahaan tertentu. Artinya, kejahatan
ini tidak menimbulkan korban sehingga berbeda dari kejahatan perampokan, pencurian, atau pembunuhan yang menimbulkan kerugian bagi korbannya.
Pada dasarnya suatu ketentuan pidana menurut undang-undang terdiri dari tiga bagian
95
a. Terdiri dari pasal yang mempunyai rumusan yang kompleks
:
b. Terdapat rangkuman singkat dari rumusan dan pemberian nama pada
rumusan, yaitu suatu kualifikasi. c.
Ketentuan itu berisi ancaman pidana atau hukuman Sahetapy, 1995,24 Adami Chazawi dalam bukunya
96
95
Ibid., hal. 227.
96
Adami Chazawi., Pelajaran Hukum Pidana, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2011, hal. 79-82.
, membagi unsur-unsur tindak pidana menjadi dua yaitu unsur-unsur tindak pidana menurut para ahli dan unsur rumusan tindak
pidana dalam UU. Unsur- unsur tindak pidana menurut salah satu ahli, Moeljatno, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Perbuatan dilarang
b. Yang dilarang oleh aturan hukum
c. Ancaman pidana bagi yang melanggar larangan
Sedangkan rumusan tindak pidana dalam UU, secara khusus dalam Buku II KUHP yang memuat rumusan-rumusan perihal tindak pidana tertentu yang
masuk dalam kelompok kejahatan, dapat diketahui 11 unsur tindak pidana, yaitu: a.
Unsur tingkah laku b.
Unsur melawan hukum c.
Unsur kesalahan d.
Unsur akibat konstitutif e.
Unsur keadaan yang menyertai f.
Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dituntut pidana g.
Unsur syarat tambahan untuk memperberat pidana h.
Unsur syarat tambahan untuk dapatnya dipidana i.
Unsur obyek hukum tindak pidana j.
Unsur kualitas subjek hukum tindak pidana k.
Unsur syarat tambahan untuk memperingan pidana. Dari 11 unsur itu, diantaranya dua unsur yakni unsur kesalahan dan unsur
melawan hukum yang termasuk unsur subjektif, sedangkan unsur selebihnya berupa unsur objektif. Dalam setiap rumusan, ada unsur yang selalu disebutkan
dalam rumusan, yaitu mengenai tingkah laku perbuatan walaupun ada pengecualian seperti Pasal 351 tentang penganiayaan. Unsur kesalahan dan
melawan hukum kadang-kadang dicantumkan, dan seringkali juga tidak
Universitas Sumatera Utara
dicantumkan; sama sekali tidak dicantumkan mengenai unsur kemampuan bertanggung jawab.
Rumusan delik dalam hukum pidana adalah merupakan penerapan dari azas legalitas, secara konkret dalam azas legalitas adalah sanksi pidana hanya
mungkin diterapkan terhadap perbuatan yang terlebih dahulu ditentukan sebagai dapat dipidana didalam undang-undang sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 1
KUHP yaitu: “Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali didasarkan kekuatan
ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada”.
Selain itu, rumusan delik dalam hukum pidana adalah menunjukkan apa yang harus dibuktikan menurut hukum, dalam aturan hukum pidana semua yang
tercantum dalam rumusan delik harus dibuktikan menurut aturan pidana.
97
Menurut cara merumuskannya, tindak pidana dapat dibedakan menjadi 2 yaitu, tindak pidana delik formal dan tindak pidana delik materil. Tindak pidana
formil adalah tindak pidana yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memberikan arti bahwa inti larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan suatu
perbuatan tertentu. Perumusan tindak pidana formil tidak memperhatikan dan atau tidak memerlukan timbulnya suatu akibat tertentu dari perbuatan sebagai syarat
penyelesaian tindak pidana, melainkan semata-mata pada perbuatannya. Misalnya pada pencurian Pasal 362 KUHP untuk selesainya pencurian digantungkan pada
selesainya perbuatan mengambil. Sebaliknya dalam rumusan tindak pidana materil, inti larangan adalah menimbulkan akibat yang dilarang. Oleh karena itu,
97
Tb. Irman., Op.Cit., hal. 233-234.
Universitas Sumatera Utara
siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggungjawabkan dan dipidana.
98
Di dalam tindak pidana pencucian uang pasal-pasal pokok yang merupakan tindak pidana pencucian uang pada rumusan deliknya mengandung
perbuatan pidana dan perbuatan perdata, seperti dalam bagan berikut:
99
25 predicate crime 1
98
Adami Chazawi., Pelajaran Hukum Pidana, Op.Cit., hal. 126.
99
Tb. Irman., Op.Cit., hal. 229. Tindak
pidana
Universitas Sumatera Utara
Dan tindak pidana di ancam perbuatan
4 tahun atau lebih 2
pidana
menempatkan, mentransfer, 3
mengalihkan, membayarkan, perbuatan menghibahkan, menitipkan,
4 perdata membawa ke LN, menukarkan,
dan perbuatan lainnya. 5
5 6 perbuatan
melawan 7 hukum
8 pemberian Nama
9 ancaman pidana
Tabel Rumusan delik Pencucian uang
Sumber: TB. Irman S., Hukum Pembuktian Pencucian Uang, Bandung: MQS Publising, hal.229.
Menghasilkan harta kekayaan
hasil tindak pidana
Transaksi
Pada PJK
Diketahuinya atau patut menduganya
Sengaja
Nama sendiri atau nama orang
lain
Dipidana tindak pidana pencucian
uang
Ancaman hukuman
Universitas Sumatera Utara
Dari gambar tersebut dapat ditarik kesimpulan tindak pidana pencucian uang sendiri rumusannya ada pada No.2 Hasil tindak pidana sampai dengan
No.9 ancaman hukuman, maka bisa dilihat bahwa No.1 Tindak Pidana atau PredicateCrime dan No.2 Hasil Tindak Pidana adalah merupakan perbuatan
pidana. Pada No.3 Transaksi dan No. 4 PJK adalah merupakan perbuatan perdata. Adapun rumusan delik dalam UU No.8 tahun 2010, yaitu
100
a. Subyek normadressaat : setiap orang
:
Pasal 3
b. Bagian inti delik delictsbestanddelen :
1. Menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan,
membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga
atau perbuatan lainatas Harta Kekayaan 2.
Yang diketahuinya atau patut diduganya 3.
Merupakan hasil tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika, psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, di
bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian, kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap,
terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan,
di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau
100
Andi Hamzah, Perundang-Undangan Pidana tersendiri Nonkodifikasi. , Op.Cit., hal. 477-482.
Universitas Sumatera Utara
lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak
pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
4. Dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta
kekayaan. c.
Ancaman pidana Pidana penjara paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling
banyak Rp 10.000.000.000,00 sepuluh miliar rupiah
Pasal 4
a. Subyek normadressaat : setiap orang
b. Bagian inti delik delictsbestanddelen :
1. menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi,
peruntukan, pengalihan hak-hak, ataukepemilikan yang sebenarnya atas Harta Kekayaan
2. yang diketahuinya atau patut diduganya
3. Merupakan hasil tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika,
psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian,
kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan
uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, tindak
Universitas Sumatera Utara
pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum
Indonesia. c.
Ancaman Pidana Pidana penjara paling lama 20 dua puluh tahun dan denda paling
banyak Rp 5.000.000.000.000,00 lima miliar rupiah.
Pasal 5
a. Subyek hukum normadressaat : setiap orang
b. Bagian inti delik delictsbestanddelen :
1. menerima atau menguasaipenempatan, pentransferan, pembayaran,
hibah,sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakanHarta Kekayaan.
2. Yang diketahuinya atau patut diduganya.
3. Merupakan hasil tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika,
psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian,
kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan
uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, tindak
pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau
Universitas Sumatera Utara
lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak
pidana tersebut jugamerupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
c. Ancaman pidana
Pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
Pasal 6 dan 7
a. Subyek hukum normadressaat : korporasi
b. Bagian inti delik delictsbestanddelen : melakukan tindak pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5. 1.
Menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri,
mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain, menyembunyikan atau menyamarkan asal usul,
sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya, menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan Harta Kekayaan
2. Yang diketahuinya atau patut diduganya
3. Merupakan hasil tindak pidana korupsi, penyuapan, narkotika,
psikotropika, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan migran, di bidang perbankan, di bidang pasar modal, di bidang perasuransian,
Universitas Sumatera Utara
kepabeanan, cukai, perdagangan orang, perdagangan senjata gelap, terorisme, penculikan, pencurian, penggelapan, penipuan, pemalsuan
uang, perjudian, prostitusi, di bidang perpajakan, di bidang kehutanan, di bidang lingkungan hidup, di bidang kelautan dan perikanan, tindak
pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum
Indonesia. 4.
Dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
c. Ancaman pidana:
Pidana pokok yaitu pidana denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 seratus miliar rupiah. Pidana tambahan:
a. Pengumuman putusan hakim;
b. Pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi;
c. Pencabutan izin usaha;
d. Pembubaran dan atau pelarangan Korporasi;
e. Perampasan aset Korporasi untuk negara dan atau
f. Pengambilalihan Korporasi oleh negara
Delik yang berkaitan dengan Pencucian Uang Pasal 11
a. Subyek normadressaat : setiap orang
Universitas Sumatera Utara
b. Bagian inti delik:
1. Dalam rangka pelaksanaan tugasnya menurut Undang-Undang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. 2.
Melanggar kewajiban merahasiakan dokumen atau keterangan tersebut, kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut Undang-
Undang ini. Kata-kata: “kecuali untuk memenuhi kewajiban menurut undang-
undang ini”, merupakan dasar pembenar khusus, artinya peniadaan pidana jika orang membuka rahasia dokumen atau keterangan untuk
memenuhi kewajiban menurut undang-undang pencucian uang. c.
Ancaman Pidana: Pidana penjara paling lama 4 empat tahun.
Pasal 12
a. Subyek normadressaat : direksi, komisaris, pengurus atau pegawai pihak
pelapor. Ayat 1 jo. Ayat 2
b. Bagian inti delik delictsbestanddelen :
1. Memberitahukan kepada pengguna jasa atau pihak lain,
2. Baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara apa pun
mengenai laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang sedang disusun atau telah disampaikan kepada PPATK.
c. Ancaman Pidana:
Universitas Sumatera Utara
Pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah
a. Subyek normadressaat : pejabat atau pegawai PPATK atau lembaga
pengawas dan pengatur. Ayat 3 jo. Ayat 4
b. Bagian inti delik delictsbestanddelen :
1. Memberitahukan laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan yang
akan atau telah dilaporkan kepada PPATK 2.
Secara langsung atau tidak langsung dengan cara apapun kepada Pengguna Jasa atau pihak lain.
c. Ancaman Pidana:
Pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah.
Pasal 14
a. Subyek normadressaat : setiap orang
b. Bagian inti delik delictsbestanddelen :
Melakukan campur tangan terhadap pelaksanaan tugas dan kewenangan PPATK
c. Ancaman Pidana:
Pidana penjara paling lama 2 dua tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah
Pasal 15
a. Subyek normadressaat : pejabat atau pegawai PPATK
Universitas Sumatera Utara
b. Bagian inti delik delictsbestanddelen :
Yang tidak menolak dan atau mengabaikan segala bentuk campur tangan dari pihak mana pun dalam rangka pelaksanaan tugas dan
kewenangannya. c.
Ancaman pidana Pidana penjara paling lama 2 dua tahun dan denda paling banyak Rp
500.000.000,00 lima ratus juta rupiah.
Pasal 16
a. Subyek normadressaat : pejabat atau pegawai PPATK, penyidik, penuntut
umum, atau hakim, yang menangani perkara tindak pidana pencucian uang yang sedang diperiksa.
b. Bagian inti delik delictsbestanddelen :
Tidak merahasiakan Pihak Pelapor dan pelapor danatau menyebutkan nama atau alamat pelapor atau hal hal lain yang memungkinkan dapat
terungkapnya identitas pelapor. c.
Ancaman pidana Pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun.
2. Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang
Penyelidikan merupakan proses awal untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur oleh undang-undang. Setelah ditemukan apakah suatu peristiwa merupakan tindak pidana, akan
Universitas Sumatera Utara
dilakukan tindakan penyidikan, guna mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan
tersangkanya. Terjadinya suatu delik dapat diketahui dari 4 kemungkinan yaitu:
101
a. Kedapatan tertangkap tangan Pasal 1 butir 19 KUHAP
b. Karena laporan Pasal 1 butir 24 KUHAP
c. Karena pengaduan Pasal 1 butir 25 KUHAP
d. Diketahui sendiri atau pemberitahuan atau cara lain sehingga penyidik
mengetahui terjadinya delik seperti membacanya di surat kabar, mendengar dari radio atau orang bercerita, dan selanjutnya.
Setelah mengetahui terjadinya tindak pidana pencucian uang, baik melalui laporan yang disampaikan oleh PPATK, dari hasil penyidikan tindak pidana
ataupun laporan dari masyarakat, maka akan dilakukan serangkaian tindakan penyidikan oleh penyidik. Berdasarkan Pasal 74 UU TPPU, Penyidikan tindak
pidana Pencucian Uang dilakukan olehpenyidik tindak pidana asal. Dalam penjelasan Pasal 74 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “penyidik tindak
pidana asal” adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan, yaitu Kepolisian Negara Republik
Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi KPK, Badan Narkotika Nasional BNN, serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
101
Andi Hamzah, Pelajaran Hukum Pidana., Op.Cit., hal 121.
Universitas Sumatera Utara
Penyidik tindak pidana asal dapat melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang apabila menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya
tindak pidana pencucian uang saat melakukan penyidikan tindak pidana asal sesuai dengan kewenangannya.Secara garis besar penyidikan terhadap kasus
Tindak Pidana Pencucian Uang dilakukan berdasarkan dua sumber yaitu
102
1. Dari laporan hasil analisis PPATK, berdasarkan laporan tersebut Polri c.q
penyidik melakukan penelitian mendalam lebih lanjut, karena laporan tersebut bersifat informasi yang harus dilakukan penelitian atau
penyelidikan akan kebenarannya. :
2. Setelah dilakukan penelitian dan dirasa dapat ditingkatkan ke dalam
penyidikan maka laporan tersebut dituangkan dalam laporan Polisi model A, yaitu laporan polisi yang dibuat oleh anggota polisi, langkah
selanjutnya adalah mengumpulkan bukti. Langkah selanjutnya dilakukan Penyidik adalah mengumpulkan alat bukti
yang terkait dalam Tindak Pidana Pencucian Uang, sebagaimana diatur dalam Pasal 73 UU No. 8 Tahun 2010.Untuk mendapatkan alat bukti Penyidik meminta
keterangan dari Penyedia Jasa Keuangan terhadap harta kekayaan yang terindikasi pencucian uang yang telah dilaporkan olrh PPATK, atau berstatus Tersangka atau
Terdakwa sebagaimana diatur di dalam Pasal 72 ayat 2 UU No. 8 Tahun 2010, di dalam meminta keterangan tersebut Penyidik harus memperhatikannya
berlakukanya ketentuan yang mengatur tentang rahasia bank dan rahasia transaksi lainnya.
102
Sutanto, Peran Polri Untuk Peningkatan Efektifitas Penerapan UU TPPU. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Keynote address pada Pelatihan Anti Tindak Pidana
Pencucian Uang, Medan, tanggal 15 September 2005, hal 7.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan alat bukti yang berhasil dikumpulkan maka Penyidik akan mendapatkan :
a. Pelaku aktif yaitu pelaku tindak pidana asal predicate crime, sekaligus
pelaku Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010. Terhadap hal yang demikian maka Penyidik merumuskan sangkaannya
secara kumulatif pelanggaran terhadap predicate crime dan Tindak Pidana Pencucian Uang. Apabila terhadap tindak pidana asalnya belum diproses.
Namun apabila tindak pidananya telah diproses maka sangkaan secara tunggal.
b. Pelaku pasif orang yang menerima atau menguasai penempatan,
pentransferan dan seterusnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 Ayat 1 UU No. 8 Tahun 2010. Hal ini dimungkinkan pelaku aktifnya berada
di luar negeri. Terhadap hal yang demikian maka Penyidik merumuskan sangkaan tunggal yaitu pelanggaran terhadap UUTPPU.
Merupakan bagian dari pengungkapan tindak pidana yang terjadi adalah pelacakan terhadap hasil kejahatan yang berupa harta kekayaan, baik berupa uang
tunai maupun barang-barang berharga lainnya. Sudah barang tentu para pelaku menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul hasil kejahatannya, hal ini untuk
menghindari kemungkinan adanya penggeledahan oleh petugas bilamana kasusnya terungkap.Dalam pelacakan apabila Penyidik telah mendapatkan bahwa
pelaku telah menyembunyikan atau menyamarkan hasil kejahatannya maka berarti Penyidik telah mendapatkan terjadinya Tindak Pidana Pencucian Uang, karena
menyembunyikan atau menyamarkan dari hasil kejahatannya tersebut adalah
Universitas Sumatera Utara
unsur yang penting dalam Tindak Pidana Pencucian Uang. Dengan syarat lain adalah Tindak Pidana yang dilakukan oleh Tersangka termasuk dalam rumusan
Pasal 2 UU TPPU. Apabila Penyidik telah mendapatkan indikasi terjadinya Tindak Pidana
Pencucian Uang dari hasil pengungkapan tindak pidana yang dilakukan, maka penyidikan dilanjutkan dengan pengungkapan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Disamping itu Penyidik dapat menginformasikan kepada PPATK apabila hasil tindak pidana tersebut dimasukkan ke dalam Penyedia Jasa Keuangan, hal ini
untuk memudahkan pelacakannya, dengan demikian maka proses penyidikan dapat dilakukan dengan cepat, kususnya dalam menelusuri mengalirnya hasil
kejahatan tersebut di dalam Penyedia Jasa Keuangan. Proses penyidikan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang yang diperoleh dari informasi PPATK harus
dimulai dari adanya transaksi mencurigakan yang telah diidentifikasikan oleh Penyedia Jasa Keuangan. Apabila diperlukan Penyedia Jasa Keuangan dapat
melakukan klarifikasi atau meminta dokumen pendukung transaksi yang dilakukan oleh nasabah, dalam menetapkan transaksi keuangan yang
mencurigakan. Dalam laporan transaksi keuangan yang mencurigakan, yang menjadi objek kecurigaan lebih dominan pada transaksi itu sendiri, bukan orang
atau nasabah yang melakukan transaksi. Adapun beberapa transaksi mencurigakan dengan menggunakan Lembaga Penyedia Jasa Keuangan dapat diidentifikasikan
sebagai berikut
103
:
103
Bismar Nasution, Rezim Pencucian Anti Money Laundering Di Indonesia. Book Terrace An Library, Pusat Informasi Hukum Indonesia Information Centre For Indonenation
Law. Bandung, 2005, hal 1.
Universitas Sumatera Utara
1. Pola transaksi tunai yakni dengan :
a. Penyetoran dalam jumlah besar yang tidak lazim oleh perorangan atau
perusahaan yang memiliki kegiatan usaha tertentu dan penyetoran tersebutbiasanya dilakukan dengan menggunakan cek atau instrument
non tunai lainnya; b.
Peningkatan penyetoran tunai yang sangat material pada rekening perorangan atau perusahaan tanpa disertai penjelasan yang memadai,
khususnya atau apabila setoran tunai tersebut langsung ditransfer ke tujuan yang tidak mempunyai hubungan atau keterkaitan dengan
perorangan atau perusahaan tersebut; c.
Penyetoran tunai dengan menggunakan beberapa slip setoran dalam jumlah kecil sehingga total penyetoran tunai tersebut mempunyai
jumlah yang sangat besar; d.
Penggunaan rekening perusahaan yang lazimnya dilakukan dengan menggunakan cek atau instrumen non tunai lainnya namun dilakukan
secara tunai; e.
Pembayaran atau penyetoran dalam bentuk tunai untuk penyelesaian tagihan wesel, transfer atau intrumen pasar uang lainnya;
f. Penukaran uang tunai berdenominasi kecil dalam jumlah besar dengan
uang tunai berdenominasi besar; g.
Penukaran uang tunai ke dalam mata uang asing dalam frekuensi yang tinggi;
Universitas Sumatera Utara
h. Peningkatan kegiatan transaksi tunai dalam jumlah yang sangat besar
untuk ukuran suatu kantor Bank; i.
Penyetoran tunai yang di dalamnya selalu terdapat uang palsu; j.
Transfer dalam jumlah besar dari suatu negara lain dengan instruksi untuk dilakukan pembayaran tunai;
k. Penyetoran tunai dalam jumlah besar melalui rekening titipan
setelahjam kerja kas untuk menghindari hubungan langsung dengan petugas bank;
2. Transaksi mencurigakan dengan menggunakan rekening Bank :
a. Pemeliharaan beberapa rekening atas nama pihak lain yang tidak
sesuai dengan jenis kegiatan usaha nasabah; b.
Penyetoran tunai dalam jumlah kecil ke dalam beberapa rekening yang dimilki nasabah pada bank sehingga total penyetoran tersebut
mempunyai jumlah sangat besar; c.
Penyetoran dan atau penarikan dalam jumlah besar dari rekening perorangan atau perusahaan yang tidak sesuai atau tidak terkait
dengan usaha nasabah; d.
Pemberian informasi yang sulit dibuktikan atau memerlukan biaya yang sangat besar bagi bank untuk melakukan pembuktian;
e. Pembayaran dari rekening nasabah yang dilakukan setelah adanya
penyetoran tunai kepada rekening dimaksud pada hari yang sama atau hari sebelumnya;
Universitas Sumatera Utara
f. Penarikan dalam jumlah besar dari rekening nasabah yang semula
tidak aktif atau dari rekening nasabah yang menerima setoran dalam jumlah besar dari rekening nasabah yang semula tidak aktif atau dari
rekening nasabah yang menerima setoran dalam jumlah besar dari luar negeri;
g. Penggunaan petugas teller yang berbeda oleh nasabah yang secara
bersamaan untuk melakukan transaksi keuangan mata uang asing; h.
Pihak yang mewakili perusahaan selalu menghindar untuk berhubungan dengan petugas Bank;
i. Peningkatan yang besar atas penyetoran tunai atau negotiable
instruments oleh suatu perusahaan dengan menggunakan rekening klien perusahaan, khususnya apabila penyetoran tersebut langsung
ditransfer diantara rekening klien lainnya; j.
Penolakan oleh nasabah untuk menyediakan tambahan dokumen atau informasi yang apabila diberikan memungkinkan nasabah menjadi
layak untuk memperoleh fasilitas pemberian kedit atau jasa perbankan lainnya;
k. Penolakan nasabah terhadap fasilitas perbankan yang diberikan,
seperti penolakan untuk diberikan tingkat bunga yang lebih tinngi terhadap jumlah saldo tertentu;
l. Penyetoran untuk rekening yang sama oleh banyak pihak tanpa
penjelasan memadai;
Universitas Sumatera Utara
3. Transaksi mencurigakan melalui transaksi yang berkaitan dengan
investasi: a.
Pembelian surat berharga untuk dismpan di Bank sebagai custodian yang seharusnya tidak layak apabila memperhatikan reputasi atau
kemampuan finasial nasabah; b.
Transaksi pinjaman dengan jaminan dana diblokir back-to-back deposit loan transactions antara Bank dengan anak perusahaan,
perusahaan afilasi, atau institusi perbankan di negara lain yang dikenal dengan negara tempat lalu lintas perdagangan narkotika; Permintaan
nasabah untuk jasa pengelolaan investasi dengan sumber dana investasi yang tidak jelas sumbernya atau tidak konsisten dengan
reputasi atau kemampuan finansial nasabah; c.
Transaksi dengan pihak lawan counterparty yang tidak dikenal atau, jumlah dan frekuensi transaksi yang tidak lazim;
d. Investor yang diperkenalkan oleh Bank di negara lain, perusahaan
afiliasi, atau investor lain dari negara yang diketahui umum sebagai tempat produksi atau perdagangan narkotika;
4. Transaksi mencurigakan yang melalui aktivitas Bank di luar negeri :
a. Pengenalan nasabah oleh kantor cabang di luar negeri, perusahaan
afiliasi atau bank lain yang berada di negara yang diketahui sebagai tempat produksi atau perdagangan narkotika;
b. Penggunaan Letter of Credits LC dan instrumen perdagangan
internasional lain untuk memindahkan dana antara negara dimana
Universitas Sumatera Utara
transaksi perdagangan tersebut tidak sejalan dengan kegiatan usaha nasabah;
c. Penerimaan atau pengiriman transfer oleh nasabah dalam jumlah besar
ke atau proses, dan atau pemasaran obat terlarang atau kegiatan terorisme;
d. Penghinpunan saldo dalam jumlah besar yang tidak sesuai dengan
karakteristik perputaran usaha nasabah yang kemudian di transfer ke negara lain;
e. Transfer secara elektronik oleh nasabah tanpa disertai penjelasan yang
memadai atau tidak menggunakan rekening; f.
Permintaan Travellers Cheques, wesel dalam mata uang asing, atau negotiable instrument lainnya dengan frekuensi tinggi;
g. Pembayaran dengan menggunakan Travellers Cheques atau wesel
dalam mata uang asing khususnya yang diterbitkan oleh negara lain dengan frekuensi tertinggi;
5. Transaksi mencurigakan yang melibatkan karyawan bank dan atau agen :
a. Peningkatan kekayaan karyawan dan agen Bank dalam jumlah besar
tanpa disertai penjelasan yang memadai; b.
Hubungan transaksi melalui agen yang tidak dilengkapi dengan informasi yang memadai mengenai penerimaan akhir ultimate
beneficiary; 6.
Transaksi mencurigakan melalui transaksi pinjam-meminjam : a.
Pelunasan pinjaman bermasalah secara tidak terduga;
Universitas Sumatera Utara
b. Permintaan fasilitas pinjaman dengan agunan yang asal-usulnya dari
aset yang digunakan tidak jelas atau tidak sesuai dengan reputasi dan kemampuan finansial nasabah;
c. Permintaan nasabah kepada Bank untuk memberikan fasilitas
pembiayaan dimana porsi dana sendiri nasabah dan fasilitas dimaksud tidak jelas asal usulnya, khususnya apabila terkait dengan properti;
3. Pembuktian Terbalik
Dikaji dari perspektif ilmu pengetahuan hukum pidana dikenal ada 3 tiga teori tentang beban pembuktian, yakni
104
a. Beban pembuktian pada penuntut umum
:
Konsekuensi teori beban pembuktian ini, bahwa Penuntut Umum harus mempersiapkan alat- alat bukti dan barang bukti secara akurat, sebab jika
tidak demikian akan susah meyakinkan hakim tentang kesalahan terdakwa. Teori beban pembuktian ini terdapat dalam Pasal 66 KUHAP yang dengan
tegas menyebutkan bahwa “tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian”.
b. Beban pembuktian pada terdakwa
Dalam konteks ini, terdakwa berperan aktif menyatakan bahwa dirinya bukan sebagai pelaku tindak pidana. Oleh karena itu, terdakwalah di depan
pengadilan yang akan menyiapkakan segala beban pembuktian dan bila ia tidak dapat membuktikan, terdakwa dinyatakan bersalah melakukan tindak
pidana.
104
H.P. Panggabean, Hukum Pembuktian Teori- Praktik dan Yurisprudensi Indonesia, Bandung: PT. Alumni, 2014, hal 10.
Universitas Sumatera Utara
c. Beban pembuktian berimbang
Konkretisasi asas ini baik Penuntut umum maupun terdakwa dan atau Penasihat Hukumnya saling membuktikan di depan persidangan.
Lazimnya, Penuntut Umum akan membuktikan kesalahan terdakwa sedangkan sebaliknya terdakwa beserta Penasehat Hukumnya akan
membuktikan sebaliknya bahwa terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan.
Ketentuan mengenai pembuktian terbalik diatur dalam Pasal 77 dan Pasal 78 UU No.8 tahun 2010. Pasal 77 menyatakan bahwa untuk kepentingan
pemeriksaan di sidang pengadilan, terdakwa wajib membuktikan bahwa Harta Kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana, dan Pasal 78 menjelaskan
lebih lanjut, yakni: 1
Dalam pemeriksaan di sidang pengadilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, hakim memerintahkan terdakwa agar membuktikan bahwa Harta
Kekayaan yang terkait dengan perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1.
2 Terdakwa membuktikan bahwa Harta Kekayaan yang terkait dengan
perkara bukan berasal atau terkait dengan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 1 dengan cara mengajukan alat bukti yang
cukup. Dari ketentuan pasal diatas, upaya untuk membuktikan tindak pidana
pencucian uang yang dilakukan pelaku menjadi lebih mudah. Kemudahan itu disebabkan karena beban pembuktian dalam persidangan ada pada terdakwa. Hal
Universitas Sumatera Utara
inilah yang menjadi alasan bahwa dengan pembuktian terbalik akan memberikan efektivitas dalam membuktikan bahwa terdakwa bersalah atau tidak. Sebagaimana
perlu diketahui kembali bahwa berdasarkan ketentuan dalam hukum acara pidana Indonesia yakni dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum
Acara Pidana atau biasa disebut dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP khususnya dalam pasal 66 KUHAP, menyatakan “Tersangka
atau Terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian”, serta ketentuan dari pasal 66 KUHAP tersebut lebih dijelaskan di bab penjelasan yang
menyatakan“Ketentuan ini adalah penjelmaan dari “asas praduga tidak bersalah”. Sementara itu perlu untuk diketahui lebih lanjut, meskipun pembuktian
merupakan titik strategis di dalam proses peradilan pidana, namun pembuktian itu sendiri adalah sebuah proses yang rawan terhadap pelanggaran hak asasi manusia
HAM. Kalau hukum acara pidana secara keseluruhan disebut sebagai “filter” yang akan menjaga keseimbangan antara kekuasaan negara dengan perlindungan
hak-hak individu, maka sistem pembuktian merupakan “core filter” tempat penyaringan, sebab melalui proses pembuktian itulah akan ditentukan apakah
ketentuan pembuktian bewijsracht dari setiap alat bukti akan menjadikan seorang terdakwa dibebaskan vrijspraak, dilepaskan dari segala tuntutan
ontslag van alle rechtsvervolging, ataukah dipidana.Selain itu pula berkaitan dengan ketentuan pembuktian terbalik pada tindak pidana pencucian uang ini juga
Universitas Sumatera Utara
membawa konsekuensi pada perbedaan dalam menjamin danmelindungi hak asasi manusia khususnya pada terdakwa.
105
Alasan sistem pembuktian terbalik pada tindak pidana pencucian uang ini dapat dipahami sebagai bagian dari upaya untuk mencegah dan memberantas
tindak pidana pencucian uang, mengingat dua hal penting yakni pertama dampak yang ditimbulkan oleh tindak pidana pencucian uang telah merugikan masyarakat
dan tingkat kompleksitas dan kedua adalah kompleksitas dari modus operandi tindak pidana pencucian uang.Sementara itu dapat dipahami kembali bahwa
pengaturan pembuktian terbalik pada UU 82010 khususnya pada pasal 77 yang menyatakan bahwa: “Untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan,
terdakwa wajib membuktikan bahwa Harta Kekayaannya bukan merupakan hasil tindak pidana” ini tetap mewajibkan penuntut umum untuk membuktikan unsur-
unsur selain unsur harta kekayaan. Dapat dikatakan pula sistem pembuktian terbalik pada UU No. 8 tahun 2010 ini bukanlah bersifat absolut atau mutlak,
melainkan bersifat “terbatas dan berimbang”. Maksud dari pembuktian terbalik bersifat terbatas dan berimbang adalah pertama terbatas ialah bahwa terdakwa
hanya diwajibkan membuktikan tetapi terbatas atas unsur harta kekayaannya, dan yang kedua maksud dari berimbang adalah konsekuensi kewajiban pembuktian
yang dilakukan terdakwa hanya terbatas pada unsur harta kekayaan, sehingga terkait atas unsur-unsur tindak pidana pencucian uang yang selain unsur harta
kekayaan adalah kewajiban pembuktian dari penuntut umum, sehingga dapat
105
Erwin Adiabakti, Eksistensi Sistem Pembuktian Terbalik Bagi Terdakwa Pada Tindak Pidana Pencucian Uang Ditinjau Dari Perspektif Hak Asasi Manusia, Skripsi: Universitas
Brawijaya, 2014.
Universitas Sumatera Utara
dipahami bahwa kewajiban untuk melakukan pembuktian antara terdakwa dan penuntut umum berimbang.
B. Keabsahan dan Aspek Hukum Pembuktian Elektronik Dalam Kasus