III. METODE PENELITIAN
Sesuai tujuan, serangkaian kegiatan penelitian telah dilaksanakan. Kerangka pelaksanaan penelitian dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan,
secara ringkas diilustrasikan dalam Gambar 7.
KERAGAMAN GENETIK DAN VIRULENSI ISOLAT
Phytophthora palmivora ASAL KELAPA DAN ASAL KAKAO
Gambar 7 Alur penelitian keragaman genetik dan virulensi P palmivora asal kelapa dan asal kakao.
SURVEY PADA PERKEBUNAN KELAPA DAN KAKAO
DI JAWA TIMUR DAN SULAWESI UTARA
ISOLASI PATOGEN
KOLEKSI ISOLAT
IDENTIFIKASI KARAKTER MORFOLOGI
MOLEKULER P. palmivora -
Bentuk diameter koloni -
Ukuran bentuk sporangium
- Tipe Kawin
- PCR ITS-DNA
- Perunutan ITS-DNA
- Analisis filogenetik
ANALISIS KERAGAMAN P. palmivora
PADA KELAPA DAN KAKAO
BERDASARKAN RAPD -
Ekstraksi DNA -
Seleksi primer -
PCR - RAPD -
Analisis filogenetik VIRULENSI
PATOGENITAS P.palmivora PADA KELAPA DAN
KAKAO -
Virulensi Isolat P. palmivora
pada kelapa Salak, GKN, dan kakao
Tempat dan Waktu
Pengambilan sampel dilakukan di pertanaman kelapa dan kakao di Provinsi Jawa Timur dan Sulawesi Utara. Sedangkan pengujian laboratorium dilakukan di
Laboratorium Mikologi dan Laboratorium Virologi, Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, IPB serta Laboratorium Hama dan Penyakit Balai
Penelitian Tanaman Kelapa dan Palma Lainnya di Manado. Penelitian dilaksanakan mulai dari Februari 2005 sampai dengan Februari 2007
Survey penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao
Survey penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao dilakukan pada bulan Februari 2005 di Propinsi Sulawesi Utara dan bulan April 2005 di Provinsi
Jawa Timur. Survey dilakukan di Perusahaan Swasta, PT Perkebunan dan perkebunan rakyat di Kabupaten Banyuwangi dan Jember Jawa Timur,
Kabupaten Minahasa dan Bolaang Mongondow Sulawesi Utara. Pada masing- masing lokasi dipilih tiga tempat yang berbeda yaitu monokultur kelapa,
monokultur kakao dan tumpangsari kelapa-kakao. Pengamatan dilakukan terhadap kejadian penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao. Kejadian penyakit
dihitung dengan menggunakan rumus:
KjP =
Kejadian penyakit n
= Jumlah pohon yang menunjukkan gejala penyakit.
N =
Jumlah pohon yang diamati.
Isolasi dan koleksi P. palmivora
Pengambilan sampel buah kelapa yang menunjukkan gejala gugur buah dan buah kakao yang menunjukkan gejala busuk buah di lakukan di semua lokasi
survey Gambar 8.
Gambar 8 Buah kelapa yang diduga terserang penyakit gugur buah A dan buah kakao yang terserang penyakit busuk buah B.
Isolasi dilakukan dengan mengambil bagian buah yang menunjukkan infeksi aktif seluas 3 x 3 mm
2
lalu disterilkan dengan alkohol 70 selama 30 detik. Selanjutnya potongan-potongan tersebut diinokulasi pada media selektif V8
Agar Bacto 15 gr, V8 Juice 200 ml yang telah dimurnikan dengan CaCO
3
3 gr, dan akuades steril sampai satu liter Miller 1955 yang ditambah antibiotik
Pimaricin 10
ppm, Ampicilin
250 ppm,
Rifampicin 10
ppm, Pentachloronitrobenzen 100 ppm Papavizas et al. 1981 serta hymexazol 25 ppm
Masago et al. 1977 ; Tsao Guy 1977. Cawan yang telah berisi potongan jaringan sakit kemudian diinkubasi selama tiga hari pada suhu kamar. Isolat P.
palmivora yang tumbuh diisolasi hingga didapat biakan murni. Selanjutnya isolat
diidentifikasi. Isolat yang telah diidentifikasi akan digunakan dalam pengujian- pengujian lebih lanjut Gambar 9.
Gambar 9 Koloni P. palmivora yang diisolasi dari jaringan sakit.
A B
Pada lokasi pertanaman kelapa atau kakao yang tidak menunjukkan adanya gejala penyakit gugur buah atau busuk buah, diambil sebanyak 500 gr sampel
tanah yang berada di bawah kanopi tanaman kelapa atau kakao. Isolat P. palmivora dari tanah diisolasi dengan cara menggenangi sampel tanah dengan air steril,
kemudian buah kelapa sehat yang umur enam bulan diletakkan di atas tanah tersebut Gambar 10. Spora P. palmivora akan berenang menuju ke permukaan
kulit buah pada batas permukaan air. Buah yang terserang P. palmivora akan menampakkan bercak berwarna coklat. Jaringan yang sakit tersebut kemudian
diisolasi dan ditumbuhkan pada media selektif V8. Isolat P. palmivora yang tumbuh kemudian diisolasi dan dipindahkan ke medium V8 baru yang tidak
mengandung antibiotik dan diinkubasi pada suhu ruang selama 7 hari. Semua isolat yang telah murni dipindahkan ke media miring V8dalam tabung reaksi, dalam
botol yang berisi minyak parafin 20 ml dan botol yang berisi air steril 20 ml. Setelah itu, isolat yang ditumbuhkan pada media miring V8 disimpan pada
inkubator dengan suhu ruang sedangkan isolat yang ditumbuhkan pada minyak parafin dan air steril disimpan pada inkubator suhu 18
o
C.
Gambar 10 Metode pemancingan P. palmivora. Buah kelapa GKN sehat A, wadah berisi tanah B, buah yang terinfeksi C.
Isolasi zoospora tunggal
Isolat P. palmivora yang dikulturkan dalam media V8 berumur 6-10 hari digenangi dengan air steril sebanyak 15 ml, lalu diinkubasi selama delapan jam
untuk merangsang pertumbuhan sporangium. Setelah itu, inokulum dimasukkan ke dalam lemari pendingin dengan suhu 4
o
C selama 30 menit, kemudian dipindahkan ke suhu kamar selama 5 menit. Perlakuan dari suhu rendah ke suhu kamar akan
merangsang pecahnya sporangium sehingga zoospora akan keluar dan berenang
A C
B
dalam air. Air yang mengandung zoopora diambil sebanyak 1 ml dan ditambahkan dengan 9 ml air steril. Proses pengenceran ini dilakukan sampai 10
-4
Gambar 11. Pada tingkat konsentrasi 10
-4
ini diambil 0.1 ml suspensi zoospora dan disebar secara merata pada media agar 1.5 Bacto Agar 15 gr, akuades 1000 ml.
Sepuluh sampai 12 jam akan terlihat zoospora P. palmivora berkecambah membentuk hifa. Kemudian hifa diambil dengan jarum dengan bantuan
mikroskop stereo, kemudian diinokulasi pada media V8. Setelah dua hari inkubasi di suhu ruang, hifa asal zoospora tunggal akan membentuk koloni. Kemudian dari
koloni zoospora tunggal dipindahkan lagi ke media V8 dan diinkubasi selama 7- 10 hari. Selanjutnya koloni asal zoospora tunggal siap digunakan dalam analisis
karakter morfologi, molekuler, dan uji virulensi serta patogenisitas.
Gambar 11 Proses produksi zoospora tunggal P. palmivora
Karakterisasi morfologi P. palmivora
Identifikasi Phytophthora secara morfologi dilakukan berdasarkan bentuk dan ukuran sporangium, diameter koloni, tipe koloni, papila dan pedikel, caducity,
tipe anteridium, tipe percabangan miselium, dan tipe kawin menurut petunjuk identifikasi Waterhouse et al. 1983 dan Stamp et al. 1990. Identifikasi spesies
berdasarkan morfometri hanya dilakukan pada sporangium dan diameter koloni, sedangkan pedikel tidak diukur karena sangat pendek.
Pengukuran diameter koloni dilakukan dengan cara menentukan dua titik yang berlawanan pada permukaan koloni P. palmivora yang ditumbuhkan pada
media V8 di dalam cawan petri. Kedua titik tersebut dihubungkan dengan
Koloni tunggal
10 10
-1
10
-2
10
-3
10
-4
1
ml
Zoospora P.
palmivora
penggaris untuk mengetahui jarak kedua titik tersebut. Pengamatan sporangium didapatkan dari kultur berumur 6-10 hari yang ditumbuhkan dalam media agar V8.
Dari tiap isolat diambil lima potongan agar diameter 5 mm sehingga total sporangium yang diamati pada setiap isolat berjumlah 25 sampel.
Setiap potongan diamati dengan mengambil 5-7 gambar sporangium di bawah mikroskop Olympus BX 51 perbesaran 200 x 10x20 dengan
menggunakan kamera digital mikroskop Olympus DP 11. Foto ditransfer ke komputer dengan menggunakan program morfometri tpsdig Bennet Hoffman
1998. Digitasi dilakukan pada setiap gambar sporangium dengan menentukan secara konsisten titik-titik panjang dan lebar. Pada proses ini ditentukan titik
panjang mulai dari papila 1 sampai pangkal sporangium 2, titik lebar sebelah kiri 3 dan kanan 4 Gambar 12.
Gambar 12 Cara menentukan titik panjang dan lebar sporangium P. palmivora Setiap titik dari gambar pemotretan digitasi diubah dalam kordinat x dan y
sehingga dapat diketahui jarak antar titiknya, kemudian dimasukkan dalam persamaan jarak menggunakan program Microsof Exel untuk memperoleh jarak
yang sesungguhnya, yaitu : D
Vmm
= persamaan jarak -1
D
Smm
= D
V
D
P
persamaan jarak -2 D
Vmm
= Jarak Vektor
D
Smm
= Jarak sesungguhnya
D
P
= Jarak pembesaran mikroskop
1
2 3
4
X
1
, X
2
, Y
1
, Y₂ =
Titik-titik vector pada sumbu X dan Y
Ukuran panjang dan lebar sporangium merupakan akar dari jumlah kuadrat jarak antar titik tersebut di atas. Hasil digitasi sporangium berbentuk vektor
kemudian dikonversi dalam ukuran mm dengan cara nilai vektor dibagi dengan 399.699. Nilai yang diperoleh dari digitasi skala mikrometer sepanjang 1 mm
pada pembesaran yang sama saat pemotretan sporangium P. palmivora yaitu 10 X 20 atau 200x. Pengamatan tipe koloni dilakukan dengan melihat model
pertumbuhan dari miselium yang dikategorikan dalam bentuk stelate, rossaceous dan cottony. Pengamatan papila dan pedikel dilakukan hanya dengan melihat ada
atau tidak ada papila dan pedikel. Pengamatan caducity yaitu dengan melihat sifat sporangium yang mudah lepas dari tangkai spora. Pengamatan percabangan
miselium dilakukan dengan mengamati banyak atau sedikitnya percabangan miselium.
Identifikasi P. palmivora berdasarkan tipe kawin
Untuk menentukan isolat-isolat P. palmivora termasuk dalam tipe kawin A1 atau A2 maka isolat-isolat yang akan digunakan dalam penelitian ini dilakukan
uji tipe kawin mating type mengikuti prosedur Tooley et al. 1989 dan Wangsomboondee et al. 2002. Determinasi tipe kawin dilakukan dengan
menandingkan setiap isolat yang diperoleh dengan isolat P. palmivora dan P. capsici
yang sudah diketahui tester A1 dan A2 pada medium agar V8 Gambar 13. Isolat tersebut diamati 4-6 hari diinkubasi pada suhu 22
o
C di ruang gelap.
Gambar 13 Pengamatan tipe kawin P. palmivora. Tipe kawin A1 dan A2, isolat yang belum diketahui tipe kawinnya B, Oospora C.
C
A1 A2
B
Pengamatan dilakukan terhadap ada tidaknya oospora pada zone interaksi kedua isolat P. palmivora tersebut. Apabila isolat yang dideterminasi membentuk
oospora dengan tester A1 dan tidak membentuk oospora dengan tester A2 berarti isolat tersebut dikatakan sebagai A2. Sebaliknya apabila isolat yang dideterminasi
membentuk oospora dengan tester A2 dan tidak membentuk oospora dengan tester A1 berarti isolat tersebut dikatakan A1.
Identifikasi P. palmivora secara molekuler
Metode ekstraksi DNA untuk PCR mengikuti cara yang dilakukan oleh Goodwin et al. 1992 dan Sambrook et al. 1989. Isolat P. palmivora berumur 6-
10 hari dipindahkan ke media cair V8 dalam tabung erlemeyer. Setelah 7-10 hari miselium dipanen dan disaring dengan kertas Whatman Nomor 1 kemudian
disimpan dalam tabung eppendorf, jika sampel belum digunakan maka dapat disimpan pada suhu -20
o
C. Miselium ini akan digunakan dalam ekstraksi DNA P. palmivora.
Miselium dari ke 22 isolat P. palmivora digerus dalam nitrogen cair dan dipindahkan ke tabung reaksi yang telah diberi 1 ml larutan penyangga 1.4 M
NaCl, 20 mM EDTA, 100 mM Tris-HCl pH 8,0, 2 wv CTAB, 1 β- mercaptoethanol. Setelah digerus campuran dikocok sampai homogen dan
diinkubasi pada suhu 65
o
C selama 30 menit. RNAse 10 l ditambahkan, dikocok kemudian diinkubasi selama 1 jam pada suhu 37
o
C. Setelah itu Khloroform dan isoamil 24 : 1 ditambahkan dengan volume yang sama, dikocok dan disentrifus
pada kecepatan 11.000 rpm selama 10 menit. Fase cair yang terpisah dipindahkan ke tabung baru kemudian ditambahkan 1000 l khloroform, dikocok kemudian
disentrifus pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit. Supernatan diambil dan dipindahkan ke tabung baru kemudian ditambahkan 1000 l isopropanol dingin
lalu dikocok, kemudian disentrifus pada kecepatan 11000 rpm selama 10 menit. Larutan dibuang selanjutnya pelet DNA ditambahkan 200 l TE 1x dikocok
perlahan dan diinkubasikan selama satu jam pada suhu 37
o
C. Selanjutnya ditambahkan 0.1 volume Sodium Asetat dan 2.5 volume etanol murni dan
disentrifus pada 14.000 rpm selama 10 menit. Pelet DNA dicuci dengan 70 etanol 500 l dan disentrifus pada 12000 rpm pada suhu 4
o
C selama 5 menit.
Kemudian etanol dibuang dan pelet dilarutkan dalam TE 100 l pada suhu ruang kemudian disimpan pada suhu -80
o
C. DNA hasil ekstrasi diukur kemurniannya dengan menggunakan
spektrofotometer UV-VIS Shimadzu 2000. Sampel larutan DNA dipipet sebanyak 50 l lalu diencerkan menjadi 3 l, kemudian dimasukkan ke dalam kuvet. Salah
satu kuvet diisi akuades sebagai blanko. Absorban A diukur pada λ260 dan λ
280 nm. Pembacaan absorban pada λ260 =1 berarti konsentrasi DNA adalah 50 gml dan dianggap sebagai faktor konversi. Perhitungan konsentrasi DNA
dilakukan menurut Sambrook et al. 1989 dengan cara sebagai berikut : konsentrasi DNA g l = faktor konversi x pengenceran x absorban pada λ260.
Kemudian kualitas DNA dihitung berdasarkan perbandingan nilai absorban pada λ
260 dan λ280 yaitu sekitar 1.7-2.0.
Amplifikasi sekuen ITS-DNA
DNA hasil ekstraksi diamplifikasi dengan teknik PCR berdasarkan metode Trout et al. 1997 menggunakan primer universal ITS4 dan ITS5. Susunan basa
primer ITS4 adalah 5’-TCCTCCGCTTATTGATATGC-3’ dan primer ITS5 adalah 5’-GGAAGTAAAAGTCGTAACAAG-3’ White et al. 1990. Volume
akhir setiap reaksi PCR adalah 25 µ
l yang terdiri atas beberapa reaksi Tabel 1. Tabel 1 Campuran reaksi amplifikasi ITS-DNA dengan teknik PCR
Komponen Konsentrasi dlm
reaksi PCR Volume utk 1
sampel
ddH
2
O -
16.3 µ
l 10x PCR Buffer
1x 2.5
µ l
Mg
2+
0.5-2.5mM 1.5
µ l
dNTPs 10 mM 200
µ M
0.5 µ
l Primer ITS4 10
µ M
0,4 µ
M 1
µ l
Primer ITS 5 10 µ
M 0,4
µ M
1 µ
l Taq DNA Polymerase 5 unitul
1 unit 0.2
µ l
Template DNA 50 ng -
2 µ
l Total volume
- 25
µ l
Sumber : Invitrogen Live Technologies
Amplifikasi DNA dengan menggunakan mesin PCR Gene Amp PCR System 9700 berlangsung dengan tahapan sebagai berikut. Tahap pra amplifikasi 5 menit pada
suhu 96
o
C, tahap pemisahan utas 1 menit pada suhu 96
o
C, tahap penempelan primer 1 menit pada suhu 55
o
C, tahap sintesis 1 menit pada suhu 72
o
C, tahap pasca amplifikasi 10 menit pada suhu 72
o
C menurut Trout et al. 1997 dengan sedikit modifikasi pada suhu penempelan primer yaitu menjadi 47
o
C. Reaksi PCR dilakukan sebanyak 35 siklus.
Untuk mendapatkan gambar pita DNA hasil amplifikasi dengan PCR maka DNA hasil amplifikasi dielektroforesis pada gel Agarose. Fragmen DNA hasil
amplifikasi ditambah dengan 3 ul larutan penanda Bromofenol blue dimasukkan ke dalam lubang-lubang gel Agarose 1. Selanjutnya pita dilarikan pada gel
elektroforesis dengan menyambungkan pada power suply 70 volt selama 60 menit. Pewarnaan dilakukan dengan merendam gel Agarose dalam etidium bromida 0.5
ugml selama 30 menit lalu dibilas dengan H
2
O. Pita DNA hasil amplifikasi diamati di atas transiluminator UV dan dipotret dengan alat dokumentasi gel UV.
Perunutan sequencing ruas ITS-DNA
Perunutan ruas ITS-DNA hanya dilakukan pada 4 isolat terdiri atas 2 isolat asal kelapa P53KpTuSU dan P44KpByASU dan 2 isolat asal kakao
P22KoMrwSU dan P40KoMpySU. Fragmen DNA hasil PCR dengan primer ITS4 dan ITS5 dari keempat isolat tersebut selanjutnya dianalisis runutan ITS-
DNA dengan menggunakan mesin sekuensing ABI-Prism 3100 Avant Genetic Analyser
. Perunutan ITS-DNA dilakukan di Laboratorium Biomolekuler Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Bogor dan Laboratorium
Bioteknologi LIPI Serpong. Data hasil perunutan DNA dari isolat P. palmivora yang dikoleksi
selanjutnya digunakan sebagai bahan analisis tingkat kesamaan genetiknya dengan P. palmivora
yang berasal dari daerah geografi yang berbeda. Analisis ini memanfaatkan informasi perunutan DNA yang tersedia dalam GeneBank
menggunakan program BLAST dari www.ncbi.nlm.nih
. Hasil analisis gen ITS-DNA P. palmivora melalui program BLAST disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Nomor asesi, inang, lokasi geografi dan kode isolat sekuen
ITS-DNA
P. palmivora
dari GeneBank dan koleksi isolat dalam penelitian ini
Sumber No. Asesi
Inang Lokasi Geografi
Kode Isolat
Penelitian ini
Penelitian ini
Penelitian ini
Penelitian ini
AF467093 Appiah et al.
2003
AF467094 Appiah et al.
2003
AF467096 Appiah et al.
2003
AF467090 Appiah et al.
2003
DQ987920 Irish et
al. Belum
dipublikasikan AY423300
Ivors et
al .
2004 Cocos nucifera
Cocos nucifera
Theobroma Cacao
Theobroma Cacao
Theobroma Cacao Theobroma Cacao
Theobroma Cacao Theobroma Cacao
Theobroma Cacao Theobroma Cacao
Desa Boyong
Atas, Kabupaten Minahasa,
Sulawesi Utara, Indonesia
Desa Tungoi,
Kabupaten Bolmong,
Sulawesi Utara, Indonesia
Desa Marinsow, Kabupaten
Minahasa, Sulawesi Utara,
Indonesia
Desa Mopuya,
Kabupaten Bolmong,
Sulawesi Utara, Indonesia
Taiwan Taiwan
Ghana Ghana
Puerto Rico Costa Rica
P44KpByASU
P53KpTuSU
P22KoMrwSU
P40KoMpySU
KakaoTaiwan1 KakaoTaiwan2
KakaoGhana1 KakaoGhana2
KakaoPuertoRico KakaoCostaRica
Analisis Filogenetik
Analisis filogenetik dan jarak genetik dari sekuen P. palmivora dari GeneBank
dan P. palmivora dari koleksi penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program ClustalW 1.83
www.ebi.ac.ukcgi-binclustalw .
Analisis keragaman genetik berdasarkan RAPD
Amplifikasi DNA menggunakan primer acak
DNA ke 22 isolat P. palmivora yang telah diekstrak kemudian diamplifikasi dengan teknik PCR. Seleksi primer dilakukan terhadap isolat P.
palmivora asal kelapa dan kakao menggunakan 10 jenis primer acak Invitrogen
yaitu OPA20, OPA16, OPA11, OPA5, OPA2, OPA7, OPB12, OPB1, OPB5 dan OPB10. Dari 10 primer hanya diambil 5 primer yang dapat menghasilkan pita
polimorfis. Jenis primer dan susunan basa yang digunakan dalam reaksi amplifikasi DNA disajikan dalam Tabel 3. Volume akhir campuran reaksi PCR
adalah 40 ul. Komposisi reaksi adalah sebagai berikut : 1x larutan penyangga reaksi 50 nM KCl, 10 mM Tris-HCl pH 8.8 dan 0.1 triton X-100, 200 uM
dNTP, 2.5 mM MgCl
2
, 0.4 µM primer, 1 U Tag DNA polymerase Invitrogen, 50 ng DNA genom dan dd H2O sehingga mencapai 25 ul.
Tabel 3 Jenis primer dan susunan basa DNA yang digunakan dalam reaksi amplifikasi
Nomor Primer
Susunan Basa
1 OPA-02
TGCCGAGCTG 2
OPA-11 CAATCGCCGT
3 OPA-16
AGCCAGCGAA 4
OPB-1 GTTTCGCTCC
5 OPB-5
TGCGCCCTTC Sumber : Invitrogen Live Technologies
Amplifikasi DNA dengan menggunakan mesin PCR berlangsung dengan tahapan sebagai berikut. Tahap pra amplifikasi 5 menit pada suhu 94
o
C, tahap pemisahan utas 1 menit pada suhu 94
o
C, tahap penempelan primer 1 menit pada
suhu 55
o
C, tahap sintesis 1 menit pada suhu 72
o
C, tahap pasca amplifikasi 5 menit pada suhu 72
o
C. Reaksi PCR dilakukan sebanyak 38 siklus. Untuk mendapatkan gambar pita DNA isolat P. palmivora hasil amplifikasi
dengan PCR maka DNA hasil amplifikasi dielektroforesis pada gel Agarose. Fragmen DNA hasil amplifikasi ditambah dengan 3 ul larutan penanda
Bromofenol blue dimasukkan ke dalam lubang-lubang gel Agarose 1. Selanjutnya pita dilarikan pada gel elektroforesis dengan menyambungkan pada
power suply 70 volt selama 60 menit. Pewarnaan dilakukan dengan merendam gel
Agarose dalam etidium bromida 0.5 ugml selama 30 menit lalu dibilas dengan H
2
O. Pita DNA hasil amplifikasi diamati di atas transiluminator UV dan dipotret dengan alat dokumentasi gel UV.
Virulensi dan patogenisitas P. palmivora pada kelapa dan kakao
Persiapan inokulum
Inokulum yang akan digunakan dalam pengujian ini diambil dari biakan murni ke 22 isolat P. palmivora asal kelapa dan asal kakao yang telah dikoleksi.
Isolat P. palmivora ditumbuhkan pada medium agar V8 selama 7 hari. Biakan murni yang mengandung miselium dan sporangium dipotong dengan diameter 0.3
cm, lalu diinokulasi pada buah kelapa dan buah kakao.
Metode inokulasi pada buah kelapa dan kakao
Inokulasi pada buah kelapa dan kakao dilakukan di laboratorium Gambar 14. Buah kelapa dan kakao yang digunakan untuk inokulasi diambil dari buah
yang masing-masing berumur 6-7 bulan.
Gambar 14 Buah kelapa dan kakao yang diinokulasi dengan inokulum P. palmivora.
Sebelum diinokulasikan pada bagian permukaan kulit buah kelapa maupun kakao dilakukan pembersihan dari sisa-sisa bahan organik yang menempel pada
kulit buah. Inokulasi inokulum P. palmivora dilakukan dengan cara menempelkan potongan agar yang mengandung sporangia dan miselium berumur 7 hari pada
bagian tengah bidang dari buah kelapa dan buah kakao. Setelah itu potongan agar tersebut ditutup dengan pita berperekat dan diinkubasi pada suhu ruang selama 7
hari. Uji patogenisitas 22 isolat P. palmivora asal kelapa dan asal kakao
dilakukan pada buah kelapa populasi Genjah Salak sebagai kategori tahan, buah kelapa populasi Genjah Kuning Nias kategori rentan dan buah kakao. Peubah yang
diamati adalah periode laten hari, luas bercak cm
2
, keparahan penyakit , dan prakiraan laju infeksi r.
1. Periode laten Periode laten dihitung mulai dari waktu inokulasi sampai dengan
munculnya gejala awal yang ditandai oleh adanya bercak coklat pada daerah sekitar tempat inokulasi.
2. Luas bercak Pengukuran luas bercak dilakukan terhadap bagian permukaan kulit
buah yang mempunyai bercak coklat Gambar 15. Pengukuran ini dilakukan setiap hari dengan menggunakan milimeter blok transparan sejak munculnya
gejala awal hingga 7 hari masa inkubasi.
Gambar 15 Cara pengukuran luas bercak 3. Keparahan penyakit atau kerusakan jaringan buah
Keparahan penyakit dihitung menurut Rumus Towsend Heőberger Unterstenhıfer 1976, yaitu :
KpP =
Persentase keparahan penyakit ni
= Jumlah buah yang berbercak pada setiap kategori
vi =
Nilai numerik masing-masing serangan, dimana i adalah skor 1, 2, 3, 4, dan 5.
V =
Nilai numerik kategori serangan tertinggi N
= Jumlah buah yang diamati
Nilai skoring setiap kategori serangan berdasarkan pengamatan besarnya luas
bercak cm
2
pada buah kelapa yaitu : Skor 0: tidak ada bercak,
Skor 1 : 0 X ≤ 5, Skor 2: 5 X ≤ 15,
Skor 3: 15 X ≤ 25, Skor 4: 25 X ≤ 35,
Skor 5: 35 X ≤ 45 sedangkan skoring untuk buah kakao adalah,
Skor 0: tidak ada bercak, Skor 1 : 0 X ≤ 20,
Skor 2: 20 X ≤ 40, Skor 3: 40 X ≤ 60,
Skor 4: 60 X ≤ 80, Skor 5: X ≥ 80
4. Laju infeksi Perhitungan laju infeksi dilakukan menurut Rumus Zadoks dan Schein
1980,
r =
laju infeksi t
1
= waktu pengamatan keparahan penyakit pada x
1
t
2
= waktu pengamatan keparahan penyakit pada x
2
x
1
= nilai keparahan penyakit pada waktu t
1
x
2
= nilai keparahan penyakit pada waktu t
2
Tingkat virulensi isolat P. palmivora ditentukan berdasarkan data periode laten, keparahan penyakit dan laju perkembangan penyakit. Kriteria penentuan
tingkat virulensi setiap isolat P. palmivora asal kelapa maupun kakao ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Kriteria penentuan tingkat virulensi isolat P. Palmivora pada penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao
Periode Laten hari
Keparahan Penyakit
Laju perkembangan
penyakit r Tingkat virulensi isolat
Kelapa
X =7 0 X ≤ 10
r = 0 Avirulen
5 X ≤ 7 10 X ≤20
0 r ≤ 0.2 Virulen rendah
3 X ≤ 5 20 X ≤ 40
0.2 r ≤ 0.4 Virulen sedang
1 X ≤ 3 X 40
r 0.4 Virulen tinggi
Kakao
X 7 0 X ≤ 10
r = 0 Avirulen
5 X ≤ 7 10 X ≤ 20
0 r ≤ 0.2 Virulen rendah
3 X ≤ 5 20 X ≤ 30
0 .2 r ≤ 0.4 Virulen sedang
1 X ≤ 3 X 30
r 0.4 Virulen tinggi
IV. HASIL PENELITIAN Survey penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao