40
III. GENETIC DIVERSITY OF BEGOMOVIRUS INFECTING TOMATO
1
ABSTRACT NOOR AIDAWATI. Genetic Diversity of Begomovirus Infecting Tomato.
Supervised by SRI HENDRASTUTI HIDAYAT, PURNAMA HIDAYAT, RUSMILAH SUSENO, and SRIANI SUJIPRIHATI.
Begomovirus is an important virus that can cause severe damage on various crops. Infection of begomoviruses, mediated through its insect vector
Bemisia tabaci Genn., has been reported to cause significant losses on tomato industry in some places. Availability of detection and identification method with
high accuracy and sensitivity is very critical for early warning system of the begomovirus disease. This research is conducted to develop an identification
method to differentiate isolates of begomovirus based on PCR-RFLP technique.
Samples of tomato leaves infected by begomovirus was collected come from D.I. Yogyakarta, Central Java and West Java. Detection and identification of
begomovirus was conducted with PCR technique using universal primers of begomovirus i.e PAL 1v 1978 and PAR 1c 715. The amplified viral DNA was
digested w ith restriction enzymes BamHI, Eco RI, HindIII, and PstI. Clustering of isolates were obtained using Unweight Pair Group Method Average
UPGMA.
Using specific primers, PAL1v 1978 and PAR 1c 715, DNA of begomovirus was successfully amplified from Central Java Magelang and
Boyolali, D.I.Yogyakarta Kaliurang and Kulonprogo and West Java Barusireum. Amplified viral DNA with the size of
≈ 1.600 bp was then
subjected to restriction enzyme BamHI, Eco RI, HindIII, and PstI digest. Based on the restriction pattern, begomovirus isolates from Java can be compared.
Strains from Magelang were similar with those strain from Kaliurang. Both strain s were different from those of Boyolali, Kulonprogo and Barusireum,
whereas the last three strains were different from each other. Using NTSYS PC 2.1 it can be concluded that the begomovirus infecting tomato in Java can be
differentiated into two groups. First group consist of four different strains and second group consist of two different strains.
1
Part of the dissertation has been published in Indonesian Journal for Microbiology, vol. 10, No. 1, February 2005, with a title “ Identification of Geminivirus Infecting Tomato Based on Polymerase
Chain Reaction-Restriction Fragment Length Polymorphism”.
41
PENDAHULUAN
Pada tahun 2001, dilaporkan adanya infeksi virus yang menimbulkan kerusakan yang berat pada tanaman tomat di Jawa Barat Sudiono et al. 2004.
Tanaman tomat yang diduga terinfeksi virus tersebut menunjukkan gejala berupa tepi daun menggulung ke arah atas atau bawah, daun berkerut, ukuran daun lebih
kecil, daun menguning dan tanaman menjadi kerdil. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa penyebabnya adalah dari famili geminivirus, genus
begomovirus. Kejadian penyakit akibat serangan begomovirus tersebut berkisar dari 5-50. Hasil survei yang dilakukan pada tahun 2002 di beberapa pertanaman
tomat di Jawa Barat menunjukkan bahwa kejadia n penyakit meningkat menjadi 50-70, dan survei yang dilakukan dibeberapa tempat di Jawa Tengah dan D.I
Yogyakarta pada tahun 2003 menunjukka n kejadian penyakit berkisar 50-80 Aidawati, data belum dipublikasikan.
Geminivirus merupakan golongan virus tumbuhan dengan morfologi partikel yang berbeda dengan golongan virus tumbuhan lainnya yang telah umum
dikenal. Nama Geminivirus berasal dari karakteristik partikel virus yang berbentuk isometrik dan senantiasa terdapat dalam keadaan berpasangan
geminate Bock 1982. Kelompok virus ini merupakan golongan virus yang mempunyai asam nukleat deoksiribonukleat DNA dalam bentuk utas tunggal
single stranded ss DNA Harrison 1985; Lazar owitz 1987. Berdasarkan struktur genom, serangga vektor dan tanaman inang,
geminivirus terbagi menjadi empat genus yaitu Mastrevirus, Curtovirus, Begomovirus dan Topocuvirus van Regenmortel et al. 2000, Hull 2002 .
Mastrevirus adalah geminiv irus dengan tanaman inang dari kelompok monokotil, ditularkan oleh vektor wereng daun Nesoclutha pallida, Cicadullina mbila dan
memiliki genom monopartit. Curtovirus adalah geminivirus dengan tanaman inang dikotil, ditularkan oleh vektor wereng daun Circulifer tenellus, Orosius
argentatus dan genomnya monopartit. Begomovirus adalah geminivirus dengan tanaman inang dikotil, ditularkan oleh vektor kutukebul Bemisia tabaci memiliki
genom bipartit atau monopartit. Topocuvirus adalah genus pada geminivirus yang merupakan bagian dari genus Curtovirus. Topocuvirus mempunyai genom yang
42 mirip dengan Curtovirus tetapi ditularkan melalui wereng pohon Micrutalis
malleifera Harrison 1985. Hasil penelitian Polston dan Anderson 1997 menunjukkan bahwa infeksi
begomovirus yang ditularkan oleh B. tabaci mengakibatkan hancurnya industri tomat di Meksiko, Venezuela, Brazil, Florida, Amerika Tengah serta Karibia. Di
Karnataka, India sebanyak 50 tanaman tomat yang tumbuh pada bulan Juli – Nopember terinfeksi TYLCV, sedangkan tanaman tomat yang tumbuh pada bulan
Februari – Mei terinfeksi virus yang sama sebesar 100 Saiki Muniyappa 1989. Di Brazil terutama di daerah Minas Gerais, Sao Paulo, Bahia,
Bernambueo terjadi peningkatan kejadian penyakit yang disebarkan oleh B. tabaci dan mengakibatkan penurunan produksi tomat antara 40-100 Faria et al. 1997;
Ribeiro et al. 1998. Penyebaran penyakit yang disebabkan oleh begomovirus dapat te rjadi
dengan cepat karena begomovirus ditularkan oleh serangga vektor B. tabaci. Untuk mencegah terjadinya epidemi penyakit yang disebabkan oleh begomovirus,
diperlukan suatu metode deteksi yang cepat, akurat dan memiliki kepekaan yang tinggi Rojas et al. 1993. Deteksi dan identifikasi begomovirus dengan metode
konvensional sering tidak mungkin dilakukan karena tidak semua begomovirus dapat ditularkan secara mekanis dengan cairan perasan tanaman terinfeksi. Oleh
karena itu bioasai untuk identifikasi dan evaluasi kisaran inang sulit dilakukan.
Penggunaan metode serologi juga tidak efektif untuk mendeteksi begomovirus karena keanekaragamannya yang cukup tinggi Robert et al. 1984. Kini analisis
asam nukleat virus banyak digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi begomovirus. Teknik hibridisasi asam nukleat Polston et a l. 1989; Gilbertson et
a l. 1991; Hidayat et al. 1993; Bendahmane et al. 1995 dan polymerase chain reaction PCR menggunakan primer universal terbukti dapat digunakan untuk
mendeteksi dan mengidentifikasi begomovirus dari tanaman dan tempat yang berbeda Chiemsombat et al. 1990; Rojas et al. 1993; Wyatt Brown 1996;
Roye et al. 1997; Hidayat et al. 1999, Sudiono et al 2004; Sulandari et al. 2006. Selanjutnya deteksi begomovirus dengan menggunakan teknik PCR yang
dilanjutkan dengan restriction fragment length polymorphism PCR-RFLP dapat menentukan adanya strain begomovirus yang berbeda. Rojas et al. 1993;
43 Behjatnia et al. 1996; Hidayat et al. 1999; Sudiono et al. 2004; Sulandari et al.
2006. Melihat semakin menyebar dan tingginya serangan begomovirus pada
tanaman tomat seperti yang diuraikan di atas dan belum banyaknya informasi keanekaragaman begomovirus di Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian
tentang keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tomat di Indonesia dalam usaha mencegah terjadinya epidemi serangan begomovirus .
Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis keanekaragaman genetik berbagai isolat begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat menggunakan
teknik PCR-RFLP .
44
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian
Survei penyakit pada tanaman tomat dilaksanakan di daerah Cisarua Jawa Barat, Magelang, Semarang, dan Boyolali Jawa Tengah, Kaliurang,
Kulonprogo, Bantul, Kulonprogo D.I Yogyakarta. Sampel tanaman yang menunjukkan gejala terinfeksi virus selanjutnya dibawa ke Laboraatorium
Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB untuk dilakukan deteksi dan identifikasi dengan teknik PCR-RFLP dan
selanjutnya dilakukan perbanyakan isolat. Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2003 sampai Pebruari 2004.
Pengumpulan Sampel Tanaman Tomat yang Terinfeksi
Tanaman yang diduga terserang begomovirus dengan gejala seperti daun keriting, daun menjadi kecil, tepi daun melengkung ke atas, penebalan anak tulang
daun, daun menguning atau menunjukkan pola mosaik dikumpulkan dari pertanaman tomat di beberapa tempat di Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa
Barat. Selanjutnya dilakukan deteksi dengan teknik PCR. Sampel tanaman yang memberikan hasil yang positif dipelihara di rumah kaca dan perbanyakan isolat
begomovirus tersebut dilakukan pada tanaman tomat.
Perbanyakan Sumber Inokulum Begomovirus
Untuk mendapatkan sumber inokulum begomovirus yang murni, dilakukan penularan menggunakan B. tabaci dari tanaman yang terinfeksi di
lapang ke tanaman tomat sehat. Hasil penularan digunakan untuk perbanyakan sumber inokulum virus.
Perbanyakan sumber inokulum dilakukan melalui penyambungan bagian tanaman terinfeksi dari sumber inokulum ke tanaman tomat sehat. Penyambungan
dilakukan dengan membuat irisan tipis dan pipih pada bagian ujung petiol dari daun tanaman terinfeksi, dan bagian tersebut disisipkan ke dalam sayatan agak
serong yang dibuat pada bagian sisi batang tanaman sehat. Bagian sambungan kemudian dibalut dengan menggunakan parafilm dan tanaman dipelihara di
rumah kaca. Tanaman yang menunjukkan gejala digunakan sebagai sumber inokulum.
45
Deteksi Begomovirus dari Sampel Tanaman dengan Teknik PCR
Metode ekstraksi DNA untuk PCR disusun berdasarkan metode yang dilakukan oleh Dellaporta et al. 1983. Sampel daun tanaman
± 300 mg
diletakkan di dalam tabung mikro, ditambahkan 500 µl bufer [Tris 0. 1 M pH 8.0, EDTA 0.05M, NaCl 0.5M] dan ditambahkan 5 µl ß -merkaptoetanol,
kemudian digerus dengan pistil plastik. Setelah digerus ditambahkan 500 µl campuran fenol: kloroform: alkohol isoamil 25: 24: 1 dan divorteks. Campuran
kemudian disentrifugasi pada 12.000 rpm pada suhu 4ºC selama 5 menit. Supernatan dipindah ke tabung mikro yang baru dan ditambahkan 33 µl SDS
20, divorteks, ke mudian diinkubasi selama 10 menit pada suhu 65ºC. Selanjutnya ditambahkan 160 µl potasium asetat KoAC 5M, divorteks, dan
selanjutnya disentrifugasi pada 12.000 rpm pada suhu 4ºC selama 5 menit. Supernatan diambil, ditambahkan 160 µl KoAC, kemudian divorteks dan
disentrifugasi pada 12.000 rpm pada suhu 4ºC selama 5 menit. Supernatan diambil dan ditambahkan 0. 5 volume isopropanol dingin, kemudian tabung
dibolak balik secara perlahan. Selanjutnya disentrifugasi pada 12.000 rpm pada suhu 4ºC selama 15 menit. Pelet yang dihasilkan kemudian dicuci dengan
menambahkan 500 µl etanol 70 dingin dan disentrifugasi pada 12.000 rpm pada suhu 4ºC selama 5 menit. Etanol dibuang, pelet dikeringkan selama 15 menit
dalam vakum, kemudian dilarutkan dalam 50 µl air steril. DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan teknik PCR berdasarkan metode
Rojas et al.1993 menggunakan primer universal begomovirus yaitu PAL1v 1978 5’GCATCTGCAGGCCCACATYGTCTTYCCNGT3’ dan PAR1c 715 5’GAT
TTCTGCAGTTDATRTTYTCRTCCATCCA3’ yang dirancang berdasarkan pembandingan sekuen DNA beberapa begomovirus pada daerah genom yaitu gen
yang menyandikan protein untuk replikasi dan protein selubung Gambar 3.1. Setiap reaksi PCR 25 µl terdiri atas 5 µl DNA, 0.5 µl masing-masing primer, 1. 5
unit Taq polymerase, Tris-HCl 10 mM pH 9.0, KCl 50 mM, MgCl
2
1. 5 mM, setiap dNTP 200 µM Amersham Pharmacia Biotech. Amplifikasi DNA
dilakukan sebanyak 30 siklus yang melalui tiga tahapan yaitu pemisahan utas DNA pada 94°C selama 1 menit, penempelan primer pada 55°C selama 2 menit
dan sintesis DNA pada 72°C selama 2 menit Rojas et al. 1993. Khusus untuk
46 siklus terakhir ditambah tahapan sintesis selama 10 menit, kemudian siklus
berakhir dengan suhu 4°C. Fragmen DNA hasil amplifikasi PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1
dalam bufer Tris-borate EDTA TBE 0.5 X dengan tegangan 75 volt Maniatis et a l. 1989 dan diamati dengan UV transiluminator setelah diberi pewarna dengan
etidium bromida.
Gambar 3.1 Posisi penempelan primer PAL1v 1978 dan PAR1c 715 pada genom begomovirus. V1: gen penyandi pembentukan
protein selubung virus, penularan malalui serangga vektor dan pergerakan virus di dalam inangnya; V2: gen yang menyandi
protein pergerakan virus dalam tanaman yang terinfeksi, C1: gen penyandi protein replikasi, C2: gen penyandi protein
transactivating TrAP, C3: gen penyandi pembentukan protein replication enhancer REn, C4: gen penyandi ekspresi
gejala
Analisis Pola Pemotongan DNA oleh Enzim Restriksi PCR-RFLP
Hasil amplifikasi PCR dipotong dengan menggunakan empat enzim restriksi HindIII, PstI, Eco RI dan BamHI . Reaksi pemotongan DNA dengan
enzim restriksi terdiri atas: 10 µl DNA hasil amplifikasi dengan PCR, 1.5 µl bufer enzim restriksi 10X, 1 µl enzim restriksi 1 unit1µl, dan akuabidest
ditambahkan sehingga volume akhir menjadi 15 µl Maniatis et al. 1989. Setelah inkubasi pada 37ºC selama 1-2 jam, hasil pemotongan DNA di visualisasi secara
elektroforesis pada gel agarosa 1.5 dengan menggunakan buf er TBE 1X.
PAR1c715 PAL1v1978
CR
47
Analisis Hubungan Keke rabatan Antar Isolat Begomovirus
Analisis hubungan kekerabatan dilakukan dengan membandingkan isolat- isolat begomovirus yang menyerang tanaman tomat yang telah dikumpulkan
dalam penelitian ini dan juga dilakukan pembandingan dengan isolat begomovirus tomat hasil penelitian Sudiono et al. 2004. Analisis dilakukan berdasarkan pola
enzim restriksi RFLP dengan menggunakan program komputer NTSYST versi 2.1 melalui analisis Unweighted Pair Group Method with Arithmetic Mean
UPGMA dengan koefisien Euclidean Rohlf 2000.
48
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Gejala Infeksi Begomovirus pada Tanaman Tomat
Pengumpulan tanaman tomat yang diduga terinfeksi begomovirus dilakukan melalui survei ke beberapa pertanaman tomat yang ada di Jawa Barat
Bogor, Jawa Tengah Boyolali, Magelang, Semarang, dan Daerah Istimewa Yogyakarta Sleman, Kulonprogo dan Bantul. Tanaman tomat yang diduga
terinfeksi begomovirus menunjukkan gejala yang berbeda -beda Tabel 3.1. Gejala yang umum terlihat berupa penebalan tulang dan anak tulang daun,
penguningan lamina daun, cupping dan tanaman menjadi kerdil Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Keanekaragaman gejala begomovirus yang ditemukan di lapangan
selama survei. A. Daun berkerut, B. daun menjadi kecil, C. daun berkerut dan keriting, D. Daun menguning,
E. Daun mengecil dan cupping Begomovirus yang terdeteksi dari tanaman tomat Tabel 3.1 diperbanyak
melalui penularan menggunakan serangga vektor B. tabaci pada tanaman tomat sehat cv. Arthaloka. Hasil penularan menunjukkan gejala yang berbeda-beda
seperti terlihat pada gambar 3.3 dan kemudian tanaman tersebut digunakan sebagai sumber inokulum untuk pengujian selanjutnya.
A B
C
D E
49 Gambar 3.3 Gejala infeksi begomovirus pada tanaman tomat cv. Arthaloka
hasil penularan dengan serangga vektor: A. Isolat GVSMg, B. Isolat GVPSlm,
C. Isolat GVCBy, dan D. Isolat GVCBgr Kode isolat dapat dilihat pada Tabel 3.1
Deteksi dan Ide ntifikasi Begomovirus dengan Teknik PCR
Hasil visualisasi elektroforesis pada gel agarosa menunjukka n bahwa begomovirus berhasil dideteksi pada tanaman tomat yang berasal dari Jawa Barat
GVCBgr, Jawa Tengah GVCBy, GVSMg 1.1, GVSMg 1.2, GVSMg 2 dan DIY GVPSlm, dan GVGKlp Tabel 3.1 dan Gambar 3.4, sedangkan isolat
GVGS1, GVGS2, GVGS3 Jawa Tengah dan isolat GVSB1, GVSB2 DIY tidak berhasil teramplifikasi. Fragmen DNA hasil amplifikasi berukuran
≈ 1600 base
pair bp Gambar 3.4. Hasil tersebut sesuai dengan ukuran yang diharapkan apabila menggunakan pasangan primer PAL 1v 1978 dan PAR 1c 715 Rojas et
al. 1993.
A
C B
D
50 Tabel 3.1 Gejala infeksi begomovirus pada tanaman tomat di lapangan dan hasil
deteksi begomovirus menggunakan primer universal PAL1v 1978 dan PAR1c 715
Lokasi Kode isolat
Kabupaten Provinsi
Gejala Ukuran
fragmen DNA hasil
amplifikasi bp
GVCBgr Bogor
Jawa Barat Vt, Cp, B
1600 GVCBy
Boyolali Jawa Tengah
Vt, Cp, Yl 1600
GVSMg 1.1 Magelang
Jawa Tengah Vt,Cp,Yl,Dk,
Ms. 1600
GVSMg 1.2 Magelang
Jawa Tengah Vt,Cp, Dk
1600 GVSMg 2
Magelang Jawa Tengah
Vt,Cp,Yl,Dk, Kr
1600 GVGS1
Semarang Jawa Tengah
Vt, Cp, Yl Tidak
teramplifikas i GVGS2
Semarang Jawa Tengah
Vt,Cp,Dk, Ms Tidak
teramplifikasi GVGS3
Semarang Jawa Tengah
Vt,Cp, Yl, Dk Tidak
teramplifikasi GVPSlm
Sleman D.I Yogyakarta Vt, Cp, Yl
1600 GVGKlp
Kulonprogo D.I Yogyakarta Vt,Dk, Ms, Kr
1600 GVSB1
Bantul 1 D.I Yogyakarta Vt,Cp, Dk
Tidak teramplifikasi
GVSB2 Bantul 2
D.I Yogyakarta Vt,Dk,Yl, Md Tidak
teramplifikasi
Vt: Penebalan tulang dan anak tulang daun; Cp: cupping; B: Lamina daun berkerut; Yl: Lamina daun kuning; Dk: Daun menjadi kecil; Ms: Mosaik; Kr: Daun keriting; Md: Tepi daun
melengkung ke atas atau ke bawah.
51 Gambar 3.4 Hasil amplifikasi DNA begomovirus dari tanaman tomat dengan
teknik PCR menggunakan pasangan primer PAL 1v 1978 dan PAR 1c 715. A. Gambar pada gel elektroforesis. B. Gambar garis
dari gel elektroforesis. 1. Penanda DNA, 2. Isolat GVSMg 1.1, 3. Isolat GVSMg 1.2, 4. Isolat GVPSlm, 5. Isolat GVCBgr,
6. Isolat GVGKlp, 7. Isolat GVCBy, 8. isolat GVSMg2. Kode isolat dapat dilihat pada Tabel 3.1
Analisis Pola Pita DNA Hasil Pemotongan dengan Enzim Restriksi
Hasil analisis pola pita enzim restriksi dari fragmen DNA hasil amplifikasi PCR menggunakan empat enzim yaitu BamHI, Eco RI, HindIII dan PstI
menunjukkan adanya perbedaan ukuran pemotongan Gambar 3.5-3.8. Berdasarkan pola pemotongan enzim tersebut diketahui bahwa isolat GVSMg 1.1,
GVSMg 1.2, GVSMg 2 sama dengan isolat GVPSlm. Keempat isolat tersebut berbeda dengan isola t GVGKlp, GVCBydan GVCBgr, sedangkan isolat GVGKlp,
GVCBy dan GVCBgr masing-masing mempunyai pola pita yang berbeda. Begomovirus yang ditemukan dalam penelitian ini ternyata berbeda ukuran
pitanya dengan begomovirus yang ditemukan oleh Sudiono et al. 2004 Tabel 3.2. Hal ini menunjukkan kemungkinan adanya perbedaan strain Gambar 3.9
1600 bp
1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8
A B
52 .
Gambar 3.5 Pola pemotongan fragmen DNA isolat begomovirus Magelang GVSMg dan Kaliurang GVPSlm dengan beberapa enzim
restriksi. A. Gambar gel elektroforesis, B. Gambar garis dari gel elektroforesis. 1. Penanda DNA, 2. Tidak dipotong, 3. Enzim
BamH I, 4. Enzim EcoRI,5. Enzim HindIII dan 6. Enzim PstI.
Gambar 3.6 Pola pemotongan fragmen DNA isolat begomovirus Kulonprogo GVGKlp dengan beberapa enzim restriksi. A. Gambar pada gel
elektroforesis, B. Gambar garis dari gel elektroforesis. 1. Penanda DNA, 2. Tidak dipotong, 3. Enzim BamH I, 4. Enzim EcoRI, 5.
Enzim HindIII dan 6. Enzim PstI. 1000 bp
1600 bp
600 bp 1150 bp
450 bp
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
1600 bp 1000 bp
600 bp
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
A B
A B
53 Gambar 3.7 Pola pemotongan fragmen DNA isolat begomovirus Boyolali
GVCBy dengan beberapa enzim restriksi. A. Gambar pada gel elektroforesis, B. Gambar garis pola pemotongan dari gel
elektroforesis. 1. Penanda DNA, 2. Tidak dipotong, 3. Enzim BamHI, 4. Enzim EcoRI, 5. Enzim HindIII dan 6. Enzim PstI
Gambar 3.8 Pola pemotongan fragmen DNA isolat begomovirus Bogor GVCBgr dengan beberapa enzim restriksi. A. Gambar pada
gel elektroforesis, B. Gambar garis dari gel elektroforesis. 1.
Penanda DNA, 2. Tidak dipotong, 3. Enzim BamHI, 4. Enzim EcoRI, 5. Enzim HindIII dan 6. Enzim Pst I.
700 bp
300 bp 1600 bp
1000 bp
600 bp
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
1600 bp 1000 bp
600 bp 900 bp
1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6
A B
A B
54 Tabel 3.2 Ukuran pita hasil pemotongan fragmen DNA isolat begomovirus
dengan menggunakan enzim restriksi Ukuran pita hasil pemotongan enzim restriksi bp
Kode Isolat BamHI
Eco RI Hind III
PstI GVCBgr
600, 1000 300, 600, 700
1600 1600
GVCBy 600, 1000
200, 600, 800 1600
1600 GVSMg 1.1
600, 1000 450, 1150
200, 500, 900 1600
GVSMg 1.2 600, 1000
450, 1150 200, 500, 900
1600 GVSMg 2
600, 1000 450, 1150
200, 500, 900 1600
GVPSlm 600, 1000
450, 1150 200, 500, 900
1600 GVGKlp
600, 1000 1600
1600 1600
GVBdg 600, 900
400, 500, 600 600, 900
1500 GVCsS
600, 900 400, 500, 600
600, 900 1500
GVCyBgr 600, 900
400, 500, 600 600, 900
1500 GVClBgr
1500 1500
1500 1500
Hasil kajian keanekaragaman begomovirus isolat tomat oleh Sudiono et al. 2004
Kekerabatan Begomovirus yang Menginfeksi Tomat
Analisis pengelompokan berdasarkan hasil pemotongan fragmen DNA dengan empat enzim BamHI, EcoRI, HindIII dan PstI menunjukkan bahwa pada
nilai koefisien euclidean 7.20 begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri atas begomovirus yang
ditemukan menginfeksi tomat yang ada di daerah Jawa Tengah GVSMg 1.1, GVSMg 1.2, GVSMg 2 dan GVCBy, D.I Yogyakarta GVPSlm dan GVGKlp
dan Jawa Barat GVCBgr. Kelompok kedua menunjukkan begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat di daerah Jawa Barat Sudiono et al. 2004 Gambar
3.9. Selanjutnya kelompok pertama terbagi menjadi tiga subkelompok. Subkelompok pertama terdiri atas begomovirus yang ditemukan menginfeksi
tomat yang ada di daerah Jawa Tengah GVSMg 1.1, GVSMg 1.2, GVSMg 2 dan D.I Yogyakarta GVPSlm. Subkelompok tersebut merupakan strain yang
sama Tabel 3.3. Subkelompok dua terbagi menjadi dua yaitu begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat yang ada di daerah Jawa Tengah GVCBy dan Jawa
Barat GVCBgr berada satu kelompok dengan tingkat perbedaan sebesar 42. 5, sedangkan begomovirus yang berasal dari D.I. Yogyakarta GVGKlp berbeda
dengan kedua begomovirus tersebut dengan tingkat perbedaan sebesar 43.6 Tabel 3.3. Kelompok kedua terbagi menjadi dua subkelompok. Subkelompok
pertama terdiri atas isolat GVBdg, GVCsS, GVCyBgr yang merupakan strain
55 begomovirus yang sama Tabel 3.3 dan subkelompok kedua merupakan
begomovirus dari Ciloto GVClBgr yang mempunyai tingkat perbedaan dengan subkelompok kedua sebesar 69.4. Hasil pengelompokkan tersebut menunjukkan
adanya keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat dan membuktikan bahwa teknik PCR-RFLP dapat digunakan untuk menentukan
tingkat keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tanaman.
Gambar 3.9 Dendogram hasil PCR-RFLP begomovirus, isolat begomovirus
GVSMgl : begomovirus isolat Sawangan,Magelang Jawa Tengah GVPSlm : begomovirus isolat Pakem, Sleman D.I. Yogyakarta
GVCBy : begomovirus isolat Cepogo,Boyolali Jawa Tengah GVGKlp : begomovirus isolat Galur, Kulonprogo D.I. Yogyakarta
GVCBgr : begomovirus isolat Cisarua, Bogor Jawa Barat GVBdg : begomovirus isolat Bandung Jawa Barat
GVCsS : begomovirus isolat Cisaat, Sukabumi Jawa Barat GVCyBgr: begomovirus isolat Cibeunying, Bogor Jawa Barat
GVClBgr : begomovirus isolat Ciloto, Bogor Jawa Barat
Koefisien
56
56 Tabel 3.3 Matrik tingkat perbedaan 9 isola t begomovirus berdasarkan pola pita PCR-RFLP menggunakan program NTSYS versi 2.1
Isolat GVSMg1.1
GVSMg1.2 GVSMg2
GVCBy GVPSlm
GVGKlp GVCBgr
GVBdg GVCsS
GVClBgr GVCyBgr
GVSMg1.1 0.00
GVSMg1.2 0.00
0.00 GVSMg2
0.00 0.00
0.00 GVCBy
6.25 6.25
6.25 0.00
GVPSlm 0.00
0.00 0.00
6.25 0.00
GVGKlp 5.63
5.63 5.63
4.36 5.63
0,00 GVCBgr
6.25 6.25
6.25 4.25
6.25 4,36
0.00 GVBdg
7.11 7.11
7.11 6.91
7.11 7,15
6.91 0.00
GVCsS 7.11
7.11 7.11
6.91 7.11
7,15 6.91
0.00 0.00
GVClBgr 7.66
7.66 7.66
7.57 7.66
7,39 7.57
6.94 6.94
0.00 GVCyBgr
7.11 7.11
7.11 6.91
7.11 7,15
6.91 0.00
0.00 6.94
0.00
GVSMgl : begomovirus isolat Sawangan,Magelang Jawa Tengah
GVPSlm : begomovirus isolat Pakem, Sleman D.I. Yogyakarta
GVCBy : begomovirus isolat Cepogo,Boyolali Jawa Tengah
GVGKlp : begomovirus isolat Galur, Kulonprogo D.I. Yogyakarta
GVCBgr : begomovirus isolat Cisarua, Bogor Jawa Barat
GVBdg : begomovirus isolat Bandung Jawa Barat
GVCsS : begomovirus isolat Cisaat, Sukabumi Jawa Barat
GVCyBgr : begomovirus isolat Cibeunying, Bogor Jawa Barat
GVClBgr : begomovirus isolat Ciloto, Bogor Jawa Barat
57
Pembahasan
Hasil pengamatan terhadap luas serangan begomovirus di beberapa pertanaman tomat menunjukkan bahw a persentase serangan begomovirus di Jawa
Barat, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Tengah berturut-turut berkisar antara 50-70, 30-70, dan 30-50. Pengamatan dilakukan berdasarkan gejala infeksi
begomovirus yang berupa daun mengecil, menguning, cupping , keriting dan tanaman menjadi kerdil. Tingginya persentase infeksi begomovirus pada tanaman
tomat mungkin disebabkan sumber inokulum dan vektor penyakit tersebut selalu ada di areal pertanaman. Menurut Nakhla dan Maxwell 1998 beberapa faktor
yang mendukung penyebaran penyakit yang disebabkan oleh begomovirus adalah populasi vektor yang tinggi, kultivar tomat yang rentan, penanaman tomat yang
secara terus menerus, migrasi vektor dari tanaman yang ada didekatnya dan infeksi tomat dipersemaian yang tidak dilindungi. Dari hasil pengamatan di
lapangan terlihat areal pertanaman tomat umumnya berdekatan dengan areal pertanaman cabai yang terinfeksi begomovirus. Selain itu di sekitar pertanaman
ditemukan adanya gulma babadotan Ageratum conyzoides yang menunjukkan gejala kuning, dan adanya serangga vektor. Gulma babadotan diketahui
merupakan inang alternatif bagi begomovirus dan juga kutukebul Tap et al. 1995; Ramappa et al. 1998; Sounders et al. 2000; Aidawati et al. 2001;
Sulandari et al. 2006 Tanaman tomat yang terinfeksi begomovirus di lapangan menunjukkan
gejala yang beragam Gambar 3.2 dan Tabel 3.1. Keanekaragaman tersebut dapat disebabkan adanya perbedaan varieta s tanaman tomat, umur tanaman yang
terinfeksi, strain virus dan faktor lingkungan. Menurut Matthews 1992 munculnya gejala pada tanaman yang terinfeksi virus sangat dipengaruhi oleh
konsentrasi virus, faktor lingkungan dan faktor genetik tanaman. Hasil penelitian Sugiarman Hidayat 2000 menunjukkan perbedaan waktu munculnya gejala
pada enam kultivar tomat yang terinfeksi begomovirus , demikian juga dengan jenis gejalanya. Tanaman yang terinfeksi oleh begomovirus pada awal masa
pertumbuhan cenderung mengalami kerusakan lebih besar dibandingkan dengan tanaman terinfeksi setelah fase generatif Brown Bird 1992. Kesuburan tanah
58 dan iklim mungkin berpengaruh pula terhadap keanekaragaman gejala Matthews
1992. Teknik PCR terbukti dapat mendeteksi begomovirus yang menginfeksi
tanaman tomat di Jawa Barat, Jawa Tengah dan D.I. Yogyakarta. Fragmen DNA hasil amplifikasi dengan menggunakan primer PAL1v 1978 dan PAR1c 715
berukuran ≈
1.600 bp Gambar 3.3 sesuai dengan ukuran yang diharapkan apabila menggunakan pasangan primer tersebut. Primer PAL 1v 1978 dan PAR 1c
715 akan mengamplifikasi genom begomovirus yang meliputi daerah common region, sebagian gen yang menyandi protein replikasi dan sebagian gen yang
menyandi protein selubung Rojas et al. 1993. Di Indonesia, dengan teknik yang sama berhasil dideteksi begomovirus yang menginfeksi tanama n cabai Hidayat et
al. 1999; Sulandari et al. 2001,2006, dan tanaman tomat Sudiono et al. 2004. Teknik PCR tidak hanya dapat mendeteksi asam nukleat begomovirus pada
jaringan tanaman terinfeksi, tetapi juga berhasil mendeteksi asam nukleat begomovirus dalam tubuh serangga vektor B. tabaci Navot Czosnek 1989;
Polston et al. 1990; Chiemsombat et al. 1990; Mehta et al. 1994; Aidawati et al. 2002.
Isolat begomovirus yang diperbanyak pada tanaman tomat cv. Arthaloka menghasilkan gejala yang beragam Gambar 3.3. Keanekaragaman gejala
tersebut diduga disebabkan oleh adanya perbedaan strain. Adanya perbedaan strain didukung oleh data PCR-RFLP Gambar 3.5-3.8, yaitu ditunjukkan oleh
adanya pola pita DNA yang beragam. Oleh karena itu melalui pene litian ini dibuktikan bahwa keanekaragaman gejala infeksi begomovirus di Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan DIY disebabkan oleh strain virus yang berbeda. Hasil analisis pola enzim restriksi dari fragmen DNA hasil amplifikasi dengan PCR selanjutnya
memperkuat bukti adanya strain begomovirus yang berbeda di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan D. I. Yogyakarta. Keanekaragaman genetik begomovirus telah
dilaporkan oleh peneliti terdahulu. Rojas et al. 1993 melaporkan perbedaan strain begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat dari Costa Rica dan
Meksiko. Behjatnia et al. 1996 melaporkan bahwa Tomato leaf curl virus ToLCV yang menginfeksi tanaman tomat di Australia terdiri atas strain yang
berbeda. Pola enzim restriksi begomovirus yang menginfeksi tomat di Se latan
59 Georgia dan Utara Florida memiliki kesamaan dengan pola enzim restriksi
TYLCV, tetapi berbeda dengan Tomato mottle virus ToMoV Momol et al. 1999. Hidayat et al. 1999 melaporkan bahwa begomovirus yang menginfeksi
tanaman cabai di Cugenang, Jawa Barat memiliki kesamaan pola enzim restriksi dengan begomovirus yang menginfeksi tanaman cabai di Baranangsiang, Jawa
Barat tetapi berbeda dengan begomovirus di Segunung, Jawa Barat. Dengan metode yang sama, Sudiono et al. 2004 berhasil menganalisis pola enzim
restriksi dari fragmen DNA hasil amplifikasi dengan PCR dan menunjukkan adanya strain begomovirus yang berbeda pada tanaman tomat yang berasal dari
Bandung, Cisaat, Cibeunying dan Ciloto. Sulandari et al. 2006 melaporkan bahwa strain begomovirus yang menginfeksi tanaman cabai di Yogyakarta,
Lembang, dan Cugenang memiliki kesamaan berdasarkan pola enzim restriksi, tetapi ketiga strain tersebut berbeda dari begomovirus asal cabai Segunung. Strain
begomovirus asal cabai Segunung tersebut ternyata berbeda dengan strain begomovirus asal cabai Segunung yang telah dilaporkan lebih dahulu oleh
Hidayat et al. 1999. Hal tersebut membuktikan bahwa di daerah yang sama terdapat strain begomovirus yang berbeda.
Analisis sekuen genom begomovirus telah banyak dilaporkan Shih et al. 1999; Kon et al. 2003; Sukamto et al. 2005; Hidayat et al 2006a; Hidayat et al
2006b; Tsai et al. 2006; Ikegami, belum dipublikasikan; Hidayat Aidawati 2006, belum dipublikasikan. Pada penelitian ini begomovirus yang ditemukan
belum dapat diketahui hubungan kekerabatannya terhadap begomovirus lain. Sekuen parsial dan lengkap dari genom begomovirus yang menginfeksi tomat di
Indonesia telah dilaporkan oleh Shih et al. 1999 DDBJ, accession number AF189018 dan Kon et al. 2003. Kedua virus yang menginfeksi tanaman tomat
tersebut berasal dari Jawa Barat, digolongkan dalam kelompok tomato leaf curl virus, dan disebut tomato leaf curl Indonesia virus ToLCIV dan tomato leaf curl
Java virus ToLCJAV AB100304. ToLCIV merupaka n begomovirus monopartit dan mempunyai tingkat kesamaan asam amino gen selubung protein
70 dengan ToLCJAV dan begomovirus lainnya. ToLCJAV mempunyai hubungan yang dekat dengan a geratum yellow vein virus AYVV 87 dan
Soybean crinkle leaf virus SbCLV 85 Kon. et al. 2003. Sukamto et al.
60 2005 menemukan begomovirus yang berbeda yang menginfeksi tanaman tomat
dan babadotan di daerah Bandung Jawa Barat, Purwokerto, Magelang Jawa Tengah dan Malang Jawa Timur. Berdasarkan kesamaan asam amino gen
protein selubung begomovirus tersebut diketahui terdapat tiga kelompok begomovirus. Kelompok pertama yaitu begomovirus yang menginfeksi tomat di
Bandung [ToBadII-20 AB189846 dan ToBadIII -1 AB205117] yang memiliki kekerabatan dengan begomovirus yang menginfeksi babadotan AYVV yang
berasal dari Bandung [AgBadI-1AB189852], Purwokerto [AgPur -2 AB1898510], Magelang [AgMag-5 AB189854] dan Malang [AgMal-4
AB189853], AYVV dari China [AYVCNV-Hn2 AJ495813], AYVV dari Taiwan [AYVV-Tai AF70786]. Kelompok kedua merupakan begomovirus
yang menginfeks i tomat di Purwokerto [ToPur-6 AB189847] dan Magelang [ToMag-2 AB189848] yang memiliki kekerabatan dengan ToLCJAV Kon et al.
2003. Kelompok ketiga adalah begomovirus yang menginfeksi tomat di daerah Bandung [ToBadI-5 AB189845] dan ToBadII-23 AB189849 yang memiliki
kekerabatan dengan pepper yellow leaf curl Indonesia virus PepYLCIDV yang merupakan begomovirus yang mempunyai genom bipartit M. Ikegami, belum
dipublikasi. Mengingat tingginya keanekaragaman
begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat yang ada di Indonesia maka analisis sekuen DNA
yang ditemukan dalam penelitian ini sangat perlu dilakukan untuk mengetahui kekerabatan strain begomovirus tomat Indonesia. Dengan diketahuinya hubungan
kekerabatan strain begomovirus tersebut maka strategi pengendalian penyakit dapat disusun dengan tepat.
61
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik PCR dengan menggunakan sepasang primer universal begomovirus , PAL1v 1978 dan PAR 1c 715, berhasil
mengamplifikasi DNA begomovirus berukuran ≈
1.600 bp yang menginfeksi tanaman tomat asal Jawa Tengah Magelang dan Boyolali, DIY Sleman dan
Kulonprogo dan Jawa Barat Bogor. Analisis hasil pemotongan enzim restriksi Hind III, PstI, EcoRI dan BamHI menunjukkan keberadaan beberapa strain
begomovirus. Begomovirus asal Magelang sama dengan yang berasal dari Sleman. Kedua isolat tersebut berbeda dengan isolat asal Boyolali, Kulonprogo
dan Bogor, sedangkan masing-masing ketiga isolat tersebut berbeda. Berdasarkan dendogram hasil analisis pola pita PCR-RFLP diketahui bahwa begomovirus yang
menginfeksi tomat terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari
4 strain dan kelompok kedua terdiri dari 2 strain.
Mengingat tingginya keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat di Indonesia maka analisis sekuen DNA sangat perlu dilakukan
untuk mengetahui kekerabatan strain begomovirus tomat Indonesia. Pengetahuan mengenai hubungan kekerabatan strain begomovirus tersebut merupakan dasar
bagi penentuan strategi pengendalian penyakit yang tepat.
62
DAFTAR PUSTAKA
Aidawati N, Yusriadi, Hidayat SH. 2001. Kisaran Inang Virus Gemini Asal Tanaman Cabai Dari Guntung Payung, Kalimantan Selatan. Di dalam
Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah Perhimpunan Fitopatologi Indonesia. Bogor, 22-24 Agustus 2001:347-350.
Aidawati N, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2002. Transmission of an
Indonesian isolat of Tobacco leaf curl virus Geminivirus by Bemisia tabaci Genn. Hemiptera:Aleyrodidae. Plant Pathol 18:231-236.
Behjatnia SAA, Behjatnia SAA, Dry IB, Krake LR, Conde BD, Conelly MI, Randles JW, Rezaian MA. 1996. New potato spindle tuber viroid and
tomato leaf curl geminivirus strains from a wild Solanum sp. Phytopathol. 86: 880 – 886.
Bendahmane M, Schalk HJ, Gronenborn B. 1995. Identification and characterization of wheat dwarf virus from France using a rapid method
for geminivirus DNA preparation. Phytopathol 85: 1449 – 1455. Bock KR. 1982. Geminivirus diseases. Plant Dis. 66: 266-270.
Brown JK, Bird J. 1992. Whitefly-transmitted geminiviruses and associated
disorders in the Americas and the Caribbean Basin. Plant dis. 76: 220- 225.
Chiemsombat P, Kositratana W, Attathom S, Sutabutra T, Sae-aung N. 1990. DNA probe and nucleic acid hybridization for plant virus detection.
Kasetsart J Nat Sci Suppl 24: 12 – 16. Dellaporta SL, Wood J, Hicks JB. 1983. A plant DNA minipreparation:
Version II. Plant Mol Biol Rep 1: 19 – 21. Faria JC, Souza-Dias JAC, Slack SA, Maxwell DP. 1997. A new geminivirus
associated with tomato in the state of Sao Paulo, Brazil. Plant Dis. 81: 423.
Gilbertson RL, Hidayat SH, Martinez RT. 1991. Differentiation of bean-infecting geminiviruses by nucleic acid hybridization probes and aspects of bean
golden mosaic in Brazil. Plant Dis 75 : 336-342. Harrison BD. 1985. Advances in geminivirus research. Ann. Rev. Phytopathol.
23: 55-82. Hidayat SH, Gilbertson RL, Hanson SF, Morales FJ, Ahlquist P, Russel DR,
Maxwell DP. 1993. Complete nucleotide sequences of the infectious cloned DNAs of bean dwarf mosaic geminivirus. Phytopathol. 83: 181-
187.
63 Hidayat SH, Rusli ES, Aidawati N. 1999. Penggunaan primer universal dalam
polymerase chain reaction untuk mendeteksi virus gemini pada cabe. Di dalam: Prosiding Seminar Ilmiah dan Kongres Nasional XV Perhimpunan
Fitopatologi Indonesia . Purwokerto, 16 – 18 Sep 1999. hlm 355 – 359. Hidayat SH, Orawan C. Rusli ES. 2006a. A New geminivirus associated with
pepper yellow leaf curl disease in Indonesia. http:www.ncbi.nlm.nih.gov entrezviewer.fcgi?dn=nucleotideval [Pebruari 2006].
Hidayat SH, Orawan C. Aidawati N. 2006b. Genetic diversity of geminivirus in Indonesia. http:www.ncbi.nlm.nih.goventrezviewer.fcgi?db=nucleotide
val [Pebruari 2006]. Hull R. 2002. Matthews’Plant Virology. Ed. Ke-4. San Diego: Academic Press.
hlm 428-431. Kon T, Sukamto, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2003. Genome organization
and construction of an infectious clone of tomato leaf curl virus-Indonesia. Jpn J Phytopathol 69:34-35
Lazarowitz SG. 1987. The molecular characterization of the geminiviruses. Plant Mol. Biol. Rep. 4:177-192.
Maniatis T, Fritsch EF, Sambrook J. 1989. Molecular cloning: a laboratorium manual. United State of America: Spring Harbor Laboratory Press. hlm
5.28-5.31 Matthews REF. 1992. Foundamental of Plant Virology. Academic Press.
Mehta PJ, Wayman JA, Nakhla MK, Maxwell DP. 1994. Polymerase chain
reaction of viruliferous Bemisia tabaci Homoptera: Aleyrodidae with two tomato-infecting geminiviruses. J Econ Entomol 87: 1285 –1290
Momol MT, Simone GW, Dankers W, Sprenkel RK, Olson SM, Momol EA, Polston JE, Hiebert E. 1999. First report of tomato yellow leaf curl virus
in tomato in south Georgia. Plant Dis 83: 487. Nakhla MK, Maxwell DP. 1998. Epidemiology and Management of Tomato
Yellow Leaf Curl Disease. Di dalam: Hadidi A, Khetarpal RK, Koganezawa H, editor. Plant Virus Disease Control. St. Paul, Minnesota:
APS Press. hlm 565- 583. Navot N, Ber R, Czosnek H. 1989. Rapid detection of tomato yellow leaf curl
virus in squashes of plants and insect vectors. Phytopathol. 79: 562 – 568. Polston JE, Dodds JA, Perring TM. 1989. Nucleic acid probes for detection and
strain discrimination of cucurbit geminiviruses. Phytopathol. 79:1123- 1127.
64 Polston JE, Al-Musa A, Perring TM., Dodds JA. 1990. Association of nucleic
acid of squash leaf curl geminivirus with the whitefly Bemisia tabaci. Phytopathol. 80: 850 – 856.
Polston JE, Anderson PK. 1997. The emergence of whitefly – transmitted geminiviruses in tomato in Western Hemisphere. Plant Dis 81: 1358 –
1369. Rammappa HK, Muniyappa V, Colvin J. 1998. The contribution of tomato and
alternate host plants to tomato leaf curl virus inoculum pressure in different areas of South India. Ann. Appl. Biol. 133: 187-198.
Ribeiro SG, Avila AC, Bezerra IC, Pernandes JJ, Faria JC, Lima MF, Gilberts on RL, Zambolim EM, Zerbini FM. 1998. Widespread occurrence of tomato
geminiviruses in Brazil, associated with the new biotype of the whitefly vector. Plant Dis. 82:830.
Roberts IM, Robinson DJ, Harrison BD. 1984. Serological relationship and genome homologies among geminiviruses. Ann Appl Biol. 105: 483-493.
Rojas MR, Gilbertson RL, Russell DR, Maxwell DP. 1993. Use of degenerate primers in the Polymerase Chain Reaction to detect whitefly -transmitted
geminiviruses. Plant Dis. 77: 340 – 347. Rohlf FJ. 2000. NTSYSpc. Numerical Taxonomy and Multivariate Analysis
System. Exeter software. New York, USA. 39 hlm Roye ME, Mclaughlin WA, Nakhla MK, Maxwell DP. 1997. Genetic diversity
among geminiviruses associated with the weed species Sida spp., Macroptilium lathyroides, and Wissadula amplissima from Jamaica. Plant
Dis. 81: 1251 – 1258. Saiki AK, Muniyappa V. 1989. Epidemiology and control of tomato leaf curl
virus in Southern India. Trop. Agric. Trinidad 66: 350-354. Sounders K, Bedford ID , Briddon RW, Markham PG, Wong SM, Stanley J.
2000. A unique virus complex causes ageratum yellow vein disease. PNAS 9712: 6890-6895.
Shih SL, Green SK, Akkermans D. 1999. Tomato leaf curl virus from Indonesia. http:www.ncbi.nlm.nih.goventrezviewer.fcgi?db=nucleotide val
[Juli 2003] Sudiono, Hidayat SH, Suseno R, Sosromarsono S. 2004. Penggunaan Teknik
PCR dan RFLP untuk Deteksi dan Analisis Virus Gemini pada Tanaman Tomat yang Berasal dari Berbagai Daerah di Jawa Barat dan Lampung. J.
Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika 42: 89-93.
65 Sugiarman, Hidayat SH. 2000. Evaluasi ketahanan beberapa kultivar tomat
Lycopersicon esculentum Mill. terhadap infeksi virus ge mini. Hayati 7: 113 – 116.
Sukamto, Kon T, Hidayat SH, Ito K, Hase S, Takahashi H, Ikegami M. 2005. Begomoviruses associated with leaf curl disease of tomato in Java,
Indonesia. J. Phytopathol. 153: 562-566. Sulandari S, Suseno R, Hidayat SH, Harjosudarmo J, Sosromarsono S. 2001.
Deteksi gemini pada cabai di Daerah Istimewa Jogyakarta. Di dalam: Prosiding Kongres Nasional XVI dan Seminar Ilmiah Perhimpunan
Fitopatologi Indonesia . Bogor, 22-24 Agustus 2001. hlm 347-350. Sulandari S. 2004. Karakterisasi Biologi, Serologi dan Analisis Sidikjari DNA
Virus Penyebab Penyakit Kuning Daun Keriting Kuning Cabai [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Sulandari S, Suseno R, Hidayat SH, Harjosudarmo J, Sosromarsono S. 2006. Deteksi dan kajian kisaran inang virus penyebab penyakit daun keriting
kuning cabai. Hayati 13: 1-6. Tap PHN, Wong SM, Wu M, Bedford ID, Saunders K, Stanley J. 1995. Genome
organization of ageratum yellow vein virus, a monopartite whitefly- transmitted geminivirus isolated from a common weed. J. Gen. Virol. 76:
2915-2922. Tsai WS, Shih SL, Green SK, Rauf A, Hidayat SH, Jan FJ. 2006a. Molecular
characterization of pepper yellow leaf curl Indonesia virus in leaf curl and yellowing diseased tomato and pepper in Indonesia. Plant Dis. 90: 247.
Tsai WS, Shih SL, Akkermans K, Jan FJ. 2006b Molecular characterization of a distinct tomato-infecting begomovirus associated with yellow leaf curl
diseased tomato in Lembang, Java Island of Indonesia. Plant Dis. 90:831 Van Regenmortel MHV, Fauquet CM, Bishop DHL, Carstens EB, Estes MK,
Lemon SM, Maniloff J, Mayo MA, Mc Geoch DJ, Pringle CR, Wickner RB, 2000. Virus Taxonomy. Classification and Nomenclature of Viruses
Seventh of The International Committee on Taxonomy of Viruses. San Diego: Academic Press. hlm 285-297
Wyatt SD, Brown JK. 1996. Detection of subgroup III geminiviruses isolates in leaf extracts by degenerate primer and polymerase chain reaction.
Phytopathol. 86: 1288 – 1293.
66
IV. KEANEKARAGAMAN GENETIK Bemisia tabaci, SERANGGA VEKTOR BEGOMOVIRUS, BERDASARKAN