Latar Belakang Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peradaban dunia pada masa kini dicirikan dengan fenomena kemajuan teknologi informasi dan globalisasi yang berlangsung di semua bidang kehidupan. Apa yang disebut dengan globalisasi pada dasarnya bermula dari awal abad ke-20, yakni pada saat terjadi revolusi transportasi dan elektronika yang menyebarluaskan dan mempercepat perdagangan antar bangsa, disamping pertambahan kecepatan lalu lintas barang dan jasa. 1 Berkenaan dengan pembangunan teknologi, dewasa ini seperti kemajuan dan perkembangan teknologi informasi melalui internet interconnection network, peradaban manusia dihadapkan pada fenomena baru yang mampu mengubah hampir setiap aspek kehidupan manusia. 2 Kemajuan dan perkembangan teknologi, khususnya telekomunikasi, multimedia dan teknologi informasi telematika pada akhirnya dapat merubah tatanan organisasi dan hubungan sosial kemasyarakatan. Hal ini tidak dapat dihindari, karena fleksibilitas dan kemampuan telematika dengan cepat memasuki berbagai aspek kehidupan manusia. 3 1 Juwono Sudarsono, Globalisasi Ekonomi dan Demokrasi Indonesia, artikel dalam Majalah Prisma, No.8 Tahun XIX 1990, LP3ES, Jakarta., seperti dikutip oleh Didik M.Arief Mansur, Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi Bandung: PT Refika Aditama, 2009, hal.1. 2 Ibid., hal.2. 3 Ibid. Dengan semakin berkembangnya teknologi komputer dan seiring dengan perkembangan teknologi telekomunikasi dan radio, berbagai komputer dapat dihubungkan untuk membentuk jaringan komputer yang mengarah kepada Universitas Sumatera Utara perkembangan internet. Secara umum, jaringan komputer ialah gabungan komputer dan alat perangkatnya yang terhubung dengan saluran komunikasi yang memfasilitasi komunikasi di antara pengguna dan memungkinkan para penggunanya untuk saling menukar data dan informasi. 4 Menurut Soerjono Soekanto, kemajuan di bidang teknologi akan berjalan bersamaan dengan munculnya perubahan-perubahan di bidang kemasyarakatan. Perubahan-perubahan di dalam masyarakat dapat mengenai nilai sosial, kaidah- kaidah sosial, pola-pola perilaku, organisasi dan susunan lembaga kemasyarakatan. 5 Salah satu perubahan pola perilaku masyarakat saat ini adalah mudahnya mendapatkan informasi dan melakukan transaksi menggunakan teknologi komputer dan jaringan internet. Hampir dalam setiap kegiatan manusia menggunakan teknologi komputer, mulai dari yang bentuknya sederhana sampai yang bentuknya rumit. Secara khusus, perkembangan teknologi komputer dan internet memberikan implikasi-implikasi yang signifikan terhadap pengaturan atau pembentukan regulasi dalam ruang siber dan hukum siber serta terhadap perkembangan kejahatan dalam cyberspace, cybercrimes. 6 4 Josua Sitompul, Cyberspace Cybercrimes Cyberlaw Tinjauan Aspek Hukum Pidana, Jakarta: PT Tatanusa, 2012, hal. 20 5 Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta Rajawali Pers, 1980, hlm.87-88., seperti dikutip oleh Didik M.Arief Mansur, Elisatris Gultom, Op.cit., hal. 3. 6 Josua Sitompul, Op.Cit., hal.26. Penggunaan teknologi komputer dan peralatan digital lainnya, serta ditunjang oleh jaringan internet, selain mempermudah pekerjaan manusia juga memberikan dampak negatif yaitu meningkatnya potensi terjadinya tindak pidana. Hal ini dikarenakan, munculnya wadah baru terjadinya tindak pidana, yaitu cyberspace atau sering juga disebut dunia virtual. Selain itu, pada awal pembentukannya, internet berada dalam satu Universitas Sumatera Utara kontrol administrator yang ketat. Sistem administrator mengontrol secara penuh sistem dan perangkat keras serta perangkat lunak jaringan. Pengguna awal internet adalah anggota komunitas yang dapat diidentifikasi sehingga dalam hal pengguna melakukan penyalahgunaan jaringan atau perangkat, sistem administrator dapat segera mengetahuinya dan dapat memberikan sanksi. 7 Penggunaan kata cyber dalam cyberspace, cybercrime, dan cyberlaw serta istilah lain yang menggunakan kata cyber seperti cyberpatrol, cyberterrorism, dan cybersex berkembang dari penggunaan terminologi cybernetics oleh Norbert Wiener. Esensinya, Cybernetics ialah ilmu pengetahuan tentang mengatur atau mengarahkan sistem mulai dari yang paling sederhana hingga yang paling kompleks dengan cara memahami sistem dan perilakunya terlebih dahulu dan mengaturnya dari luar sistem melalui berbagai alat, cara, dan metode. Oleh karena itu, dalam konsep cybernetics, kontrol merupakan kunci penting dalam suatu sistem. 8 Perkembangan teknologi dan internet yang dipengaruhi oleh konsep cybernetics telah melahirkan dunia baru yang dikenal dengan cyberspace, globalvillage, atau internet yang menandakan dimulainya era baru, yaitu era digital atau era informasi. 9 7 Josua Sitompul, Op.Cit., hal.27. 8 Ibid., hal. 4. 9 Ibid., hal.31. Menurut Didik J. Rachbini, teknologi informasi dan media elektronika dinilai sebagai simbol pelopor, yang akan mengintegrasikan seluruh sistem dunia, baik dalam aspek sosial, budaya, ekonomi dan keuangan. Dari sistem-sistem kecil lokal dan nasional, proses globalisasi dalam tahun-tahun terakhir bergerak cepat, bahkan terlalu cepat menuju suatu sistem global. Dunia Universitas Sumatera Utara akan menjadi “global village” yang menyatu, saling tahu dan terbuka, serta saling bergantung satu sama lain. 10 Menurut McLuhan, Global Village ini kemudian dikenal dengan cyberspace. 11 Cyberspace, global village atau internet, merupakan suatu dunia baru yang tercipta karena penyatuan antara manusia dan teknologi berdasarkan ilmu pengetahuan, dan menandakan dimulainya era digital. Sama seperti dalam dunia konvensional, maka dalam cyberspace ‘hidup’ masyarakat cybersociety yang terdiri dari jutaan pengguna internet dari segala penjuru dunia yang berkomunikasi atau berinteraksi satu sama lain melalui jaringan komputer. 12 Di samping itu, perkembangan teknologi telah menyebabkan dunia menjadi tanpa batas borderless 13 , yaitu mengecilnya atau bahkan hilangnya batas-batas wilayah negara dimana informasi dapat dengan cepat diketahui oleh negara lain. Namun disisi lain, dengan mudahnya komunikasi yang terjadi, maka kejahatanpun semakin mudah terjadi. Sehingga teknologi informasi menjadi pedang bermata dua, karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum. 14 Salah satu aspek kehidupan manusia yang sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi adalah lalu lintas perdagangan. Kemajuan teknologi mempermudah masyarakat melakukan transaksi keuangan antar negara melalui jasa perbankan tanpa membutuhkan waktu yang lama. Oleh karena itu, kegiatan 10 Soerjono Soekanto, Op.Cit., hal.1. 11 Josua Sitompul, Op.Cit., hal. 31. 12 Ibid., hal. 31 13 H. Ahmad Ramli, Cyber Law Dan HAKI dalam Sistem Hukum Indonesia. Bandung: PT Refika Aditama, 2004, hal.1. 14 Ibid. Universitas Sumatera Utara transfer dana pemindahan pengiriman pembayaran uang merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam kehidupan modern saat ini. Perkembangan globalisasi di berbagai bidang kehidupan yang ditunjang dengan pesatnya kemajuan teknologi informasi dan elektronik telah memunculkan sistem transfer dana elektronik electronic Funds transfer system, disingkat EFTS. 15 Berkembangnya sistem transfer dana elektronik diikuti pula dengan berkembangnya kejahatan teknologi canggih high tech crime. Dikenallah antara lain istilah cybercrime, EFTcrime, cybankcrime, internetbankingcrime, onlinebusinesscrime, cyberelectronicmoneylaundering. 16 Kejahatan transfer dana elektronik electronic funds transfer crime tidak hanya ditujukan pada pencurian dana theft of funds, tetapi juga pada penggunaan, pengungkapan, penghapusan, pencurian atau perusakan data use, disclosure, alteration, theft, or destruction of data, atau bertujuan untuk mengganggumengacaukan atau merusak sistem transfer dana elektroniknya itu sendiri disruption or destruction of the EFT system. 17 Sistem transfer dana elektronik juga dapat membantu menyembunyikan atau memindahkan hasil kejahatan, sehingga sering juga disebut kejahatan pencucian uang yang dilakukan secara elektronik. 18 15 Makalah Pada Seminar Nasional Problematika Perkembangan Hukum Ekonomi dan Teknologi, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, 29 Mei 2004, seperti dikutip oleh Barda Nanawi Arief, Tindak Pidana Mayantara Perkembangan Kajian Cyber Crime Di Indonesia Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006, hal. 51-52. 16 Ibid., hal. 52. 17 Library Of Congress Catalog, Selected Electronic Funds Transfer Issues: Privacy, Security, And Equity Washington D.C: U.S Government Printing Office, 1982, hal. 48., seperti dikutip oleh Ibid., hal.54. 18 Ibid. UU No. 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Pasal 3, menyebutkan secara spesifik perbuatan Universitas Sumatera Utara yang dikatakan melakukan tindak pidana pencucian uang, yaitu perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain.Dalam melakukan perbuatan yang dikatakan tindak pidana pencucian uang tersebut, seringkali menggunakan transaksi elektronik. Hukum pada prinsipnya merupakan pengaturan terhadap sikap tindak perilaku seseorang dan masyarakat yang terhadap pelanggarannya dikenakan sanksi oleh negara. Meskipun dunia siber ialah dunia virtual, hukum tetap diperlukan untuk mengatur sikap tindak masyarakat, setidaknya karena dua hal. Pertama masyarakat yang ada di dunia virtual ialah masyarakat yang ada di dunia nyata; masyarakat memiliki nilai dan kepentingan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang harus dilindungi. Kedua, walaupun terjadi di dunia virtual, transaksi yang dilakukan oleh masyarakat memiliki pengaruh dalam dunia nyata, baik secara ekonomis maupun non ekonomis. 19 Hukum akan selalu ketinggalan dengan perkembangan masyarakat. Begitu juga dengan kejahatan. Hukum baru muncul setelah ada kejahatan. Dengan munculnya kejahatan yang baru dan dengan modus operandi yang baru, penegak hukum harus memiliki cara untuk mengungkap kejahatan tersebut. Awalnya, Kondisi inilah yang membuat harus ada pengaturan hukum mengenai aktivitas di cyberspace dunia virtualmaya termasuk juga pengaturan atas segala dampak yang ditimbulkannya, baik dampak positif maupun dampak negatif. 19 Josua Sitompul, Op.Cit., hal.39. Universitas Sumatera Utara masyarakat tidak mengenal apa yang dimaksud dengan cybercrime, namun dengan perkembangan kejahatan di dunia virtual cyberspace, maka muncullah istilah baru dalam hukum. Sama seperti di dunia konvensional yang penuh dengan permasalahan hukum, cyberspace juga memunculkan permasalahan hukum sehingga diperlukan cyberlaw. Salah satu permasalahan dalam dunia virtual cyberspace adalah mengenai pembuktian, karena harus membuktikan suatu persoalan yang diasumsikan sebagai maya, sesuatu yang tidak terlihat dan semu. Alat buktinya bersifat elektronik, yaitu dalam bentuk dokumen elektronik, yang belum diatur dalam hukum acara sebagai hukum formal, namun dalam praktek telah dikenal dan banyak digunakan. Bukti merupakan hal mendasar dalam setiap perkara pidana. Oleh karena itu, alat bukti menjadi hal yang sangat menentukan dapat tidaknya seseorang dipidana. Cara yang dipergunakan dalam mencari, memeriksa, mengumpulkan dan menyimpan bukti tersebut dapat saja berbeda antara satu penegak hukum dengan penegak hukum lainnya, namun demikian prosedur untuk melakukan hal tersebut tetap diatur oleh suatu Hukum Acara Pidana yang berlaku dan tentunya harus ditaati. Terjadinya kesalahan dalam mengumpulkan, mengolah dan mempresentasikan bukti dalam persidangan dapat menimbulkan akibat yang merugikan bagi usaha pembuktian terjadinya suatu tindak pidana, 20 20 Mohamed Chawki, “The Digital Evidence In The Information Era”, Makalah disampaikan pada Cybercrime Conference 2003, Washington, 2003, hal.3.,seperti dikutip oleh Apreza Darul Putra, “Pengaturan Penggeledahan Dan Penyitaan Bukti Elektronik Dalam Kerangka Pembaruan Hukum Acara Pidana Indonesia,”Tesis, Magister Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2013, Hal. 1. seperti dalam kasus tindak pidana pencucian uang, yang dilakukan oleh terdakwa Ahmad Hanafi alias Ifanq dengan Nomor Perkara 133Pid.B2012PN.Pwk pada tahun Universitas Sumatera Utara 2012, yang telah diperiksa oleh Pengadilan Negeri Purwakarta menyatakan bahwa terdakwa terbukti telah melakukan tindak pidana pencucian uang, dimana tindak pidana awalnya adalah tindak pidana penipuan di bidang komputer. Dilihat dari fakta-fakta dipersidangan, terdakwa telah menempatkan dan membelanjakan harta kekayaan yang diketahuinya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan karena terdakwa telah menempatkan uang hasil penjualan pulsa yang didapatnya dengan jalan masuk ke dalam sistem elektronik milik PT. Telkomsel ke dalam transaksi keuangan yang ditempatkannya di rekening BCA KCU Purwakarta atas nama Ahmad Hanafi. Selain itu, terdakwa membeli sebuah mobil Toyota Avanza Veloz dan mentransfer uang kepada saudara iparnya. Oleh majelis hakim, terdakwa diyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang dengan barang bukti berupa kartu ATM Mandiri Syariah dan alat bukti berupa hasil cetak transaksi transfer dana yang dilakukan oleh terdakwa. Pengaturan secara materil tentang bukti elektronik telah diatur dalam beberapa undang-undang khusus seperti dalam UU No. 8 tahun 2008 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, namun aturan secara formilnya belum ada, walaupun dalam prakteknya hakim dalam memutuskan kasus tindak pidana pencucian uang sudah memperhatikan keberadaan alat bukti elektronik ini. Perkembangan teknologi yang sering disalahgunakan dan menjadi media dan sarana yang digunakan dalam tindak pidana pencucian uang, perlu mendapatkan penanganan yang serius, termasuk dalam pembuktiannya. Hal ini dikarenakan pembuktian sangat menentukan Universitas Sumatera Utara apakah seseorang bersalah atau tidak bersalah. Sehingga penulis tertarik mengangkat judul TINJAUAN YURIDIS MENGENAI PEMBUKTIAN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM KASUS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DIKAITKAN DENGAN UU NO. 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

1 77 106

IMPLEMENTASI PASAL 5 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK MENGENAI PEMBERLAKUAN DOKUMEN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI SAH

0 12 114

IMPLEMENTASI PASAL 5 UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK MENGENAI PEMBERLAKUAN DOKUMEN ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI SAH

0 6 18

ANALISIS YURIDIS KEABSAHAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKT

0 6 20

ANALISIS YURIDIS KEABSAHAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM MENGUNGKAP TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKT

0 8 66

KEDUDUKAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA CYBERCRIME

4 63 229

Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

0 6 105

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

0 1 22

BAB II PENGATURAN MENGENAI BUKTI ELEKTRONIKSEBAGAI ALAT BUKTI YANG SAH DALAM HUKUM PIDANA INDONESIA - Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 200

0 1 29

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Mengenai Pembuktian Elektronik Sebagai Alat Bukti Yang Sah Dalam Kasus Tindak Pidana Pencucian Uang Dikaitkan Dengan UU No. 11 tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik

0 0 22