103
V. TRANSMISSION OF DIFFERENT STRAINS OF BEGOMOVIRUS-INFECTING TOMATO BY
DIFFERENT BIOTYPES OF Bemisia tabaci ABSTRACT
NOOR AIDAWATI. Transmission of Different Strains of Begomovirus- Infecting Tomato by Different Biotypes of Bemisia tabaci.
Supervised by SRI HENDRASTUTI HIDAYAT, PURNAMA HIDAYAT, RUSMILAH SUSENO,
and SRIANI SUJIPRIHATI. Begomovirus infection have become major constraint to tomato
production in the tropic and subtropic region. Begomovirus -infecting tomato was depend on insect vector, B. tabaci, for its transmission and dispersal. However,
transmission of begomovirus is determined by the interaction between B. tabaci biotypes and begomovirus strain. This research is undergone to study transmission
efficiency of three different strains of begomovirus-infecting tomato i.e strain of Kaliurang, Boyolali and Bogor by three different population of B. tabaci, i.e one
B. tabaci biotype B BtBsBJB and two B. tabaci biotype non B BtCkBJB and BtKKJT.
Transmission study employing different acquisition feeding period, inoculation feeding period, and number of insect showed that each population of
B. tabaci was able to transmit three different strains of begomovirus with 15 min. acquisition feeding period, 15 min. inoculation feeding period, and single insect
per plant. However, transmission efficiency varies among B. tabaci biotypes and begomovirus strains. Begomovirus strain from Kaliurang was transmitted more
efficient ly by all three B. tabaci populations using 10-20 insect per plant compared to the other two begomovirus strains. Begomovirus strain from
Boyolali was transmitted most efficiently by B. tabaci biotype non B from East Java, whereas begomovirus strain from Bogor was transmitted more efficiently by
the B. tabaci biotype non B than those of B. tabaci biotype B.
104
PENDAHULUAN
Kutukebul, B. tabaci Gennadius Hemiptera: Aleyrodidae, merupakan serangga polifagus yang tersebar di daerah tropik dan subtropik Brown et al.
1995. Serangga ini merupakan salah satu hama yang sangat penting terutama pada tanaman sayuran dan tanaman hias Oliveira et al. 2001; Perring 2001. B.
tabaci diketahui sebagai vektor untuk lebih dari 100 spesies virus tanaman dan salah satu spesies virus yang paling banyak ditularkan oleh B. tabaci adalah
kelompok geminivirus yang berasal dari genus begomovirus yaitu sebesar 90 Jones 2003. Begomovirus ini merupakan virus yang menyebabkan kerusakan
dan kehilangan hasil sejumlah tanaman di daerah tropik dan subtropik, khususnya tanaman hor tikultura Czosnek et al. 1988; Polston Anderson 1997; Idris
Brown 1998. Di Indonesia, begomovirus telah dilaporkan menginfeksi tanaman tomat,
cabai dan gulma babadotan Ageratum conyzoides Shih et al. 1999; Hidayat et al. 1999; Sudiono et al. 2004; Aidawati et al. 2005; Sukamto et al. 2005;
Sulandari et al. 2006; Tsai et al. 2006a,b. Begomovirus juga terdeteksi menginfeksi tanaman mentimun yang ada di Jawa Timur Hidayat Aidawati
2006, belum dipublikasikan. Berdasarkan pola pita pemotongan DNA dengan enzim restriksi diketahui terdapat 6 strain begomovirus yang berbeda di daerah
Jawa Tengah, Jawa Barat dan D.I. Yogyakarta Sudiono et al. 2004; Aidawati et a l. 2005. Selanjutnya Kon et al. 2003 dan Sukamto et al. 2005 melaporkan
bahwa begomovirus yang menginfeksi tomat di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk ToLCV berdasarkan analisis sikuen DNAnya.
Biotipe B. tabaci yang berbeda dilaporkan mengkoloni tanaman inang yang berbeda -beda dalam areal yang berbeda Bedford et al. 1994; Guirao et al.
1997. Hasil penelitian keanekaragaman B. tabaci BAB IV berdasarkan uji induksi daun labu menjadi keperak-perakan, PCR-RAPD dan gen COI telah
berhasil mengidentifikasi 2 tipe genetik B. tabaci yaitu B. tabaci biotipe B yang berasal dari tanaman brokoli yang ada di Jawa Barat dan B. tabaci biotipe non B
yang berasal dari tanaman cabai, tomat, mentimun, kedelai, edamame yang ada di Jawa Barat dan terung yang ada di Jawa Timur. Biotipe B. tabaci yang paling
105 dominan berperan sebagai hama maupun sebagai vektor virus serta mempunyai
kisaran inang yang luas adalah B. tabaci biotipe B Bedford et al. 1994 . Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemampuan B. tabaci
dalam menularkan begomovirus sangat ditentukan oleh selubung protein virus Azzam et al. 1994, Briddon et al. 1990; Hofer et al. 1997; Noris et al. 1998 ,
biotipe B. tabaci Bedford et al. 1994; McGrath Harrison 1995; Sanchez- Campos et al. 1999, dan protein GroEL homolog yang dihasilkan oleh bakteri
endosimbiotik Morin et al. 2000. Penelitian lain menunjukkan adanya interaksi antara biotipe B. tabaci dan strain begomovirus . Virus krupuk tembakau asal
Jember dapat ditularkan secara optimal oleh 20 ekor B. tabaci, sedangkan isolat begomovirus cabai hanya memerlukan 10 ekor serangga Aidawati et al. 2002;
Sulandari 2004. Sanches-Campos et al. 1999 melaporkan bahwa TYLCV-Is dapat ditularkan oleh dua ekor serangga betina B. tabaci biotipe B dan biotipe Q
berturut-turut sebesar 33. 7 dan 50 , sedangkan TYLCV-Sar hanya 11,8 dan 40,1 berturut-turut. Kajian mengenai interaksi B. tabaci dengan begomovirus
yang menginfeksi tanaman di Indonesia masih sangat terbatas, sementara epidemi penyakit yang disebabkan oleh begomovirus di Indonesia terjadi pada tanaman
cabai dan tomat. Oleh karena itu penelitian sangat perlu dilakukan, sehingga epidemi penyakit yang disebabkan begomovirus dapat dicegah dan pengendalian
dapat ditentukan dengan tepat.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efisiensi penularan tiga strain begomovirus oleh B. tabaci biotipe B dan B. tabaci biotipe non B yang berasal
dari cabai dan terong.
106
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Virologi kebun percobaan Cikabayan, Darmaga, Bogor dari September 2004 – Juni 2005.
Perbanyakan Serangga Vektor
Serangga vektor yang digunakan untuk uji penularan merupakan B. tabaci yang berasal dari lokasi dan tanaman inang yang berbeda Tabel 5.1.
Tabel 5.1 Biotipe B. tabaci yang digunakan dalam uji penularan tiga strain begomovirus
Kode populasi
Asal tanaman inang
Asal lokasi Biotipe
BtBsBJB Brokoli
Baranangsiang, Bogor, Jawa Barat
B BtCkBJB
Cabai Cikabayan, Dramaga, Bogor,
Jawa Barat Non B
BtKKJT Terung
Kencong, Kediri, Jawa timur Non B
Populasi B. tabaci tersebut diidentifikasi berdasarkan kemampuan menginduksi daun labu menjadi keperak-perakan, analisis PCR-RAPD dan
sekuen gen COI BAB IV . Perbanyakan masing-masing populasi dilakukan dengan cara memelihara serangga tersebut dalam kurungan serangga. Serangga
diberi kesempatan meletakkan telur pada tanaman brokoli, kemudian tanaman yang diperkirakan telah mengandung sejumlah telur serangga dipindahkan ke
kurungan serangga baru yang telah berisi tanaman brokoli atau kapas berturut- turut untuk B. tabaci biotipe B dan biotipe non B. Setelah beberapa hari akan
terbentuk imago baru yang merupakan imago yang bebas virus dan dapat digunakan sebagai serangga vektor. Serangga yang bebas virus tersebut
digunakan untuk studi penularan terhadap tiga strain begomovirus
Perbanyakan Sumber Inokulum
Begomovirus yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari tanaman tomat yang terinfeksi di daerah Kaliurang, D.I. Yogyakarta GVPSlm, Boyolali,
Jawa Tengah GVABy dan Bogor , Jawa Barat GVCBgr. Hasil identifikasi menggunakan teknik PCR-RFLP membuktikan bahwa ketiga strain begomovirus
tersebut merupakan strain yang berbeda BAB III. Ketiga strain begomovirus
107 tersebut diperbanyak pada tanaman tomat kultivar Arthaloka melalui penularan
dengan serangga vektor dan dua bulan setelah inokulasi tanaman digunakan sebagai sumber inokulum.
Studi Karakteristik Hubungan Strain Begomovirus dengan Serangga Vektor B. tabaci
U
ntuk mempelajari kemampuan beberapa populasi B. tabaci dalam menularkan strain begomovirus yang berbeda, maka dilakukan beberapa
percobaan terhadap periode makan akuisisi PMA, periode makan inokulasi PMI dan jumlah serangga. Setiap unit percobaan terdiri atas sepuluh tanaman
uji dan lima tanaman kontrol. Serangga vektor yang digunakan untuk setiap unit percobaan adalah sepuluh ekor per tanaman, kecuali pada percobaan jumlah
serangga
a. Periode Makan Akuisisi
Untuk mengetahui PMA minimum B. tabaci dalam menularkan masing- masing isolat begomovirus, imago masing-masing biotipe B. tabaci diberi
perlakuan periode makan pada tanaman tomat terinfeksi virus selama ¼, ½, 1 , 3 dan 6 jam, kemudian diberi perlakuan PMI selama 48 jam pada tanaman uji.
Pada pengujian ini diamati jumlah tanaman yang terinfeksi pada setiap perlakuan dan masa inkubasi virus dalam tanaman. Pengamatan dilakukan sampai satu
bulan setelah perlakuan.
b. Periode Makan Inokulasi
Untuk mengetahui PMI minimum B. tabaci dalam menularkan isolat begomovirus tomat serangga vektor diberi perlakuan PMI selama ¼, ½, 1 , 3 , 6,
dan 12 jam pada tanaman tomat yang sehat setelah melalui perlakuan PMA selama 24 jam pada tanaman tomat yang terinfeksi. Pada pengujian ini diamati
jumlah tanaman yang terinfeksi pada setiap perlakuan dan masa inkubasi virus dalam tanaman. Pengamatan dilakukan sampai satu bulan setelah perlakuan.
c. Jumlah Serangga
Untuk mengetahui jumlah minimum masing-masing biotipe B. tabaci yang mampu menularkan isolat begomovirus tomat dilakukan penularan dengan
menggunakan jumlah serangga yang berbeda yaitu 1 , 3 , 5 , 10 , 15 dan 20 ekor
108 setiap tanaman. Masing-masing serangga diberi perlakuan PMA 24 jam dan PMI
48 jam. Pada pengujian ini diamati jumlah tanaman yang terinfeksi pada setiap perlakuan dan masa inkubasi virus dalam tanaman. Pengamatan dilakukan sampai
satu bulan setelah perlakuan.
109
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Pengaruh Periode Makan Akuisisi Serangga Terhadap Penularan Begomovirus
Sepuluh ekor B. tabaci biotipe B dan biotipe non B yang diuji mampu menularkan ketiga strain begomovirus setelah diberi PMA selama 15 menit dan
PMI selama 48 jam. Kemampuan B. tabaci menularkan begomovirus dapat berbeda -beda antar biotipe maupun strain begomovirus . B. tabaci biotipe non B
Jawa Timur BtKKJT lebih efektif menularkan strain begomovirus yang berasal dari Kaliurang dan Boyolali dibandingkan dengan strain Bogor Tabel 5.2. B.
tabaci biotipe non B Jawa Barat BtCkBJB lebih efektif menularkan strain begomovirus yang berasal dari Bogor Tabel 5.2, sedangkan B. tabaci biotipe B
kurang efektif menularkan ketiga strain begomovirus tersebut Tabel 5. 2. Kemampuan ketiga populasi B. tabaci menularkan ketiga strain
begomovirus akan semakin meningkat dengan meningkatkan PMA Tabel 5.2. Efektifitas penularan maksimum 100 dapat dicapai oleh B. tabaci BtCkBJB
untuk menularkan strain begomovirus Bogor melalui PMA minimum selama 180 menit Tabel 5.2. Efektifitas penularan tertinggi yang dapat dicapai oleh dua
populasi B. tabaci yang lain, BtBsBJB dan BtKKJT, hanya mencapai 80 yaitu untuk menularkan strain begomovirus Boyolali melalui PMA minimum selama
360 menit Tabel 5. 2. Walaupun masa inkubasi begomovirus cenderung semakin cepat dengan bertambahnya PMA serangga, tetapi hal tersebut tidak dapat
dikaitkan dengan perbedaan strain begomovirus maupun perbedaan biotipe B. tabaci.
110
110 Tabel 5.2 Pengaruh periode makan akuisisi serangga vektor BtBsBJB, BtCkBJB dan BtKKJT terhadap penularan tiga strain begomovirus
dan masa inkubasi virus pada tanaman tomat dengan periode makan inokulasi 48 jam dan jumlah serangga sepuluh ekor setiap tanaman
Strain begomovirus Kaliurang
Boyolali Bogor
Periode makan akuisisi
Menit Biotipe
B. tabaci Jumlah
tanaman terinfeksi
1
Masa inkubasi
Hari Jumlah
tanaman terinfeksi
Masa inkubasi
Hari Jumlah tanaman
terinfeksi Masa
inkubasi Hari
BtBsBJB
2
10 9
10 14
10 12
BtCkBJB
3
10 13
10 10
50 15
15 BtKKJT
4
30 10
40 9. 5
20 13
BtBsBJB 10
9 10
14 10
12. 5 BtCkBJB
10 13
20 10
70 11
30 BtKKJT
30 10
40 9. 5
20 13
BtBsBJB 30
11 50
13.5 40
12 BtCkBJB
30 15.5
20 10
90 11
60 BtKKJT
40 10
60 8
40 9. 5
BtBsBJB 30
11 70
12.5 40
10 BtCkBJB
50 10
50 7. 5
100 9. 5
180 BtKKJT
50 11. 5
60 8. 5
50 10
BtBsBJB 50
11. 5 80
12 60
10,5 BtCkBJB
70 8
80 7
100 9. 5
360 BtKKJT
50 11. 5
80 8
70 10
Keterangan:
1
Jumlah tanaman bergejalajumlah tanaman uji;
2
B. tabaci biotipe B;
3
B. tabaci biotipe non B, Jawa Barat ;
4
B. tabaci biotipe non B, Jawa Timur
111
Pengaruh Periode Makan Inokulasi Serangga Terhadap Penularan Begomovirus
Seperti halnya pada pengujian PMA, kemampuan ketiga biotipe B. tabaci menularkan tiga strain begomovirus semakin meningkat dengan semakin lamanya
PMI Tabel 5.3. Pada PMI selama 15 menit efektifitas penularan tertinggi yang tercapai hanya 50 yaitu untuk B. tabaci BtBsBJB yang menularkan strain
begomovirus Kaliurang, B. tabaci BtCkBJB yang menularkan strain begomovirus Boyolali, B. tabaci BtKKJT yang menularkan strain begomovirus Bogor. Bila
PMI ditingkatkan menjadi 360 menit, efektifitas penularan maksimal 100 dapat tercapai yaitu untuk B. tabaci BtBsBJB yang menularkan strain
begomovirus Kaliurang, dan B. tabaci BtCkBJB yang menularkan strain begomovirus Kaliurang dan Boyolali. Pada pengujian PMI ini terlihat adanya
interaksi antara biotipe B. tabaci dengan strain begomovirus yaitu antara BtCkBJB dengan strain Boyolali.
Pengaruh Jumlah Serangga Terhadap Penularan Begomovirus
Satu ekor B. tabaci biotipe B dan B. tabaci biotipe non B yang diberi PMA selama 24 jam dan PMI selama 48 jam telah mampu menularkan ketiga strain
begomovirus. Kemampuan satu ekor B. tabaci biotipe B menularkan tiga strain begomovirus relatif rendah dibandingkan kemampuan B. tabaci non B Tabel
5.4. Satu ekor B. tabaci biotipe non B telah mampu menyebabkan 30– 50 tanaman terinfeksi, sedangkan B. tabaci biotipe B hanya mampu menyebabkan
10 tanaman terinfeksi. Jumlah tanaman terinfeksi akan meningkat bila jumlah serangga yang digunakan untuk penularan diperbanyak. Walaupun demikian,
terlihat kecenderungan bahwa kemampuan B. tabaci biotipe non B menularkan ketiga strain begomovirus relatif le bih tinggi dibandingkan kemampuan B. tabaci
biotipe B. Dengan 5 ekor serangga setiap tanaman, B. tabaci biotipe non B BtCkBJB dan BtKKJT telah dapat menyebabkan infeksi sebesar 40-80,
sedangkan B. tabaci biotipe B hanya menyebabkan infeksi sebesar 30.
112
112 Tabel 5.3 Pengaruh periode makan inokulasi serangga vektor BtBsBJB, BtCkBJB dan BtKKJT terhadap penularan tiga strain
begomovirus dan masa inkubasi virus pada tanaman tomat dengan periode makan akuisisi 24 jam dan jumlah serangga sepuluh ekor setiap tana man
Strain begomovirus Kaliurang
Boyolali Bogor
Periode makan inokulasi
Menit Biotipe
B. tabaci Jumlah
tanaman terinfeksi
1
Masa inkubasi
Hari Jumlah
tanaman terinfeksi
Masa inkubasi
Hari Jumlah
tanaman terinfeksi
Masa inkubasi
Hari BtBsBJB
2
50 14
40 13
20 12
BtCkBJB
3
20 12
50 13
10 8
15 BtKKJT
4
20 13
30 12
50 10. 5
BtBsBJB 80
18 40
14. 5 20
10 BtCkBJB
30 13
70 11. 5
20 11
30 BtKKJT
60 9.5
30 11. 5
70 11. 5
BtBsBJB 80
11 50
14.5 40
9.5 BtCkBJB
80 12
70 10. 5
40 6.5
60 BtKKJT
60 10. 5
60 10
70 9.5
BtBsBJB 80
10 80
14. 5 40
10. 5 BtCkBJB
80 10. 5
80 10. 5
40 8.5
180 BtKKJT
60 10. 5
80 9
80 9.5
BtBsBJB 100
10 90
13. 5 50
10. 5 BtCkBJB
100 10. 5
100 10. 5
60 10. 5
360 BtKKJT
90 10.5
80 9.5
80 9.5
Keterangan:
1
Jumlah tanaman bergejalajumlah tanaman uji;
2
B. tabaci biotipe B;
3
B. tabaci biotipe non B, Jawa Barat ;
4
B. tabaci biotipe non B, Jawa Timur
113
113 Tabel 5.4 Pengaruh jumlah serangga vektor BtBsBJB, BtCkBJB dan BtKKJT terhadap penularan tiga strain begomovirus dan masa
inkubasi virus pada tanaman tomat dengan periode makan akuisisi 24 jam dan periode makan inokulasi 48 jam. Strain begomovirus
Kaliurang Boyolali
Bogor Jumlah
serangga ekor Biotipe
B. tabaci Jumlah
tanaman terinfeksi
1
Masa inkubasi
Hari Jumlah
tanaman terinfeksi
Masa inkubasi
Hari Jumlah
tanaman terinfeksi
Masa inkubasi
Hari BtBsBJB
2
10 8
10 12
10 10
BtCkBJB
3
30 9.5
30 12
30 14
1 BtKKJT
4
50 10. 5
40 9
40 14
BtBsBJB 10
8 30
12 30
12 BtCkBJB
40 10. 5
70 10
30 10
3 BtKKJT
50 10. 5
50 9
80 10. 5
BtBsBJB 30
8.5 30
12 30
10 BtCkBJB
70 13
70 12. 5
40 10
5 BtKKJT
80 11. 5
70 8
80 11. 5
BtBsBJB 60
11 60
8.5 60
11 BtCkBJB
80 9.5
80 9.5
40 11. 5
10 BtKKJT
80 10. 5
100 8
80 10. 5
BtBsBJB 100
6,5 60
15. 5 60
11 BtCkBJB
80 8
80 11
100 8.5
15 BtKKJT
100 10
100 8
100 10
BtBsBJB 100
6 70
15. 5 80
12 BtCkBJB
100 6.5
80 10
100 8
20 BtKKJT
100 10
100 8
100 10
Keterangan:
1
Jumlah tanaman bergejalajumlah tanaman uji;
2
B. tabaci biotipe B;
3
B. tabaci biotipe non B, Jawa Barat;
4
B. tabaci biotipe non B, Jawa Timur
114
Pembahasan
Begomovirus ditularkan oleh B. tabaci secara persisten sirkulatif tetapi tidak mengalami replikasi di dalam tubuh serangga vektor Mehta et al. 1994;
Idris Brown 1998. Has il uji penularan menunjukkan bahwa B. tabaci biotipe B dan biotipe non B mampu menularkan ketiga strain begomovirus setelah PMA
selama 15 menit dengan PMI selama 48 jam. Semakin lama PMA serangga vektor B. tabaci biotipe B dan biotipe non B pada tanaman tomat terinfeksi
begomovirus, semakin meningkat kemampuan serangga vektor menularkan begomovirus tersebut Tabel 5.2. Beberapa begomovirus dilaporkan mampu
ditularkan oleh serangga vektor B. tabaci dengan PMA minimum selama 15 menit. Tomato yellow leaf curl virus yang berasal dari Mesir mampu ditularkan
oleh B. tabaci biotipe B setelah PMA 15 menit Mehta et al. 1994 , sedangkan Butter Rataul 1977 menunjukkan bahwa PMA minimum B. tabaci koloni
Brinjal untuk menularkan ToLCV-Sudan adalah 31 menit. Idris Brown 1998 melaporka n bahwa B. tabaci biotipe A yang telah diberi PMA selama 30 menit
tidak mampu menularkan sinaloa tomato leaf curl virus STLCV tetapi penularan baru terjadi setelah 1 jam PMA. Aidawati et al. 2002 melaporkan PMA B.
tabaci biotipe B mampu menularkan TLCV asal Jember setelah PMA selama 30 menit dan PMA maksimum adalah 24 jam. Menggunakan populasi B. tabaci
yang sama Sulandari 2004 melaporkan bahwa B. tabaci biotipe B tersebut mampu menularkan virus keriting kuning cabai setelah PMA 30 menit dan PMA
maksimum adalah 3 jam. Kemampuan serangga vektor untuk memperoleh virus dari tanaman
terinfeksi begomovirus selama PMA tergantung pada konsentrasi virus dalam jaringan tanaman terinfeksi, kemampuan serangga memperoleh virus dan
kemampuan virus melewati dinding usus tengah serangga dan selanjutnya bertahan dalam hemolimfa serangga Mehta et al. 1994; Markham et al. 1994;
Harris et al. 1996; Hunter et al. 1998; Rosell et al. 1999. Hasil penelitian ini menunjukkan meningkatnya efisiensi penularan ketiga strain begomovirus setelah
PMA B. tabaci biotipe B dan biotipe non B diperpanjang menunjukkan cara penularan virus sirkulatif.
115 Periode makan inokulasi sangat berpengaruh terhadap kemampuan
serangga vektor B. tabaci biotipe B dan biotipe non B untuk menularkan tiga strain begomovirus. Semakin lama PMI diberikan, semakin meningkat
kemampuan B. tabaci biotipe B dan biotipe non B menularkan ketiga strain begomovirus Tabel 5.3. Menurut Costa 1969 kemampuan serangga vektor
untuk menularkan virus ke tanaman sehat selama PMI ditentukan oleh jumlah serangga dan tempat makan serangga pada saat inokulasi
. Periode makan
inokulasi maksimum B. tabaci dalam menularkan begomovirus berbeda-beda tergantung pada biotipe dan strain begomovirus. Periode makan inokulasi
maksimum B. tabaci biotipe B untuk menularkan TLCV asal Jember adalah 24 jam, sedangkan untuk menularkan virus keriting kuning adalah 6 jam Aidawati et
al. 2002; Sulandari 2004. Butt er Rataul 1977 melaporkan PMI minimum B. tabaci untuk menularkan TLCV-Sudan adalah 32 menit, sedangkan PMI B. tabaci
biotipe B untuk menularkan TYLCV-Mesir adalah 15 menit Mehta et al. 1994. Idris Brown 1998 melaporkan bahwa B. tabaci biotipe A yang diberi PMA 24
jam tidak mampu menularkan STLCV setelah periode inokulasi 30 menit, tetapi penularan terjadi setelah PMI 1 jam.
Efisiensi penularan juga ditentukan oleh jumlah serangga. Kemampuan satu ekor B. tabaci menularkan begomovirus telah banyak dilaporkan Brown
Nelson 1988; Mehta et al. 1994; Aidawati et al. 2002; Sulandari 2004 walaupun dengan tingkat keberhasilan yang beragam. Satu ekor B. tabaci dapat menularkan
TLCV-Jember dengan keberhasilan 50 Aidawati et al. 2002 sementara serangga yang sama dapat menularkan virus keriting kuning cabai dengan
keberhasilan 40 Sulandari 2004. Hasil penelitian Brown Nelson 1988 menunjukkan bahwa satu ekor B. tabaci mampu menularkan chino del tomato
virus CdTV dengan jumlah tanaman terinfeksi 15 dan penularan optimal 100 ditularkan oleh 20 ekor serangga vektor. Mehta et al. 1994 menunjukkan
bahwa satu ekor B. tabaci biotipe B mampu menularkan TYLCV-Mesir sebesar 20.
Faktor penting lain yang bertautan dengan penularan begomovirus adalah keanekaragaman B. tabaci. Bedford et al. 1994 melaporkan bahwa semua
populasi B. tabaci biotipe B, B2 dan non B yang berasal dari geografi yang
116 berbeda mampu menularkan begomovirus yang berbeda dengan perbedaan pada
efektifitas penularan. B. tabaci biotipe E yang berasal Benin, Afrika dan B. tabaci biotipe J yang berasal dari Nigeria tidak efektif sebagai vektor begomovirus yang
diuji. Demikian pula Maruthi et al. 2002 melaporkan bahwa populasi B. tabaci yang berasal dari geografis yang sama lebih efektif menularkan begomovirus yang
berasal dari geografis yang sama. Dibuktikan bahwa tiga populasi B. tabaci yang berasal dari tanaman ubi kayu yang berasal dari Afrika Namulonge, Mtwara dan
Kumasi lebih efektif menularkan East Africa cassava mosaic virus EAMCV asal Afrika Uganda dan Tanzania dibandingkan dengan India cassava mosaic
virus ICMV yang berasal dari Trivandrum, sebaliknya populasi B. tabaci yang berasal dari India Trivandrum lebih efektif menularkan ICMV dibandingkan
EACMV. Walaupun tidak diperoleh bukti sekuat penelitian-penelitian di atas, hasil penelitian yang dilakukan menggunakan tiga strain begomovirus yang
berbeda dan tiga populasi B. tabaci yang berbeda menunjukkan bahwa biotipe B. tabaci yang berasal dari geografis yang berbeda mempunyai kemampuan yang
berbeda da lam menularkan isolat begomovirus yang berasal dari geografis dan strain yang berbeda.
Lebih lanjut McGrath Harrison 1995 menunjukkan bahwa efektifitas penularan begomovirus tergantung pada biotipe B. tabaci dan isolat virus. B.
tabaci biotipe B dan B. tabaci non B yang berasal dari Ivory Coast IC menularkan TYLCV-Sen lebih efektif dibandingkan ToLCV-India, sedangkan B.
tabaci non B asal Pakistan PK menularkan TYLCV-India lebih efektif dibandingkan TYLCV-Sen. B. tabaci biotipe B menular kan TYLCV-Sen dan
ToLCV-India 4-9 kali lebih efektif dibandingkan B. tabaci non B asal IC. TYLCV -Nig ditularkan oleh B. tabaci biotipe B dan tidak oleh B. tabaci biotipe
non B asal IC. Hasil penelitian Sanchez-Campos et al. 1999 menunjukkan bahwa B. tabaci biotipe B dan B. tabaci biotipe Q yang ada di Spanyol
mempunyai kemampuan menularkan TYLCV-Sar dan TYLCV-Is. Akan tetapi efektifitas penularan kedua biotipe tersebut berbeda. B. tabaci biotipe Q efektif
menularkan kedua TYLCV tersebut dibandingkan biotipe B, tetapi kedua biotipe lebih efektif menularkan TYLCV-Is.
117 Spesifikasi biotipe untuk menularkan strain begomovirus yang berbeda
tidak terbukti pada penelitian ini. B. tabaci non B asal Jawa Barat BtCkBJB dan
Jawa Timur BtKKJT dike tahui memiliki tingkat kesamaan yang tinggi 99 berdasarkan analisis gen COI Lampiran 3, tetapi efisiensi penularan kedua B.
tabaci tersebut berbeda terhadap tiga strain begomovirus yang diuji. Spesifikasi biotipe B. tabaci sebelumnya telah dilaporkan. Misalnya B. tabaci biotipe E
hanya mengkoloni tanaman Asystasia gangetica dan hanya menularkan asystasia golden mosaic virus Bedford et al. 1994. Di Nigerian, B. tabaci biotipe H
mempunyai kisaran inang terbatas, menularkan TYLCV-Yaman, tetapi tidak mampu menularkan begomovirus lainnya Brown et al. 1994. B. tabaci yang
hidup pada tanaman Jatropa gossypifolia terdeteksi sebagai B. tabaci biotipe N dan hanya mampu menularkan Jatropa mosaic virus Bird 1957; Brown et al.
1994. Temuan lain dari penelitian ini yang agak berbeda dengan hasil-hasil
penelitian sebelumnya adalah kemampuan B. tabaci biotipe B yang lebih rendah daripada B. tabaci biotipe non B dalam menularkan strain begomovirus yang
berbeda. B. tabaci biotipe B yang ditemukan di USA dan negara lainnya merupakan vektor yang baik dan efisien menularkan isolat begomovirus yang
berasal dari geografis yang berbeda dan macam-macam inang Bedford et al. 1994; McGrath Harrison. Hal ini mungkin karena B. tabaci biotipe B asal
Indonesia bersifat unik dan agak berbeda dengan B. tabaci biotipe lainnya. Berdasarkan hasil analisis filogenetik sekuen gen COI B. tabaci biotipe B asal
Indonesia membentuk subkelompok yang berbeda dengan B. tabaci biotipe B dari negara-negara lain BAB IV
Ketiga strain begomovirus yang digunakan dalam penelitian ini teridentifikasi sebagai strain yang berbeda Aidawati et al. 2005, sehingga
kemungkinan memiliki selubung protein yang berbeda. Menurut Robert et al 1984 selubung protein semua begomovirus yang ditularkan oleh kutukebul pa da
umumnya mempunyai satu atau lebih epitop antigenik. Epitop tersebut mempunyai hubungan dalam menentukan spesifikasi vektor dan mempunyai
hubungan yang dominan dalam penularan virus. Pertukaran gen selubung protein African cassava mosaic begomovirus ACMV dengan beet curly top
118 begomovirus merubah spesifikasi serangga vektor ACMV dari B. tabaci menjadi
wereng Circulifer tenellus Briddon et al 1990. Azzam et al 1994 menunjukkan bahwa B. tabaci tidak dapat mengakuisisi bean golden mosaic
begomovirus yang telah mengalami mutasi pada gen selubung proteinnya. Hofer et al. 1997 menunjukkan bahwa abutilon mosaic virus AbMV mampu
ditularkan oleh B. tabaci setelah gen selubung proteinnya diganti dengan gen selubung protein sida golden mosaic virus. Hasil penelitian Maruthi et al. 2002
menunjukkan bahwa adanya perbedaan efektifitas penularan populasi B. tabaci asal ubi kayu terhadap EACMV dan ICMV ternyata disebabkan karena adanya
perbedaan sekuen gen selubung protein begomovirus tersebut. Oleh karena itu adanya perbedaan kemampuan populasi B. tabaci dalam penelitian ini untuk
menularkan tiga strain begomovirus mungkin ditentukan oleh spesifikasi selubung protein yang dimiliki oleh masing-masing strain begomovirus.
119
SIMPULAN DAN SARAN
B. tabaci biotipe B dan biotipe non B yang berasal dari lokasi dan tanaman inang yang berbeda terbukti mampu menularkan tiga strain begomovirus yang
menginfeksi tomat. B. tabaci yang melalui PMA dan PMI masing-masing selama 15 menit mampu menularkan begomovirus walaupun dengan efisiensi penularan
yang berbeda -beda untuk tiap kombinasi biotipe B. tabaci-strain begomovirus yang berbeda. Demikian pula, satu ekor B. tabaci telah mampu menimbulkan
infeksi. Kemampuan B. tabaci biotipe B menularkan begomovirus cenderung lebih rendah dibandingkan B. tabaci biotipe non B. Penelitian ini membuktikan
bahwa tidak ada interaksi yang spesifik antara biotipe B. tabaci dengan strain begomovirus. Untuk mempelajari spesifikasi hubungan antara biotipe B. tabaci
dengan strain begomovirus mungkin perlu digunakan beberapa B. tabaci dan
strain begomovirus yang berasal dari lokasi yang sama.
120
DAFTAR PUSTAKA Aidawati N, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2002. Transmission of an
Indonesian isolat of tobacco leaf curl virus Geminivirus by Bemisia tabaci Genn. Hemiptera:Aleyrodidae. Plant Pathol. 18:231-236.
Aidawati N, Hidayat SH, Suseno R, Hidayat P, Sujiprihati S. 2005. Identifikasi geminivirus yang menginfeksi tomat berdasarkan pada teknik poly merase
chain reaction-restriction fragment length polymorphism. J. Mikrobiol. Indones. 10: 29-32.
Azzam O, Frazer J, Rosa DDeLa, Beaver S, Ahlquist P, Maxwell DP. 1994 Whitefly transmission and efficient ssDNA accumulation of bean golden
mosaic geminivirus require functional coat protein. Virol. 204: 289-296. Bird J. 1957. A whitefly transmitted mosaic of jatropha gossypifolia. Univ.
Puerto Rico, Agric. Exp. Stn: 22, 35. Di dalam: Oliveira MRV, Henneberry TJ, Anderson P. 2001. History, current status, and
collaborative research projects for Bemisia tabaci. Crop Prot. 20: 709- 723.
Bedford ID, Briddon RW, Brown JK, Rosell RC, Markham PG. 1994. Geminivirus transmission and biological characterisation of Bemisia
tabaci Gennadius biotypes from different geographic regions. Ann. Appl. Biol. 125: 311-325.
Briddon RW, Pinner MS, Stanley j, Markham PG. 1990. Geminivirus coat protein gene replacement alters insect specificity. Virol. 177: 85-94.
Butter NS, Rataul HS. 1977. The virus-vector relationship of the tomato leaf curl virus TLCV and its vector, Bemisia tabaci Gennadius Homoptera;
Aleyrodidae. Phytoparasit. 5: 173-186. Brown JK, Nelson R. 1988. Transmission, host range, and virus -vector
relationships of Chinol del tomate virus, a whitefly -transmitted geminivirus from Sinaloa, Mexico. Plant Dis. 72 : 866-869.
Brown JK, Coats S, Bedford ID, Markham PG. 1994. General esterase polymorphisms as genetic markers of Bemisia tabaci Genn. Biotypes and
evidence for the worldwide distribution of the ‘B’ biotype. Biochem. Gen. In Press.
Brown JK, Frohlich D, Rosell R. 1995. The sweetpotato silverleaf whiteflies: biotype of Bemisia tabaci Genn., or a species complexs? Annu. Rev.
Entomol. 40: 511-534.
121 Costa AS. 1969. White flies as virus vector. Di dalam: Maramorosch K, editor.
Viruses, Vector and Vegetation . New York: John Wiley Sons, Inc. hlm 95-119
Czosnek H, Ber R, Antignus Y, Cohen S, Navot N, Zamir D. 1988. Isolation of tomato yellow leaf curl virus, a geminivirus. Phytopatol. 78: 508-512.
Guirao P, Beitia F, Cenis JL. 1997. Biotype determination of Spanish populations of Bemisia tabaci Hemiptera: Aleyrodidae. Bull. Entomol.
Res. 87: 587-593. Harris KF, Pesic-Van Esbroeck Z, Duffus JE. 1996. Morphology of the sweet
potato whitefly, Bemisia tabaci Homoptera: Aleyrodidae relative to virus transmission. Zoomorholo . 116: 143-156.
Hidayat SH, Rusli ES, Aidawati N. 1999. Penggunaan primer universal dalam Polymerase chain reaction untuk mendeteksi virus gemini pada cabe. Di
dalam: Prosiding Kongres Nasional XV dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Purwokerto, 16 – 18 September 1999. hlm 355 –
359.
Hofer P, Bedford ID, Markham PG, Jeske H, Frischmuth T. 1997. Coat protein gene replacement result in whitefly transmission of an insect
nontransmissible geminivirus isolate. Virol. 236: 288-295. Hunter WB, Hiebert E, Webb SE, Tsai JH, Polston JE. 1998. Location of
geminivirus in whitefly Bemisia tabaci Homoptera: Aleyrodidae. Plant Dis. 82: 1147-1151.
Idris AM, Brown JK. 1998. Sinaloa tomato leaf curl geminivirus: Biological and molecular evidence for a new subgroup III virus. Phytopathol. 88: 648-
657. Jones DR. 2003. Plant viruses transmitted by whitefly. Europ. J. Plant
Pathol.109: 195-219. Kon T, Sukamto, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2003. Genome organization
and construction of an infectious clone of tomato leaf curl virus-Indonesia. Jpn J Phytopathol. 69:34-35
Markham PG, Bedford ID, Liu S, Pinner MS. 1994. The transmission of geminiviruses by Bemisia tabaci. Pestic. Sci. 42:123-128.
Maruthi MN, Colvin J, Seal S, Gibson, Cooper J. 2002. Co-adaptation between cassava mosaic geminiviruses and their local vector populations. Virus
Res. 86: 71-85.
122 McGrath PF, Harrison BD. 1995. Transmission of tomato leaf curl geminiviruses
by Bemisia tabaci: effects of virus isolate and vector biotype. Ann. Appl. Biol. 126:307-316.
Mehta PJ, Wayman JA, Nakhla MK, Maxwell DP. 1994. Transmission of tomato yellow leaf curl geminivirus by Bemisia tabaci Homoptera ; Aleyrodidae.
J. Econ. Entomol. 87: 1291-1297. Morin S, Ghanim M, Sobol I, Czosnek H. 2000. The groel protein of whitefly
Bemisia tabaci interacts with the coat protein of transmissible and nontransmissible geminiviruses in the yeast two-hybrid system. Virol.
276: 404-416. Noris E, Vaira AM, Caciagli P, Masenga V, Gronenborn B, Accotto GP. 1998.
Amino acids in the capsid protein of tomato yellow leaf curl virus that are crucial for systemic infection, particle forma tion, and insect transmission.
Virol. 72: 10050-10057 Oliveira MRV, Henneberry TJ, Anderson P. 2001. History, current status, and
collaborative research projects for Bemisia tabaci. Crop Prot. 20: 709- 723.
Perring TM. 2001. The Bemisia tabaci specie s complex. Crop Prot. 20: 725- 737.
Polston JE, Anderson PK. 1997. The emergence of whitefly – transmitted geminiviruses in tomato in Western Hemisphere. Plant Dis 81: 1358 –
1369. Roberts IM, Robinson DJ, Harrison BD. 1984. Serological relationship and
genome homologies among geminiviruses. Ann. Appl. Biol. 105: 483-493. Rosell RC, Torres-Jerez I, Brown JK. 1999. Tracing the geminivirus-whitefly
transmission pathway by polymerase chain reaction in whitefly extracts, saliva, hemolymph, and honeydew. Phytopathol. 89: 239-246.
Sanchez-Campos S et al. 1999. Displacement of tomato yellow leaf curl virus TYLCV-Sr by TYLCV-Is in tomato epidemics in Spain. Phytopathol.
89: 1038-1043. Shih SL, Green SK, Akkermans D. 1999. Tomato leaf curl virus from Indonesia.
http:www.ncbi.nlm.nih.goventrezviewer.fcgi?db=nucleotide val [Juli 2003]
Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2004. Penggunaan Teknik PCR dan RFLP untuk Deteksi dan Analisis Virus Gemini pada Tanaman
Tomat yang Berasal dari Berbagai Daerah di Jawa Barat dan Lampung. J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 4: 89-93.
123 Sukamto, Kon T, Hidayat SH, Ito K, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2005.
Begomoviruses associated with leaf curl disease of tomato in Java, Indonesia. J. Phytopathol. 153: 562-566.
Sulandari S, 2004. Karakterisasi Biologi, Serologi dan Analisis Sidik Jari DNA Virus Penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning Cabai [Disertasi]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. hlm 57-80 Sulandari S, Suseno R, Hidayat SH, Harjosudarmo J, Sosromarsono S. 2006.
Deteksi dan kajian kisaran inang virus penyebab penyakit daun keriting kuning cabai. Hayati 13: 1-6.
Tsai WS, Shih SL, Green SK, Rauf A, Hidayat SH, Jan FJ. 2006a. Molecular characterization of pepper yellow leaf curl Indonesia virus in leaf curl and
yellowing diseased tomato and pepper in Indonesia. Plant Dis. 90: 247. Tsai WS, Shih SL, Akkermans K, Jan FJ. 2006b Mole cular characterization of a
distinct tomato-infecting geminivirus associated with yellow leaf curl diseased tomato in Lembang, Java Island of Indonesia. Plant Dis. 90:831
VI. PENGGUNAAN PELACAK DNA SEBAGAI DASAR UJI KETAHANAN GENOTIPE TANAMAN TOMAT