6 tubuh serangga melalui permukaan tubuh; dan 3 fumigan, yaitu insektisida
yang masuk ke dalam tubuh melalui alat pernafasan spiraculum Ramulu, 1979.
Metode kimia dengan insektisida sintetis termasuk cara paling umum yang digunakan dalam praktek sehari-hari. Kelebihan penggunaan insektisida
sintetis selama ini terletak pada kemampuannya untuk mengendalikan serangan hama pasca panen secara cepat dan efektif. Akan tetapi insektisida
sintetis juga mempunyai beberapa kekurangan yaitu selain biaya yang mahal juga menimbulkan masalah lain. Menurut Hascoet 1988, akibat dari
pemakaian insektisida sintetis antara lain : 1 adanya bahaya residu dalam bahan pangan; 2 timbulnya resitensi serangga hama gudang terhadap
insektisida sintetis; 3 adanya bahaya insektisida bagi organisme bukan target; dan 4 adanya dampak penurunan populasi biang pengendali hama seperti
parasit dan predator. Dengan banyaknya kerugian yang ditimbulkan oleh penggunaan
insektisida sintetis dalam pemberantasan hama, maka diperlukan suatu alternatif pengendalian yang memungkinkan petani dapat melindungi
tanamannya dengan cara yang ramah lingkungan. Salah satu alternatifnya adalah dengan penggunaan insektisida yang berasal dari tanaman yang lazim
disebut insektisida alami nabati.
C. INSEKTISIDA ALAMI NABATI
Menurut De Luca 1979, ada tiga jenis bahan alami yang dapat digunakan sebagai insektisida yaitu bahan mineral, bahan nabati dan bahan
hewani. Dari ketiga bahan alami tersebut, bahan nabati merupakan cadangan yang paling besar dan bervariasi. Hingga saat ini setidaknya terdapat lebih dari
2000 jenis tanaman yang dilaporkan mempunyai sifat-sifat insektisidal. Suatu tanaman yang akan dijadikan bahan insektisida harus memenuhi beberapa
kriteria, antara lain : a mudah dibudayakan, b tanaman tahunan, c tidak perlu dimusnahkan apabila suatu saat bagian tanamannya diperlukan, d tidak
menjadi gulma, atau inang bagi organisme pengganggu tanaman, e. mempunyai nilai tambah, f mudah diproses sesuai dengan kemampuan
7 petani. Sastrodihardjo et al., 1992 menyatakan bahwa untuk mengendalikan
suatu hama diperlukan suatu komponen yang dapat mengganggu keseimbangan pada proses fisiologi hama, karena proses ini merupakan proses
yang rentan untuk dimanipulasi siklus hidupnya. Tanaman yang mengandung komponen aktif seperti alkaloid, terpenoid, kumarin, glikosida dan beberapa
sterol serta minyak atsiri dapat berpotensi sebagai insektisida Robinson, 1995.
Berbeda dengan insektisida sintetis, insektisida botani umumnya tidak dapat langsung mematikan serangga yang disemprot. Akan tetapi insektisida
ini berfungsi sebagai : 1 repellent, yaitu senyawa penolak kehadiran serangga dikarenakan baunya yang menyengat dan mencegah serangga meletakkan telur
serta menghentikan proses penetasan telur; 2 antifeedant, yaitu senyawa yang mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot terutama
disebabkan rasanya yang pahit; 3 racun syaraf; dan 4 atractant, yaitu senyawa yang dapat memikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada
perangkap serangga Ramulu, 1979.
D. SERANGGA HAMA GUDANG
1. Sifat-sifat umum dan klasifikasi Menurut Imdad dan Nawangsih 1999, diperkirakan ada 17 famili
serangga yang mempunyai potensi dapat merusak bahan pertanian dalam penyimpanan, yang masing-masing diwakili oleh 1-3 jenis serangga. Hingga
saat ini terdapat 800 ribu spesies serangga yang telah dideskripsikan dan diduga masih terdapat lebih dari 3 juta spesies yang belum diketahui
Pranata, 1981. Menurut Cotton 1963, serangga Sitophilus zeamais Motsch.,
merupakan hama gudang utama perusak bahan makanan terutama beras dan jagung yang disimpan. Serangga tersebut terutama pada stadium larva aktif
memakan biji-bijian dan menimbulkan kerugian yang besar. Sitophilus zeamais
Motsch., termasuk dalam ordo Coleoptera, famili Curculionidae dan lazim dikenal sebagai golongan kumbang moncong
dengan ukuran tubuh 3-5 mm Pranata, 1985. Ciri khas dari Sitophilus
8 zeamais
Motsch., adalah bentuk kepala pada ujungnya meruncing dan melengkung agak ke bawah disebut rostrum atau snout. Antenanya menyiku
elbowed dengan bagian ujungnya membesar seperti gada clubbed termasuk tipe klavat Grist dan Lever, 1969. Menurut Dobie et al., 1984
warna tubuh Sitophilus zeamais adalah coklat merah sampai coklat gelap. Pada sayap depan elytra terdapat empat bintik berwarna kuning kemerah-
merahan di dua belahan sayap dan setiap sayap memiliki dua bintik. Morfologi serangga hama gudang Sitophilus zeamais Mostch., dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1. Serangga hama gudang Sitophilus zeamais
Menurut Grist dan Lever 1969, Sitophilus pertama kali dikenal pada tahun 1763 di Suriname dan diperkenalkan oleh Linnaeus dengan nama
Curculio oryzae. Kemudian namanya diperbaharui menjadi Calandra oryzae
dan terakhir diubah menjadi Sitophilus oryzae. Pada tahun 1885 ditemukan Sitophilus zeamais
Motschulsky. Beberapa peneliti menyatakan bahwa kedua Sitophilus
tersebut merupakan dua spesies yang berbeda, tetapi peneliti yang lainnya menyatakan bahwa keduanya merupakan variasi dari spesies yang
sama Kutchel, 1961. Karena kemiripan dan hidupnya yang bersama-sama, dahulu hanya disebut sebagai Sitophilus oryzae. Secara umum S. oryzae lebih
kecil daripada S. zeamais Pranata, 1979. Keduanya tidak dapat dibedakan baik dari morfologi luar dan ukuran tubuh maupun kesukaan makanannya
preferensi pada bahan makanan. Untuk mengidentifikasi keduanya
9 dilakukan dengan pemeriksaan genitalia alat kelamin yaitu aedeagi pada
jantan dan sklerit Y pada betina Halstead, 1963. Serangga jantan dan betina dapat dibedakan dari bentuk moncong
atau rostrum. Dilihat dari permukaan dorsal, moncong jantan lebih besar, berbintik-bintik kasar dan kusam. Moncong serangga betina mulus,
berbintik–bintik melebar dan licin. Jika moncong dilihat dari atas, pada jantan lebih pendek dan lebar, pada betina lebih panjang dan sempit. Dilihat
dari samping moncong betina lebih panjang, kecil dan agak melengkung ke bawah Pranata, 1979
2. Cara hidup Sitophilus zeamais
dan S. oryzae sering ditemukan bersama-sama, tetapi nampaknya di Indonesia Sitophilus zeamais lebih banyak ditemukan
daripada S. Oryzae. Keduanya dapat menyerang beras, gabah maupun jagung Pranata, 1979.
Sitophilus zeamais merupakan serangga yang sangat berbahaya,
karena luasnya serangan kosmopolitan dan banyaknya produk pertanian yang diserang. Serangga ini dapat berkembang biak pada biji-bijian seperti
jagung, sorgum, beras, gandum dan produk serealia seperti makaroni. Serangga ini hanya dapat berkembang biak pada bahan makanan yang tidak
dimasak, tetapi tidak dapat tumbuh pada tepung yang kering Winarno dan Jenie, 1983.
Serangga Sitophilus zeamais mengalami metamorfosis sempurna holometabola, yaitu mulai telur, larva, pupa, imago serangga dewasa.
Telurnya berbentuk lonjong dengan satu kutub yang lebih sempit. Telur berwarna bening, agak mengkilap, lunak dan panjangnya 0.7 mm dengan
lebar 0.3 mm Grist dan Lever, 1969. Telur diletakkan satu persatu dengan masa peneluran kurang lebih 3 minggu. Telur dapat diletakkan di semua
bagian biji tetapi umumnya diletakkan di dekat lembaga. Setelah kira-kira 5 sampai 7 hari telur menetas menjadi larva Pranata, 1979.
Menurut Sukoco 1998, larva berkembang dengan memakan bagian dalam biji. Stadium larva merupakan stadium yang merusak. Larva
10 dewasa berbentuk gemuk dan padat, tidak berkaki, berwarna putih dan
panjangnya sekitar 4 mm. Lama stadium larva adalah sekitar 18 hari. Larva kemudian berubah menjadi pupa. Pupa berkembang di dalam biji, di tempat
kosong bekas dimakan larva. Pupa berwarna putih dan panjangnya 3 sampai 4 mm. Lama stadium pupa adalah 3 sampai 9 hari dengan rata-rata 6 hari.
Menurut Hill 1987, serangga betina selama hidupnya mampu menghasilkan 300-400 butir telur dengan masa peneluran kurang lebih 3
minggu. Serangga dewasa ke luar dari biji dengan membuat lubang pada lapisan luar biji. Lubang keluarnya membulat tetapi tepinya tidak merata.
Serangga dewasa mampu hidup sampai dengan 5 bulan dan memiliki kemampuan untuk terbang.
Serangga Sitophilus zeamais kurang tertarik pada cahaya tetapi menyukai tempat gelap dan dapat masuk ke dalam biji. Serangga betina
membuat lubang untuk meletakkan telur dengan menggunakan moncongnya Grist dan Lever, 1969. Serangga Sitophilus zeamais hidup pada suhu 17-34
o
C, dengan suhu optimal 28
o
C serta kelembaban relatif antara 45-100 dan kelembaban optimal 70 Pranata, 1985.
E. BOTANI TANAMAN