PENDAHULUAN Keragaman genetik dan virulensi isolat phytophthora palmivora asal kelapa dan asal kakao

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang Tanaman kelapa dan kakao memiliki arti ekonomi yang sangat penting karena merupakan sumber pendapatan bagi sebagian masyarakat Indonesia. Data statistik perkebunan tahun 2006 menunjukkan bahwa sampai dengan tahun 2005 luas pertanaman kelapa di Indonesia sekitar 3.8 juta ha dengan produksi 3.096.845 ton. Dari luas pertanaman kelapa tersebut, sekitar 97 diusahakan sebagai perkebunan rakyat yang tersebar di seluruh Indonesia dengan melibatkan 7 404 284 keluarga tani Direktorat Jenderal Perkebunan 2006a, sedangkan luas pertanaman kakao sebesar 1.167.046 ha dengan produksi kakao mencapai 748 827 ton Direktorat Jenderal Perkebunan 2006b. Di Sulawesi Utara, tanaman kelapa merupakan tanaman andalan dalam sektor perkebunan. Banyak petani menjadikan tanaman ini sebagai sumber pendapatan utama keluarga. Dalam upaya meningkatkan pendapatan petani di Sulawesi Utara, maka tahun 1993 pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perkebunan melakukan diversifikasi lahan dengan tumpangsari kakao di bawah kelapa. Hal ini dimungkinkan karena di dalam budidayanya kakao membutuhkan naungan. Disamping itu umumnya tanaman kelapa di Sulawesi Utara adalah kelapa Dalam yang telah berumur di atas 25 tahun dengan rata-rata tinggi tanaman telah mencapai 10-27 m dari permukaan tanah, sehingga dengan jarak tanam 7 m x 7 m memungkinkan ditumpangsarikan dengan kakao. Gomes dan Gomes 1983 melaporkan bahwa efisiensi budidaya kakao di bawah tanaman kelapa sebenarnya merupakan langkah pemanfaatan sumber daya lahan dan energi matahari karena penyebaran terluas akar tanaman kelapa tua umur 20 tahun hanya mencapai radius 2 m di sekitar pohon. Pada radius 2 m tersebut penyebaran akar kelapa berkisar pada 76-85. Di luar batas itu lahan dapat dimanfaatkan oleh spesies tanaman lain yang tentunya toleran terhadap penaungan. Berdasarkan kajian ekonomis Prawoto et al. 2001 diketahui bahwa tumpangsari kelapa dengan kakao jauh lebih menguntungkan dari pada monokultur kakao. Oleh karena itu kebijakan pemanfaatan lahan dibawah tanaman kelapa untuk pertanaman kakao dinilai sangat tepat. Kebijakan tersebut dapat mendatangkan keuntungan yang berlipat ganda karena dapat melakukan intensifikasi lahan sehingga sekaligus memperoleh tambahan keuntungan ekonomi yang lebih besar dibandingkan dengan hasil tanaman monokultur kelapa atau kakao. Namun dari sudut pandang epidemik penyakit, tumpang sari kakao di bawah tanaman kelapa mungkin akan terhambat oleh adanya penyakit penting yang disebabkan oleh patogen yang sama yang menyerang baik pada tanaman kelapa maupun tanaman kakao, yaitu Phytophthora spp. Pada tanaman kelapa P. palmivora menyebabkan penyakit gugur buah dan busuk pucuk sedangkan pada tanaman kakao patogen yang sama menyebabkan penyakit busuk buah, kanker batang, dan bercak daun. Penyakit tersebut merupakan penyakit yang sangat merugikan bagi tanaman kelapa maupun tanaman kakao. Satu pertanyaan muncul : patogen P. palmivora menyerang terlebih dahulu tanaman kelapa atau tanaman kakao. Di Indonesia, tanaman kelapa pertama kali ditemukan oleh Marcopolo pada tahun 1292, namun adanya budidaya tanaman kelapa baru dilaporkan pada tahun 1880 di Minahasa Sulawesi Utara Reyne 1948. Serangan penyakit gugur buah pada tanaman kelapa tidak pernah dilaporkan hingga masuknya kelapa Hibrida PB121 ke Indonesia. Pada tahun 1984 dilaporkan adanya epidemik penyakit busuk pucuk yang diikuti dengan gugur buah yang terjadi di lokasi demonstrasi plot kelapa Hibrida PB 121 di Desa Pandu Sulawesi Utara. Di tahun yang sama juga dilaporkan epidemik penyakit gugur buah pada populasi Kelapa Genjah Kuning Nias GKN di kebun Percobaan Balitka Desa Paniki Sulawesi Utara Bennett et al. 1985. Tanaman kakao diperkenalkan oleh bangsa Spanyol pada tahun 1560 di Minahasa Sulawesi Utara Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 2004. Di Sumatera Utara, pada tahun 1940-1970 merupakan areal pertanaman kakao. Pada masa itu belum pernah ada laporan mengenai epidemik penyakit busuk buah. Penyakit busuk buah mulai dilaporkan sebagai masalah pada budidaya kakao pada tahun 1971 setelah masuknya kakao lindak Uper Amazone Hybrid Parnata 1983. Genus Phytophthora terdiri dari beberapa spesies yang dapat menyebabkan penyakit gugur buah dan busuk pucuk pada tanaman kelapa. Sedangkan pada tanaman kakao patogen yang sama dapat menyebabkan penyakit busuk buah, kanker batang, dan bercak daun. Bennett et al. 1985 merupakan pelapor pertama terjadinya epidemik penyakit gugur buah yang disebabkan oleh P. palmivora pada tanaman kelapa populasi Genjah Kuning Nias GKN di Kebun Induk Paniki, Sulawesi Utara. Hall dan Warokka 1992 melaporkan P. katsurae sebagai patogen gugur buah kelapa di Pantai Gading Cote-d’Ivoire sedangkan Garcia dan Blaha 1992 melaporkan P. nicotianae dan P. arecae penyebab penyakit gugur buah kelapa di Indonesia. Kedua peneliti ini, membedakan isolat P. palmivora tipe lambat slow type berdasarkan pola pita enzim phosphoglucose isomerase PGI. Pada tanaman kakao dilaporkan P. megakarya merupakan spesies yang paling agresif di Afrika Barat Griffin 1977, sedangkan P. capsici merupakan spesies yang dominan di Amerika Selatan, Amerika Tengah dan Caribbean, dan P. citrophthora dominan di Brazil Campello Luz 1981 dan di India Chowdappa ChandraMohanan 1996. Franquevielle Kouassi 1992 melaporkan bahwa di Pantai Gading, Afrika Barat penyakit gugur buah pada tanaman kelapa menyebabkan kehilangan hasil sebesar 30-40. Di kebun koleksi Mapanget Sulawesi Utara, penyakit ini menyebabkan kehilangan hasil sebesar 23.6 - 25 pada populasi kelapa Genjah Kuning Nias GKN Mangindaan et al. 1992. Sedangkan pada tanaman kakao di areal pertumbuhan yang beriklim basah dan lahan basah, penyakit busuk buah dapat menyebabkan kehilangan hasil sebesar 10 - 90 Opeke Gorenz 1974. Di Papua New Guinea, penyakit ini dapat menyebabkan kehilangan produksi kakao hingga 40 per tahun Hicks 1975. Keberadaan beberapa spesies Phytophthora pada kelapa dan kakao dapat menimbulkan epidemik penyakit yang sangat merugikan. Epidemik penyakit akan meluas dengan cepat karena beberapa spesies Phytophthora dapat melakukan kariogami antar spesies, sehingga dikuatirkan akan menyebabkan muculnya genotipe baru yang lebih virulen dari spesies asalnya. Fenomena terjadinya kariogami antar spesies Phytophthora di laboratorium melalui fusi zoospora dari P. capsici dan P. nicotianae telah dilaporkan oleh Silvar et al. 2006. Pada tumpangsari tanaman kelapa dan kakao, kejadian dan keparahan penyakit yang disebabkan oleh patogen ini akan lebih sulit dikendalikan dibandingkan dengan pertanaman monokultur, karena populasi inokulum awal patogen selalu tinggi. Sumber inokulum selain dari tanah terdapat juga pada bagian pucuk dan buah kelapa serta batang dan buah kakao yang terinfeksi. Pengendalian penyakit gugur buah kelapa dan busuk buah kakao semakin sulit karena patogen merupakan patogen tular tanah yang dapat disebarkan melalui angin, percikan air hujan dan dapat terbawa oleh serangga atau alat pertanian. Selain itu, kestabilan genetik Phytophthora diketahui sangat labil karena kemungkinan terjadinya variasi genetik sangat tinggi sehingga tingkat virulensi patogen sangat beragam di areal pertanaman kelapa dan kakao. Berdasarkan hasil analisis RAPD, Motulo et al. 2004 melaporkan bahwa kemiripan genetik isolat P. palmivora asal kelapa mencapai 40.6 dengan virulensi dari avirulen hingga virulen. Sumber variasi genetik dapat terjadi melalui mutasi, rekombinasi mitotik, paraseksual, interspesifik, dan persilangan antar ras Whissom et al. 1994, Goodwin 1997. Penyebaran penyakit selain didukung oleh kondisi iklim, juga ditentukan oleh karakter struktur morfologi patogen seperti miselium, sporangium, klamidospora, zoospora, dan oospora. Miselium P. palmivora yang mengandung banyak sporangium ditemukan pada permukaan kulit buah. Sporangium patogen ini dapat langsung berkecambah membentuk hifa, oleh karena itu kemudian dinamakan konidiosporangium Gambar 1. Gambar 1 Konidiosporangium dari Phytophthora Hefler et al. 2002. Keterangan : tanda panah adalah kecambah sporangium Konidiosporangium merupakan propagul utama Phytophthora spp. untuk penyebaran inokulum. Propagul tersebut mudah disebarkan oleh angin dan percikan air hujan. Konidiosporangium ditemukan pada kulit buah kakao terinfeksi yang telah tertumpuk lebih dari tiga bulan Anonimous 1996. Pada tanaman kelapa, buah yang jatuh akan terinfeksi P. palmivora dari tanah dan dapat bertahan sampai empat bulan. Buah kelapa maupun buah kakao yang terinfeksi dan masih berada di pohon merupakan sumber inokulum yang berkesinambungan. Patogen ini dapat membentuk struktur klamidospora yang mampu bertahan sampai puluhan tahun. Selama periode musim hujan klamidospora di dalam tanah akan berkecambah untuk menghasilkan miselium, sporangium dan melepaskan zoospora. Zoospora dapat tersebar ke udara dengan bantuan percikan air hujan, dan dapat bertahan 15 menit sampai 24 jam dalam percikan air hujan sambil disebarkan oleh angin sehingga dapat menjadi sumber inokulum untuk buah yang sehat Anonimous 2007b. Selain klamidospora dan sporangium P. palmivora menghasilkan spora seksual oospora karena mampu membentuk anteridium gamet jantan dan oogonium gamet betina, sehingga fusi antara keduanya akan menghasilkan oospora. Keberadaan dua tipe kawin tersebut dalam satu area bukan saja dapat membentuk struktur bertahan tetapi juga dapat menciptakan genotipe rekombinan baru yang lebih virulen, spesifik inang atau tahan terhadap fungisida Legard et al . 1995 ; Gisi Cohen 1995; Goodwin et al. 1995. Di Indonesia tipe kawin A1 dan A2 dari isolat-isolat P. palmivora pada tanaman kelapa ditemukan pada buah kelapa yang terserang gugur buah, busuk pucuk, dan sampel tanah di bawah pohon kelapa Warokka Thevenin 1992. Sedangkan pada tanaman kakao kedua tipe kawin A1 dan A2 ditemukan pada buah yang terserang penyakit busuk buah yang didominasi oleh tipe A2 Zentmyer et al. 1968. Selama ini di lapangan belum pernah ditemukan oospora pada tanaman kelapa maupun kakao, meskipun pada percobaan in vitro dengan memasangkan koloni tipe A1 dan A2 di laboratorium bisa menghasilkan oospora. Dengan adanya karakter P. palmivora yang berpotensi membentuk keragaman genetik yang tinggi maka kekuatiran akan terjadinya epidemik gugur buah kelapa dan busuk buah kakao tentunya tidak berlebihan. Oleh karena itu, perlu dilakukan identifikasi spesies dari isolat P. palmivora asal kelapa dan asal kakao di sentra produksi. Selain itu perlu dikaji keragaman isolat, virulensi, dan inokulasi silang antar isolat pada sentra produksi kelapa dan kakao serta tumpangsarinya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis perbedaan karakter morfologi, dan runutan ITS-DNA isolat P. palmivora asal kelapa dan asal kakao pada pola tanam monokultur kelapa dan monokultur kakao serta tumpangsari kelapa-kakao. 2. Menganalisis keragaman DNA isolat P. palmivora asal kelapa dan asal kakao berdasarkan Random Amplified Polymorphic DNA RAPD 3. Menganalisis virulensi dan terjadinya inokulasi silang antar isolat P. palmivora asal kelapa ke buah kakao atau dari isolat P. palmivora asal kakao ke buah kelapa pada pola tanam monokultur kelapa dan monokultur kakao serta tumpangsari kelapa-kakao.

II. TINJAUAN PUSTAKA Penyakit pada tanaman kelapa