yang berbeda-beda itu menuju keselarasan, keserasian, dan keseimbangan sehingga dapat memberikan kesejahteraan bagi rakyat banyak.
c. Pemeran utama politik
Pergolakan-pergolakan yang terjadi terutama dibidang politik dan ekonomi, telah memaksa ABRI dan kekuatan-kekuatan lain yaitu
golongan fungsional dan golongan profesi yang kemudian sebagian besar bergabung dalam Golongan Karya untuk maju kedepan.
Apa yang melatarbelakangi ABRI dapat berperan sebesar itu? Menurut Dr. T.B. Simatupang dalam Tambunan 1995:72 mengatakan bahwa
menjelang dan pada saat proklamasi kemerdekaan kita telah mempunyai suatu proto army atau suatu tentara yang sedang dalam taraf pembentukan.
Perlu diingat bahwa perang kemerdekaan bukan hanya merupakan perjuangan bersenjata saja, tetapi yang bersifat ideologis, politik, ekonomi,
dan sosial budaya. Khusus mengenai peranan TNIABRI, Alfian dalam Tambunan
1995:74 mengatakan bahwa kiranya tidak ada yang menyangsikan bahwa peranan kepemimpinan TNI didalam masyarakat adalah sangat
menonjol, dan sebagian disebabkan kegagalan pemimpin-pemimpin sipil dalam memakai kesempatan yang mereka pernah punyai untuk mengatur
bangsa dan negara. Berdasarkan rumusan sumpah prajurit dan sapta marga itulah
kemudian lahir konsepsi mengenai fungsi sosial politik, yaitu: ABRI sebagai pejuang dan sekaligus sebagai prajurit, ABRI sebagai faktor
integrasi kemanunggalan ABRI dengan rakyat, dan ABRI sebagai dinamisator dan stabilisator.
Konsep Dwifungsi ABRI erat hubungannya dengan kelahiran dan peran Angkatan Bersenjata Republik Indonesia selama masa revolusi fisik dari bulan
Agustus 1945 sampai dengan Desember 1945. perumusan konsep Dwifungsi Angkatan Bersenjata Indonesia dilatarbelakangi oleh pengalaman pada masa
revolusi fisik yang menghasilkan perkembangan budaya politik, partisipatoris sejauh menyangkut keterlibatan militer dalam politik.
Untuk memahami hakikat dan isi Dwifungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, kita mesti mulai dengan perkembangan selama revolusi
dari tahun 1945-1949 kemudian melihat revolusinya selama periode Demokrasi Liberal tahun 1950-1959, selama fase Demokrasi Terpimpin 1959
sampai dengan tahun 1965, kemudian juga periode sekarang ini yang mulai dengan kegagalan kudeta PKI.
Letnan Jenderal Hasnan Habib dalam Bilveer Singh 1995:67-71 mengutarakan identifikasi sejumlah prinsip Dwifungsi yang dibeda-bedakan
sebagai berikut: 1.
ABRI mempunyai fungsi pertahanan dan keamanan maupun fungsi sosial politik. Dalam fungsi pertahanan dan keamanan ABRI adalah alat negara
yang diatur oleh pemerintah sekarang, sedangkan dalam fungsi sosial politik ABRI bukan alat negara atau pemerintah tetapi lebih merupakan
salah satu kekuatan sosial politik yang ada dalam masyarakat. 2.
Dwifungsi bukanlah suatu doktrin atau teori mengenai hubungan sipil- militer sebagaimana dijalankan di Barat. Dwifungsi tidak mengandalkan
adanya bidang-bidang yang spesifik dan eksklusif bagi militer dan sipil. Dwifungsi tidak mengijinkan hubungan-hubungan sipil-militer dimana
yang satu dominan terhadap yang lain. 3.
Dwifungsi berhubungan erat dengan konsep ketahanan nasional. Ini melibatkan partisipasi secara sukarela dari semua warga negara dalam
pembangunan nasional. Jadi, ABRI harus menjamin bahwa para pemimpinnya, khususnya orang-orang yang menjalankan fungsi-fungsi
non-militer diorientasikan pada pengembangan demokrasi dan terampil melakukan persuasif pendekatan.
4. Personil ABRI merupakan prajurit profesional maupun pejuang
kemerdekaan. Jadi, selain merupakan anggota militer profesional, seorang