Landasan-landasan pokok kehidupan politik di Indonesia
dari tahun 1945-1949 kemudian melihat revolusinya selama periode Demokrasi Liberal tahun 1950-1959, selama fase Demokrasi Terpimpin 1959
sampai dengan tahun 1965, kemudian juga periode sekarang ini yang mulai dengan kegagalan kudeta PKI.
Letnan Jenderal Hasnan Habib dalam Bilveer Singh 1995:67-71 mengutarakan identifikasi sejumlah prinsip Dwifungsi yang dibeda-bedakan
sebagai berikut: 1.
ABRI mempunyai fungsi pertahanan dan keamanan maupun fungsi sosial politik. Dalam fungsi pertahanan dan keamanan ABRI adalah alat negara
yang diatur oleh pemerintah sekarang, sedangkan dalam fungsi sosial politik ABRI bukan alat negara atau pemerintah tetapi lebih merupakan
salah satu kekuatan sosial politik yang ada dalam masyarakat. 2.
Dwifungsi bukanlah suatu doktrin atau teori mengenai hubungan sipil- militer sebagaimana dijalankan di Barat. Dwifungsi tidak mengandalkan
adanya bidang-bidang yang spesifik dan eksklusif bagi militer dan sipil. Dwifungsi tidak mengijinkan hubungan-hubungan sipil-militer dimana
yang satu dominan terhadap yang lain. 3.
Dwifungsi berhubungan erat dengan konsep ketahanan nasional. Ini melibatkan partisipasi secara sukarela dari semua warga negara dalam
pembangunan nasional. Jadi, ABRI harus menjamin bahwa para pemimpinnya, khususnya orang-orang yang menjalankan fungsi-fungsi
non-militer diorientasikan pada pengembangan demokrasi dan terampil melakukan persuasif pendekatan.
4. Personil ABRI merupakan prajurit profesional maupun pejuang
kemerdekaan. Jadi, selain merupakan anggota militer profesional, seorang
anggota ABRI harus menjadi warga negara sekaligus prajurit, pejuang kemerdekaan dan pejuang nasional.
5. Dwifungsi hanya dapat dilaksanakan dengan sikap setia pada norma-
norma yang terdapat dalam Sapta Marga. Ini merupakan kode etik ABRI. Jadi dapat dilihat bahwa Dwifungsi ABRI mempunyai dua dimensi utama,
yaitu: Politis, Dwifungsi adalah janji kesetiaan ABRI kepada bangsa untuk menjaga kesejahteraan seluruh bangsa dalam segala aspeknya. Dwifungsi juga
menuntut agar ABRI dilibatkan dalam segala hal, baik dalam bidang militer maupun non-militer.
Dimensi Strategis, Dwifungsi ABRI merupakan bagian dari konsep angkatan bersenjata tentang pelipatgandaan kekuatan. Dimensi ini
menempatkan ABRI pada posisi dan tempat yang secara tradisional tidak akan mereka masuki, khususnya dalam arena sosial politik. Dimensi ini
memungkinkan ABRI untuk memecahkan banyak masalah pada sumbernya tanpa harus menggunakan kekerasan, karena “dialog” jauh lebih baik daripada
“bertempur” yang harus dilaksanakan oleh angkatan bersenjata jika kesulitan tiba-tiba.
Jadi konsep Dwifungsi ABRI pada dasarnya dari rumusan sumpah prajurit dan sapta marga mengenai fungsi sosial politik, yaitu: ABRI sebagai pejuang
dan sekaligus sebagai prajurit, ABRI sebagai faktor integrasi kemanunggalan ABRI dengan rakyat, dan ABRI sebagai dinamisator dan stabilisator.