Gambar 1. Diagram alir kerangka pendekatan pemecahan masalah penelitian
5 Kualitas air lebih
baik: - Bahan organik
total - BOD
Kegiatan budidaya
Ikan dalamKJ
Fotosintesis Intervensi
internal dengan
aerasi Bahan
organik
DO Δ DO?
Inflow Biodegradasi
bahan organik
BOD?
2 KONDISI HIPOKSIA DAN LAJU DEKOMPOSISI BAHAN
ORGANIK DI LOKASI BUDIDAYA IKAN WADUK IR. H. DJUANDA
2.1 Pendahuluan
Teknologi budidaya ikan dalam karamba jaring apung KJA merupakan salah satu paket teknologi yang cocok untuk diterapkan di perairan umum khususnya
perairan danau dan waduk. Sistem budidaya ini merupakan sistem budidaya secara intensif dengan padat tebar tinggi dan keharusan pemberian pakan ikan sebagai input
energi untuk pertumbuhan ikan. Tidak semua yang diberikan pada ikan dapat dimanfaatkan karena keterbatasan kemampuan ikan. Sebagian akan terbuang ke
lingkungan perairan yang akan memberikan dampak terhadap perairan Azwar et al. 2004. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa perikanan budidaya intensif dan
pengkayaan nutrien berdampak potensial pada perubahan kualitas air Simarmata 2007. Mc. Donald et al. 1996 menyatakan bahwa 30 dari jumlah pakan yang
diberikan tertinggal sebagai pakan yang tidak dikonsumsi dan 25-30 dari pakan yang dikonsumsi akan diekskresikan. Selanjutnya Barg 1992 menyatakan partikel
bahan organik akan mengendap disekitar lokasi KJA jika kecepatan pengendapan partikel jauh lebih besar dari pada kecepatan arus. Menurut Krismono 1992, pakan
ikan yang terbuang pada KJA ukuran 7x7x3 m
3
adalah 20-30 dan untuk ukuran 1x1x1 m
3
sebanyak 30-50. Usaha budidaya ikan melalui KJA di waduk ini dari tahun ke tahun terus
mengalami peningkatan. Berdasarkan SK Bupati Purwakarta No 06 Tahun 2000, jumlah KJA yang optimum adalah 2100 unit. Ternyata sampai akhir tahun 2010
telah mencapai 19630 atau sembilan kali lipat lebih dari kapasitas yang diijinkan Tabel 1. Peningkatan jumlah KJA akan meningkatkan jumlah pakan dan biomassa
ikan yang dibudidayakan yang selanjutnya dapat meningkatkan jumlah bahan pencemar berupa sisa pakan yang terbuang dan feses ikan yang akhirnya dapat
berdampak pada perubahan kualitas air termasuk oksigen perairan.
Tabel 1. Perkembangan jumlah KJA dan produksi ikan di Waduk Jatiluhur Tahun
Unit KJA Produksi ton
1988 15
54,9 1989
146 213,82
1990 312
808,7 1991
502 1973
1992 546
2679 1993
650 2149
1994 850
1998 1995
2100 2070
1996 2100
1003 1997
2100 2795
1998 2194
2180 2000
2537 3791.1
2001 2642
3223,24 2002
2628 4917
Tahun Unit KJA
Produksi ton 2003
2882 6079.5
2004 4700
7048,36 2005
5141 -
2006 13814
21036,5 2007
14000 33314
2008 16200
33448,82 2009
17093 36351,61
2010 19630
71095,96 Sumber: Azwar et al. 2004; Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten
Purwakarta 2011 Oksigen sangat penting dalam proses respirasi untuk fauna akuatik.
Masukan oksigen terlarut tergantung pada input dari atmosfer dan proses fotosintesis dan hilang melalui oksidasi kimia dan biologi. Distribusi oksigen penting karena
diperlukan oleh fauna akuatik dan mempengaruhi ketersediaan beberapa nutrien yang selanjutnya mempengaruhi produktivitas perairan Wetzel 2001. Oksigen terlarut
merupakan faktor kunci bagi kehidupan ikan dan organisme perairan lainnya. Menurut Buttner Soderberg 1993 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
No 82 Tahun 2001, untuk kegiatan budidaya ikan memerlukan konsentrasi oksigen 3 mgL. Toufeek and Korium 2009 menyebutkan bahwa oksigen yang baik untuk
ikan adalah 5-6 mgL dan paparan oksigen bebas 2 mgL selama beberapa hari dapat mematikan ikan dan organisme akuatik lainnya. Kondisi hipoksia merupakan
hasil dari ketidakseimbangan antara produksi biologi dan konsumsi oksigen Pena et al. 2010. Kondisi hipoksia merupakan salah satu permasalahan di perairan air tawar
karena dapat menyebabkan stress biota atau bahkan kematian biota akuatik, bau, dan gangguan estetika lainnya Schierholz et al. 2006; Desa et al. 2009.
Biochemical Oxygen Demand BOD adalah banyaknya oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik. Nilai BOD
dipengaruhi oleh suhu, pH, waktu inkubasi, dan ketersediaan oksigen Dhage et al. 2012. Nilai k konstanta laju BOD menunjukkan besarnya laju penguraian bahan
organik oleh mikroorganisme aerob perairan Astono, et.al. 2008. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji kedalaman hipoksia di lokasi karamba jaring apung untuk
budidaya ikan dan pengaruh suhu terhadap besarnya laju dekomposisi bahan organik k di Waduk Ir. H. Djuanda.
2.2 Bahan Dan Metode
Penelitian dilakukan pada bulan Februari-April 2013 pada salah satu KJA di Waduk Ir. H. Djuanda, Purwakarta Gambar 2. Penentuan kedalaman hipoksia
dengan pengamatan profil konsentrasi oksigen secara vertikal dan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 82 tahun 2001 yang menyatakan
bahwa oksigen untuk kegiatan perikanan adalah 3 mgL sehingga kondisi hipoksia apabila konsentrasi oksigen 3 mgL.