Kedalaman Hipoksia Hasil dan Bahasan

a b c Gambar 3. Profil oksigen terlarut secara vertikal pada a bulan Februari, b Maret dan c April Oksigen sangat diperlukan dalam proses respirasi dan metabolisme ikan. Kadar oksigen yang rendah dapat menyebabkan penurunan daya hidup ikan, memepengaruhi kecepatan makan ikan dan menurunkan proses metabolisme bahkan apabila konsentrasinyua sangat rendah dapat mematikan ikan dan biota akuatik lainnya. Apabila mengalami stress karena oksigen rendah biasanya ikan akan menelan air gulp di permukaan. Ini sebagai reaksi bahwa antara permukaan air dan udara terdapat oksigen yang dapat ditranfer dari atmosfer ke perairan. Untuk ikan nila, apabila konsentrasi oksigen 1,5 mgL dapat menyebabkan kecepatan makannya berkurang dan bila 1 mgL dapat menyebabkan ikan berhenti makan. Beberapa konsentrasi oksigen untuk beberapa jenis ikan antara lain ikan gurami 5 mgL; ikan mas 5-7 mgL; ikan nila 3-5 mgL Cahyono 2006; Stickney 2009. Hasil penelitian Simarmata 2007 menyebutkan bahwa kedalaman lapisan oksik di zona transisi yaitu daerah sekitar kegiatan KJA di Waduk Ir.H.Djuanda pada musim kemarau berkisar 0,66-1,77 m; pada musim peralihan 1,92-2,56 m dan pada musim penghujan 6,08-7,55 m. Pada pengamatan bulan April Gambar 3, konsentrasi oksigen terlarut adalah 3 mgL dimulai pada kedalaman 3 m ke bawah atau lapisan oksik pada kedalaman 3 m ke atas berarti kedalaman hipoksia lebih dalam atau lapisan oksik lebih tebal dibandingkan pada musim kemarau dan musim peralihan namun lebih dangkal atau lapisan oksik lebih tipis dibandingkan musim penghujan. Konsentrasi oksigen di waduk dataran rendah di India paling tinggi di permukaan hingga kedalaman 5 m kemudian menurun secara cepat hingga kedalaman 21 m Desa et al. 2009. Pada permukaan, konsentrasi oksigen lebih tinggi karena adanya pertukaran oksigen atmosfer dan lapisan epilimnion dan hasil fotosintesis alga. Menurunnya oksigen pada lapisan di bawah epilimnion karena digunakan untuk respirasi Salmin 2009; Desa et al. 2009. Dengan bertambahnya kedalaman akan terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, karena proses fotosintesis semakin berkurang dan kadar oksigen yang ada banyak digunakan untuk pernapasan dan oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik. Ketersediaan oksigen pada lapisan hipolimnion sangat penting untuk proses oksidasi serta penting bagi organisme yang hidup pada lapisan tersebut. Pada lapisan hipolimnion, konsentrasi oksigen terlarut akan semakin sedikit atau bahkan tidak ada oksigen anoksik karena oksigen telah dimanfaatkan untuk proses oksidasi bahan organik dan proses respirasi 2.3.2 Laju dekomposisi bahan organik Hasil pengamatan BOD setiap hari selama tujuh hari disajikan pada Gambar 4. a c b d Gambar 4. Pengamatan BOD harian selama tujuh hari a pengamatan ke-1 pada suhu 28,5°C; b pengamatan ke-1 pada suhu 20°C; c pengamatan ke-2 pada suhu 27°C dan d pengamatan ke-2 pada suhu 30°C. Hubungan antara waktu dan nilai BOD sangat erat yang ditunjukkan dengan nilai R mendekati 1 pada semua pengamatan. Hubungan antara nilai BOD dan waktu inkubasi pada suhu 20°C adalah y = 0,361x – 0,005 dengan R 2 = 0,907; suhu 28,5 °C adalah y = 0,572x + 0,416 dengan R 2 = 0,961; suhu 30 °C adalah y = 0,679x + 0,703 dengan R 2 = 0,902; suhu 27 °C adalah y = 0,582x + 0,279 dengan R 2 = 0,974. Semakin lama waktu inkubasi maka semakin besar nilai BOD. Hal ini karena ketersediaan oksigen yang menipis sementara masih ada bahan organik yang belum terdekomposisi serta adanya sebagian bakteri aerob yang mati karena ketersediaan oksigen tidak mencukupi untuk kehidupannya, akibatnya bakteri tersebut menjadi salah satu sumber yang meningkatkan bahan organik. Tabel 2. Nilai BOD 5hari , laju dekomposisi bahan organik k dengan perlakuan suhu Parameter Penelitian 1 Penelitian 2 Suhu 20°C Suhu 28,5°C Suhu 27°C Suhu 30°C BOD 5hari mgL 1,47 3,19 2,95 3,26 k per hari 0,141 0,189 0,016 0,114 Merupakan suhu pengamatan di lapangan Berdasarkan Tabel 2. menunjukkan pada pengamatan pertama, laju dekomposisi bahan organik yang diinkubasi pada suhu 28,5 ⁰C yaitu 0,189hari lebih besar dibandingkan yang diinkubasi pada suhu 20 ⁰C yaitu 0,141hari. Demikian juga pada pengamatan kedua menunjukkan bahwa laju dekomposisi bahan organik yang diinkubasi pada suhu 30 ⁰C yaitu sebesar 0,114hari lebih besar dibandingkan yang diinkubasi pada suhu 27 ⁰C yaitu 0,016hari. Berdasarkan kedua pengamatan menunjukkan bahwa suhu 28,5 ⁰C mempunyai laju dekomposisi bahan organik tertinggi. Laju dekomposisi yang diinkubasi pada suhu 30ºC pengamatan 2 lebih rendah daripada yang diinkubasi pada suhu 28,5 ⁰C dan 20 ⁰C pengamatan 1 karena antara pengamatan 1 dan 2 berbeda waktu pengambilan sampel airnya sehingga berbeda pula kualitas airnya. Menurut Simarmata et al. 2008, laju dekomposisi bahan organik di zona budidaya ikan Waduk Jatiluhur adalah 0,03 – 0,015hari. Hasil pengamatan penelitian ini adalah 0,016hari dan 0,189hari yang artinya ada peningkatan laju dekomposisi bahan organik dibandingkan penelitian sebelumnya oleh Simarmata 2008. Pengamatan laju dekomposisi sedimen dasar kolam budidaya ikan adalah 0,4tahun Avnimelech et al. 1995. Hasil penelitian Dhage et al. 2012, nilai k untuk limbah domestik lebih tinggi pada suhu inkubasi 27°C 0,2 –0,3 per hari dibanding suhu 20°C 0,12-0,2 per hari. Hasil penelitian Polli 1994 menunjukkan bahwa nilai k pada suhu 30°C lebih tinggi dibandingkan suhu 20°C dan 25°C seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai laju dekomposisi bahan organik kper hari untuk limbah rumah potong hewan, limbah tekstil dan air Sungai Ciliwung yang diinkubasi pada beberapa suhu. Jenis limbah Suhu 20 °C Suhu 25 °C Suhu 30 °C Rumah potong hewan 0,151 0,196 0,283 Limbah tekstil 0,128 0,149 0,233 Air Sungai Ciliwung 0,123 0,183 0,228 Sumber : Polli 1994 Suhu dapat mempengaruhi reaksi oksidasi karena mempengaruhi kinerja enzim- enzim pada mikroorganisme pengoksidasi. Hasil pengamatan laju dekomposisi pada danau di Hanoi yang tercemar oleh bahan organik adalah 0,93hari Thang et al. 2005. Laju dekomposisi dipengaruhi oleh suhu dan oksigen, serta dipengaruhi pula oleh komposisi penyusun bahan organik seperti gula, selulosa atau lignin. Laju dekomposisi gula, hemiselulosa, selulosa, dan lignin adalah berbeda-beda dan secara berurutan adalah 1,15; 0,1; 0,05 dan 0,002hari Avnimelech et al. 1995.

2.4 Simpulan dan Saran

2.4.1 Simpulan

Kedalaman hipoksia di lokasi budidaya ikan waduk Ir. H. Djuanda dimulai pada kedalaman 3 m. Nilai laju dekomposisi bahan organik k pada lokasi budidaya ikan dalam karamba tertinggi adalah 0,189 per hari.

2.4.2 Saran

Perlu dilakukan pengamatan kualitas air secara kontinyu terutama oksigen terlarut agar terpantau kedalaman lapisan oksigen dan permulaan kedalaman hipoksia terutama di lokasi budidaya sebagai early warning system terhadap kemungkinan terjadinya kematian ikan akibat konsentrasi oksigen yang rendah. Untuk menghindari terjadinya kondisi kritis oksigen dapat dilakukan melalui peningkatan oksigen terlarut seperti dengan teknik aerasi pada lapisan hipoksia. 3 KONSUMSI OKSIGEN OLEH IKAN DAN PENINGKATAN OKSIGEN TERLARUT MELALUI AERASI PADA SKALA LABORATORIUM

3.1 Pendahuluan

Oksigen merupakan faktor kunci bagi kehidupan biota air. Sumber oksigen di lingkungan perairan adalah difusi atmosfir, gerakan angin dan gelombang serta fotosintesis Floyd 1997. Oksigen terlarut di perairan yang merupakan hasil fotosintesis plankton berkisar 90-95. Oksigen terlarut dibutuhkan untuk respirasi plankton 65, respirasi ikan 20 dan juga organisme dasar. Pada danau eutrofik, rendahnya oksigen terlarut dan meningkatnya CO 2 dapat menyebabkan Low Dissolved Oxygen Syndrome LODOS, stres ekologi pada ikan, dan tidak stabilnya ekologi Schumittou 1991. Konsentrasi oksigen terlarut berfluktuasi secara harian dan musiman tergantung pada pencampuran mixing dan pergerakan turbulence massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi dan limbah yang masuk kedalam air Effendi 2003. Menurut Boyd 1998 oksigen atmosfer masuk ke air melalui difusi dan cepat mencapai kondisi jenuh. Sementara oksigen permukaan berdifusi ke lapisan bawah lebih lambat dibandingkan pada waktu difusi dari atmosfer menuju permukaan perairan. Udara mengandung oksigen 20,95. Pada tekanan barometrik standar 760 mm Hg, tekanan oksigen di udara adalah 157 mm Hg 760x0,2095. Tekanan oksigen di udara menggerakkan oksigen masuk air sampai tekanan oksigen di air sama dengan tekanan oksigen di udara. Untuk kegiatan budidaya dan kehidupan ikan memerlukan konsentrasi oksigen 3 mgL Buttner Soderberg 1993; Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 82 Tahun 2001 dan Toufeek and Korium 2009 menyebutkan bahwa oksigen untuk kehidupan ikan adalah 5-6 mgL. Paparan oksigen 2 mgL untuk beberapa hari dapat mematikan ikan dan organisme akuatik lainnya Toufeek and Korium 2009. Konsumsi oksigen atau proses respirasi adalah pengambilan oksigen dari lingkungan ke dalam tubuh biota untuk mengoksidasi bahan makanan dalam tubuh biota sehingga menghasilkan energi. Fry 1959 dalam Rostim 2001 menyatakan bahwa konsumsi oksigen sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen. Laju konsumsi oksigen oleh ikan akan berkurang apabila kandungan oksigen pada air juga berkurang. Aerasi merupakan proses transfer gas terutama oksigen dari fase gas ke fase cair. Aerasi terdifusi diffused aeration didefinisikan sebagai injeksi udara yang kaya oksigen dengan tekanan tertentu di bawah permukaan cairan Muller et al. 2002. Aerasi bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut dalam air. Tujuan penelitian untuk mengkaji konsumsi oksigen oleh ikan dan peningkatan oksigen dengan aerasi.