TINJAUAN PUSTAKA Keanekaragaman begomovirus pada tomat dan serangga vektornya , bemisia tabaci gennadius, serta pengujian ketahanan genotipe tomat terhadap strain begomovirus

II. TINJAUAN PUSTAKA

Karakter Molekuler Begomovirus Begomovirus merupakan salah satu genus dari famili geminivirus. Geminivirus merupakan golongan virus tumbuhan dengan morfologi partikel yang berbeda dengan golongan virus tumbuhan lainnya yang telah umum dikenal. Nama geminivirus berasal dari karakteristik partikel virus yang isometrik ganda, yang dalam keadaan tunggal umumnya mempunyai diameter berkisar 18 – 20 nm dan sebagian besar senantiasa terdapat dalam keadaan berpasangan dengan ukuran 20 nm x 30 nm Bock 1982. Kelompok geminivirus merupakan golongan virus yang mempunyai asam nukleat deoksiribonukleat dalam bentuk utas tunggal single stranded ss DNA. Di dalam tanaman virus berada dalam jaringan floem dan terakumulasi di dalam inti sel jaringan floem yang terinfeksi. Berdasarkan struktur genom, serangga vektor dan tanaman inang, geminivirus terbagi menjadi empat genus yaitu Mastrevirus, Curtovirus, Begomovirus dan Topocuvirus van Regenmortel et al. 2000, Hull 2002. Mastrevirus adalah geminivirus dengan tanaman inang dari kelompok monokotil, ditularkan oleh vektor wereng daun dan memiliki genom monopartit. Genus ini memiliki lebih dari 10 jenis virus yang sudah diketahui, dengan tanaman inang dari famili Graminea, di antaranya adalah chlorosis striate mosaic virus CSMV, digitaria streak virus DSV, maize streak virus MSV dan wheat dwarf virus WDV. Curtovirus adalah geminivirus dengan tanaman inang dikotil, ditularkan oleh vektor wereng daun, dan genomnya monopartit. Anggota genus ini di antaranya adala h beet curly top virus BCTV dengan vektor Circulifer tenellus Hemiptera: Cicadellidae, dan tobacco yellow dwarf virus TYDV dengan vektor Orosius argentatus Hemiptera: Cicadellidae. Begomovirus adalah geminivirus dengan tanaman inang dikotil, ditula rkan oleh vektor kutukebul memiliki genom bipartit atau monopartit. Berdasarkan daerah asal genus tersebut anggota begomovirus terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang berasal dari Old World benua Eropa, Asia dan Afrika dan kelompok New World Benua Amerika. Begomovirus memiliki anggota yang paling banyak bila dibanding genus-genus lainnya. Anggota begomovirus yang memiliki genom bipartit di antaranya abutilon mosaic virus AbMV, african cassava mosaic virus ACMV, bean dwarf mosaic virus BDMV, bean golden mosaic virus BGMV, cotton leaf crumple virus CLCV, euphorbia mosaic virus EuMV, indian cassava mosaic virus ICMV, mungbean yellow mosaic virus MYMV, potato yellow mosaic virus PYMV, tomato golden mosaic virus TGMV dan squash leaf curl virus SqLCV, sedangkan yang memiliki genom monopartit contohnya tomato leaf curl virus dari Australia ToYLV-Aus dan tomato yellow leaf curl virus dari Israel TYLCV-Is Navot et al. 1991; Dhar Singh 1996; Navas- Castillo et al. 1999 . Topocuvirus adalah genus pada geminivirus yang merupakan bagian dari genus curtovirus. Topocuvirus mempunyai genom yang mirip dengan curtovirus tetapi ditularkan melalui wereng pohon Micrutalis malleifera. Anggota genus tersebut adalah tomato pseudocu rly top virus. Gejala Infeksi Begomovirus pada Tanaman Tomat Gejala yang timbul karena infeksi begomovirus pada tanaman tomat sangat bervariasi, tergantung pada strain virus, kultivar, umur tanaman pada waktu terinfeksi dan lingkungan. Umumnya gejala ya ng ditimbulkannya pada tanaman tomat merupakan kombinasi mosaik kuning, belang-belang klorotik, klorotik pada ujung daun, daun berkerut, daun mengecil, tanaman menjadi kerdil dan bunga cepat rontok Polston Anderson 1997. Tomato golden mosaic virus yang menginfeksi tanaman tomat menunjukkan gejala mosaik kuning Costa 1969; Hamilton et al. 1981. Lastra Uzcateque 1978 melaporkan bahwa mosaico amarillo del tomate MAT tomato yellow mosaic virus yang menginfeksi tanaman tomat di Venezuela menunjukkan gejala mosaik kuning, keriting dan tanaman menjadi kerdil. Butter Rataul 1977 melaporkan bahwa tanaman tomat yang terinfeksi ToLCV menunjukkan gejala daun keriting, daun menggulung rolling, perubahan bentuk daun, daun berkerut puckering dan terdapat enasi pada permukaan bawah daun. Gejala strain ToLCV-Aus berupa daun keriting, kuning, daun menggulung ke atas. Tanaman yang terinfeksi pada umur muda tidak berbuah dan kerdil Conde Connelly 1994. Chiang et al. 1997 melaporkan adanya strain ToLCV yang menginfeksi tanaman tomat di Makutupora, Tanzania ToLCV- Tan. ToLCV-Tan ini menim bulkan gejala berupa belang-belang kuning, daun keriting, kerdil dan batang menjadi kaku. ToLCV yang dilaporkan pertama kali menginfeksi tanaman tomat di Pakistan menunjukkan gejala berupa tepi daun yang melengkung ke atas atau ke bawah, tulang daun menjadi tebal dan tanaman kerdil Mansoor et al. 1997. Tanaman tomat di Culiacan Valley yang terinfeksi tomato leaf crumple begomovirus TLCrV menunjukkan gejala daun kisut, berkerut, epinastis, bergelombang purpling, keriting dan belang-belang Paplomatas 1994. Polston et al. 1993 1995 melaporkan tomato mottle virus ToMoV menginfeksi tanaman tomat sejak tahun 1989 di Florida dan California Selatan. Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi virus tersebut berupa belang-belang klorotik, daun melengkung ke atas dan kerdil. Infeksi ToMoV pada tanaman tomat di Yucatan, Meksiko menunjukkan gejala pertumbuhan terhambat, daun belang- belang dan deformasi Garr ido-Ramirez Gilbertson 1998. Infeksi TYLCV pada tanaman tomat menyebabkan daun menjadi kecil, keriting, keras, dan klorotik; bunga jatuh prematur; tunas kaku, internoda pendek dan tanaman menjadi kerdil Cohen Nitzany 1966. Jones et al. 1991, menjelaskan bahwa tanaman yang terinfeksi TYLCV mengakibatkan bunga rontok dan kualitas buah rendah serta cepat masak. Muniyappa et al.1991 melaporkan adanya strain TYLCV yang menginfeksi tanaman tomat di India. Gejala yang ditimbulkan oleh TYLCV-India berupa mosaik kuning, keriting, daun menjadi seperti mangkok dan tanaman kerdil. Di Jepang, TYLCV yang menginfeksi tanaman tomat di daerah Shizuoka dan Aichi mirip dengan TYLCV- Is-M. Gejala yang ditimbulkan berupa daun menguning mulai dari ujung hingga ke bawah, daun yang baru muncul menjadi kecil dan keriting Kato et al. 1998. Sinaloa tomato leaf curl virus STLCV yang menginfeksi tanaman tomat di Sinaloa, Meksiko menunjukkan gejala berupa daun menjadi klorosis, bergelombang, keriting, internoda menjadi pendek Brown et al. 1993; Idris et al. 1999. Di Indonesia, infeksi begomovirus pada tomat menimbulkan geja la berupa penebalan tulang daun, lamina daun berkerut-kerut, menguning, tepi daun melengkung ke atas, daun menjadi keriting dan tanama n menjadi kerdil Sugiarman Hidayat 2000; Sudiono et al. 2004; Aidawati Hidayat 2002. Penularan Begomovirus Begomovirus pada umumnya dapat ditularkan dengan berbagai cara, ba ik melalui serangga vektor kutukebul maupun wereng daun, melalui penyambungan dan secara mekanik dengan cairan perasan tanaman sakit. Walaupun demikian penularan dan pemencaran virus tersebut di lapangan terutama ditentukan oleh aktifitas serangga vektor. Hasil penelitian Uzcategui Lastra 1978 menunjukkan bahwa periode makan akuisisi PMA minimum B. tabaci menularkan MAT adalah 2 jam dengan periode laten 20 jam. Efisiensi penularan B. tabaci yang dipelihara pada suhu 30-34 ° C adalah 93, sedangkan yang dipelihara pada suhu 20-30 ° C hanya 75. Serangga vektor mampu menularkan MAT maksimum 7 hari. Serangga betina lebih efisien menularkan MAT dibandingkan yang jantan. Cohen Nitzany 1966 menunjukkan bahwa periode akuisisi B. tabaci untuk dapat menularkan TYLCV-Is adalah 15 menit dengan periode makan inokulasi PMI 48 jam. Penularan tidak terajadi apabila PMA di bawah 15 menit. Penularan semakin meningkat setelah PMA 4 jam. PMI minimun serangga vektor ini menularkan TYLCV-Is adalah 30 menit, dengan PMI 15 menit virus tidak dapat ditularkan. Penularan semakin meningkat setelah PMI lebih dari 1 jam. Periode laten virus di dalam tubuh serangga 21 jam. Periode retensi TYLCV-Is di dalam tubuh serangga selama 10-15 hari. Nimfa mampu mengakuisisi virus dan imago yang dihasilkan virulifer. TYLCV-Is tidak ditularkan secara transovarial Hasil penelitian Butt er Rataul 1977 menunjukkan bahwa PMA minimum B. tabaci untuk dapat menularkan ToLCV adalah 31 menit dengan PMI selama 24 jam. Semakin lama PMA penularan semakin meningkat. PMI minimum kutukebul tersebut untuk dapat menularkan ToLCV adalah 32 menit dengan PMA selama 24 jam. B. tabaci mampu mengakuisisi virus dari kotiledon tanaman tomat yang terinfeksi, tetapi infeksi tidak terjadi ketika serangga virulifer tersebut dipindahkan ke kotiledon tanaman yang sehat. Bemisia tabaci mampu menularkan ToLCV dengan efesiensi tertinggi apabila PMA dan PMI dilakukan pada daun muda. Kutukebul mampu menularkan ToLCV sebesar 38 apabila akusisi dilakukan pada sumber inokulum berumur 2 bulan, sedangkan akuisisi yang dilakukan pada sumber inokulum yang berumur 11 bulan hanya menyebabkan infeksi sebesar 8. Kutukebul betina yang virulifer mempunyai efisiensi penularan 53 hari, sedang yang jantan hanya 8 hari. Nimfa mampu mengakuisisi ToLCV dan menularkannya. ToLCV tidak ditularkan secara transovarial. Brown Nelson 1988 menunjukkan bahwa satu ekor B. tabaci yang telah diberi perlakuan PMA selama 48 jam dan PMI selama 3 hari, mampu menularkan chino del tomato virus CdTV dengan jumlah tanaman terinfeksi 15. Penularan semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah serangga. PMA minimum B. tabaci untuk dapat menularkan CdTV apabila diberi PMI selama 3 hari adalah 1 jam, sedang PMI minimum 2 jam dengan PMA 24 jam. Apabila PMA ditingkatkan hingga 48 jam, penularan terjadi setelah PMI 10 menit.. Periode laten CdTV dalam tubuh serangga 17-22 jam. Periode retensi virus dalam tubuh kutukebul selama 4,5 hari setelah PMA 24 jam dan 7,3 hari setelah PMA 72 jam. Hasil penelitian Mehta et al. 1994b menunjukkan bahwa satu ekor B. tabaci biotipe B mampu menularkan TYLCV-Mesir , dan efisiensi penularan meningkat 4 kali jika jumlah serangga ditingkatkan hingga 5 ekor per tanaman. PMA serangga vektor untuk dapat menularkan virus adalah 15 menit. Penularan semakin meningkat dengan semakin lamanya PMA dan mencapai maksimum setelah 24 jam. PMI minimum adalah 15 menit. Penularan semakin meningkat dengan meningkatnya PMI dan mencapai maksimum setelah 12 jam PMI. Imago B. tabaci yang berasal dari nimfa yang dibiakan pada tanaman tomat terinfeksi TYLCV mampu menularkan virus tersebut setelah PMI 2 jam. Penularan semakin meningkat dengan meningkatnya PMI. Idris Brown 1998 menunjukkan bahwa B. tabaci biotipe A yang telah diberi PMA 0,5 jam tidak mampu menularkan STLCV. Penularan terja di setelah 1 jam dengan PMI 24 jam. Semakin lama PMA kemampuan serangga vektor menularkan STLCV semakin meningkat. B. tabaci yang diberi perlakuan PMA 24 jam tidak mampu menularkan STLCV setelah PMI 0,5 jam, tetapi penularan terjadi setelah PMI 1 jam. Penularan meningkat dengan semakin lamanya PMI. Periode retensi STLCV didalam tubuh serangga vektor mencapai 9 hari. Hasil penularan secara berseri menunjukkan bahwa penularan STLCV oleh B. tabaci biotipe A ini bersifat intermittent. Virus ini tidak ditularkan secara transovarial. Hasil penelitian Sanchez-Campos et al. 1999 menunjukkan bahwa B. tabaci biotipe B dan Q mempunyai kemampuan menularkan TYLCV-Sar dan TYLCV-Is. Biotipe Q lebih efisien menularkan kedua virus dibandingkan biotipe B. Kedua biotipe lebih efisien menularkan TYLCV-Is. Satu ekor B. tabaci biotipe B lebih rendah menularkan TYLCV-Sar dibandingkan biotipe Q, hal yang sama terjadi pada TYLCV-Is. Perbedaan penularan ini tidak membedakan kemampuan biotipe B atau Q dalam mengakuisisi TYLCV-Sar atau TYLCV-Is dari sumber virus. Hasil penelitian Ghanim et al. 1998 menunjukkan bahwa TYLCV-Is mampu ditularkan secara transovarial oleh B. tabaci selama dua generasi dan melalui kopulasi antar individu Ghanim Czosnek 2000. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa TYLCV dapat berperan sebagai patogen pada B. tabaci, karena sangat mempengaruhi siklus hidupnya dan fekunditinya. Diduga TYLCV berreplikasi di dalam tubuh B. tabaci, tetapi cara replikasinya belum diketahui. McGrath Harrison 1995 menunjukkan bahwa penularan tomato leaf curl begomovirus oleh B. tabaci dipengaruhi oleh isolat begomovirus dan biotipe serangga vektor yang menularkannya. Hal ini diduga karena adanya perbedaan protein selubung begomovirus . Protein selubung tersebut berpengaruh terhadap kemampuan serangga vektor dalam menularkan virus. Deteksi Begomovirus Deteksi begomovirus dengan metode konvensional seringkali tidak mungkin dilakukan, karena tidak semua begomovirus dapat ditularkan secara mekanik dengan cairan perasan tanaman terinfeksi. Beberapa begomovirus yang dapat ditularkan secara mekanik yaitu BDMV Morales et al. 1990, MYMV Honda et al. 1983 dan TYMV Uzcategui Lastra 1978. Dengan demikian penggunaan bioasai untuk identifikasi dan evaluasi kisaran inang menjadi sulit untuk dilakukan. Metode serologi dilaporkan dapat digunakan untuk mendeteksi begomovirus. Penggunaan metode ini telah dilakukan untuk mendeteksi virus krupuk tembakau Trisusilowati 1990, BDMV Morales et al. 1990, ToYDV Thomas Bowyer 1980, TGMV Stein et al. 1983, labu leaf curl virus SLCV Cohen et al. 1983, ACMV dan BGMV Sequeira Harrison 1982, honeysuckle yellow vein mosaic HYVM dan tobacco leaf curl viruses TLCV Osaki et al. 1979. Akan tetapi untuk saat ini penggunaan metode serologi tersebut tidak efektif untuk mendeteksi begomovirus , karena keanekaragaman begomovirus yang cukup tinggi dan kesulitan untuk pembuatan antisera yang disebabkan oleh sifat fisik dan kimia partikel virus yang me mbuatnya sulit untuk dimurnikan dalam bentuk yang stabil ; sifat imunogenik dari virion yang lemah; protein selubung, terutama untuk virus-virus yang ditularkan oleh B. tabaci tidak dapat dibedakan melalui antisera poliklonal maupun monoklonal Roberts et al. 1984. Sekarang ini metode deteksi yang didasarkan pada analisis asam nukleat virus telah banyak digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi begomovirus. Sebagai contoh teknik hibridisasi asam nukleat Polston et al. 1989; Gilbertson et al. 1991; Hidayat et al. 1993; Bendahmane et al. 1995 dan teknik Polymerase chain reaction PCR dengan menggunakan primer universal Chiemsombat et al. 1990; Rojas et al. 1993 ; Wyatt Brown 1996 ; Roye et al. 1997; Hidayat et al. 1999; Aidawati et al. 2001; Aidawati Hidayat 2002; Sudiono et al. 2004; Sulandari et al 2001,2006, telah terbukti dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi begomovirus dari tanaman yang berbeda dan tempat yang berbeda. Kedua teknik ini tidak hanya dapat mendeteksi asam nukleat genimivirus pada jaringan tanaman terinfeksi tetapi juga berhasil mendeteksi asam nukleat begomovirus dalam tubuh serangga vektor B. tabaci Navot et al. 1989 ; Polston et al. 1990 ; Chiemsombat et al. 1990; Mehta et al. 1994a ; Aidawati Hidayat 1999. Selain melalui analisis sekuen DNA, keanekaragaman begomovirus dapat dilihat dari pola pita PCR-RFLP. Hasil analisis pola enzim restriksi Restriction Fragment Length Polymorphism RFLP dari fragmen DNA hasil amplifikasi dengan PCR menunjukkan kemungkinan adanya strain begomovirus yang berbeda. Rojas et al. 1993 menunjukkan adanya perbedaan strain begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat dari Costa Rica dan Meksiko. Behjatnia et al. 1996 menunjukkan bahwa ada dua strain ToLCV yang berasal dari Darwin dan strain tersebut berbeda dengan ToLCV-Aus. Pola PCR-RFLP fragmen DNA-A dan DNA-B isolat dari Guadeloupe, Martinique dan Puerto Rico adalah sama, sehingga diduga tanaman tomat tersebut terinfeksi oleh virus yang sama Polston et al. 1997. Momol et al. 1999 menunjukkan bahwa fragmen DNA begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat di daerah Georgia Selatan dan Florida Utara setelah dipotong dengan enzim Eco RI dan Cla I polanya sama dengan TYLCV yang menginfeksi tanaman tomat, tetapi berbeda dengan tomato mottle virus ToMoV. Hasil penelitian Hidayat et al. 1999 menunjukkan bahwa pola enzim restriksi virus cabai-Cugenang berbeda dengan virus cabai- Segunung tetapi sama dengan virus cabai-Baranangsiang. Dengan metode yang sama, Sudiono et al. 2004 berhasil menganalisis pola enzim restriksi dari fragmen DNA hasil amplifikasi dengan PCR dan menunjukkan adanya strain begomovirus yang berbeda pada tanaman tomat yaitu isolat begomovirus dari Bandung, Cisaat dan Cibeunying ada lah sama, tetapi berbeda dengan isolat begomovirus dari Ciloto. Pada saat ini hasil sekuensing genom begomovirus yang menginfeksi tomat, cabai dan tembakau telah dilaporkan dan dimasukkan ke GeneBank Shih et al. 1999; Kon et al. 2003; Sukamto et al. 2005; Hidayat et al 2006ab; Tsai et al. 2006a,b; Ikegami, belum dipublikasikan. Serangga Vektor Begomovirus : Bemisia tabaci Genn. Hemiptera: Aleyrodidae Persebaran B. tabaci B. tabaci ditemukan pertama kali pada tahun 1889. Serangga tersebut menyerang tanaman tembakau di Greeca dan dinamakan kutukebul tembakau Aleyrodes tabaci Gennadius 1889. Kemudian pada tahun 1897 B. tabaci kembali ditemukan pada tanaman ubi jalar yaitu di daerah Amerika Serikat. Kutukebul tersebut dinamakan A. inconspicua Quaintance dengan nama umum kutukebul ubi jalar sweetpotato whitefly Quaintance 1900. Nama spesies tersebut kemudian berubah menjadi genus baru yaitu Bemisia dan pada tahun 1914 disebut B. inconspicua Quaintance Baker 1914. Pada awalnya Quaintance Baker 1914 tidak dapat menempatkan A. tabaci ke dalam genus yang baru karena deskripsi serangga tersebut sangat kurang. Setelah lebih dari 50 tahun, pada tahun 1964 telah ditemukan 19 spesies kutukebul yang sama dengan B. tabaci. Kutukebul tersebut dideskripsi dari 14 negara lain pada bermacam- macam tanaman inang. Berdasarkan daftar spesies yang ada Takahashi 1936 menempatkan A. tabaci ke dalam genus Bemisia , sehingga menghasilkan nama B. tabaci hingga saat ini. Di Brazil, pada tahun 1928 kutukebul ditemukan pertama kali pada tanaman Euphorbia hirtella dan dinamakan B. costalimai Bondar. Di Taiwan, kutukebul ditemukan tahun 1933 dinamakan B. hibisci Mound Halsey 1978. Selanjutnya kutukebul menyebar ke daerah-daerah tropik dan subtropik te rmasuk daerah iklim sedang. Sekarang kutukebul tersebar secara luas dan ditemukan pada semua kontinental kecuali antartika Martin 1999; Martin et al. 2000. Menurut Campbell et al. 1996 berdasarkan hubungan evolusioner secara taksonomi Bemisia termasuk famili Aleyrodidae dan diduga berasal da ri daerah tropik yaitu Afrika. Selanjutnya serangga tersebut terbawa hingga ke neotropik dan Amerika bagian Timur serta Utara. Brown et al. 1995b menduga bahwa B. tabaci berasal dari India atau Pakistan. Hal tersebut ditunjukkan dengan ditemukannya keanekaragaman parasitoid kutukebul yang sangat tinggi. Kriteria tersebut menunjukkan bahwa daerah tersebut merupakan pusat genus kutukebul. Populasi B. tabaci mulai meledak sejak tahun 1980-a n di berbagai tempat. Populasi B. tabaci di lembah Imperial California meningkat 300 kali pada pertengahan tahun 1980-an dan 1600 kali pada pertengahan 1970-a n hingga pertengahan 1990-an Wisler et al. 1998. Serangga tersebut merupakan faktor pembatas produksi tanaman makanan dan umbi-umbian di seluruh dunia karena B. tabaci secara langsung menyebabkan kerusakan pada tanaman dan secara tidak langsung merupakan vektor virus tanaman Brown 1994. Menurut Cock 1986 B. tabaci merupakan hama utama tanaman hias di rumah kaca, walaupun tanaman utama yang diproduksi di rumah kaca seperti tomat, cabai, buncis, terong dan mentimun juga terserang. Price et al. 1986 melaporkan pertama kali bahwa B. tabaci menyebabkan kerusakan pada tanaman hias di rumah kaca di Amerika Serikat. Serangga tersebut sangat cepat penyebarannya dan sangat sulit untuk dikendalikan. Akibat adanya kutukebul pada tanaman hias, maka diperlukan aplikasi insektisida yang berulang-ulang sehingga menyebabkan fitotoksik. Disamping itu embun madu yang dihasilkan kutukebul merupakan substrat bagi pertumbuhan cendawan embun jelaga pada daun tanaman yang terinfestasi sehingga mengakibatkan penurunan kualitas estetika tanaman hias. Biologi B. tabaci Perkembangan B. tabaci dimulai dari telur, nimfa, pupa dan kemudian imago. Telur berbentuk bulat panjang 0.2–0.3 mm dengan tangkai yang pendek pada salah satu ujungnya. Telur diletakkan satu per satu dengan posisi tangkai tegak lurus pada permukaan bawah daun Gameel 1977. Menurut Badri 1983 telur yang baru diletakkan berwarna kekuning-kuningan dan tertutup oleh tepung lilin, setelah 24 jam warnanya berubah menjadi coklat dan dalam waktu dua hari telah terbentuk dua bintik merah kecoklat – coklatan yaitu mata faset embrio. Masa inkubasi telur tergantung pada keadaan lingkungan, terutama suhu. Pada suhu antara 26°-32 ° C masa inkubasi berlangsung selama 4-6 hari, sedangkan pada suhu 18 ° -22 ° C meningkat menjadi 10-16 hari dan perkembangan embrio terhenti pada suhu 16 ° C Gameel 1977. Menurut Badri 1983 masa inkubasi telur B. tabaci yang berasal dari tanaman kedelai 5.78 ± 0.21 hari pada suhu 28 ° - 30 ° C. B. tabaci mempunyai tiga instar nimfa yang perkembangannya secara keseluruhan berlangsung selama 12-15 hari pada suhu 28 ° -32°C, dan 28-32 hari pada suhu 20°-24°C. Pada suhu tinggi yaitu 30°-34°C periode perkembangan tersebut lebih cepat, dan menjadi lebih lama apabila suhu mencapai 18°-22°C Gameel 1977. Nimfa instar pertama yang baru keluar dari telur aktif bergerak dan mengisap cairan makanan pada permuka an bawah daun selama 1-2 hari, dan setelah mendapatkan tempat yang sesuai akan menetap dan tidak bergerak lagi. Menurut Badri 1983 nimfa instar pertama B. tabaci lamanya 3.14 ± 0.24 hari, berbentuk bulat panjang, berwarna hijau cerah dan pada bagian pinggir tubuh nimfa terdapat bulu-bulu halus dengan lapisan lilin tipis. Nimfa instar dua lamanya 3.21 ± 0.16 hari dan nimfa instar tiga lamanya 3.14 ± 0.16 hari. Nimfa instar dua dan tiga ini tidak bergerak dan berwarna hijau. Panjang tubuh nimfa berkisar antara 0.2-0. 4 mm. Pupa B. tabaci berbentuk bulat panjang dengan torak agak melebar dan cembung, berwarna kuning dan ruas abdomen tampak jelas. Lamanya stadium pupa adalah 2.51 ± 0.21 hari Badri 1983. Bagian pinggir pupa tidak rata dan ter dapat tujuh pasang seta pada bagian dorsal dan satu pasang pada ujung anal. Vasiform orifice berbentuk segitiga dan memanjang, serta operkulum menutupi hampir separuh bagian dari vasiform orifice. Tubuh imago B. tabaci berwarna kuning, panjang 1.0-1. 5 mm dan sayapnya tertutup oleh tepung berwarna putih Kalshoven 1981. Menurut Gameel 1977, imago berwarna putih kekuning – kuningan, tubuh imago ditutupi oleh sekresi seperti tepung. Imago jantan berukuran lebih kecil daripada betina, sayap depan berwarna putih, mempunyai antena tujuh ruas dengan ruas ketiga lebih panjang daripada ruas yang lain, sedangkan ruas terakhir meruncing dan ditutupi oleh rambut-rambut. Imago B. tabaci yang baru menjadi dewasa akan mengembangkan sayapnya selama lebih kurang 8-15 menit dan kemudian tubuh serangga mulai tertutupi tepung lilin. Lama hidup imago bervariasi tergantung pada keadaan lingkungan dan faktor-faktor lain. Menurut Kalshoven 1981 lama hidup imago B. tabaci di Indonesia berkisar enam hari, sedangkan Gamel 1977 melaporkan B. tabaci di Sudan lama hidup serangga jantan umumnya lebih pendek dibandingkan dengan serangga betina yaitu 9.54-17.20 hari, sedangkan yang betina dapat mencapai 37.75-74.20 hari. Kisaran Inang B. tabaci B. tabaci mempunyai kisaran inang lebih dari 600 spesies tanaman Greathead 1986 yang berasal dari 63 famili tanaman Mound Halsey 1978. Serangga tersebut mempunyai sifat polifagus Costa Brown 1990, 1991 dan sejumlah besar spesies tanaman tahunan dan setahun yang telah dibudidayakan maupun yang belum dibudidayakan sesuai untuk makan danatau inang reproduksi Bedford et a l. 1992, 1994; Brown et al. 1992, 1995b. Mound Halsey 1978 menunjukkan bahwa sebanyak 50 spesies tanaman yang merupakan inang kutukebul berasal dari famili Fabaceae, Asteraceae, Malvaceae, Solanaceae dan Euphorbiaceae. Di antara famili tersebut 99 spesies tanaman yang merupakan inang kutukebul adalah Fabaceae Basu 1995. Hubungan inang B. tabaci yang kompleks terjadi di Puerto Rico yaitu biotipe Sida bersifat polifagus dan biotipe Jatropha bersifat monofagus berada pada daerah geografi yang sama, tetapi relung ekologinya berbeda Brown et al. 1995b. Menurut Lima et al. 2000 dan Oliveira et al. 2000 di Brazil kutukebul telah menginfestasi tanaman baru dan gulma sebagai inang. Gulma yang menjadi inang kutukebul tersebut adalah: Cleome espinosa Cleomaceae, Senna obtusifolia Fabaceae, Herisanthia hemoralis Malvaceae, Richardia grandiflora, Borreria verticilliata Rubiaceae, Waltheria indica, W. Rotundifolia Sterculicaceae, dan Stachytarpheta sanguinea Verbenaceae. Simmon et al. 2000 melaporkan bahwa inang baru kutukebul di Amerika Serikat: Hyperium perfolatum Hypericaceae, Valeriana officinalis Valerianaceae, Tanacetaum parthenium, Echinaceae pallida, E. Purpurea Asteraceae. Kerusakan yang Disebabkan B. tabaci B. tabaci merupakan hama penting pada banyak tanaman. Menurut Berlinger 1986 ada 3 tipe kerusakan yang disebabkan oleh B. tabaci : 1 Kerusakan secara langsung. Kerusakan tersebut disebabkan oleh bekas tusukan stiletnya sewaktu mengambil sap dari daun tanaman. Akibat aktivitas makan tersebut menyebabkan tanaman menjadi lemah dan layu, menurunkan pertumbuhan tanaman dan hasil. Disamping itu B. tabaci menyebabkan daun klorosis, kering, jatuh sebelum waktunya dan tanaman menjadi mati. Infestasi nimfa menyebabkan terjadinya irregular ripening pada buah tomat dan warna daun tanaman labu menjadi seperti keperak-perakan silverleaf SSL. Johnson et al. 1992 menunjukkan bahwa semakin meningkat populasi kutukebul yang ada pada tanaman selada di Hawai, mengakibatkan bongkol selada menjadi kerdil, menguning dan tanaman mati. Beberapa tanaman sayuran yang terinfestasi kutukebul menjadi kerdil, menguning, belang-belang dan batang menjadi putih dengan meningkatnya populasi kutukebul. 2 Kerusakan secara tidak langsung. Kerusakan secara tidak langsung disebabkan oleh akumulasi embun madu yang dihasilkan kutukebul. Embun madu merupakan substrat untuk pertumbuhan cendawan embun jelaga pada daun dan buah. Adanya cendawan ini menyebabkan penurunan fotosintesis dan mengurangi nilai jual atau hasil tidak dapat dijual. 3 Kerusakan karena kemampuannya sebagai vektor virus tanaman. Menurut Cohen Berlinger 1986 populasi kutukebul yang kecil sudah dapat menyebabkan kerusakan tanaman. Hal tersebut karena kutukebul merupakan vektor virus tanaman. Virus tanaman yang ditularkan oleh kutukebul menyebabkan lebih dari 40 penyakit tanaman sayuran dan umbi di seluruh dunia. Ada 1.100 spesies kutukebul yang diketahui di dunia, tetapi hanya tiga spesies yang dapat berperan sebagai vektor virus tanaman. Kutukebul ubi jalar umum ditemukan dan merupakan vektor virus tanaman di dunia. Kutukebul tersebut diketahui sebagai vektor kelompok begomovirus. Biotipe B. tabaci Menurut Bedford et al. 1992, 1994 dan Burban et al. 1992 populasi kutukebul yang berasal dari geografi yang berbeda menunjukkan perbedaan dalam kemampuan makan, reproduksi dan kemampuan dalam menularkan begomovirus. Populasi kutukebul tersebut secara morfologi tidak dapat dibedakan secara jelas, tetapi menunjukkan beberapa perbedaan dalam bertahan dan berkembang khususnya terhadap inang. Menurut Claridge et al. 1997 suatu populasi serangga yang secara morfologi kurang dapat dibedakan, tetapi mempunyai karakteristik lain yang berbeda dengan populasi lainnya disebut biotipe. Biotipe kutukebul biasanya ditandai oleh adanya reaksi fitotoksik spesifik Yokomi et al. 1990; Brown et al. 1992; Byrne et al. 1995a. Sampai saat ini diketahui ada sekitar 20 biotipe kutukebul dengan tingkat karakter yang berbeda. Beberapa biotipe tersebut mempunyai kisaran inang dan distribusi geografis yang terbatas, tetapi yang lainnya terutama biotipe B, memiliki kisaran inang dan sebaran geografis yang luas Bedfort et al. 1994. Perring et al. 1993 menggunakan PCR-RAPD untuk menunjukkan perbedaan hasil amplifikasi antara biotipe A dan B. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa 90 ukuran pita mirip di dalam populasi setiap biotipe dan hanya 10 ukuran pita mirip antar biotipe. Dengan teknik yang sama Gawel Bartlett 1993 melaporkan hasil yang mirip dan berhasil menunjukkan perbedaan B. tabaci biotipe A dan biotipe B dengan mudah. Hasil penelitian Moya et al. 2001 berhasil mendeterminasi keanekaragaman genetik populasi B. tabaci yang berasal dari bagian selatan Iberian Peninsula, dan melaporkan bahwa dua populasi merupakan biotipe Q, satu populasi biotipe B dan yang lainnya merupakan campuran kedua biotipe tersebut. Hubungan genetik antar biotipe B. tabaci juga dapat dideteksi dengan marker molekuler yang lain yaitu melalui teknik amplified fragment length polymorphism AFLP. Berdasarkan marker AFLP Cervera et al. 2000 membagi biotipe B. tabaci menjadi 4 kelompok, 1 biotipe dari bagian selatan dan subkontinental India; 2 biotipe B dan Q serta populasi Nigerian dari kacang panjang; 3 biotipe A dari dunia baru; dan 4 biotipe S dan populasi Nigerian dari ubi kayu. Hasil ini konsisten dengan penelitian Guirao et al. 1997 yaitu pengelompokkan biotipe yang didasarkan analisis PCR-RAPD. Perbedaan Kelompok dalam Kompleks Spesies B. tabaci Populasi B. tabaci telah dipelajari melalui berbagai macam teknik sehingga dapat dikelompokkan dalam kompleks spesies. P engujian dengan berbagai macam teknik tersebut menunjukkan hasil yang konsisten, sehingga menempatkan biotipe khusus dalam suatu kelompok. Beberapa peneliti yang menunjukkan hasil perbandingan pada sederetan populasi: diantaranya Bedford et a l. 1994 melalui perkawinan, Rosell et al. 1997 melalui karakter morfologi, Frohlich et al. 1999 melalui analisis gen 16S mitokondria dan COI, Brown et al. 2000 melalui analisis allozyme, dan De Barro et al. 2000 melalui analisis ribosomal ITS1. Hasil studi tersebut menunjukkan beberapa informasi yang dapat digunakan untuk mengelompokkan populasi dan membedakannya dengan populasi B. tabaci yang lain. Dengan menggunakan informasi tersebut terdapat 7 kelompok dalam kompleks spesies B. tabaci, yaitu: Kelompok 1: Dunia lama biotipe A, C, N, R Populasi B. tabaci yang ditemukan di baratdaya Amerika Serikat dan Meksiko merupakan esterase biotipe A. Pada daerah geografi tersebut umumnya ditemukan biotipe A hingga pertengahan tahun 1980-an terbawa biotipe B. Populasi B. tabaci yang telah melalui evaluasi tipe kawin dikumpulkan dari Sinaloa, Meksiko Brown et al. 2000 dan Baratdaya Amerika Serikat Liu et al. 1992; Costa et al. 1993; Perring et al. 1993. Pada morfologi biotipe A ditemukan adanya anterior sub-marginal setae nomor 4 ASMS4, sedangkan pada kutukebul yang lainnya tidak ditemukan adanya ASMS4 Rosell et al. 1997. Hasil pengujian dengan ribosomal ITS1, biotipe A dari Baratdaya Amerika Serikat satu kelompok dengan kutukebul dari Costa Rica yaitu esterase biotipe C. Kutukebul dari Columbia yang merupakan esterase biotipe R ternyata menunjukkan hubungan dengan biotipe A dan C, walaupun terbentuknya hubungan tersebut masih berbeda subkelompok dalam kelompok De Barro et al. 2000. Frohlich et al. 1999 menggunakan gen 16S dan gen CO1 yang berasal dari mitokondria menempatkan kutukebul dari Puerto Rico yang berasal dari tanaman Jatropha gossypifolia dan merupakan esterase biotipe N termasuk kelompok New World. Hasil penelitian Rosell et al. 1997 menunjukkan bahwa morfologi biotipe N mempunyai ASMS4 yang mirip dengan biotipe A. Kelompok 2: Kosmopolitan biotipe B = B. argentifolii, B2 Salah satu karakteristik yang membedakan biotipe B dan B2 dengan biotipe yang lain adalah kerusakan fisiologi pada tanaman yang terinfestasi. Kerusakan yang disebabkan oleh biotipe tersebut adalah warna daun tanaman labu berubah menjadi keperak-perakan SSL dan pematangan buah tomat tidak teratur irregular ripening. Kedua gejala tersebut dapat digunaka n untuk menentukan adanya biotipe B. Bermacam-macam metode pengujian seperti esterase, RAPD dan biologi telah dilakukan untuk membandingkan biotipe B dengan biotipe yang lainnya Brown et al. 1995b; De Barro 1995; Perring 1996. Hasil pengujian biologi dan genetik yang dilakukan oleh Perring et al. 1993 menunjukkan bahwa biotipe A berasal dari Kalifornia, Amerika Serikat dan membuktikan bahwa biotipe B cukup berbeda pada tingkat spesies. Bellows et al. 1994 mendeskripsikan biotipe B sebagai B. argentifolii Bellows and Pering dengan nama umum kutukebul daun perak. Hasil evaluasi pengujian kawin menunjukkan bahwa populasi dari Australia De Barro Hart 2000, Cyprus bedford et al. 1994, Israel Bedford et al. 1994, Byrne et al. 1995b, Amerika Ser ikat bagian Selatan Liu et al. 1992, Costa et al. 1993, Perring et al. 1993, Bedford et al. 1994 dan Yaman Bedford et al. 1994 berhasil terjadi perkawinan. Menurut Brown et al. 1995a populasi Yaman mempunyai pola pita esterase yang berbeda da n dinamakan biotipe B2. Pada morfologi biotipe B tidak ditemukan adanya ASMS4 Rosell et al. 1997. Berdasarkan hasil studi molekuler diduga bahwa biotipe B terbawa ke belahan bumi sebelah Barat dan Australia. Biotipe tersebut berasal dari Timur Laut AfrikaTimur Tengahdaerah Arabian Peninsular Frohlich et al. 1999, De Barro et al. 2000. Kelompok 3: Benin biotipe E dan Spanyol biotipe S Biotipe E hanya mempunyai satu tanaman inang yaitu Asystasia gangetica L T. Anders dan berasal dari Benin, Afrika Barat. Morfologinya tidak mempunyai ASMS4, tetapi anterior margin mempunyai lilin yang lebih lebar dibandingkan dengan biotipe B dan A Rosell et al. 1997. Biotipe ini tidak menyebabkan SSL dan mirip dengan biotipe L Sudan dan biotipe P Nepal. Berdasarkan analisis jarak genetik allozyme , Brown et al. 2000 menunjukkan bahwa biotipe E mempunyai rata-rata jarak genetik antara 0,25 – 0,62. Jarak genetik tersebut termasuk dalam sub-spesies ke spesies Nei 1976. Menurut Frohlich et al. 1999 pengujian secara molekuler menunjukkan bahwa populasi tersebut merupakan kelompok yang berbeda dan De Barro et al. 2000 menunjukkan bahwa biotipe E merupakan kelompok yang berbeda tetapi mempunyai hubungan dengan biotipe S dari Spanyol yang diperoleh dari tanaman Ipomea. Kelompok 4: India biotipe H Biotipe H merupakan kutukebul yang dikoleksi dari tanaman kapas di Gujarat, India Brown et al. 1995a. Biotipe H yang lain ditemukan pada tanaman Semangka tahun 1991 di Kerala State, India Bedford et al. 1992, 1994. Hasil pengujian secara biologi menunjukkan bahwa biotipe tersebut tidak menimbulkan kerusakan SSL. Hasil analisis gen 16S dan gen CO1 menempatkan populasi kutukebul ini dalam kelompok yang unik Frohlich et al. 1999. Penempatan tersebut didukung oleh hasil penelitian De Barro et al. 2000 yang menunjukkan bahwa populasi biotipe ini tidak sekelompok dengan biotipe B. tabaci yang lain. Kelompok 5: Sudan Biotipe L, Mesir Biotipe ?, Spanyol Biotipe Q Nigeria Biotipe J Biotipe L merupakan populasi yang dikoleksi tahun 1974 dari lahan kapas di Sudan. Bedford et al. 1994 menunjukkan bahwa populasi tersebut tidak menghasilkan SSL. Hasil pengujian kawin menunju kkan bahwa terjadi perkawinan antara biotipe ini dengan biotipe B, tetapi tidak ditemukan adanya F1 betina yang fertil Byrne et al. 1995b. Data gen 16S dan CO1 menunjukkan bahwa biotipe L berbeda dengan biotipe A, B, E dan H Frohlich et al. 1999. De Barro et al. 2000 menggunakan ribosomal ITS1 menemukan bahwa populasi ini satu kelompok dengan populasi yang ditemukan pada tanaman Lantana camara tahun 1999 di Mesir, tetapi esterase biotipenya belum diketahui, satu kelompok dengan populasi kutukebul yang dikoleksi dari tanaman Lycopersicon esculentum Mill. yang merupakan esterase biotipe Q pada tahun 1996 di Spanyol, dan satu kelompok dengan kutukebul yang dikoleksi dari tanaman Vigna unguiculata L. Walp. yang merupakan eaterase biotipe J tahun 1990 dari Nigeria. Kelompok 6: Turki Biotipe M, Hainan Biotipe ?, Korea Biotipe ? Biotipe M dikoleksi pada tahun 1985 dari tanaman kapas di Turki. Profil esterase menunjukkan perbedaan dan diidentifikasi sebagai biotipe M. Hasil pengujian kawin menunjukkan tidak terjadi perkawinan biotipe tersebut dengan biotipe B, K atau D Bedford et al. 1994. Biotipe ini tidak menyebabkan SSL. Analisis filogenetik menggunakan ribosomal ITS1 menunjukkan populasi tersebut satu kelompok dengan kutukebul dari Hainan dan Korea De Barro et al. 2000. Kelompok 7: Australia Biotipe AN Biotipe AN adalah biotipe asli dari Australia yang dikoleksi dari tanaman kapas di Queensland Selatan dan Darwin. Analisis perbandingan esterase menunjukkan bahwa biotipe tersebut merupakan gabungan antara biotipe ini dengan biotipe B Gunning et al. 1997. Pengujian kawin tidak menghasilkan keturunan yang fertil De Barro Hart 2000. Hasil analisis filogenetik ribosomal ITS1 menunjukkan bahwa kutukebul yang dikoleksi dari beberapa areal di Australia berbeda dengan populasi kutukebul dari daerah lain De Barro et al. 2000. Ketahanan Tanaman Terhadap Begomovirus Secara umum, sistem ketahanan tanaman terhadap infeksi patogen dapat terjadi melalui satu atau kombinasi cara yaitu struktural dan reaksi biokimia. Ketahanan struktural ialah adanya bentuk penghambatan fisik oleh tanaman yang mengakibatkan patogen tidak dapat melakukan penetrasi dan berkembang, sedangkan ketahanan biokimia yaitu tanaman menghasilkan senyawa yang bersifat toksik, atau menghambat pertumbuhan patogen Agrios 1997. Sistem pertahanan tanaman sangat tergantung pada interaksi inang-patogen-lingkungan, seperti umur tanaman, organ atau jaringan yang diserang, kondisi tanaman nutrisi dan kondisi iklim atau cuaca Agrios 1997. Pengendalian yang efektif dan aman bagi lingkungan untuk penyakit tanaman yang disebabkan oleh virus adalah melalui penanaman kultivar yang tahan atau toleran. Hasil pengujian yang dilakukan di Mesir dan Yordania menunjukkan bahwa semua kultivar tomat komersial rentan terhadap infeksi TYLCV Pilowsky Cohen 1974; Mazyad et al. 1982; Kasrawi et al. 1988, maka pemuliaan tanaman resisten TYLCV sangat penting untuk dilakukan. Varietas komersial yang memberikan respon agak tahan terhadap virus selama terjadinya epidemi adalah Colombian, Roza, Progress No. 1 United Arab Emirates, Senegal, Lignon C8-6, Lignon C20-5 Mali, Senegal, Cuba, Rowpack Cape Verde, VF 145 B 7879 Mesir, Anahu Sudan, dan EC 104395 India, Sudan, United Arab Emirates Laterrot 1992. Hibrid F1 komersial yang toleran terhadap TYLCV adalah Fiona, Jackal, TOP 21, Saria, Tycoon, Tymoor, Tyking, Tydal, Tyger, Tygold, di Mesir hibrid Ty-20, BB234, BB235 dan Typhoon toleran terhadap TYLCV dan direkomendasikan untuk penanaman musim gugur Moustafa Hassan 1994. Lycopersicon sp. liar telah diseleksi berdasarkan responnya terhadap virus, dan spesies L. pimpinellifolium, L. cheesmanii, L. hirsutum, L. peruvianum dan L. chilense ditemukan secara alami tahan terhadap TYLCV Zamir et al. 1994; Scott et al. 1996; Lapidot et al. 1997; Friedmann et al. 1998; Vidavsky et al. 1998; Vidavsky Czosnek 1998; Hanson et al. 2000. Menentukan tingkat ketahanan tomat liar sangat sulit, tetapi teknik molekuler mungkin dapat menjadi alat yang baik untuk mendeteksi sifat ketahanan. Prosedur squash-blot digunakan untuk melakukan skrining spesies Lycopersicon untuk sifat ketahanan terhadap TYLCV Rom et al. 1993. Ada tiga kategori respons tanaman terhadap infeksi TYLCV: 1 rentan; bila tanaman mengandung DNA virus dan gejala penyakit berkem bang; 2 toleran; bila sejumlah DNA virus terdeteksi pada tanaman, tetapi gejala yang berkembang tidak jelas; 3 resisten; bila virus tidak terdeteksi dengan uji squash -blot hibridisasi dan tanaman tidak bergejala Zakay et al. 1991. Di Mesir hasil persilangan interspesifik L. pimpinellifolium, L. cheesmanii, L. peruvianum menggunakan metode silang balik backcross digunakan untuk pengujian ketahanan. Persemaian tanaman tomat diinfestasi dengan kutukebul virulifer sebelum bibit dipindahkan ke lapangan. Hasil penelitian tersebut menemukan 6 galur yang mempunyai toleransi superior Moustafa Nakhla 1990. Di Israel, pada tahun 1988 telah dilepas tomat hibrid F1 TY-20. Hibrid tersebut berasal dari L. peruvianum PII26935 sebagai sumber toleransi Pilowsky Cohen 1990. Ketika terinfeksi TYLCV, daun muda TY-20 hanya menunjukkan klorosis lemah pada bagian diantara tulang daun. Laporan tentang ketahanan tanaman tomat terhadap begomovirus di Indonesia masih belum banyak. Rosita 1994 melaporkan bahwa tomat varietas Ratna mempunyai kerentanan relatif rendah terhadap virus krupuk tomat ToLCV. Hasil penelitian Sugiarman Hidayat 2001 menunjukkan tomat varietas Dona bersifat toleran terhadap begomovirus asal tomat, sedangkan Glory, Intan, Mahkota, Pointed dan Ratna bersifat rentan. DAFTAR PUSTAKA Aidawati N, Hidayat SH. 1999. Deteksi virus krupuk tembakau pada serangga vektor Bemisia tabaci Genn. Homoptera : Aleyrodidae dengan metode Polymerase Chain Reaction . Di dalam: Pros iding Kongres Nasional XV dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Purwokerto, 16 – 18 September 1999: hlm 602 – 606. Aidawati N, Yusriadi, Hidayat SH. 2001. Kisaran Inang Virus Gemini Asal Tanaman Cabai Dari Guntung Payung, Kalimantan Selatan. Di dalam: Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Bogor, 22-24 Agustus 2001: hlm 347-350. Aidawati N, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2002. Transmission of an Indonesian isolat of Tobacco leaf curl virus Geminivirus by Bemisia tabaci Genn. Hemiptera:Aleyrodidae. Plant Pathol.18:231-236. Aidawati N, Hidayat SH. 2002. Deteksi dan identifikasi Geminivirus pada tanaman tomat menggunakan teknik polimerase chains reaction [makalah khusus]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Belum dipublikasikan. Agrios GN. 1997. Plant Pathology. Ed. Ke-4. California: Academic Press, Inc. Badri IB. 1983. Identification of the Aleyrodidae on Soybean from two Location in West Java and Some Bionomics of Bemisia tabaci Genn. Hemiptera : Aleyrodidae on three soybean varieties. Biotrop. SEAMEO, Regional Center for Tropical Biology Indonesia. Basu AN. 1995. Bemisia tabaci Gennadius: Crop Pest and Principal Whitefly Vector of Pla nt Viruses. New Delhi: Westview Press. Bedford ID, Briddon RW, Markham PG, Brown JK, Rosell RC. 1992. Bemisia tabaci: biotype characterization and the threat of this whitefly species to agriculture. Proceedings of the 1992 British Crop Protection Conference- Pest and Diseases 3: 1235-1240. Bedford ID, Briddon RW, Brown JK, Rosell RC, Markham PG. 1994. Geminivirus transmission and biological characterisation of Bemisia tabaci Gennadius biotypes from different geographic regions. Ann. Appl. Biol. 125: 311-325. Behjatnia SAA, Dry IB, Krake LR, Conde BD, Conelly MI, Randles JW, Rezaian MA. 1996. New potato spindle tuber viroid and tomato leaf curl geminivirus strains from a wild Solanum sp . Phytopathol. 86 : 880 – 886. Bellows JR TS, Perring TM, Gill RJ, Headrick DH. 1994. Description of a species of Bemisia Homoptera: Aleyrodidae. Ann. Entomol. Soc. Am. 87: 195-206 Bendahmane M, Schalk HJ, Gronenborn B. 1995. Identification and characterization of wheat dwarf virus from France using a rapid method for geminivirus DNA preparation. Phytopathol. 85: 1449 – 1455. Berlinger MJ. 1986. Host plant resistance to Bemisia tabaci. Agric. Ecosystems Environ . 17: 69-82. Bock KR. 1982. Geminivirus diseases. Plant Dis. 66: 266-270. Brown JK, Nelson R. 1988. Transmission, host range, and virus -vector relationships of Chinol del tomate virus, a whitefly -transmitted geminivirus from Sinaloa, Mexico. Plant Dis. 72: 866-869. Brown JK, Costa HS, Laemmlen F. 1992. First report of whitefly associated labu silverleaf disorder of Cucurbita in Arizona and of white streaking disorder of Brassica in Arizona and California. Plant Dis. 76:426. Brown JK, Idris AM, Fletcher DC. 1993. First report of sinaloa tomato leaf curl virus, a newly described geminivirus of tomato and pepper in west coastal Mexico. Plant Dis. 77:1262 Brown JK. 1994. Current status of Bemisia tabaci as a plant pest and virus vector in agroecosystems worldwide. FAO Plant Protect. Bull. 42:3-32. Brown JK, Coasts S, Bedford , Markham PG, Bird J, Frohlich DR. 1995a. Characterization and distribution of esterase electromorphs in the whitefly, Bemisia tabaci Genn. Homoptera: Aleyrodidae. Biochem. Gen. 33: 205-214. Brown JK, Frohlich D, Rosell R. 1995b. The sweetpotato silverleaf whiteflies: biotype of Bemisia tabaci Genn., or a species complexs? Annu. Rev. Entomol. 40: 511-534. Brown JK, Perring TM, Cooper AD, Bedford ID, Markham PG. 2000. Genetic analysis of Bemisia tabaci Homoptera: Aleyrodidae populations by isoelectric focusing electrophoresis. Biochem. Gen . 38: 13-25. Burban C, Fishpool LDC, Fauquet C, Fargette D, Thouvenel JC. 1992. Host associated biotypes within West African populations of the Whitefly Bemisia tabaci Genn. Homoptera: Aleyrodidae. J. Appl. Entomol. 113: 416-423. Butter NS, Rataul HS. 1977. The virus-vector relationship of the tomato leaf curl virus TLCV and its vector, Bemisia tabaci Gennadius Homoptera ; Aleyrodidae. Phytoparasit. 5: 173-186. Byrne FJ, Bedford ID, Devonshire AL, Markham PG. 1995a. Esterase variation and labu silverleaf induction in B-type Bemisia tabaci Homoptera: Aleyrodidae. Bull. Entomol. Res. 85: 175-179. Byrne FJ, Cahill M, Denholm I, Devonshire AL. 1995b. Biochemical identification of interbreeding between B- type and non-B-type strains of the tobacco whitefly Bemisia tabaci. Biochem. Gen. 33: 13-23. Campbell BC, Stephen-Campbell JD, Gill R. 1996. Origin and radiation of whiteflies: an initial molecular phylogenetic assessment. Di dalam: Gerling D, Mayer RT, editor. Bemisia: Taxonomy, Biology, Damage, Control and Management. UK: Intercept. hlm 29-52 Cervera MT, Cabezas JA, Simon B, Martinez-Zapater JM, Beitia F, Cenis JL. 2000. Genetic relationships among biotypes of Bemisia tabaci Hemiptera: Aleyrodidae based on AFLP analysis. Bull. Entomol. Res. 90:391-396. Chiang BT, Nakhla MK, Maxwell DP, Schoenfelder W, Green SK. 1997. A new geminivirus association with a leaf curl disease of tomato in Tanzania. Plant Dis.: 81: 1111 Chiemsombat P, Kositratana W, Attathom S, Sutabutra T, Sae-aung N. 1990. DNA probe and nucleic acid hybridization for plant virus detection. Kasetsart J. Nat. Sci. Suppl. 24 : 12 – 16. Claridge MF, Dawah HA, Wilson MR. 1997. Species in insect herbivores and parasitoids -sibling species, host races and biotypes. Di dalam: Claridge MF, Dawah HA, Wilson MR, editor. Species , The Units of Biodiversity. London: Chapman Hall. hlm 247-272. Cock MJN. 1986. Bemisia tabaci- A literature survey on the cotton whitefly with an annotated bibliography. Ascot, UK: FAOCAB International Institute of Biological Control. hlm 21 Cohen S, Nitzany FE. 1966. Transmission and host range of tomato yellow leaf curl virus. Phytopathol. 56:1127-1131. Cohen S, Duffus JE, Larsen RC, Liu HY, Flock RA. 1983. Purification, serology, and vector relationships of labu leaf curl virus, a whitefly transmitted geminivirus . Phytopathol. 56 : 1127 – 1131. Cohen S, Berlinger MJ. 1986. Transmission and cultural control of whitefly- borne viruses. Agric. Ecosystems Environ. 17: 89-97. Cohen S, Antignus Y. 1994. Tomato yellow leaf curl virus TYLCV, a. whitefly -borne geminivirus of tomato. Adv. Dis. Vector Res. 10: 259 – 288. Conde BD, Connelly MI. 1994. Australian tomato leaf curl virus, a whitefly- transmitted geminivirus causing a disease of tomatoes in Northern Australia. Di dalam: Proceeding International Conference Plant Protection Tropics. hlm 235-237. Costa HS. 1969. Whiteflies as virus vector. Di dalam: Maramorosch K, editor. Virus, Vectors and Vegetation . Wiley and Sons, New York: Interscie nce. hlm 27-49. Costa HS, Brown JK. 1990. Variability in biological characteristic isozyme patterns and virus transmission among populations of Bemisia tabaci Genn. in Arizona. Phytopathol. 80: 888 Costa HS, Brown JK. 1991. Variation in biological characteristics and esterase patterns among populations og Bemisia tabaci, and the association of one population with silverleaf symptom induction. Entomol. Exp. Appl. 61:211-219. Costa HS, Brown JK, Sivasupramaniam S, Bird J. 1993. Regional distribution, insecticide resistance and reciprocal crosses between the’A’ and ’B’ biotypes of Bemisia tabaci. Insect. Scie. and Appl. 14: 127-138. Czosnek H, Ber R, Antignus Y, Cohen S, Navot N, Zamir D. 1988. Isolation of tomato yellow leaf curl virus, a geminivirus. Phytopatol. 78: 508-512. De Barro PJ. 1995. Bemisia tabaci biotipe B: a review of its biology distribution and control. Technical Paper, Division of Entomology, SCIRO, Canberra, Australia. hlm 57. De Barro PJ, Hart PJ. 2000. Mating interactions between two biotype of the whitefly, Bemisia tabaci Hemiptera: Aleyrodidae in Australia. Bull. Entomol. Res. 90: 103-112. De Barro PJ, Driver F, Trueman JWH, Curran J. 2000. Phylogenetic relationship of world populations of Bemisia tabaci Gennadius using ribosomal ITS1. Mol. Phylogeny. Evol. 16: 29-36. Denholm I, Cahill M, Dennehy TJ, Horowitz AR. 1998. Challenges with managing insecticide resistance resistance in agricultural pests, exemplified by the whitefly Bemisia tabaci. Philos Trans. R. Soc. 353: 1757-1767. Dhar AK, Singh RP. 1996. Begomoviruses. In. Sing, R. P., U. S. Sing K. Kohmato, editor. Pathogenesis and Host Biochemical, Genetic and Molecular Bases : Volume III Viruses and Viroid. 289 – 309p. [DJBPH] Direktorat Jenderal Bina Produksi Holtikultura. 2005. Luas Panen, Rata-Rata Hasil dan Produksi Tanaman Hortikultura di Indonesia. Jakarta: Departemen Pertanian. http:database.deptan.go.idbdspwebf4-free- frame.asp. [6 des 2005]. [DJPTH] Direktorat Jenderal Perlindungan Tanaman Hortikultura. 2005. Luas Tambah Serangan OPT Pada Tanaman Sayuran Tahun 1999-2004. Jakarta: Departemen Pertanian. http:database.deptan.go.idbdspwebf4-free- frame.asp. [6 des 2005]. Faria M, Wraight SP. 2001. Biological control of Bemisia tabaci with fungi. Crop Protect. 20:767-778. Fitriyanti D, Aidawati N. 2002. Penularan Virus Gemini Asal Cabai Rawit Capsicum frutescens L. Dengan Bemisia tabaci Homoptera: Aleyrodidae. Belum dipublikasikan. Friedmann M, Lapidot M, Cohen S, Pilowsky M. 1998. A novel source of resistance to tomato yellow leaf curl virus exhibiting a symptomless reaction to viral infection. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 123: 1004-1008. Frohlich DR, Torres-Jerez I, Bedford ID, Markham PG, Brown JK. 1999. A phylogeographical analysis of the Bemisia tabaci species complex based on mitochonrial DNA markers. Mol. Entomol. 8: 1683-1691. Gameel OJ. 1977. Bemisia tabaci Genn.. pp: 320 – 322. Di dalam: Kranz J, Schmutterer H, Kock W, editor. Diseases, Pests, and Weeds in Tropical Crops. New York: John Wiley and Sons. hlm 666. Garrido-Ramirez ER, Gilbertson RL. 1998. First report of tomato mottle geminivirus infecting tomatoes in Yucatan, Mexico. Plant Dis. 82:592. Gawel NJ, Bartlett AC. 1993. Characterization of differences betw een whiteflies using PCR-RAPD. Insect Mol. Biol. 2: 33-38. Gennadius P. 1889. Disease of tobacco plantations in Trikonia. The Aleyrodid of tobacco. Ellenike Georgia: 1-3. Di dalam. Perring TM. 2001. The Bemisia tabaci species complex. Crop Pro tec. 20: 725-737. Gerling D, Alomar O., Arno J. 2001. Biological control of Bemisia tabaci using predators and parasitoids. Crop Protect. 20:779-799. Ghanim M, Morin S, Zeidan M, Czosnek HG. 1998. Evidence for transovarial transmission of tomato yellow leaf curl virus by its vector, the whitefly Bemisia tabaci. Virol. 240: 295-303. Ghanim M, Czosnek H. 2000. Tomato yellow leaf curl geminivirus TYLCV-Is is transmitted among whiteflies Bemisia tabaci in a sex-related manner. Virol. 74: 4735-4745. Gilbertson RL, Hidayat SH, Martinez RT. 1991. Differentiation of bean-infecting geminiviruses by nucleic acid hybridization probes and aspects of bean golden mosaic in Brazil. Plant Dis. 75 : 336-342. Greathead AH. 1986. Host plants. D i dalam: Coc k MJW, editor. Bemisia tabaci- A literature Survey on the Cotton Whitefly with an Annotated Bibliography. Silwood Park, UK: CAB International Institutes, Biological Control. hlm 17-26 Guirao P, Beitia F, Cenis JL. 1997. Biotype determination of Spanis h populations of Bemisia tabaci Hemiptera: Aleyrodidae. Bull. Entomol. Res. 87: 587-593. Gunning RV, Byrne FJ, Devonshire AL. 1997. Electrophoretic analysis of non-B and G-biotype Bemisia tabaci Gennadius Hemiptera: Aleyrodidae in Australia. Au st. J. Entomol. 36: 245-249. Hanson PM, Bernacchi D, Green S, Tanksley SD, Venkataramappa M, Padmaja AS, Chen H, Kne G, Fang D, Chen J. 2000. Mapping a wild tomato introgression associated with tomato yellow leaf curl virus resistance in a cultivated tomato line. J. Amer. Soc. Hort. Sci. 125: 15-20. Hamilton WDO, Sanders RC, Coutts RHA, Buck KW. 1981. Characterization of tomato golden misaic virus as a geminivirus. FEMS Microbiol. Lett. 11: 263-267. Hasanudin A. 2006. Inovasi teknologi unggulan pertanian mendukung prima tani. Workshop Pemanta pan Pelaksanaan Prima Tani 2006. Bogor. 5-10 Maret 2006. http:www.litbang.deptan.go.idvarietas. [14 juli 2006] Hidayat SH, Gilbertson RL, Hanson SF, Morales FJ, Ahlquist P, Russel DR, Maxwell DP. 1993. Complete nucleotide sequences of the infectious cloned DNAs of bean dwarf mosaic geminivirus. Phytopathol. 83: 181- 187. Hidayat SH, Rusli ES, Aidawati N. 1999. Penggunaan primer universal da lam Polymerase chain reaction untuk mendeteksi virus gemini pada cabe. Di dalam: Prosiding Kongres Nasional XV dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Purwokerto, 16 – 18 September 1999. hlm 355 – 359. Hidayat SH, Orawan C. Rusli ES. 2006. A New geminivirus associated with pepper yellow leaf curl disease in Indonesia. http:www.ncbi.nlm.nih.gov entrezviewer.fcgi?dn=nucleotideval=85539788 [Pebruari 2006]. Hidayat SH, Orawan C. Aidawati N. 2006. Genetic diversity of geminivirus in Indonesia. http:www.ncbi.nlm.nih.goventrezviewer.fcgi?db=nucleotide val=85539793 [Pebruari 2006]. Hilje L, Costa HS, Stansly PA. 2001. Cultural practices for managing Bemisia tabaci and associated viral diseases. Crop Protec. 20: 801-812. Honda Y, Iwaki M, Saito Y. 1983. Mechanical transmission, purification, and some properties of whitefly-borne mungbean yellow mosaic virus in Thailand. Plant Dis. 67 : 801 – 804 Hull R. 2002. Matthews’Plant Virology. San Diego: Academic Press. hlm 428- 431. Idris AM, Brown JK. 1998. Sinaloa tomato leaf curl geminivirus: Biological and molecular evidence for a new subgroup III virus. Phytopathol. 88: 648- 657. Idris AM, Lee SH, Brown JK. 1999. First report of chinol del tomate and pepper hausteco geminiviruses in greenhouse-grown tomato in Sonora, Mexico. Plant Dis. 83: 396. Jones JB, Stall RE, Zitter RA. 1991. Compedium of Tomato Diseases. APS Press. Johnson MW, Ullman DE, Tabashnik BE, Costa H, Omer A. 1992. Sweetpotato whitefly information from hawaii. Di dalam: Mau RFL, Kessing JLM. Bemisia tabaci Gennadius. Crop Knowledge Master. http:www. extento.hawaii.edukbasecroptypeB. tabaci.htm. 10 Juni 2003. Kalshoven, L. G. E. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA Van der, Rothshild GHL, penterjemah. Jakarta: P. T. Ikhtiar Baru- Van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie. hlm 701. Kasrawi MA. 1988. Tomato production and tomato yellow leaf curl virus in Jordan. Di dalam: Resistance of the Tomato to TYLCV. Proceeding of the Seminar of EEC contract DGXIII-TS2-A-055F CD partners. Laterrot H, Trousse C Editor. INRA-Station d’Amelioration des Plantes Maraicheres, Montfavet-Avignon, France. hlm 14-16. Kon T, Sukamto, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2003. Genome organization and construction of an infectious clone of tomato leaf curl virus-Indonesia. Jpn J Phytopathol 69:34-35 Lapidot M, Friedmann M, Lachman O, Yehezkel A, Nahon S, Cohen S, Pilowsky M. 1997. Comparison of resistance level to tomato yellow leaf curl virus among commercial cultivars and breeding lines. Plant Dis. 81: 1425- 1428. Laterrot H. 1992. Resistance genitors to tomato yellow leaf curl virus TYLCV. Tomato Leaf Curl. Newsletter 1: 2-3. Lastra JR, de Uzcategue Rc. 1975. Viruses affecting tomatoes in Venezuela. Phytopathol. 84:253-258. Lima LHC, Moretzohn MC, Oliveira MRV. 2000. Survey of Bemisia tabaci Gennadius Hemiptera: Aleyrodidae biotype in Brazil using RAPD markers. Genet. Mol. Biol. 23: 1-5. Liu HY, Cohen S, Duffus JE. 1992. The use of isozyme patterns to distinguish sweetpotato whitefly Bemisia tabaci biotypes. Phytoparasit. 20: 187- 194. Mansoor S, Khan SH, Saeed M, Bashir A, Zafar Y, Malik KA. 1997. Evidence for the assciation of a bipartite geminivirus with tomato leaf curl disease in Pakistan. Plant Dis. 81: 958. Martin, JH. 1999. The whitefly fauna of Australia Sternorrhyncha: Aleyrodidae: a taxonomic account and identification guide. Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization. Canberra, Australia CSIRO Entomology Technical Paper No. 38. hlm 197 Martin JH, Mifsud D, Rapisarda C. 2000. The whiteflies Hemiptera: Aleyrodidae of Europe and the Mediterranean Basin. Bull. Entomol. Res. 90: 407-448. Matsoor S, Khan SH, Mushtaq N, Zapar Y, Malik KA. 2000. Evidence that watermelon leaf curl disease in Pakistan is associated with tomato leaf curl virus – India, a bipartite Begomovirus. Plant Dis. 84 : 102 Mazyad HM, Nakhla MK, Moustafa SE. 1982. Evaluation of some wild Lycopersicon species as sources of resistance to tomato yellow leaf curl virus. Mesir J. Hort. 9:241-246. McGrath PF, Harrison BD. 1995. Transmission of to mato leaf curl geminiviruses by Bemisia tabaci: effects of virus isolate and vector biotype. Ann. Appl. Biol. 126:307-316. Mehta PJ, Wayman JA, Nakhla MK, Maxwell DP. 1994a. Polymerase chain reaction of virulifer ous Bemisia tabaci Homoptera : Aleyrodidae with two tomato-infecting begomovirus es. J. Econ. Entomol. 875 : 1285 – 1290 Mehta PJ, Wayman JA, Nakhla MK, Maxwell DP. 1994b. Transmission of tomato yellow leaf curl geminivirus by Bemisia tabaci Homoptera ; Aleyrodidae. J. Econ. Entomol. 87: 1291-1297. Momol MT, Simone GW, Dankers W, Sprenkel RK, Olson SM, Momol EA, Polston JE, Hiebert E. 1999. First report of tomato yellow leaf curl virus in tomato in south Georgia. Plant Dis. 83: 487. Morales F, Niessen A, Romirez B, Castano M. 1990. Isolation and partial characterization of a begomovirus causing bean dwarf mosaic. Phytopathol. 80 : 96 – 101. Mound LA, Halsey SH. 1978. Whitefly of the World. New York: British Museum of Natural Histor y and Wiley. Di dalam: Perring TM. 2001. The Bemisia tabaci species complex. Crop Protect. 20: 725-737. Moustafa SE, Nakhla MK. 1990. An attempt to develop a new tomato variety resistant to tomato yellow leaf curl virus TYLCV. Assiut J. Agric. Sci. 21: 167-184. Moustafa SE, Hassan AA. 1994. Tomato cultivar evaluation with emphasis on tomato yellow leaf curl virus tolerance in Mesir. Tomato Leaf Curl Newsletter 5:3 Moya A, Guirao P, Cifuentes D, Beitias F, Cenis JL. 2001. Genetic diversity of Iberian population of Bemisia tabaci Hemiptera: Aleyrodidae based on random amplified polymaorphic DNA-polymerase chain reaction. Mol. Ecol. 10: 891-897. Muniyappa V, Swanson M, Duncan M, Harrison BD. 1991. Particle purification properties and epitope variability of Indian tomato leaf curl geminivirus. Ann. Appl. Biol. 118:595-604. Nakhla MK, Maxwell DP. 1998. Epidemiology and Management of Tomato Yellow Leaf Curl Disease. Di dalam: Hadidi A, Khetarpal RK, Koganezawa H, editor. Plant Virus Disease Control. St. Paul, Minnesota: APS Press. hlm 565- 583. Navas-Castillo J, Sanches-Campos S, Diaz JA, Saez-Alonso E, Moriones E. 1999. Tomato yellow leaf curl virus-Is causes a novel disease of common bean and severe epidemics in tomato in Spain. Plant Dis. 83: 19-32 Navot N, Ber R, Czosnek H. 1989. Rapid detection of tomato yellow leaf curl virus in labues of plants and insect vectors. Phytopathol. 79 5 : 562 – 568. Navot N, Picherski E, Zeidan M, Zamir D, Czosnek H . 1991. Tomato yellow leaf curl virus: a whitefly-transmitted begomovirus with a single genomic component. Virol. 185:151-161. Nei M. 1976. Mathematical models of speciation and genetic distance. Di dalam: Karlin S, Neve E, e ditor. Population genetics and Ecology. New York: Academic Press. hlm 723-765. Oliveira MAS, Icuma IM, Alves RT, Oliveira MRV, Lima LHC, Lira GS. 2000. Avaliacao d surtos de mosca -branca em areas do sistema produtivo de melao, soja e feijao. Embrapa Recursos Geneticos e Biotecnologia. Comunicado Tecnico, 29: 10. Di dalam: Oliveira MRV, Henneberry TJ, Anderson P. 2001. History, current status, and collaborative research projects for Bemisia tabaci. Crop Prot. 20: 709-723. Osaki T, Kobatake H, Inouye T. 1979. Mosaic of honeysuckle Lonicera japonica Thunb, a disease caused by tobacco leaf curl virus in Japan. Ann. Phytopathol. Soc. Jpn. 45 : 62 – 69. Paplomatas EJ, Patel VP, Hou YM, Noueiry AO, Gilbertson RL. 1994. Molecular characterization of new sap-transmissible bipartite genome geminivirus infecting tomatoes in Mexico. Phytopathol. 84: 1215-1224. Palumbo JC, Horowitz AR, Prabhaker N. 2001. Insecticidal control and resistance management for Bemisia tabaci. Crop Protect. 20:739-765. Pacheco IT, Tiznodo JAG, Brown JK, Flora AB, Bustamante RFR. 1996. Detection and distribution of geminivirus es in Mexico and the Southern United State. Phytopathol. 86: 1186 – 1192. Perring TM. 1996. Biological differences of two species of Bemisia that contribute to adaptive advantage. Di dalam: Gerling D, Mayer D, editor. Bemisia : Taxonomy, Biology, Damage, Control and Management. Andover, Hants, UK: Intercept Ltd. hlm 3-16. Perring TM, Cooper AD, Rodriguez RJ, Farrar CA, Bellows Jr TS. 1993. Identification of a whitefly species by genomic and behavioural studies. Science 259: 74-77. Pilowsky M, Cohen S. 1974. Inheritance of resistance to tomato yellow leaf curl virus in tomatoes. Phytopathol. 64: 632-635. Pilowsky M, Cohen S. 1990. Tolerance tomato yellow leaf curl virus derived from Lycopersicon peruvianum. Plant D is. 74:248-250. Pico B, Diez MJ, Nuez F. 1996. Viral diseases causing the greatest economic losses to the tomato crop. II. The tomato yellow leaf curl virus. A review. Sci. Hortic . 67 : 151 – 196. Polston JE, Dodds JA, Perring TM. 1989. Nucleic acid probes for detection and strain discrimination of cucurbit geminiviruses. Phytopathol. 79:1123- 1127. Polston JE, Al-Musa A, Perring TM., Dodds JA. 1990. Association of nucleic acid of labu leaf curl geminivirus with the whitefly Bemisia tabaci. Phytopa thol. 80 : 850 – 856. Polston JE, Hiebert E, McGovern RJ, Stansly PA, Schuster DJ. 1993. Host range of tomato mottle virus, a new geminivirus infecting tomato in Florida. Plant Dis. 77 : 1181 – 1184. Polston JE, Bois D, Keinath AP, Chellemi DO. 1995. Occurrence of tomato mottle geminivirus in South Carolina, Tennessee, and Virginia. Plant Dis. 79: 539. Polston JE, Anderson PK. 1997. The emergence of whitefly – transmitted geminiviruses in tomato in Western Hemisphere. Plant Dis. 8112 : 1358 – 1369. Polston JE, Bois D, Ano G, Urbino C. 1997. Occurrence of a strain of potato yellow mosaic geminivirus infecting tomato in the Eastern Caribbean. Plant Dis. 82: 126 Price JF, Schuster DF, Short DT. 1986. Managing sweetpotato whitefly. Green Grower 55-57. Quaintance AL. 1900. Contribution towarns a monograph of the American Aleurodidae. US Dept. Agric. Tech. Ser., Bureau. Entomol. 8: 9-64. Di dalam: Oliveira MRV, Henneberry TJ, Anderson P. 2001. History, current status, and collabora tive research projects for Bemisia tabaci. Crop Protect. 20: 709-723. Quaintance AL, Baker AC. 1914. Classification of the Aleyrodidae Part II. US Department of Agriculture. Technica Series. Bur. Entomol. 27: 95-109. Di dalam: Perring TM. 2001. The Bemisia tabaci species complex. Crop Protect. 20: 725-737. Roberts IM, Robinson DJ, Harrison BD. 1984. Serological relationship and genome homologies among geminiviruses. Ann. Appl. Biol. 105: 483-493. Rojas MR, Gilbertson RL, Russell DR, Maxwell DP. 1993. Use of degenerate primers in the Polymerase Chain Reaction to detect whitefly -transmitted geminiviruses. Plant Dis. 77: 340 – 347. Rom M, Antignus Y, Gidoni D, Pilowsky M, Cohen S. 1993. Accumulation of tomato yellow leaf curl virus DNA in tolerant and susceptible tomato lines. Plant Dis. 77:253-257. Rosell RC, Bedford ID, Frohlich DR, Gill RJ, Brown JB, Markham. 1997. Analyses of morphological variation in ditinct populations of Bemisia tabaci. Ann. Entomol. Soc. Am. 90: 575-589. Rosita I. 1994. Kerentanan Beberapa Varietas Tomat Lycopersicon esculentum Mill. Terhadap Virus Kerupuk Tomat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Roye ME, Mclaughlin WA, Nakhla MK, Maxwell DP. 1997. Genetic diversity among geminivirus es associated with the weed species Sida spp., Macroptilium lathyroides, and Wissadula amplissima from Jamaica. Plant Dis. 81 : 1251 – 1258. Sanchez-Campos S et al. 1999. Displacement of tomato yellow leaf curl virus TYLCV-Sr by TYLCV-Is in tomato epidemics in Spain. Phytopathol. 89: 1038-1043. Scot JW, Stevens MR, Barten JHM, Thome CR, Polston JE, Schuster DJ, Serra CA. 1996. Introgression of resistance to whitefly-transmitted geminiviruses from Lycopersicon chilence to tomato. Di dalam: Gerling D, Mayer RT editor. Bemisia, 1995, Taxonomy, Biology, Damage, Control and Management. Androver, Hants, UK: Intercept. hlm 357-367. Semangun H. 1991. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia . Yogyakarta: Gajah Mada Univ. Press. Setiawati, W. 2003. Pengendalian kutu kebul Bemisia tabaci pada tanaman cabai. D i dalam: Seminar Sehari Mengenai Pengenalan dan Pengendalian Penyakit Virus Pada Tanaman Cabai. Jakarta, 20 Pebruari 2003. Simmon AM, McCutcheon GS, Dufault RJ, Hassell RL, Rushing JW. 2000. Bemisia argentifolii Homoptera: Aleyrodidae attacking species of medicinal herbal plants. Ann. Entomol. Soc. Am. 93:856-866 Stein VE, Coutts RHA, Buck KW. 1983. Serological studies on tomato golden mosaic virus, a begomovirus. J. Gen. Virol. 64: 2493 – 2498. Sequeira JC, Harrison BD. 1982. Serological studies on cassava latent virus. Ann. Appl. Biol. 101 : 33 – 42. Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2001. Deteksi molekuler dan uji kisaran inang virus gemini asal tomat. Di dalam Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Bogor, 22-24 Agustus 2001. hlm 208-217. Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2004. Penggunaan Teknik PCR dan RFLP untuk Deteksi dan Analisis Virus Gemini pada Tanaman Tomat yang Berasal dari Berbagai Daerah di Jawa Barat dan Lampung. J. Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 42: 89-93. Sugiarman, Hidayat SH. 2000. Evaluasi ketahanan beberapa kultivar tomat Lycopersicon esculentum Mill. terha dap infeksi virus gemini. Hayati 7: 113 – 116. Sukamto, Kon T, Hidayat SH, Ito K, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2005. Begomoviruses associated with leaf curl disease of tomato in Java, Indonesia. J. Phytopathol 153: 562-566. Sulandari S, Suseno R, Hidayat SH, Harjosudarmo J, Sosromarsono S. 2001. Deteksi geminivirus pada cabai di Daerah Istimewa Jogyakarta. Di dalam: Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Bogor, 22-24 Agustus 2001. hlm 347-350. Sulandari S, Suseno R, Hidayat SH, Harjosudarmo J, Sosromarsono S. 2006. Deteksi dan kajian kisaran inang virus penyebab penyakit daun keriting kuning cabai. Hayati 13: 1-6. Takahashi R. 1936. Some Aleyrodidae, Aphididae, Coccidae Homoptera, and Thysanoptera from Micronesia. Tenthredo 12. 109-120. Di dalam. Perring TM. 2001. The Bemisia tabaci species complex. Crop Protect. 20: 725-737. Thomas JE, Bowyer JW. 1980. Properties of tobacco yellow dwarf and bean summer death viruses. Phytopathol. 70 : 214 – 217. Trabolsi R. 1994. Bemisia tabaci: a report on its pest status with particular reference to the Near East. FAO Plant prot. Bull. 42:33-58. Trisusilowati EB, Suseno R, Sosromarsono S, Barizi, Hardjosuwiqnjo S, Nur MA. 1990. Transmissions, serological asspects and morphology of the tobacco krupuk virus. Indon. J. Trop. Agric. Vol 1 2:75-79. Tsai WS, Shih SL, Green SK, Rauf A, Hidayat SH, Jan FJ. 2006a. Molecular characterization of pepper yellow leaf curl Indonesia virus in leaf curl and yellowing diseased tomato and pepper in Indonesia. Plant Dis. 90: 247. Tsai WS, Shih SL, Akkermans K, Jan FJ. 2006b Molecular characterization of a distinct tomato-infecting geminivirus associated with yellow leaf curl diseased tomato in Lembang, Java Island of Indonesia. Plant Dis. 90:831 Uzcategui RCde, Lastra R. 1978. Transmission and physical properties of the causal agent of mosaic amarillo del tomate tomato yellow mosaic. Phytopathol. 68 : 985 – 988. Van Regenmortel MHV, Fauquet CM, Bishop DHL, Carstens EB, Estes MK, Lemon SM, Maniloff J, Mayo MA, Mc Geoch DJ, Pringle CR, Wickner RB, editor. 2000. Virus Taxonomy. Classification and Nomenclature of Viruses Seventh of The International Committee on Taxonomy of Viruses. San Diego: Academic Press. hlm 285-297 Vidavsky F, Czosnek H. 1998. Tomato breeding lines resistant and toleran to tomato yellow leaf virus issued from Lycopersicon hirsutum. Phytopathol. 88: 910-914. Vidavsky F, Leviatov J, Milo HD, Rabinowitch N, Kedar, Czosnek H. 1998. Response of tolerant breeding lines of tomato Lycopersicon esculentum, originating from three different sources L. peruvianum, L. pimpinellifolium and L. chilense to early controlled inoculation by tomato yellow leaf curl virus TYLCV. Plant breed. 117: 165-169. Wisler GC, Li RH, Liu HY, Lowry DS, Duffus JE. 1998. Tomato chlorosis virus: a new whitefly transmitted phloem -limited, bipartite closterovirus of tomato. Phytopathol. 88: 402-409. Wyatt SD, Brown JK. 1996. Detection of subgroup III geminiviruses isolates in leaf extracts by degenerate primer and polymerase chain reaction. Phytopathol. 86 : 1288 – 1293. Yuliani. 2002. Keanekaragaman spesies kutukebul Hemiptera: Aleyrodidae pada tanaman cabai, tomat dan kedelai di Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Tesis Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Belum dipublikasikan Yokomi RK, Hoelmer KA, Osborne LS. 1990. Relationships between the sweet potato whitefly and the labu silverleaf disorder. Phytopathol. 80: 895-900. Zakay Y, Navot N, Zeidan M, Kedar N, Rabinowitch H, Czosnek H, Zamir D. 1991. Screening Lycopersicon accessions for resistance to tomato yellow leaf curl virus: perence of viral DNA and symptom development. Plant Dis. 75:279-281. Zamir D, Ekstein-Michelson I, Zakay Y, Navot N, Zeidan M, Sarfatti M, Eshed Y, Harel E, Pleban T, van-Oss H, Kedar N, Rabinowitch HD, Czosnek H. 1994. Mapping and introgression of a tomato yellow leaf curl virus tolerance gene, Ty-1. Theor. Appl. Genet. 88: 141-146 39

III. KEANEKARAGAMAN GENETIK BEGOMOVIRUS YANG MENGINFEKSI TANAMAN TOMAT

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman begomovirus pada tomat dan serangga vektornya , bemisia tabaci gennadius (Hemiptera: aleyrodidae), serta pengujian ketahanan genotipe tomat terhadap strain begomovirus

1 29 400

Pemanfaatan tanaman pembatas pinggir dan predator Coccinellidae untuk pengendalian kutukebul Bemisia tabaci, vektor begomovirus pada pertanaman cabai merah

4 44 125

Identifikasi begomovirus indonesia pada tomat dan analisis diversitas genetik gen AV1 serta pemanfaatannya untuk pengembangan tanaman tahan virus

1 35 179

Metode Penularan dan Uji Ketahanan Genotipe Cabai (Capsicum spp.) terhadap Begomovirus

5 36 9

Ketahanan enam genotipe cabai (Capsicum spp.) terhadap Begomovirus dan pengaruhnya terhadap perkembangan vektor kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae)

0 4 87

Pengujian Ketahanan Cabai Terhadap Begomovirus Penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning

0 6 10

Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) pada tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.): panjang rostrum dan sayap pada beberapa ketinggian tempat serta periode retensi Tomato chlorosis virus (ToCV)

0 7 72

Pemanfaatan tanaman pembatas pinggir dan predator Coccinellidae untuk pengendalian kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae), vektor begomovirus pada pertanaman cabai merah (Capsicum annuum L.)

1 7 227

POTENSI RHIZOBAKTERIA INDIGENUS DALAM MENINGKATKAN KETAHANAN GALUR CABAI TERHADAP KERAGAMAN STRAIN GEMINIVIRUS DAN BIOTIPE SERANGGA VEKTORNYA Bemisia tabaci (Hemiptera:Aleyrodidae).

0 0 24

Aplikasi Verticillium Lecaniizim. Isolat Palolo terhadap Kutu Putih (Bemisia Tabaci Genn.) (Hemiptera:Aleyrodidae) Pada Tanaman Tomat

0 0 6