Bahan Dan Metode Intervensi internal terhadap biodegradasi bahan organik limbah karamba jaring apung di Waduk Ir H Djuanda dalam upaya memperbaiki kualitas perairan

Gambar 2. Lokasi Penelitian di Waduk Ir. H. Djuanda Selanjutnya pada kedalaman hipoksia diambil sampel air untuk pengukuran BOD dalam rangka penentuan laju dekomposisi bahan organik. Penentuan laju dekomposisi bahan organik melalui pengukuran BOD dilakukan di laboratorium kualitas air Balai Penelitian Pemulihan dan Konservasi Sumberdaya Ikan. Sampel air yang diambil sebanyak 3 L kemudian diaerasi selama 2 jam yang bertujuan agar selama tujuh hari pengamatan tidak kehabisan oksigen dan selanjutnya dimasukkan ke dalam botol winkler gelap sebanyak 8 botol. Pengamatan BOD melalui pengamatan oksigen terlarut DO setiap hari dengan metode Winkler. Oksigen hari 0 di ukur sebagai DO awal kemudian sampel yang lain diinkubasi sesuai dengan hasil pengamatan suhu lapangan dan setiap hari diukur DO-nya. Suhu inkubasi di inkubator disesuaikan dengan suhu kedalaman hipoksia di lapangan yaitu suhu 27°C dan 28,5 °C. Perlakuan suhu yang lebih rendah dari suhu lapangan adalah 20 °C, sedangkan 30 °C merupakan suhu yang lebih tinggi dari kondisi lapangan. Perlakuan inkubasi suhu 28,5°C dan 20 °C adalah pengamatan 1 dan pengamatan 2 dengan suhu 27°C dan 30 °C. Pengamatan BOD dilakukan setiap hari selama 7 hari seperti penelitian Singh 2004. Perhitungan nilai BOD adalah: ��� � = [ �� � �� − �� � ] Untuk menentukan nilai laju oksidasi k bahan organik berdasarkan hasil pengamatan BOD harian berdasarkan least square method Tchobanoglous et al. 2003; Singh 2004 yaitu: dLdt = -kL t dimana: L t = L - y t y t = BOD t dydt = kL -y t dydt = kL - ky t Penentuan nilai k dan L : S xx = n∑y t 2 – ∑y 2 S xy = n∑y t dydt – ∑y t ∑dydt Slope atau –k = S xy S xx Intersep atau kL = ∑dydtn + k∑y t n L = Intersep -slope dydt = y t+1 – y t-1 2∆t y t : nilai BOD hasil pengamatan ∆t : waktu selang pengamatan t : pengamatan hari ke 1, 2,3,... L : BOD ultimat mgL n : Jumlah total pengamatan k : Laju reaksi oksidasi per hari

2.3 Hasil dan Bahasan

2.3.1 Kedalaman Hipoksia

Hasil monitoring kondisi hipoksia di lokasi budidaya ikan dalam karamba di Waduk Ir. H. Djuanda disajikan pada Gambar 3 yang menunjukkan bahwa profil oksigen secara vertikal adalah pada permukaan perairan konsentrasi oksigen terlarut tinggi dan menurun sejalan dengan meningkatnya kedalaman. Kedalaman hipoksia pada pengamatan 1, 2 dan 3 berturut turut 4; 4 dan 3 m di dalam karamba. Kedalaman hipoksia berfluktuasi, terutama pada saat pengamatan 2 yaitu cuaca yang berangin kencang sehingga mengakibatkan gelombang yang mempercepat proses reaerasi yang dapat meningkatkan oksigen. Sesuai dengan pengamatan 3 maka kedalaman hipoksia dimulai pada kedalaman 3 m ke bawah. Kondisi hipoksia merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara produksi biologi dan konsumsi oksigen Pena et al. 2010. Kondisi hipoksia merupakan salah satu permasalahan di perairan air tawar karena dapat menyebabkan stress biota atau bahkan kematian biota akuatik, bau dan gangguan estetika lainnya Schierholz et al. 2006; Desa et al. 2009. Konsentrasi oksigen terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada pencampuran mixing dan pergerakan turbulence massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk ke dalam air Effendi 2003. Oksigen terlarut perairan berasal dari hasil fotosintesis plankton 90-95 dan difusi dari udara. Oksigen dapat berkurang oleh oksidasi karbon organik, nitrifikasi dan respirasi Ji 2008. a b c Gambar 3. Profil oksigen terlarut secara vertikal pada a bulan Februari, b Maret dan c April Oksigen sangat diperlukan dalam proses respirasi dan metabolisme ikan. Kadar oksigen yang rendah dapat menyebabkan penurunan daya hidup ikan, memepengaruhi kecepatan makan ikan dan menurunkan proses metabolisme bahkan apabila konsentrasinyua sangat rendah dapat mematikan ikan dan biota akuatik lainnya. Apabila mengalami stress karena oksigen rendah biasanya ikan akan menelan air gulp di permukaan. Ini sebagai reaksi bahwa antara permukaan air dan udara terdapat oksigen yang dapat ditranfer dari atmosfer ke perairan. Untuk ikan nila, apabila konsentrasi oksigen 1,5 mgL dapat menyebabkan kecepatan makannya berkurang dan bila 1 mgL dapat menyebabkan ikan berhenti makan. Beberapa konsentrasi oksigen untuk beberapa jenis ikan antara lain ikan gurami 5 mgL; ikan mas 5-7 mgL; ikan nila 3-5 mgL Cahyono 2006; Stickney 2009. Hasil penelitian Simarmata 2007 menyebutkan bahwa kedalaman lapisan oksik di zona transisi yaitu daerah sekitar kegiatan KJA di Waduk Ir.H.Djuanda pada musim kemarau berkisar 0,66-1,77 m; pada musim peralihan 1,92-2,56 m dan pada musim penghujan 6,08-7,55 m. Pada pengamatan bulan April Gambar 3, konsentrasi oksigen terlarut adalah 3 mgL dimulai pada kedalaman 3 m ke bawah atau lapisan oksik pada kedalaman 3 m ke atas berarti kedalaman hipoksia lebih dalam atau lapisan oksik lebih tebal dibandingkan pada musim kemarau dan musim peralihan namun lebih dangkal atau lapisan oksik lebih tipis dibandingkan musim penghujan. Konsentrasi oksigen di waduk dataran rendah di India paling tinggi di