Produk Bank Syariah Bank Syariah

mudharabah danatau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. d. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syariah yang ada di Bank Umum Syariah, Bank Umum Konvensional, dan UUS. e. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha bank syariah lainnya yang sesuai dengan prinsip syariah berdasarkan persetujuan Bank Indonesia. Di samping mempunyai hak untuk melakukan usaha, Bank Syariah juga dikenakan larangan-larangan yaitu sebagai berikut : 1. Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah. 2. Melakukan kegiatan jual beli saham secara langsung di pasar modal. 3. Melakukan penyertaan modal, kecuali pada Bank Umum Syariah atau lembaga keuangan yang melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah. 4. Melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen pemasaran produk asuransi syariah.

2.1.5. Produk Bank Syariah

Sama seperti halnya dengan bank konvensional, bank syariah juga menawarkan kepada nasabahnya dengan beragam produk perbankan . hanya saja bedanya dengan bank konvensional adalah dalam hal penentuan harga, baik terhadap harga jual maupun harga belinya Abdullah dan Tantri, 2014: 215. Menurut Wibowo Widodo 2005: 39 produk-produk bank syariah dikelompokan sebagai berikut: a. Penghimpunan Dana Sebagaimana pada bank konvensional, penghimpunan dana di bank umum syariah dapat berbentuk giro, tabungan, dan deposito. Sedangkan, BPRS hanya melayani tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang telah diterapkan secara luas dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip Wadi’ah dan Mudharabah. Penanaman jenis penghimpunan dana pada bank syariah disesuaikan dengan prinsip yang melandasinya. 1. Prinsip Wadi’ah Wadi’ah merupakan titipan atau simpanan pada bank syariah. Prinsip Wadi’ah merupakan titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik perorangan maupun badan hokum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja bila si penitip menghendaki Abdullah dan Tantri, 2014: 215. Menurut Antonio 2001: 148-149 secara umum terdapat dua jenis Wadi’ah, yaitu sebagai berikut : a. Wadi’ah Yad al-Amanah Trustee Depository Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut : 1 Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan. 2 Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkannya. 3 Sebagai konpensasi, penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan. 4 Mengingat barang atau harta yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan oleh penerima titipan, aplikasi perbankan yang memungkinkan untuk jenis ini adalah jasa penitipan atau safe deposit box. b. Wadi’ah Yad adh-Dhamanah Guarantee Depository Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut : 1 Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang menerima titipan. 2 Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu dapat menghasilkan manfaat. Sekalipun demikian, tidak ada keharusan bagi penerima titipan untuk memberikan hasil pemanfaatan kepada si penitip. 3 Produk perbankan yang sesuai dengan akad ini adalah giro dan tabungan. 4 Bank konvensional memberikan jasa giro sebagai imbalan yang dihitung berdasarkan persentase yang telah ditetapkan. Adapun pada bank syariah, pemberian bonus semacam jasa giro tidak boleh disebutkan dalam kontrak maupun dijanjikan dalam akad, tetapi benar-benar pemberian sepihak sebagai tanda terima kasih dari pihak bank. 5 Jumlah pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan manajemen bank syariah karena pada prinsipnya dalam akad ini penekanannya adalah titipan. 6 Produk tabungan juga dapat menggunakan akad wadi’ah karena pada prinsipnya tabungan mirip dengan giro, yaitu simpanan yang bisa diambil setiap saat. Perbedaannya, tabungan tidak dapat ditarik dengan cek atau alat lain yang dipersamakan. Wibowo dan Widodo 2005: 39 menyatakan prinsip wadi’ah yang diterapkan pada bank syariah adalah wadi’ah yad adh- dhamanah. Bank dapat memanfaatkan dan menyalurkan dana yang disimpan serta menjamin bahwa dana tersebut dapat ditarik setiap saat oleh nasabah penyimpan dana. Namun demikian, rekening ini tidak boleh mengalami saldo negative overdraft. 2. Prinsip Mudharabah Mudharabah merupakan akad kerja sama antara dua pihak, dimana pihak pertama menyediakan seluruh modal pemilik dana shahibul maal dengan pihak lain menjadi pengelola dana mudharib Abdullah dan Tantri, 2014: 220. Menurut Antonio 2001: 150-151 secara garis besar, mudharabah terbagi menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut : a. Mudharabah Muthalaqah General Investment Mudharabah jenis ini memiliki karaktersitik sebagai berikut: 1 Shahibul maal tidak memberikan batasan-batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib diberi wewenang penuh mengelola dana tersebut tanpa terikat waktu, tempat, jenis usaha, dan jenis pelayanannya. 2 Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini adalah time deposit biasa. b. Mudharabah Muqayyadah Mudharabah jenis ini memilik karakteristik sebagai berikut: 1 Shahibul maal memberikan batasan atas dana yang diinvestasikannya. Mudharib hanya bisa mengelola dana tersebut sesuai dengan batasan yang diberikan oleh shahibul maal. Misalnya, hanya untuk jenis usaha tertentu saja, tempat tertentu, waktu trtentu, dan lain-lain. 2 Aplikasi perbankan yang sesuai dengan akad ini ialah special investment. b. Pelayanan Jasa- Jasa Bank syariah dalam mendapatkan dana dari masyarakat dapat melakukan pelayanan jasa-jasa berikut ini : 1. Bank garansi dengan prinsip al kafalah Pengertian al kafalah adalah jaminan yang diberikan penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Dapat pula diartikan sebagai pengalihan tanggung jawab dari satu pihak kepada pihak lain. Dalam dunia perbankan dapat dilakukan dalam hal pembiayaan dengan jaminan seseorang Abdullah dan Tantri, 2014: 226. 2. Transfer dengan prinsip al hawalah. Menurut Antonio 2005: 126 al hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib menanggungnya. Dalam isltilah para ulama, hal ini merupakan pemindahan beban utang dari muhil orang yang berutang menjadi tanggungan muhal’alaih atau orang yang berkewajiban membayar utang. 3. Penitipan barang dengan prinsip al wadiah dan al wakalah. Wadi’ah merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya menghendaki Antonio, 2005: 148. Sedangkan al wakalah menurut Abdullah dan Tantri 2014: 224 artinya penyerahan atau pendelegasian atau pemberian mandat dari satu pihak kepada pihak lain. Mandat ini harus dilakukan sesuai dengan yang telah disepakati oleh si pemberi mandat. 4. Jual beli mata uang asing dengan prinsip al shraf. Sharf adalah akad jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. 5. Pembukaan letter of credit dengan prinsip al wakalah, al musyarakah, dan al mudharabah. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana atau amal expertise dengan kesepakatan bahwa keuntungan dari risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan Antonio, 2005: 90. c. Penyaluran Dana Penyaluran dana dalam bank konvensional biasa dikenal dengan istilah keredit atau pinjaman. Sedangkan dalam bank syariah untuk penyaluran dananya biasa dikenal dengan istilah pembiayaan. Jika dalam bank konvensional keuntungan bank diperoleh dari bunga yang dibebankan, maka dalam bank syariah tidak ada istilah bunga, tetapi bank syariah menerapkan system bagi hasil. Menurut Abdullah dan Tantri 2014: 219-221 prinsip bagi hasil dalam bank syariah yang diterapkan dalam pembiayaan dapat dilakukan dalam empat akad utama, yaitu: 1. Al-Musyarakah Dalam praktik perbankan al-musyarakah diaplikasikan dalam hal pembiayaan proyek. Nasabah yang dibiayai dengan bank sama-sama menyediakan dana untuk melaksanakan proyek tersebut. Keuntungan dari proyek dibagi sesuai dengan kesepakatan untuk bank setelah terlebih dahulu memberikan dana yang dipakai nasabah. 2. Al-Mudharabah Al-mudharabah merupakan akad kerja sama antara dua pihak pertama menyediakan seluruh modal dan pihak lain menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak. Apabila rugi, maka akan ditanggung pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat dari kelalaian si pengelola. Apabila kerugian diakibatkan kelalaian pengelola, maka si pengelolalah yang bertanggung jawab. Dalam dunia perbankan mudharabah biasanya diaplikasikan pada produk pembiayaan atau pendanaan seperti, pembiayaan modal kerja. 3. Al- Muza’arah Al- Muza’arah merupakan kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap. Pemilik lahan menyediakan lahan kepada penggarap untuk ditanami produk pertanian dengan imbalan bagian tertentu dari hasil panen. Dalam dunia perbankan kasus ini diaplikasikan untuk pembiayaan bidang platation atas dasar bagi hasil panen. 4. Al-Musaqah Pengertian Al-Musaqah adalah bagian dari Al- Muza’arah, yaitu penggarap hanya bertanggung jawab atas penyiraman dan pemeliharaan dengan menggunakan dana dan peralatan mereka sendiri. Imbalan tetap diperoleh dari persentase hasil panen pertanian. Jadi tetap dalam kontek adalah kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dengan penggarap.

2.2. Konsep Efisiensi