113
Kesesuaian dan Daya Dukung Lahan Pariwisata
Berdasarkan hasil survei lapangan dan evaluasi kesesuaian lahan untuk kegiatan pariwisata di Kepulauan Tanakeke dikelompokkan kedalam dua kegiatan
wisata yaitu wisata pantai dan wisata bahari. Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai
seperti rekreasi, dan menikmati pemandangan wisata mangrove. Sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya bawah
laut seperti selam dan snorkling.
Wisata Pantai. Berdasarkan hasil analisis spasial dengan pendekatan
Sistem Informasi Geografis SIG dengan memasukkan parameter kesesuaian lahan, maka daerah yang masuk kategori sangat sesuai dan sesuai untuk wisata
pantai kategori wisata mangrove di gugus Kepulauan Tanakeke berada di pulau Tanakeke, Lantangpeo dan Bauluang dengan panjang jalur tracking masing-
masing 2.88 km, 4.61 km dan 1.94 km. Hasil evaluasi kesesuaian lahan tersebut disajikan pada Tabel 40 dan Gambar 37. Sedangkan wisata pantai kategori wisata
rekreasi berada di pulau Bauluang, Satangnga dan sepanjang pantai Pulau Dayang-Dayangan, baik di daratan pantai pasir putih maupun di perairan pantai
dengan kedalaman 1 – 10 meter. Hasil evaluasi kesesuaian lahan tersebut disajikan pada Tabel 41 dan Gambar 38.
Tabel 40 Hasil evaluasi kesesuaian lahan perairan untuk wisata pantai kategori
wisata mangrove
Kelas kesesuaian Lahan No. Gugus
Kepulauan Tanakeke
Sangat Sesuai km Sesuai km
1. Pulau Tanakeke
- 2.88
2. Pulau Lantangpeo
Jalur 1 Jalur 2
Jalur 3 Jalur 4
4.61 2.10
0.58 0.89
1.04 -
3. Pulau Bauluang
1.94 -
4. Pulau Satangnga
- -
5. Pulau Dayang2an
- -
Jumlah 6.55 2.88
114
Tabel 41 Hasil evaluasi kesesuaian lahan perairan untuk wisata pantai kategori
rekreasi
Kelas kesesuaian Lahan No. Gugus
Kepulauan Tanakeke Sangat Sesuai
Km
2
Sesuai Km
2
1. Pulau Tanakeke
- -
2. Pulau Lantangpeo
- -
3. Pulau Bauluang
- 0.15
4. Pulau Satangnga
- 0.14
5. Pulau Dayang2an
- perairan dangkal - pasir putih
0.08 0.16
0.03 Jumlah 0.24
0.32
Kegiatan wisata mangrove di Kepulauan Tanakeke didasarkan pada daya tarik keindahan alam panorama mangrove yang masih alami, dimana di dalamnya
banyak lorong-lorong kecil berupa sungai-sungai dengan kedalaman sekitar 60 cm pada waktu pasang dengan lebar 2 – 3 meter dan juga hamparan teluk yang begitu
luas. Berdasarkan hasil survei dan analisis yang dilakukan diperoleh kegiatan yang menjadi tujuan kegiatan wisata mangrove antara lain; memandang alam
baik keindahan alam mangrove maupun satwa yang ada didalamnya, pemotretan, berperahu menelusuri sungai-sungai didalam kawasan mangrove,
berperahu mengelilingi pulau tanakeke melalui teluk-teluk pada waktu pasang serta memandang keindahan alam Kepulauan Tanakeke di atas mercusuar di pulau
Dayang-dayangan.
Wilayah yang sesuai untuk kegiatan ini meliputi Pulau Tanakeke, Pulau Lantangpeo dan Pulau Bauluang serta Pulau dayang-Dayangan. Kegiatan yang
dapat dilakukan di Pulau Tanakeke dan Lantangpeo yaitu mengelilingi pulau dengan naik perahu kapasitas 5-7 orang melalui teluk-teluk maupun sungai-sungai
kecil di dalam kawasan mangrove sambil menikmati keindahan panorama alam yang ada di dalamnya. Luas total teluk pulau Tanakeke dan Lantangpeo adalah
sekitar 16.05 km
2
, sedangkan panjang sungai-sungai kecil yang ada di dalam kawasan mangrove disajikan pada Tabel 40.
Disamping itu kenakeragaman flora dan fauna yang cukup unik dan murni sebagai spesies endemik juga sangat menarik bagi wisatawan, misalnya jenis ikan
baronang ”biawasa” Siganus sp, yang hanya ditemukan pada musim-musim
115
tertentu saja dengan populasi yang sangat besar dengan telur sebesar setengah ukuran badan induknya. Selain itu juga ditemukan ”kepiting dato” Scylla sp
yang mempunyai carapace cangkang yang dapat mencapai ukuran sekitar 25 cm. Selain itu juga ditemukan hewan langkah lainnya seperti populasi kuda
laut Hippocampus sp dan koloni burung-burung laut yang merupakan hewan yang spesifik yang ditemukan hidup di areal hutan bakau.
Semua kegiatan tersebut menjadi atraksi yang cukup menarik bagi wisatawan mancanegara maupun domestik yang letaknya yang relatif dekat
dengan kota Makassar, yaitu sekitar kurang lebih 40 km atau dengan perjalanan kurang lebih satu jam perjalanan darat dan perjalanan lewat laut dengan speed-
boat sekitar 30-45 menit. Namun sekarang ini belum dikembangkan sama sekali. Kegiatan pariwisata pantai yang sesuai didaerah ini meliputi berjalan
santai mengelilingi pulau, berjemur di pasir putih, berperahu dan berenang di perairan sekitar pantai dengan kedalaman 1 – 3 meter. Selain itu, di kawasan
tersebut juga terdapat mercusuar dengan ketinggian sekitar 30 meter dengan luas puncak menara sekitar 25 m
2
5 x 5 m sehingga dapat dimanfaatkan wisatawan untuk melihat suasana pemandangan alam Kepulauan Tanakeke dari atas.
Kegiatan pariwisata di kepulauan Tanakeke sangat tergantung kepada musim, dimana pada musim barat dan timur Nopember - Pebruari sama sekali
tidak dapat dimanfaatkan untuk kunjungan wisata karena tinggi gelombang dapat mencapai sekitar 1,5 – 2 meter. Kegiatan pariwisata di kawasan ini hanya efektif
pada musim peralihan yaitu sekitar bulan Maret – Oktober. Mengingat pengembangan wisata bahari dan pantai tidak bersifat mass
tourism, mudah rusak dan ruang pengunjung sangat terbatas, maka perlu
penentuan daya dukung kawasan yaitu jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung dikwasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa
menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Untuk mengetahui seberapa besar daya dukung lahan untuk masing-masing kegiatan tersebut, di sajikan pada
Tabel 42 dan 43.
116
Tabel 42 Hasil analisis daya dukung kawasan untuk wisata pantai kategori
wisata mangrove
Daya Dukung Kawasan orang No. Gugus
Kepulauan Tanakeke
Sangat Sesuai Sesuai
1. Pulau Tanakeke
- 230
2. Pulau Lantangpeo
Jalur 1 Jalur 2
Jalur 3 Jalur 4
368 168
46 71
83 -
3. Pulau Bauluang
155 -
4. Pulau Satangnga
- -
5. Pulau Dayang2an
- -
Jumlah
523 230
Tabel 43
Hasil analisis daya dukung kawasan untuk wisata pantai kategori rekreasi
Daya Dukung Kawasan orang No. Gugus
Kepulauan Tanakeke
Sangat Sesuai Sesuai
1. Pulau Tanakeke
- -
2. Pulau Lantangpeo
- -
3. Pulau Bauluang
- 1200
4. Pulau Satangnga
- 1120
5. Pulau Dayang2an
- perairan dangkal - pasir putih
640 1280
240 Jumlah 1920
2560
Wisata Bahari.
Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan perairan untuk kegiatan wisata bahari yang meliputi wisata snorkling dan selam, maka
daerah yang masuk kategori sangat sesuai dan sesuai di gugus Kepulauan Tanakeke berada di pulau Bauluang, Satangnga dan Dayang-dayangan. Hasil
evaluasi kesesuaian lahan untuk kategori wisata snorkling disajikan pada Tabel 44 dan Gambar 39. Sedangkan wisata bahari kategori wisata selam disajikan pada
Tabel 45 dan Gambar 40.
117
Tabel 44 Hasil evaluasi kesesuaian lahan perairan untuk ekowisata bahari
kategori wisata snorkling
Kelas kesesuaian Lahan No.
Gugus Kepulauan Tanakeke Sangat Sesuai
Km
2
Sesuai Km
2
1. Pulau Tanakeke
- -
2. Pulau Lantangpeo
- -
3. Pulau Bauluang
0.15 0.08
4. Pulau Satangnga
0.09 0.21
5. Pulau Dayang2an
0.11 0.14
Jumlah 0.35 0.43
Tabel 45 Hasil evaluasi kesesuaian lahan perairan untuk ekowisata bahari
kategori wisata selam
Kelas kesesuaian Lahan No.
Gugus Kepulauan Tanakeke Sangat Sesuai
Km
2
Sesuai Km
2
1. Pulau Tanakeke
- -
2. Pulau Lantangpeo
- -
3. Pulau Bauluang
0.07 0.12
4. Pulau Satangnga
0.41 0.47
5. Pulau Dayang2an
0.16 0.25
Jumlah 0.64 0.84
Kegiatan wisata bahari di wilayah ini juga tergantung pada musim atau sama dengan pariwisata pantai, hanya bisa dilakukan pada musim peralihan saja
yaitu pada bulan Maret – Oktober. Untuk mengetahui seberapa besar daya dukung lahan untuk kegiatan tersebut, di sajikan pada Tabel 46 dan 47.
Tabel 46
Hasil analisis daya dukung kawasan untuk ekowisata bahari kategori wisata snorkling
Daya Dukung Kawasan orang No.
Gugus Kepulauan Tanakeke Sangat Sesuai
Sesuai 1. Pulau
Tanakeke -
- 2. Pulau
Lantangpeo -
- 3. Pulau
Bauluang 1200
640 4. Pulau
Satangnga 720
1680 5. Pulau
Dayang2an 880
1120 Jumlah 2800
3440
118
Tabel 47 Hasil analisis daya dukung kawasan untuk ekowisata bahari kategori
wisata selam
Daya Dukung Kawasan orang No.
Gugus Kepulauan Tanakeke Sangat Sesuai
Sesuai 1. Pulau
Tanakeke -
- 2. Pulau
Lantangpeo -
- 3. Pulau
Bauluang 560
960 4. Pulau
Satangnga 3200
3760 5. Pulau
Dayang2an 1280
2000 Jumlah 5040
6720
119
Gambar 37 Peta kesesuaian kawasan wisata mangrove di Kepulauan Tanakeke
1
Pulau Dayang-Dayangan
Pulau Satangnga Pulau Bauluang
Pulau Lantangpeo
742500
742500 750000
750000 757500
757500 9390
000 9390
000 93
975 00
PETA KESESUAIAN WISATA PANTAI
KATEGORI WISATA MANGROVE DI KEPULAUAN TANAKEKE
1000 1000
2000 Meter N
E W
S
5° 5°
3° 3°
118° 120°
120° 118°
122°
122°
Prov. Sulawesi Selatan Prov. Sulawesi Barat
Peta Indeks
Sumber : - Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal
- Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Citra Satelit Landsat_TM 2003
PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bogor 2007
Pulau Tanakeke
ABDUL RAUF PROGRAM S3
2
Kawasan Ekowisata Tracking Mangrove
Kawasan Ekowisata Tracking Mangrove
Legenda :
Keterangan Umum :
Ê Ú
1
Ê Ú
1
1 1
1
1 1
120
Gambar 38 Peta kesesuaian kawasan wisata rekreasi di Kepulauan Tanakeke
Legenda :
ABDUL RAUF PROGRAM S3
Pulau Tanakeke
PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bogor 2007 Sumber :
- Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal
- Citra Satelit Landsat_TM 2003
Peta Indeks
5° 5°
3° 3°
118° 120°
120° 118°
122°
122°
Prov. Sulawesi Selatan Prov. Sulawesi Barat
N E
W S
1000 1000
2000 Meter
PETA KESESUAIAN WISATA PANTAI
KATAGORI REKREASI DI KEPULAUAN TANAKEKE
939 7500
93975 00
9390 000
9390 000
757500 757500
750000 750000
742500 742500
Pulau Lantangpeo Pulau Bauluang
Pulau Satangnga Pulau Dayang-Dayangan
1 2
3
1 2
3
3 3
121
Gambar 39 Peta kesesuaian kawasan wisata selam di Kepulauan Tanakeke
Pulau Dayang-Dayangan
Pulau Satangnga
Pulau Bauluang Pulau Lantangpeo
742500
742500 750000
750000 757500
757500 9390
000 9390
000 93
975 00
939 750
PETA KESESUAIAN EKOWISATA BAHARI
KATAGORI WISATA SELAM DI KEPULAUAN TANAKEKE
1000 1000
2000 Meter N
E W
S
5° 5°
3° 3°
118° 120°
120° 118°
122°
122°
Prov. Sulawesi Selatan Prov. Sulawesi Barat
Peta Indeks
Sumber : - Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal
- Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Citra Satelit Landsat_TM 2003
PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bogor 2007
Pulau Tanakeke
ABDUL RAUF PROGRAM S3
Legenda :
1 2
1 2
2 1
11 2
2 1
1 2
122
Gambar 40 Peta kesesuaian kawasan wisata snorkling di Kepulauan Tanakeke
Legenda :
ABDUL RAUF PROGRAM S3
Pulau Tanakeke
PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bogor 2007 Sumber :
- Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal
- Citra Satelit Landsat_TM 2003
Peta Indeks
5° 5°
3° 3°
118° 120°
120° 118°
122°
122°
Prov. Sulawesi Selatan Prov. Sulawesi Barat
N E
W S
1000 1000
2000 Meter
PETA KESESUAIAN EKOWISATA BAHARI
KATAGORI WISATA SNORKLING DI KEPULAUAN TANAKEKE
93 975
00 939
750
9390 000
9390 000
757500 757500
750000 750000
742500 742500
Pulau Lantangpeo Pulau Bauluang
Pulau Satangnga Pulau Dayang-Dayangan
1 2
2 1
1 2
1 2
123
Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Kawasan Permukiman
Kawasan permukiman mempunyai peran yang sangat strategis khususnya dalam pengembangan wilayah, mengingat kawasan ini merupakan pusat-pusat
pertumbuhan wilayah centre of growth yang sekaligus merupakan pusat koleksi- distribusi produk-produk unggulan wilayah serta pusat pelayanan jasa
pemerintahan dan jasa-jasa lainnya. Melalui keterkaitan yang sangat erat antar pusat permukiman diharapkan dapat tercipta pertumbuhan ekonomi dan
pemerataan kesejahteraan masyarakat pada kawasan yang lebih luas. Bentuk dan hakekat permukiman khususnya diwilayah kepulauan harus merupakan bagian
integral dan tidak bertentangan dengan proses dan fenomena ekologi pesisir secara menyeluruh.
Dalam penentuan lokasi yang sesuai untuk kawasan permukiman, parameter yang menjadi indikator adalah ketersediaan air tawar, jarak dari pantai
mangrove, topografi, drainase, keberadaan dermaga fasilitas transportasi dan ketersediaan sumberdaya alam. Berdasarkan hasil analisis evaluasi kesesuaian
lahan, luas lokasi yang sesuai dan sesuai bersyarat masing-masing 0,78 km
2
dan 13.39 km
2
dengan total sekitar 14,17 km
2
. Lokasi yang termasuk dalam kategori sesuai dan sesuai bersyarat tersebut disajikan pada Tabel 48 dan Gambar41.
Tabel 48
Kelas kesesuaian dan luas lahan km
2
permukiman di Kepulauan Tanakeke
Kelas Kesesuaian Lahan No. Gugus
Pulau Sesuai km
2
Sesuai Bersayarat km
2
Persen dari luas gugus pulau
1. Tanakeke 13.07
39.9 2. Lantangpeo
0.24 4.14
3. Bauluang 0.51
- 16.1
4. Satangnga 0.27
- 37.5
5. Dayang-Dayangan -
0.08 25
Jumlah Total 0.78
13.39
Sumber : Hasil analisis dan interpretasi citra satelit landsat_TM 2003
124
Gambar 41 Peta kesesuaian lokasi permukiman di Kepulauan Tanakeke
Pulau Tanakeke Pulau Lantangpeo
Pulau Bauluang Pulau Satangnga
Pulau Dayang-Dayangan
ABDUL RAUF PROGRAM S3
PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bogor 2007 Sumber :
- Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal
- Citra Satelit Landsat_TM 2003
Legenda :
Peta Indeks :
5° 5°
3° 3°
118° 120°
120° 118°
122°
122° Prov. Sulawesi Selatan
Prov. Sulawesi Barat
N E
W S
1000 1000
2000 Meter
PETA KESESUAIAN PERMUKIMAN
DI KEPULAUAN TANAKEKE
742500
742500 750000
750000 757500
757500 9390
000 9390
000 93
975 00
939 750
Sesuai 1
2 Sesuai Bersyarat
1 2
1
2 2
2
Keterangan Umum :
Mangrove Jarak Mangrove dg Permukiman
Laut Dalam Laut Dangkal
125
Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Kawasan Konservasi
Kawasan konservasi diartikan sebagai pemanfaatan lahan yang mempunyai fungsi perlindungan, sistem penyangga, pengawetan keanekaragaman
jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan sumberdaya hayati dan ekosistemnya. Sedangkan fungsi utama kawasan konservasi adalah sebagai
pelindung kelestarian lingkungan yang mencakup sumberdaya alami dan buatan. Metode yang digunakan dalam menganalisis kesesuaian lahan untuk
kawasan konservasi adalah dengan pendekatan PCRA dengan teknik Focus Group Discussion FGD
. Teknik pendekatan ini dilakukan dengan mengumpulkan masyarakat pada setiap pulau beserta aparat desa setempat untuk membahas
mencari kata mupakat mengenai lokasi-lokasi yang perlu mendapatkan perlindungan konservasi yang dipimpin diarahkan oleh peneliti sendiri. Hasil
dari pertemuan atau diskusi ini menjadi acuan untuk mengalokasikan lokasi-lokasi yang ditunjuk secara bersama-sama sebagai hasil mupakat menjadi kawasan yang
dilindungi konservasi. Berdasarkan hasil kesepakatan tersebut, maka lokasi yang disepakati untuk
menjadi kawasan konservasi adalah semua kawasan mangrove yang masih tersisa dari keempat gugus pulau, yaitu Pulau Tanakeke, Lantangpeo, bauluang dan
Satangnga. Selanjutnya kawasan terumbu karang hidup yang berada pada bagian barat semua pulau juga disepakati sebagai kawasan konservasi karena kawasan
tersebut menjadi pelindung pantai barrier reef dari gelombang dan arus yang kencang pada saat musim barat dan timur. Hasil kesepakatan kemudian
dilanjutkan dengan analisis spasial yaitu dengan mendeliniasi lokasi-lokasi yang ditunjuk tersebut menjadi lokasi kawasan konservasi sehingga dapat diperoleh
luasannya. Luas keseluruhan mangrove dan terumbu karang yang ada di Kepulauan Tanakeke yang disepakati sebagai kawasan konservasi adalah masing-
masing sebesar 15,49 km
2
dan 2,15 km
2
. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 42.
126
Gambar 42
. Peta kesesuaian lokasi konservasi di Kepulauan Tanakeke
Pulau Tanakeke Pulau Lantangpeo
Pulau Bauluang Pulau Satangnga
1
ABDUL RAUF PROGRAM S3
PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bogor 2007 Sumber :
- Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal
- Citra Satelit Landsat_TM 2003
Legenda :
Sesuai Kawasan Konservasi Mangrove
Peta Indeks
5° 5°
3° 3°
118° 120°
120° 118°
122°
122° Prov. Sulawesi Selatan
Prov. Sulawesi Barat
N E
W S
1000 1000
2000 Meter
PETA KESESUAIAN KAWASAN KONSERVASI
MANGROVE DAN TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TANAKEKE
742500
742500 750000
750000 757500
757500 93
90000 939000
939750 93
97500
Sesuai Kawasan Konservasi Terumbu Karang
2
Pulau Dayang-Dayangan
Potret Terumbu Karang
Potret Mangrove
3 1
2
1 1
2
1
2
127
Analisis Finansial Terhadap Kegiatan Perikanan di Kep Tanakeke
Di Kepulauan Tanakeke, terdapat beberapa kegiatan perikanan yang dilakukan oleh masyarakat saat ini, antara lain : budidaya rumput laut dan
penangkapan ikan. Untuk mengetahui sejauh mana kegiatan tersebut memberikan keuntungan atau kontribusi kepada masyarakat setempat, maka dilakukan analisis
ekonomi atau finansial. Khusus untuk keramba jaring apung, analisis ekonomi yang dilakukan
didadasarkan pada kegiatan budidaya yang pernah dilakukan sebelumnya pada lokasi yang karakateristiknya relatif hampir sama dengan Kepulauan Tanakeke
yaitu di Teluk Awarange, Kabupaten Barru Rahmansyah, 2004. Karena kegiatan ini belum pernah dilakukan di lokasi tersebut, penulis hanya memberikan
gambaran secara ekonomi bahwa kegiatan ini mempunyai prospek untuk dikembangkan pada lokasi penelitian khususnya pada lokasi yang sesuai
berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan. Adapun analisis finansial dari masing-masing kegiatan perikanan tersebut
akan diuraikan dibawah ini : Budidaya Rumput Laut
Berdasarkan hasil analisis finansial terhadap peruntukan budidaya rumput laut lampiran 11, menunjukkan bahwa investasi awal yang dibutuhkan pada
usaha ini adalah berkisar antara Rp 1.206.250,00 – Rp 2.066.250,00 dengan keuntungan pertahun berkisar antara Rp 2.619.750,00 – Rp 9.619.750,00.
Berdasarkan hasil
perhitungan cash flow
selama kurun waktu 10 tahun dengan suku bunga 10 terhadap kriteria investasi seperti Net Present Value
NPV, Benefit Cost Ratio Net BC dan Internal Rate of Return IRR, dan Pay Back Periode
PBP menunjukkan bahwa usaha budidaya rumput laut di wilayah pesisir Pulau Tanakeke cukup menguntungkan dari segi finansial dan layak untuk
dikembangkan jika dikelola secara baik professional Hasil analasis masing- masing kriteria investasi tersebut disajikan pada Tabel 49.
128
Tabel 49 Hasil analisis finansial kegiatan budidaya rumput laut di Kepulauan
Tanakeke
No. Uraian Nilai
1 Investasi Rp
1.206.250 –
2.066.250 1
Net Present Value NPV Rp 1.883.582 – 35.962.515
2 Net Benefit-Cost Ratio net BC
1.16 – 3.99 3
Internal Rate of Return IRR 14 - 81
4 RC ratio
1.23 – 1.85 5
Pay Back Periode 0.13 – 0.51
6 Discount Faktor
10
Keramba Jaring Apung KJA
Analisis kelayakan terhadap usaha Keramba Jaring Apung KJA yang akan diuraikan disini dibagi atas dua jenis usaha budidaya, yaitu budidaya Ikan
bandeng dan Ikan Kerapu Lumpur. Kedua usaha KJA ini tidak dilakukan dilokasi penelitian, karena belum ada yang mengusahakannya, namun penulis merasa perlu
memberikan gambaran umum mengenai tingkat kelayakan kedua usah tersebut. Sebab dalam evaluasi kesesuaian lahan terdapat lokasi yang sesuai untuk kedua
usaha budidaya KJA tersebut. Hasil analisis finansial terhadap usaha budidaya bandeng dalam KJA
Rahmansyah, 2004 secara ekonomi layak diusahakan dan mampu memberikan kontribusi ekonomi bagi masyarakat pesisir khususnya Pulau Tanakeke. Adapun
hasil analisis kelayakannya dapat dilihat pada Tabel 50 dan Lampiran 12,
Tabel 50
Hasil analisis usaha budidaya ikan bandeng dalam keramba jaring apung di Teluk Awerange, Kabupaten Barru Rahmansyah, 2004
No. Uraian Nilai
Rp 1 Investasi
304.500.000 2 Total
Biaya Tetap
141.900.000 3 Total
Biaya Variabel
653.245.880 4 Total
Biaya 795.145.880
5 Total Penerimaan
1.080.000.000 6 Keuntungan
175.368.708 7 RC
1.36 8
Pay Back Periode 20,84 bulan
129 Untuk usaha budidaya ikan kerapu lumpur dalam KJA, berdasarkan hasil
analisis finansialnya Rahmansyah, 1999, secara ekonomi juga layak untuk dikembangkan dan mampu memberikan keuntungan yang signifikan. Hasil
analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 51 dan Lampiran 13.
Tabel 51
Hasil analisis usaha budidaya ikan kerapu lumpur dalam keramba jaring
apung di
Teluk Awerange,
Kabupaten Barru
Rahmansyah, 1999
No. Uraian Nilai
Rp 1 Investasi
19.800.000 2 Total
Biaya Tetap
9.693.333 3 Total
Biaya Variabel
44.368.800 4 Total
Biaya 54.062.133
5 Total Penerimaan
80.640.000 6 Keuntungan
18.186.747 7 RC
1.49 8
Pay Back Periode 32.19 bulan
Perikanan Tangkap
Masyarakat Kepulauan Tanakeke, disamping bermata pencaharian budidaya rumput laut, sebagian besar juga mempunyai profesi sebagai nelayan.
Dari lima pulau yang ada di gugus Kepulauan Tanakeke, Pulau Tanakeke lebih separuh penduduknya berprofesi sebagai petani rumput laut, sedangkan empat
pulau lainnya semuanya menggantungkan hidupnya sebagai nelayan. Nelayan Kepulauan Tanakeke pada umumnya melakukan penangkapan
ikan dengan menggunakan alat tangkap yang masih tergolong tradisional, seperti jaring insang gill net , sero, bubu dan pancing ulur. Dari empat jenis alat tangkap
tersebut, tiga diantaranya yang menjadi fokus untuk dilakukan analisis finansial. Karena ketiga alat ini memerlukan modal usaha yang cukup untuk
pengoperasiannya, sedangkan pancing tanpa dianalisis sudah pasti untung karena disamping modalnya sangat sedikit, biaya operasionalnya juga tergolong sangat
rendah sementara penghasilannya kadang-kadang satu trip sudah bisa kembali modal, tergantung musim penangkapan ikan.
130 1 Alat Tangkap Gill Net
Jaring insang gill net, merupakan alat tangkap yang dominan dioperasikan masyarakat khususnya di gugus Kepulauan Tanakeke. Karena alat
ini mempunyai konstruksi yang cukup sederhana dan dapat dibuat sendiri oleh masyarakat nelayan. Disamping itu teknis pengoperasiannya juga cukup mudah
dan biaya operasionalnya relatif rendah. Alat penangkapan ikan ini dioperasikan pada permukaan laut dengan sasaran ikan pelagis. Ikan – ikan yang tertangkap
tergantung dari ukuran mata jaringnya, seperti baronang, kakap, katamba, lencam, kembung, tongkol, rajungan dan lain-lain.
Hasil analisis usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap gill net Lampiran 14 menunjukkan bahwa investasi awal yang dibutuhkan pada usaha
ini adalah berkisar Rp 1.064.000 – Rp 8.959.000 dengan keuntungan pertahun berkisar Rp 2.841.167 – Rp 12.920.571, sedangkan hasil perhitungan kelayakan
ekonominya disajikan pada Tabel 52. Pada tabel tersebut terlihat bahwa usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap gill net di wilayah perairan sekitar gugus
Kepulauan Tanakeke cukup menguntungkan dari segi finansial dan layak untuk dikembangkan.
Tabel 52 Hasil analisis finansial kegiatan penangkapan ikan dengan alat tangkap
Gill Net di Kepulauan Tanakeke
No. Uraian Nilai
1 Nilai investasi
Rp 1.064.000 – 8.959.000 2
Net Present Value NPV Rp 2.631.783 – 51.748.443
3 Net Benefit-Cost Ratio net BC
1.23- 4.93 4
Internal Rate of Return IRR 12.5 - 63
5 RC ratio
1.23 – 1.76 6
Pay Back Periode 0.37 – 1.43
7 Discount Faktor
10
2 Dengan Alat Tangkap Sero Jenis alat tangkap sero atau dengan bahasa daerah “bila” banyak
dioperasikan di Pulau Tanakeke, karena daerah ini memiliki bentuk pantai yang sangat landai dan pada saat surut terendah bisa mencapai satu km dari daratan
pulau. Alat ini menangkap ikan dengan cara terperangkap yaitu pada waktu
131 pasang tertinggi ikan-ikan banyak mendekati daratan untuk mencari makan dan
sebagian terbawa oleh arus pasang surut. Pada waktu air mulai surut ikan-ikan tersebut juga ikut mengikuti arus pasang surut. Karena posisi bukaan mulut sero
yang lebar dari arah daratan dan semakin kecil kearah lautan yang disertai patok yang memanjang ditengahnya akan menggiring ikan masuk kedalam perangkap,
sehingga pada waktu surut terendah ikan-ikan berkumpul dan terperangkap pada kantong sero paling belakang.
Alat tangkap sero dapat menangkap berbagai jenis ikan, baik ikan-ikan yang bersifat pelagis, pertengahan maupun ikan dasar dan ikan karang.
Hasil tangkapan yang diperoleh tergantung dari musim, yaitu musim puncak Juni – Agustus dengan jumlah trip sebanyak 30 trip hasil 10 kgtrip, musim
biasa September – Nopember dengan jumlah trip sebesar 30 trip hasil rata-rata 5 kgtrip dan musim paceklik Maret – Mei dengan jumlah 18 trip hasil rata-rata
2 kgtrip dengan harga yang berlaku tiap musimnya dianggap tetap Rp 12.000,-kg.
Hasil analisis usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap sero Lampiran 15 menunjukkan bahwa investasi awal yang dibutuhkan pada usaha
ini adalah berkisar Rp 2.322.000 – Rp 3.958.000 dengan keuntungan pertahun berkisar Rp 3.136.843 – 3.785.933, sedangkan hasil perhitungan kelayakan
ekonominya disajikan pada Tabel 53. Pada tabel tersebut terlihat bahwa kegiatan investasi untuk usaha penangkapan dengan alat tangkap sero di Pulau Tanakeke
secara finansial cukup menguntungkan dan mempunyai prospek yang layak dikembangkan jika dikelola secara professional.
Tabel 53
Hasil analisis finansial kegiatan penangkapan ikan dengan alat tangkap sero di Kepulauan Tanakeke
No. Uraian Nilai
1 Nilai investasi
Rp 2.322.000 – 3.958.000 2
Net Present Value NPV Rp 184.543 – 4.851.889
3 Net Benefit-Cost Ratio net BC
1.02 – 1.90 4
Internal Rate of Return IRR 12 – 35
5 RC ratio
2.16 – 2.85 6
Pay Back Periode 0.61 – 1.26
7 Discount Faktor
10
132 3 Dengan Alat Tangkap Bubu
Bubu merupakan salah satu alat penangkapan ikan yang sifatnya pasif atau sama dengan alat tangkap sero dan jaring insang gill net. Alat tangkap ini
dioperasikan pada daerah sekitar ekosistem terumbu karang, sehingga secara ekologi alat ini kurang rama lingkungan karena dapat merusak ekosistem terumbu
karang. Namun demikian sampai sekarang belum ada alat tangkap yang efektif untuk menangkap ikan karang selain bubu dan pancing. Pengoperasian alat
tangkap ini juga relatif muda yaitu dengan meletakkan bubu pada sekitar terumbu karang selama beberapa hari baru diangkat untuk diambil hasil tangkapannya dan
tidak tergantung dengan musim penangkapan dapat dilakukan sepanjang tahun dengan trip duration 3 – 7 hari. Sifat penangkapannya sama dengan sero yaitu
ikan terperangkap. Hasil analisis usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap bubu
Lampiran 16 menunjukkan bahwa investasi awal yang dibutuhkan pada usaha ini adalah berkisar Rp 1.613.000 – Rp 1.823.000 dengan keuntungan pertahun
berkisar Rp 1.211.642 – 3.645.714, sedangkan hasil perhitungan kelayakan ekonominya disajikan pada Tabel 54. Pada tabel tersebut terlihat bahwa kegiatan
investasi untuk usaha penangkapan dengan alat tangkap bubu di gugus Kepulauan Tanakeke secara finansial cukup menguntungkan dan mempunyai prospek yang
layak dikembangkan. Tentunya melalui pengelolaan yang professional yaitu penempatan bubu harus dikontrol sehingga tidak merusak lingkungan terumbu
karang. Tabel 54
Hasil analisis finansial kegiatan penangkapan ikan dengan alat tangkap bubu di Kepulauan Tanakeke
No. Uraian Nilai
1 Nilai investasi
Rp 1.613.000 – 1.823.000 2
Net Present Value NPV Rp 41.097 – 9.637.317
3 Net Benefit-Cost Ratio net BC
1.00 – 2.46 4
Internal Rate of Return IRR 29 – 49
5 RC ratio
1.20 – 1.77 6
Pay Back Periode 0.49 – 1.49
7 Discount Faktor
10
133
Analisis Prioritas Pengembangan Berbagai Peruntukan Lahan di Kepulauan Tanakeke
Kepulauan Tanakeke memiliki potensi lahan cukup besar untuk dikelola secara lestari. Pada analisis sebelumnya yaitu analisis kesesuaian lahanperairan
bagi berbagai peruntukan lahan, diperoleh hasil bahwa secara ekologi masing- masing peruntukan lahan memiliki potensi strategis untuk dapat dikembangkan.
Peruntukan lahan yang dimaksud disini adalah perikanan rumput laut, keramba jaring apung dan penangkapan ikan, pariwisata pantai dan bahari, konservasi
dan permukiman. Namun demikian disamping faktor ekologi , masih ada beberapa faktor lain yang memiliki peranan penting yang cukup signifikan dalam
mempengaruhi pengembangan berbagai peruntukan lahan tersebut, antara lain faktor ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Oleh karena itu perlu dilakukan
pemilihan prioritas peruntukan lahan yang didasarkan dengan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial budaya masyarakat, sehingga dapat dimanfaatkan secara
optimal dan berkelanjutan. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka kriteria ekologi
mempunyai peranan yang lebih penting dari kriteria sosial-budaya dan ekonomi, hal ini diperoleh berdasarkan analisis terhadap tingkat kepentingan pada masing-
masing kriteria tersebut. Nilai kriteria ekologi mempunyai bobot tertinggi yaitu 0,472 kemudian kriteria sosial budaya dan ekonomi dengan bobot masing-masing
0,354 dan 0,174. Secara rinci hasil pembobotan terhadap masing-masing kriteria dan sub kriteria tersebut, disajikan pada Tabel 55 dan Lampiran 17.
Tabel 55 Nilai bobot masing-masing kriteriasub kriteria pada pengembangan
berbagai peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke No
KriteriaSub Kriteria atribut Bobot
1.
Ekologi:
a. Kesesuaian Lahan b. Luas lahanperairan
c. Potensi dampak lingkungan
0,472 0,066
0,068 0,051
134 d. Keterpaduan penggunaan lahan
e. Ketersediaan air tawar f. Kenaekaragaman hayati
g. Ketersediaan sumberdaya h. Keterkaitan ekosistem
0,063 0,029
0,064 0,066
0,065 2.
Ekonomi:
a. Pasar b. Kontribusi terhadap perekonomian Masyarakat
c. Peranan koperasi d. Aksesibilitas
0,174 0,049
0,051 0,026
0,049 3.
Sosial Budaya:
a. Konflik kepentingan b. Perhatian pemerintah
c. Keinginan masyarakat d. Pelibatan pihak yang berkepentingan
e. Peraturan f. Adatkebiasaan
g. Status penggunaan lahan
0,354 0,043
0,047 0,057
0,041 0,039
0,069 0,059
Total
1,000
Sumber: Hasil olahan data primer pada kriteria yang dibangun berdasarkan kondisi lingkungan saat penelitian
. Data yang diperoleh dari hasil pembobotan tersebut, kemudian dianalisis
dengan menggunakan bantuan perangkat lunak komputer program teknik Simple Multi Attribute Rating Technigue
SMART dan teknik Visual Interactive Sensitivity Analisys
VISA. Karena keterbatasan kemampuan dari software SMART yang digunakan hanya mampu mengakomodir kasus yang memiliki
jumlah variabel kurang dari 20, maka dalam pengoperasiannya dilakukan pemecahan setiap kriteria menjadi tiga bagian yaitu: kriteria ekologi, ekonomi dan
sosial-budaya
.
Hasil analisis dengan menggunakan teknik SMART dapat dilihat pada Tabel 56.
135
Tabel 56 Hasil analisis Multi Criteria Decision Making MCDM dengan teknik
SMART pada kriteria ekologi. Peruntukan Kriteria
Ekologi Prioritas
Rumput Laut 0.976
1 Penangkapan Ikan
0.888 2
KJA 0.839 5
Wisata Pantai 0.854
4 Wisata Bahari
0.856 3
Konservasi 0.814 6
Pemukiman 0.682 7
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 56 di atas terlihat bahwa pada kriteria ekologi untuk prioritas peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke berturut-
turut, yaitu budidaya rumput laut, penangkapan ikan, wisata bahari, wisata pantai, KJA, konservasi, dan terkahir yakni permukiman.
Tabel 57 Hasil analisis Multi Criteria Decision Making MCDM dengan teknik
SMART pada kriteria ekonomi. Peruntukan Kriteria
Ekonomi Prioritas
Rumput Laut 0.870
1 Penangkapan 0.870
2 KJA 0.839
3 Wisata Pantai
0.611 4
Wisata Bahari 0.582
5 Konservasi 0.555
6 Pemukiman 0.555
7 Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 57 di atas terlihat bahwa pada
kriteria ekonomi untuk prioritas peruntukan lahan Kepulauan Tanakeke berturut- turut, yaitu budidaya rumput laut, penangkapan ikan, KJA, wisata pantai, wisata
bahari, konservasi, dan terkahir yakni permukiman.
136
Tabel 58 Hasil analisis Multi Criteria Decision Making MCDM dengan teknik
SMART pada kriteria sosial budaya Peruntukan Kriteria
SosBud Prioritas
Rumput Laut 0.879
2 Penangkapan 0.882
1 KJA 0.726
4 Wisata Pantai
0.775 3
Wisata Bahari 0.714
5 Konservasi 0.632
6 Pemukiman 0.630
7 Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 58 di atas terlihat bahwa pada
kriteria sosial budaya untuk prioritas peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke berturut-turut, yaitu penangkapan ikan menempati urutan pertama kemudian,
budidaya rumput laut, wisata pantai, KJA, wisata bahari, konservasi, dan terkahir yakni permukiman.
Kemudian analisa selanjutnya adalah menggabungkan ketiga hasil analisa diatas menjadi satu. Untuk itu digunakan persamaan sebagai berikut :
γ = π Si
1n
γ = Rata-rata geometrik n = 3
Sehingga : γ = √ S
1
x S
2
x S
3
.................................................................. 17 Berdasarkan persamaan di atas maka diperoleh hasil akhir dalam
penentuan prioritas pengembangan berbagai peruntukan lahan berdasarkan masing-masing jenis kegiatan yang akan dikembangkan. Hasil akhir dalam
penentuan prioritas pengembangan berbagai peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke ini dapat dilihat pada Tabel 59.
137
Tabel 59 Hasil Analisis Multi Criteria Decision Making MCDM dengan
Teknik SMART Pada Kriteria Ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Peruntukan Nilai
Prioritas Rumput Laut
0.907 1
Penangkapan 0.880 2
KJA 0.800 3
Wisata Pantai 0.739
4 Wisata Bahari
0.709 5
Konservasi 0.658 6
Pemukiman 0.620 7
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 59 di atas terlihat bahwa prioritas peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke berturut-turut, yaitu budidaya rumput
laut, penangkapan ikan, KJA, wisata pantai, wisata bahari, konservasi, dan terkahir yakni permukiman.
Untuk mengetahui apakah hasil yang diperoleh pada teknik SMART tetap konsisten atau tidak, maka dilakukan perbandingan analisis dengan teknik VISA
visual interaktif sensitivity analysis. Nilai bobot yang digunakan pada masing- masing kriteria di atas sama dengan nilai bobot yang digunakan pada teknik
SMART. Dalam pengoperasian teknik VISA hanya dilakukan sekali saja tanpa dilakukan pemecahan karena program tersebut mampu menganalisis lebih dari 20
atributsub kriteria. Selanjutnya hasil analisis akhir dengan menggunakan teknik VISA dapat dilihat pada Tabel 60.
Tabel 60 Nilai akhir prioritas pengembangan berbagai peruntukan lahan di
Kepulauan Tanakeke dengan Teknik VISA Peruntukan Nilai
Prioritas Rumput Laut
75 1
Penangkapan 69 2
KJA 56 3
Wisata Pantai 55
4 Wisata Bahari
54 5
Konservasi 51 6
Pemukiman 49 7
138 Kedua teknik pendekatan tersebut menghasilkan urutan prioritas peruntukan
lahan yang relatif sama. Untuk mengetahui hasil akhir penentuan prioritas peruntukan lahan tersebut yang dianalisis dengan teknik SMART dan VISA dapat
dilihat pada Tabel 61 di bawah ini.
Tabel 61
Hasil akhir penentuan prioritas peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke dengan teknik SMART dan VISA
Nilai Hasil Analisis Peruntukan
SMART VISA Prioritas
Rumput Laut 0.907
75 1
Penangkapan 0.880 69
2 KJA 0.800
56 3
Wisata Pantai 0.739
55 4
Wisata Bahari 0.709
54 5
Konservasi 0.658 51
6 Pemukiman 0.620
49 7
Hasil dari kedua pendekatan analsis tersebut mengindikasikan bahwa dengan menggunakan teknik yang berbeda budidaya rumput laut tetap konsisten sebagai
prioritas utama dalam peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke. Jika dilihat dari nilai skor yang dimiliki oleh budidaya rumput laut secara umum mempunyai nilai
yang lebih baik dari peruntukan lainya. Hal ini dimungkinkan karena budidaya rumput laut yang telah dikembangkan oleh masyarakat di sekitar Pulau Tanakeke
dan Lantangpeo ini mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian masyarakat yang bermukim di pulau tersebut.
Optimasi Pemanfaatan Ruang untuk Berbagai Peruntukan Lahan Di Kepulauan Tanakeke
Berdasarkan hasil analisis spasial terhadap berbagai peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke, terdapat beberapa lokasi peruntukan yang memiliki tingkat
kesesuaian yang sama sehingga menyebabkan terjadinya tumpang-tindih peruntukan, seperti peruntukan perikanan tangkap dengan pariwisata, peruntukan
139 rumput laut dengan keramba jaring apung dan penangkapan ikan serta pariwisata
dengan konservasi terumbu karang. Untuk mengantisipasi terjadinya tumpang- tindih pemanfaatan tersebut diperlukan pengaturan alokasi pemanfaatan lahan
berdasarkan potensi peruntukan yang dapat dikembangkan dan dapat memberikan keuntungan yang signifikan terhadap masyarakat dan tetap menjaga kelestarian
lingkungan. Salah satu upaya pengaturan alokasi pemanfaatan ruang tersebut yaitu
dengan melakukan optimasi pemanfaatan ruang dengan menggunakan Linear Programming
LP. Penggunaan LP tersebut dimaksudkan untuk mengalokasikan ruang wilayah Kepulauan Tanakeke untuk berbagai peruntukan secara optimal
dan berkelanjutan. Dalam melakukan optimasi pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil
diperlukan skenario pendekatan yaitu dengan menggunakan tingkat produktivitas lahan dan kesesuaian lahan sebagai faktor kendala tujuan. Untuk peruntukan
permukiman dengan konservasi mangrove, nilai produktivitas dianggap nol karena kedua peruntukan tersebut berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan
tidak terjadi tumpang tindih.
Gambar 43
. Hasil eksekusi program LP untuk peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke
140 Hasil eksekusi program tersebut menghasilkan luas lahan yang optimal
pada berbagai peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke, seperti budidaya rumput laut X1 sebesar 13.99 km
2
; KJA X2 sebesar 1.38 km
2
, perikanan tangkap X3 sebesar 354.04 km
2
, permukiman X4 sebesar 14.17 km
2
, wisata mangrove X7 sebasar 0.03 km
2
, wisata rekreasi X8 sebasar 0.32 km
2
, konservasi terumbu karang X9 sebasar 3.91 km
2
dan konservasi mangrove X10 sebasar 23.55 km
2
.
Arahan Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang Wilayah Kepulauan Tanakeke
Berdasarkan pedoman umum penataan ruang pesisir dan pulau-pulau kecil Departemen Kelauatan dan Perikanan 2002 dan Undang-Undang No 26 Tahun
2007 tentang penataan ruang, bahwa dalam penyusunan arahan rencana pola pemanfaatan ruang pada perinsipnya di kelompokkan ke dalam dua kawasan yaitu
kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Arahan Pengembangan Kawasan Lindung
Kawasan lindung didefinisikan sebagai wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber
daya alam dan sumber daya buatan UU No. 26 Tahun 2007. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka kawasan yang
ditetapkan sebagai kawasan lindung adalah kawasan mangrove dan terumbu karang. Kawasan mangrove dan terumbu karang tersebar hampir kesemua gugus
pulau yang ada di Kepulauan Tanakeke kecuali gugus pulau dayang-Dayangan yang tidak memiliki vegetasi mangrove.
Kawasan mangrove yang ada saat ini di Kepualauan Tanakeke disepakati semuanya diarahkan untuk kawasan lindung yaitu dengan luas sekitar 15,25 km
2
, terutama yang berada di bagian selatan gugus pulau yang berhadapan langsung
dengan Selat Makasar. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi pantai dari hantaman gelombang dan arus pada musim barat dan timur.
141 Mengingat banyaknya lokasi mangrove yang sudah rusak akibat
pemanfaatan yang tidak terkendali baik dimanfaatkan untuk pembuatan arang, kayu bakar, patok untuk budidaya rumput laut maupun dikonversi menjadi lahan
pertambakan khususnya di Pulau Tanakeke, maka disepakati untuk dilakukan rehabilitasi dan dijadikan sebagai greenbelt dengan penanaman kembali mangrove
pada lokasi-lokasi yang mengalami kerusakan dan bekas tambak sebagai hasil konversi mangrove yang diterlantarkan masyarakat setempat akibat tidak dapat
berproduksi lagi. Kawasan yang diarahkan untuk direhabilitasi tersebut sekitar 8,05 km
2
. Dengan demikian luas total kawasan mangrove yang diharapkan setelah direhabilitasi adalah sekitar 23,55 km
2
atau terjadi penambahan luas sekitar 52 dari luas sebelumnya.
Disamping ekosistem mangrove, Kepulauan Tanakeke juga memiliki ekosistem terumbu karang yang mengelilingi semua gugus pulau. Keberadaannya
sangat penting seperti halnya dengan ekosistem mangrove khususnya dalam kaitannya dengan fungsinya sebagai pelindung pulau dari gelombang yang besar
dan arus yang kuat, terutama pada musim Timur dan Barat. Bagian pulau yang sangat rentan terhadap kerusakan akibat gelombang besar dan arus yang kuat pada
kedua musim tersebut adalah pada bagian selatan pulau, dimana baik pada musim timur maupun barat angin bertiup sangat kencang dari arah selatan. Oleh karena
itu kawasan ekosistem terumbu karang yang berada pada bagian selatan pulau di arahkan untuk dijadikan sebagai kawasan lindung dengan luas sekitar 2,15 km
2
atau sekitar 62,8 dari luas total karang hidup yang berada di Kepulauan Tanakeke. Sedangkan kawasan ekosistem terumbu karang lainnya baik pada
bagian timur, barat maupun utara semua gugus pulau diarahkan sebagai kawasan pemanfaatan oleh masyarakat setempat. Peta Arahan kawasan lindung untuk
ekosistem mangrove dan terumbu karang di Kepulauan Tanakeke dapat dilihat pada Gambar 44.
142
Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya
Kawasan budidaya didefinisikan sebagai wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya
alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan UU No. 26 Tahun 2007. Berdasarkan analisis yang dilakukan sebelumnya, maka kawasan budidaya
pemanfaatan di Kepulauan Tanakeke diarahkan untuk peruntukan : permukiman, perikanan budidaya rumput laut, KJA, penangkapan ikan, dan pariwisata pantai,
dan bahari.
Permukiman . Kawasan permukiman yang ada saat ini tersebar di seluruh
gugus pulau dan rata-rata berada disepanjang pantai dengan pertimbangan kemudahan aksesibilitas. Dalam penentuan arahan alokasi permukiman, tetap
didasarkan pada permukiman yang ada saat ini karena masyarat sudah menyatu dan turun temurun tinggal ditempat tersebut. Namun khusus untuk gugus Pulau
Tanakeke, disamping mempertimbangkan kondisi permukiman saat ini juga mengarahkan ke lokasi-lokasi yang belum ditempati karena arealnya masih luas
dan memungkinkan untuk dibuka permukiman baru dengan tetap mempertimbangkan kawasan yang dilindungi seperti mangrove. Arahan kawasan
permukiman pada masing-masing gugus pulau disajikan pada Tabel 62 dan Gambar 44.
Tabel 62
Arahan alokasi permukiman di Kepulauan Tanakeke
Gugus Pulau Permukiman
saat ini km
2
Arahan permukiman
kedepan km
2
Pertambahan permukiman
km
2
P. Tanakeke 2.57
13.01 10.44
94.22 P. Lantangpeo
0.08 0.24
0.16 1.44
P. Bauluang 0.16
0.51 0.35
3.16 P. Satangnga
0.22 0.27
0.05 0.45
P. Dayang2an 0.01
0.09 0.08
0.72 Total 3.04
14. 12
11.18 100
143 Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman
didapatkan bahwa lokasi permukiman yang sesuai adalah gugus pulau Satangnga dan Bauluang. Hasil kesesuaian ini ditentukan oleh tersedianya air tawar
sepanjang tahun, sedangkan yang lainnya sesuai bersyarat. Dari Tabel diatas menunjukkan bahwa gugus pulau yang paling besar penambahan lokasi
permukimannya adalah gugus pulau Tanakeke sekitar 10,44 km
2
, hal ini disebabkan karena didukung oleh areal yang masih luas dan sesuai untuk
permukiman. Sebaliknya yang paling kecil pertambahannya adalah gugus pulau Satangnga sekitar 0,05 km
2
, penyebabnya adalah karena lokasi tersebut termasuk permukiman padat dan arelanya terbatas.
Perikanan.
Kawasan yang diarahkan untuk kegiatan perikanan seperti budidaya rumput laut dan keramba jaring apung adalah di sekitar gugus pulau
Tanakeke dan Lantangpeo dengan luas masing-masing 13.29 km
2
dan 1.38 km
2
. Kedua pulau ini disamping ukuran daratannya relatif luas terutama gugus Pulau
Tanakeke juga memiliki perairan yang terlindung karena terdapat beberapa teluk seperti Teluk Rewataya, Lantangpeo, Tompo Tanah, Kalukuang, Bangkotinggia
dan Balangloe. Sedangkan kawasan yang diarahkan untuk penangkapan ikan, baik ikan karang maupun ikan pelagis kecil adalah di sekitar perairan Kepulauan
Tanakeke dengan luas masing-masing sekitar 57,34 km
2
dan 354,04 km
2
. Peta
Arahan kegiatan perikanan di kepulauan Tanakeke dapat dilihat pada Gambar 44. Pariwisata
. Kawasan pariwisata diarahkan berdasarkan jenisnya, untuk pariwisata pantai katagori rekreasi pasir putih dan laut dangkal diarahkan di
gugus Pulau Dayang-Dayangan dan Satangnga dengan luas total sekitar 0,32 km
2
, pariwisata bahari katagori snorkling dan selam dirahkan di daerah sekitar perairan
gugus Pulau Dayang-Dayangan, Satangnga dan Bauluang dengan luas total masing-masing sekitar 0,64 km
2
dan 1,13 km
2
. Sedangkan wisata pantai kategori wisata mangrove tracking mangrove diarahkan di kawasan mangrove gugus
Pulau Tanakeke 2,88 km, Lantangpeo 4,61 km dan Bauluang 1,94 km dengan panjang total sekitar 9.43 km dan lebar 3 m atau 0,028 km
2
. Peta arahan
pariwisata disajikan pada Gambar 44.
144
Gambar 44 Peta arahan pemanfaatan ruang di Kepulauan Tanakeke
742500
742500 750000
750000 757500
757500 9390000
9390000 9397500
9397500
PETA ALOKASI PEMANFAATAN RUANG
DI PERAIRAN KEPULAUAN TANAKEKE
1000 1000
2000 Meter N
E W
S
5° 5°
3° 3°
118° 120°
120° 118°
122°
122° Prov. Sulawesi Selatan
Prov. Sulawesi Barat
Peta Indeks Legenda :
Sumber : - Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal
- Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Citra Satelit Landsat_TM 2003
PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bogor 2007
ABDUL RAUF PROGRAM S3
Pulau Dayang-dayangan
Pulau Satangnga
Pulau Bauluang Pulau Lantangpeo
Pulau Tanakeke
Arahan Kawasan Lindung
Mangrove Terumbu Karang
Arahan Kawasan Budidaya
Sesuai Sesuai bersyarat
Ikan Pelagis Ikan Karang
Perikanan Tangkap
Sesuai Sangat Sesuai
Sangat Sesuai Sesuai
Budidaya KJA Permukiman
Budidaya Rumput Laut
Kawasan Konservasi
Sesuai Sangat Sesuai
Wisata Mangrove Arahan Kawasan Pariwisata
Wisata Rekreasi
Sangat Sesuai Sesuai
Pasir Putih
Wisata Snorkling Wisata Selam
Sesuai Sangat Sesuai
Sangat Sesuai Sesuai
Se la
t M ak
as sa
r
1 2
3 4
5 6
7 8
9
10
10 11
12 13
14 15
16 17
Ê Ú
Ê Ú
1 2
2
3 3
4 4
4 4
3
3 3
4 5
6 6
6 7
7 8
8 9
9 10
10 10
10
10 10
10 10
11 12
13
15 14
16 17 11
16 17
1
11 7
8 8
8
145
Strategi dan Kebijakan Pengembangan Kawasan Kepulauan Tanakeke
Dalam pengelolaan kepulauan Tanakeke hendaknya dilakukan secara terencana dan terintegrasi, untuk itu dibutuhkan strategi-strategi dan kebijakan
dalam pengembangannya. Strategi dan kebijakan dalam pengembangan Kepulauan Tanakeke tersebut diarahkan untuk pengelolaan kawasan lindung
konservasi dan kawasan budidaya pemanfaatan. Dalam menghasilkan strategi-strategi dalam pengelolaan pada masing-
masing kawasan tersebut, baik pada kawasan lindung maupun budidaya pemanfaatan digunakan analisis SWOT. Langkah pertama yang dilakukan untuk
menghasilkan strategi tersebut adalah dengan identifikasi unsur-unsur SWOT, kemudian pembobotan terhadap setiap unsur sesuai dengan derajat
kepentingannya. Selanjutnya dilakukan skoring untuk menentukan alternatif startegi terbaik atau yang diprioritaskan untuk dilakukan.
Strategi dan Kebijakan Pengembangan Kawasan Lindung Konservasi
Faktor-faktor penentu eksternal dan internal pengembangan kawasan
konservasi di kepulauan Tanakeke disajikan pada Tabel 63 berikut ini ;
Tabel 63
. Matriks analisis faktor-faktor strategi eksternal kawasan lindung
Faktor Strategi Eksternal Bobot
Rating Skor
1 2 3 4
Peluang Opportunities :
O1 Rehabilitasi ekosistem mangrove dan
terumbu karang 0,20 4 0,80
O2 Adanya kepedulian Internasional untuk
konservasi ekosistem pesisir 0,20 3 0,60
O3 Adanya dukungan pemerintah pusat
dalam penetapan kawasan lindung 0,10 3 0,30
O4 Adanya dukungan dari berbagai sektor
dalam penanganan konservasi mangrove dan terumbu karang
0,05 2 0,10 Ancaman Threats :
T1 Terjadi konflik
pemanfaatan 0,20
2 0,40
146 Tabel 63. Lanjutan
Faktor Strategi Eksternal Bobot
Rating Skor
1 2 3 4
T2 Banyaknya permintaan jenis-jenis
terumbu karang tertentu dari luar 0,10 3 0,30
T3 Banyaknya permintaan jenis-jenis ikan
hias karang 0,10 3 0,30
T4 Adanya perburuan spesies langkah
0,05 1
0,05 TOTAL 1
2,85
Tabel 64 . Matriks analisis faktor-faktor strategi internal kawasan lindung
Faktor Strategi Internal Bobot
Rating Skor
1 2 3 4
Kekuatan Strength :
S1 Keberadaan ekosistem mangrove dan
terumbu karang yang luas untuk dikembangkan sebagai kawasan
konservasi 0,20 4 0,80
S2 Keragaman hayati tinggi dan masih
banyak spesies langkah 0,20 2 0,40
S3 Perangkat hukum untuk konservasi sudah
ada 0,10 3 0,30
S4 Adanya dukungan pemerintah daerah
dalam pengembangan kawasan konservasi 0,10 2 0,20
Kelemahan Weaknesses : W1
Rendahnya kualitas SDM 0,20
3 0,60
W2 Kesadaran masyarakat tentang konservasi
masih rendah 0,05 2 0,10
W3 Tidak ada pengawasan dilapangan
0,10 2
0,20 W4
Sosialisasi dari pemerintah masih sangat kurang terhadap kawasan yang dilindungi
0,05 1 0,05 TOTAL 1
2,65
Berdasarkan hasil pembobotan diatas terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, maka faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan lebih besar
pengaruhnya dibandingkan dengan kator-faktor eksternalnya peluang dan ancaman terhadap pengembangan kawasan konservasi di kawasan Kepulauan
Tanakeke. Hal ini dapat dilihat pada rasio antara faktor-faktor eksternal dan internal dengan nilai 2,85 : 2,65.
Analisis yang dilakukan terhadap matriks faktor strtegi ekternal dan internal tersebut diatas dengan menggunakan Model Matrik SWOT diperoleh
strtegi-strategi yang dikelompokkan kedalam kategori :
147 1 Strategi SO, penggunaan unsur-unsur kekuatan kawasan Kepulauan
Tanakeke untuk mendapatkan keuntungan dari peluang-peluang yang tersedia
2 Strategi WO, memperbaiki kelemahan yang terdapat didalam kawasan Kepulauan Tanakeke dengan memanfaatkan peluang yang ada
3 Strategi ST, penggunaan kekuatan yang ada untuk menghindari atau memperkecil dampak dari ancaman eksternal
4 Strategi WT, taktik pertahanan yang diarahkan pada pengurangan kelemahan internal untuk menghadapi ancaman eksternal.
Selanjutnya dibuat model matrik
SWOT
strategi pengembangan kawasan konservasi di Kepulauan Tanakeke seperti disjikan pada Tabel 65 dibawah ini :
Tabel 65
Model matriks
SWOT
strategi pengembangan kawasan konservasi di Kepulauan Tanakeke
STRENGTHS S WEAKNESSES W
1 Tersedianya ekosistem terumbu karang dan
mangrove dan lamun yang luas untuk
dikembangkan sebagai kawasan konservasi
1 Rendahnya kualitas SDM
2 Keragaman hayati tinggi dan masih banyak spesies
langkah 2 Kesadaran masyarakat
tentang konservasi masih rendah
3 Perangkat hukum untuk konservasi sudah ada
3 Tidak ada pengawasan dilapangan
MATRIKS SWOT
4Adanya dukungan pemerintah daerah dalam
pengembangan kawasan konservasi
4 Sosialisasi dari pemerintah masih
sangat kurang
OPPORTUNITIES O Strategi SO
Strategi WO
1 Rehabilitasi ekosistem terumbu karang dan
mangrove 2 Adanya kepedulian
Internasional untuk konservasi ekosistem
pesisir 3 Adanya dukungan
pemerintah pusat dalam penetapan kawasan
lindung 1 Konservasi lingkungan
fisik pulau dan perairan serta keanekaragaman
hayati 2 Penetapan dan
penegakan hukum perlindungan ekosistem
pesisir 1Peningkatan kualitas
SDM 2Rehabilitasi ekosistem
pulau dan perairan
148 Tabel 65. lanjutan
OPPORTUNITIES O Strategi SO
Strategi WO
4 Adanya dukungan dari berbagai sektor dalam
penanganan konservasi mangrove dan terumbu
karang
THREATS T Strategi ST
Strategi WT
1 Terjadi konflik pemanfaatan
2 Banyaknya permintaan jenis-jenis terumbu
karang tertentu dari luar 3 Banyaknya permintaan
jenis-jenis ikan hias karang
4 Adanya perburuan spesies langkah
1 Penetapan zona-zona konservasi
2 Pemantauan lingkungan terintegrasi antar
stakeholder 1 Penyadaran masyarakat
tentang konservasi
Strategi-Strategi diatas selanjutnya diurutkan menurut peringkat berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunannya, sebagaimana disajikan pada
Tabel 66 dan Tabel 67.
Tabel 66
Penyusunan peringkat strategi-strategi analisis SWOT
Unsur KekuatanS trength S KelemahanWeaknesses W
Strategi SO Strategi WO
Peluang Opportunities
O 1 S1, S2, O1, O2 dan O4
2 S3 dan O3 1 W1 dan O3
2 W2, O1, dan O2
Strategi ST Strategi WT
Ancaman Threats
T 1 S1,S2, dan T1
2 S4 dan T4 1 W2, dan T4
Tabel 67 Penentuan prioritas strategi pengembangan kawasan konservasi di
Kepulauan Tanakeke
Unsur SWOT Keterkaitan
Skor Peringkat
Strategi 1 Konservasi lingkungan fisik
pulau dan perairan serta keanekaragaman hayati
S1, S2, O1, O2 dan O4
2,7 1 Strategi 2
Penetapan zona-zona konservasi
S1,S2, dan T1 1,6
2 Strategi 3
Rehabilitasi ekosistem pulau dan perairan
W2, O1, dan O2 1,5
3
149 Tabel 67. lanjutan
Unsur SWOT Keterkaitan
Skor Peringkat
Strategi 4 Peningkatan kualitas SDM
W1 dan O3 0,9
4 Strategi 5
Penetapan dan penegakan hukum perlindungan
ekosistem pesisir S3 dan O3
0,6 6
Strategi 6 Pemantauan lingkungan
terintegrasi antar stakeholder
S4 dan T4 0.25
7 Strategi 7
Penyadaran masyarakat tentang konservasi
W2, dan T4 0.15
8
Berdasarkan hasil SWOT diatas, strategi – strategi prioritas dan kebijakan yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan Kepulauan Tanakeke
untuk kegiatan konservasi, antara lain : 1 Konservasi lingkungan fisik pulau dan perairan serta keanekaragaman hayat
2 Penetapan zona-zona konservasi 3 Rehabilitasi ekosistem pulau dan perairan
4 Peningkatan kualitas SDM 5 Penetapan dan penegakan hukum perlindungan ekosistem pesisir
6 Pemantauan lingkungan terintegrasi antar stakeholder 7 Penyadaran masyarakat tentang konservasi
Strategi dan Kebijakan Pengembangan Kawasan Budidaya 1 Kawasan Perikanan
a Rumput Laut
Faktor-Faktor penentu eksternal dan internal dalam analisis SWOT untuk pengembangan kawasan budidaya rumput laut di kepulauan Tanakeke disajikan
pada Tabel 68 berikut ini ;
150
Tabel 68 Matriks analisis faktor-faktor strategi eksternal pengembangan kawasan
budidaya rumput laut
Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating
Skor 1 2
3 4
Peluang Opportunities : O1
Adanya permintaan pasar 0,20
4 0,80
O2 Adanya pabrik pengolahan rumput laut
0,20 3
0,60 O3
Adanya dukungan pemerintah setempat dalam pengembangan budidaya rumput laut
0,10 2 0,20 O4
Sebagai sektor unggulan dimasa yang akan datang 0,10
2 0,20
O5 Dekat dengan pemasaran domestik maupun ekspor
0,10 3
0,30 Ancaman Threats :
T1 Terjadi fluktuasi harga, baik basa maupun kering
0,20 2
0,40 T2 Serangan
penyakit 0,05
1 0,05 T3 Konflik
pemanfaatan lahan
0,05 1 0,05
TOTAL 1 2,60
Tabel 69
Matriks analisis faktor-faktor strategi internal budidaya rumput laut
Faktor Strategi Internal Bobot Rating
Skor 1 2
3 4
Kekuatan Strength : S1
Tersedia lahan luas dan sesuai untuk dikembangkan 0,20
4 0,80
S2 Layak dan menguntungkan untuk dikembangkan
0,10 2
0,20 S3
Tersedia bibit yang memadai 0,20
3 0,60
S4 Ketersediaan tenaga kerja
0,05 1
0, 05 S5
Peralatan budidaya mudah diperoleh 0, 05
1 0,05
Kelemahan Weaknesses : W1
Rendahnya kualitas SDM 0,20
3 0,60
W2 Adanya faktor
musim 0,10
3 0,30
W3 Terbatasnya penguasaan teknologi pasca panen
0,10 2
0,20 TOTAL 1
2,80
Berdasarkan hasil pembobotan diatas terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, maka faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan lebih besar
pengaruhnya dibandingkan dengan kator-faktor eksternalnya peluang dan ancaman terhadap usaha budidaya rumput laut di kawasan Kepulauan Tanakeke.
Hal ini dapat dilihat pada rasio antara faktor-faktor internal terhadap eksternal dengan nilai 2,80 : 2,60.
Selanjutnya dibuat model matrik
SWOT
strategi pengembangan budidaya rumput laut di Kepulauan Tanakeke seperti disjikan pada Tabel 70 dibawah ini :
151
Tabel 70 Model matriks
SWOT
strategi pengembangan budidaya rumput laut di Kepulauan Tanakeke
STRENGTHS S WEAKNESSES W
1Tersedia lahan luas dan sesuai untuk
dikembangkan 1 Rendahnya kualitas
SDM 2Layak dan menguntungkan
untuk dikembangkan 2 Adanya faktor musim
3Tersedia bibit yang memadai
4 Ketersediaan tenaga kerja
MATRIKS SWOT
5 Peralatan budidaya yang
mudah di peroleh
3 Terbatasnya penguasaan teknologi
pasca panen
OPPORTUNITIES O Strategi SO
Strategi WO
1 Adanya permintaan pasar
2 Adanya pabrik pengolahan rumput
laut 3 Adanya dukungan
pemerintah setempat dalam
pengembangan budidaya rumput
laut
4 Sebagai sektor unggulan dimasa
yang akan datang 5 Dekat dengan
pemasaran domestik maupun ekspor
1Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi usaha
rumput laut 2 Peningkatan skala usaha
dan skala produksi pada lahan yang sesuai
1Mengembangkan sumberdaya manusia
melalui penyuluhan dan pelatihan
pemanfaatan teknologi budidaya
THREATS T Strategi ST
Strategi WT
1 Terjadi fluktuasi harga, baik basa maupun
kering 2 Serangan penyakit
oleh virus 3 Konflik pemanfaatan
lahan 1Peningkatan akses
informasi pasar dan permodalan melalui
instansilembaga terkait 2Penataan lokasi budidaya
rumput laut 1Mendorong petani
dalam peningkatan penguasaan teknologi
pasca panen 2 Pengembangan
penelitian rumput laut dengan keterlibatan
perusahaan mitra dan pemerintah
Strategi-Strategi diatas selanjutnya diurutkan menurut peringkat berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunannya, sebagaimana disajikan pada
Tabel 71 dan Tabel 72
152
Tabel 71 Penyusunan peringkat strategi-strategi analisis SWOT
Unsur KekuatanS trength S KelemahanWeaknesses W
Strategi SO Strategi WO
Peluang Opportunities
O 1 S1-S4, O1 dan O2
2 S1-S4 O1-O5 1 W1-W3 dan O1-O4
Strategi ST Strategi WT
Ancaman Threats
T 1 S1,S2 dan T1
2 S1,S2 dan T3 1 W1,W3 dan T1
2 W2,W3 dan T2
Tabel 72 Penentuan prioritas strategi pengembangan budidaya rumput laut di
Kepulauan Tanakeke
Unsur SWOT Keterkaitan
Skor Peringkat
Strategi 1 Peningkatan skala usaha
dan skala produksi pada lahan yang sesuai
S1-S4 O1-O5 3,75 1
Strategi 2 Mengembangkan
sumberdaya manusia melalui penyuluhan dan
pelatihan pemanfaatan teknologi budidaya
W1-W3 dan O1-O4 2,90 2
Strategi 3 Peningkatan kualitas dan
kuantitas produksi usaha rumput laut
S1-S4, O1 dan O5 2,75 3
Strategi 4 Peningkatan akses
informasi pasar dan permodalan melalui
instansilembaga terkait S1,S2 dan T1
1,4 4
Strategi 5 Mendorong petani dalam
peningkatan penguasaan teknologi pasca panen
W1,W3 dan T1 1,2 5
Strategi 6 Penataan lokasi budidaya
rumput laut S1,S2 dan T3
1,05 6 Strategi 7
Pengembangan penelitian rumput laut dengan
keterlibatan perusahaan mitra dan pemerintah
W2,W3 dan T2 0,55 7
Berdasarkan hasil SWOT diatas, strategi – strategi prioritas yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan Kepulauan Tanakeke untuk kegiatan
usaha budidaya rumput laut, antara lain :
153 1 Peningkatan skala usaha dan skala produksi pada lahan yang sesuai
2 Mengembangkan sumberdaya manusia melalui penyuluhan dan pelatihan pemanfaatan teknologi budidaya
3 Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi usaha rumput laut 4 Peningkatan akses informasi pasar dan permodalan melalui instansilembaga
terkait 5 Mendorong petani dalam peningkatan penguasaan teknologi pasca panen
6 Penataan lokasi budidaya rumput laut 7 Pengembangan penelitian rumput laut dengan keterlibatan perusahaan mitra
dan pemerintah
b Keramba Jaring Apung KJA
Faktor-Faktor penentu eksternal dan internal dalam analisis SWOT untuk pengembangan kawasan budidaya dengan KJA di kepulauan Tanakeke disajikan
pada Tabel 73 berikut ini ;
Tabel 73 Matriks analisis faktor-faktor strategi eksternal pengembangan kawasan
budidaya dengan KJA
Faktor Strategi Eksternal Bobot
Rating Skor
1 2 3 4
Peluang Opportunities :
O1 Adanya permintaan pasar
0,20 4
0,80 O2 Nilai
jualnya tinggi
0,15 3
0,45 O3
Adanya dukungan pemerintah setempat dalam pengembangan budidaya dengan
KJA 0,10 2 0,20
O4 Sebagai sektor unggulan dimasa yang
akan datang 0,10 2 0,20
O5 Dekat dengan pemasaran domestik
maupun ekspor 0,10 3 0,30
Ancaman Threats : T1
Terjadi fluktuasi harga sesuai perkembangan nilai rupiah dengan dollar
0,20 2 0,40 T2
Pencemaran laut 0,05
1 0,05
T3 Konflik pemanfaatan
lahan 0,10
1 0,10
TOTAL 1 2,50
154
Tabel 74 Matriks analisis faktor-faktor strategi internal budidaya dengan KJA
Faktor Strategi Internal Bobot
Rating Skor
1 2 3 4
Kekuatan Strength :
S1 Tersedia lahan yang terlindung teluk
dan sesuai untuk dikembangkan KJA 0,20 4 0,80
S2 Layak dan menguntungkan untuk
dikembangkan dari aspek ekonomi 0,10 2 0,20
S3 Tersedia bibit ikan yang memadai
0,10 3
0,30 S4
Ketersediaan tenaga kerja 0,05
1 0,05
S5 Perairannya cukup subur karena didukung
ekosistem pesisir mangrove, lamun dan terumbu karang
0, 05 1
0,05 Kelemahan Weaknesses :
W1 Rendahnya kualitas SDM
0,20 3
0,60 W2
Adanya faktor musim timur Barat 0,10
2 0,20
W3 Terbatasnya penguasaan teknologi
budidaya dan pasca panen 0,10 2 0,20
W4 Terbatasnya modal usaha
0,10 2
0,20 TOTAL 1
2,60
Berdasarkan hasil pembobotan diatas terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, maka faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan lebih besar
pengaruhnya dibandingkan dengan kator-faktor eksternalnya peluang dan ancaman terhadap usaha budidaya dengan KJA di kawasan Kepulauan Tanakeke.
Hal ini dapat dilihat pada rasio antara faktor-faktor internal dengan eksternal dengan nilai 2,60 : 2,50.
Selanjutnya dibuat model matrik
SWOT
strategi pengembangan budidaya dengan KJA di Kepulauan Tanakeke seperti disjikan pada Tabel 75 dibawah ini :
Tabel 75 Model matriks
SWOT
strategi pengembangan budidaya dengan KJA di Kepulauan Tanakeke
STRENGTHS S WEAKNESSES W
1Tersedia lahan yang terlindung teluk dan
sesuai untuk dikembangkan KJA
1 Rendahnya kualitas SDM
2 Layak dan menguntungkan untuk
dikembangkan dari aspek ekonomi
2 Adanya faktor musim Timur dan Barat
MATRIKS SWOT
3Tersedia benur ikan yang memadai
3Terbatasnya penguasaan teknologi
155
4 Ketersediaan tenaga kerja
budidaya dan pasca panen
5 Perairannya cukup subur karena didukung
ekosistem pesisir mangrove, lamun dan
terumbu karang
4Terbatasnya modal
usaha OPPORTUNITIES O
Strategi SO Strategi WO
1 Adanya permintaan pasar 2 Nilai jualnya tinggi
3 Adanya dukungan pemerintah setempat
dalam pengembangan budidaya dengan KJA
4 Sebagai sektor unggulan dimasa yang akan datang
5 Dekat dengan pemasaran domestik maupun ekspor
1Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi
usaha budidaya dengan KJA
2 Mempertahankan konservasi ekosistem
pesisir 1Mengembangkan
sumberdaya manusia melalui penyuluhan
dan pelatihan pemanfaatan teknologi
budidaya dan pasca panen dengan KJA
2Peningkatan akses informasi pasar dan
permodalan melalui instansi terkait
THREATS T Strategi ST
Strategi WT
1 Terjadi fluktuasi harga sesuai perkembangan nilai
rupiah dengan dollar 2 Pencemaran laut
3 Konflik pemanfaatan lahan 1Penataan lokasi
budidaya dengan KJA 2Menghindari terjadinya
pencemaran perairan 1 Pengembangan
penelitian budidaya dengan KJA yang
melibatkan perusahaan mitra dan pemerintah
Strategi-Strategi diatas selanjutnya diurutkan menurut peringkat berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunannya, sebagaimana disajikan pada
Tabel 76 dan Tabel 77.
Tabel 76 Penyusunan peringkat strategi-strategi analisis SWOT
Unsur KekuatanS trength S KelemahanWeaknesses W
Strategi SO Strategi WO
Peluang Opportunities
O 1 S1-S5 dan O1- O2
2 S1,S5 O3 1 W1,W3,W4,O1,O2 dan O4
2 W1,W4,O1 dan O5
Strategi ST Strategi WT
Ancaman Threats
T 1 S1,S5 dan T3
2 S1,S5 dan T2 1 W3 dan T1
156
Tabel 77 Penentuan prioritas strategi pengembangan budidaya dengan KJA di
Kepulauan Tanakeke
Unsur SWOT Keterkaitan
Skor Peringkat
Strategi 1
Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi usaha
budidaya dengan KJA S1-S5 O1- O2
3,35 1
Strategi 2
Mengembangkan sumberdaya manusia melalui penyuluhan
dan pelatihan pemanfaatan teknologi budidaya dan pasca
panen dengan KJA W1,W3,W4,O1,O2
dan O4 2,25 2
Strategi 3
Peningkatan akses informasi pasar dan permodalan melalui
instansilembaga terkait W1,W4,O1 dan O5
1,90 3 Strategi
4 Mempertahankan konservasi
ekosistem pesisir S1,S5 O3
1,05 4 Strategi
5 Penataan lokasi budidaya
dengan KJA S1,S5 dan T3
0,95 5 Strategi
6 Menghindari terjadinya
pencemaran perairan S1,S5 dan T2
0,90 6 Strategi
7 Pengembangan penelitian
budidaya dengan KJA yang melibatkan perusahaan mitra
dan pemerintah W3 dan T1
0,25 7
Berdasarkan hasil SWOT diatas, strategi – strategi prioritas yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan Kepulauan Tanakeke untuk kegiatan
usaha budidaya dengan KJA, antara lain : 1 Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi usaha budidaya dengan KJA
2 Mengembangkan sumberdaya manusia melalui penyuluhan dan pelatihan pemanfaatan teknologi budidaya dan pasca panen dengan KJA
3 Peningkatan akses informasi pasar dan permodalan melalui instansilembaga terkait
4 Mempertahankan konservasi ekosistem pesisir 5 Penataan lokasi budidaya dengan KJA
6 Menghindari terjadinya pencemaran perairan 7 Pengembangan penelitian budidaya dengan KJA yang melibatkan
perusahaan mitra dan pemerintah
157
c Perikanan Tangkap
Faktor-Faktor penentu eksternal dan internal pengembangan usaha perikanan tangkap di kepulauan Tanakeke dalam analisis SWOT, disajikan pada
Tabel 78 berikut ini ;
Tabel 78 Matriks analisis faktor-faktor strategi eksternal perikanan tangkap
Faktor Strategi Eksternal Bobot
Rating Skor
1 2 3 4
Peluang Opportunities :
O1 Kebijakan pemerintah mengenai jalur
penangkapan 0,20 2 0,40
O2 Dekat dengan pemasaran domestik
maupun ekspor 0,10 2 0,20
O3 Permintaan pasar tinggi baik lokal
maupun mancanegara 0,20 4 0,80
O4 Terbentuknya Departemen kelautan dan
perikanan 0,20 3 0,60
Ancaman Threats : T1
Peningkatan jumlah dan jenis alat tangkap 0,20
2 0,40
T2 Destruktif fishing
0,05 3
0,15 T3 Kemiskinan
0,05 3
0,15 TOTAL 1
2,70
Tabel 79 Matriks analisis faktor-faktor strategi internal perikanan tangkap
Faktor Strategi Internal Bobot
Rating Skor
1 2 3 4
Kekuatan Strength :
S1 Memiliki area penangkapan yang cukup
luas 0,20 4 0,80
S2 Mempunyai potensi ikan ekonomis
penting ikan pelagis dan ikan karang 0,10 2 0,20
S3 Memiliki mangrove sebagai tempat spowning dan nursery ground
0,20 3 0,60 S4
Kondisi terumbu karang masih kategori sedang - baik
0,10 2 0,20
158 Tabel 79. lanjutan
Faktor Strategi Internal Bobot
Rating Skor
1 2 3 4
Kelemahan Weaknesses : W1
Rendahnya kualitas SDM 0,20
3 0,60
W2 Lemahnya modal usaha untuk penerapan
teknologi penangkapan yang lebih canggih
0,05 3 0,15 W3
Alat tangkap masih tradisional 0,10
2 0,20
W4 Alternatif mata pencaharian pd musim
barat dan timur sangat terbatas 0,05 2 0,10
TOTAL 1 2,85
Berdasarkan hasil pembobotan diatas terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, maka faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan lebih besar
pengaruhnya dibandingkan dengan kator-faktor eksternalnya peluang dan ancaman terhadap usaha perikanan tangkap di kawasan Kepulauan Tanakeke.
Hal ini dapat dilihat pada rasio antara faktor-faktor eksternal terhadap internal dengan nilai 2,70 : 2,85.
Selanjutnya dibuat model matrik
SWOT
strategi pengembangan perikanan tangkap di Kepulauan Tanakeke seperti disjikan pada Tabel 80 dibawah ini :
Tabel 80
Model matriks
SWOT
strategi pengembangan perikanan tangkap di Kepulauan Tanakeke
STRENGTHS S WEAKNESSES W
1 Memiliki area penangkapan yang
cukup luas 1 Rendahnya kualitas SDM
2 Mempunyai potensi ikan ekonomis penting ikan
pelagis dan ikan karang 2 Lemahnya modal usaha
untuk penerapan teknologi penangkapan
yang lebih canggih 3 Memiliki mangrove
sebagai tempat spowning dan nursery
ground
3 Alat tangkap masih
tradisional MATRIKS
SWOT
4 Kondisi terumbu karang masih kategori sedang –
baik 4 Alternatif mata
pencaharian pd musim barat dan timur sangat
terbatas
159 Tabel 80. lanjutan
OPPORTUNITIES O Strategi SO
Strategi WO
1 Permintaan pasar tinggi baik lokal
maupun mancanegara 2 Kebijakan pemerintah
mengenai jalur penangkapan
3 Dekat dengan pemasaran domestik
maupun ekspor 4 Terbentuknya
Departemen kelautan dan perikanan
1 Pengaturan Fishing Ground
2 Melindungi dan mempertahankan
kelestarian ekosistem pesisir mangrove,
lamun dan terumbu karang
1Mingkatkan kualitas SDM
2Pemberian kredit murah bagi uaha nelayan
3Menyiapkan mata pencaharian alternatif
bagi nelayan pada musim barat dan
timur
THREATS T Strategi ST
Strategi WT
1 Peningkatan jumlah dan jenis alat tangkap
2 Destruktif fishing 3 Kemiskinan
1Pembatasan izin usaha penangkapan ikan
pembatasan armada dan alat tangkap
2Penegakan hukum 1Penyedian sarana dan
prasarana perikanan tangkap yang rama
lingkungan
Strategi-Strategi diatas selanjutnya diurutkan menurut peringkat berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunannya, sebagaimana disajikan pada
Tabel 81 dan Tabel 82.
Tabel 81 Penyusunan peringkat strategi-strategi analisis SWOT
Unsur KekuatanS trength S KelemahanWeaknesses W
Strategi SO Strategi WO
Peluang Opportunities
O 1 S1,S2 dan O2,O4
2 S3, S4 dan O4 1 W1dan O4
2 W2,W3 dan O2,O4 3 W2,W4 dan O4
Strategi ST Strategi WT
Ancaman Threats
T 2 S1- S4 dan T1,T2
3 S1,S2 dan T1,T2 1 W2,W3 dan T1-T3
Tabel 82 Penentuan prioritas strategi pengembangan perikanan tangkap di
Kepulauan Tanakeke
Unsur SWOT Keterkaitan
Skor Peringkat
Strategi 1 Pembatasan izin usaha
penangkapan ikan pembatasan armada dan alat tangkap
S1- S4 dan T1,T2 2,35 1
Strategi 2 Pengaturan penangkapan untuk
nelayan tradisonal dan modern S1,S2 dan O2,O4
1,8 2
160 Tabel 82. lanjutan
Unsur SWOT Keterkaitan
Skor Peringkat
Strategi 3 Penegakan hukum S1,S2 dan T1,T2
1,55 3
Strategi 4 Melindungi dan
mempertahankan kelestarian ekosistem pesisir mangrove,
lamun dan terumbu karang S3, S4 dan O4
1,4 4 Strategi 5 Mingkatkan kualitas SDM
W1dan O4 1,2
5 Strategi 6
Pemberian kredit murah bagi usaha nelayan
W2,W3 dan O2,O4
1,15 6 Strategi 7
Penyedian sarana dan prasarana perikanan tangkap yang rama
lingkungan W2,W3 dan T1-
T3 1,05 7
Strategi 8 Menyiapkan mata pencaharian
alternatif bagi nelayan pada musim barat dan timur
W2,W4 dan O4 0,85 8
Berdasarkan hasil SWOT diatas, strategi – strategi prioritas yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan Kepulauan Tanakeke untuk kegiatan
usaha budidaya tambak, antara lain : 1 Pembatasan izin usaha penangkapan ikan pembatasan armada dan alat
tangkap 2 Pengaturan fishing ground untuk nelayan tradisional dan moderen
3 Penegakan hukum 4 Melindungi dan mempertahankan kelestarian ekosistem pesisir mangrove,
lamun dan terumbu karang 5 Mingkatkan kualitas SDM
6 Pemberian kredit murah bagi usaha nelayan 7 Penyedian sarana dan prasarana perikanan tangkap yang rama lingkungan
8 Menyiapkan mata pencaharian alternatif bagi nelayan pada musim barat dan timur
2 Kawasan Pariwisata Pesisir a
Kawasan Pariwisata Pantai
Faktor-Faktor penentu eksternal dan internal dalam analisis SWOT untuk pengembangan kawasan pariwisata pantai di Kepulauan Tanakeke disajikan pada
Tabel 83 berikut ini ;
161
Tabel 83 Matriks analisis faktor-faktor strategi eksternal pengembangan kawasan
pariwisata pantai
Faktor Strategi Eksternal Bobot
Rating Skor
1 2 3 4
Peluang Opportunities :
O1 Permintaan pariwisata pantai yang tinggi
0,20 4
0,80 O2
Investasi bidang pariwisata swasta Pemerintah
0,10 1 0,10 O3
Kebijakan pemerintah tentang pengembangan pariwisata pantai
0,10 3 0,30 O4
Kesempatan kerjaberusaha bagi masyarakat lokal
0,10 3 0,30 O5 Promosi
budaya 0,10
3 0,30
O6 Posisinya berada dekat dengan Kota
Makassar 0,10 3 0,30
Ancaman Threats : T1 Konflik
pemanfaatan lahan
0,20 2
0,40 T2 Pergeseran
nilai budaya
0,05 2
0,10 T3
Pencemarandegradasi habitat 0,05
2 0,10
TOTAL 1 2,70
Tabel 84 Matriks analisis faktor-faktor strategi internal terhadap pengembangan
pariwisata pantai
Faktor Strategi Internal Bobot
Rating Skor
1 2 3 4
Kekuatan Strength :
S1 Areal pengembangan pariwisata pantai
cukup mendukung 0,20 4 0,80
S2 Tersedianya tenaga
kerja lokal
0,05 1
0,05 S3
Kondisi pantainya landai dan pasir putih 0,10
4 0,40
S4 Adanya dukungan pemerintah daerah dan
masyarakat 0,10 2 0,20
S5 Memiliki obyek wisata bahari dan
ekowisata yang menarik 0,05 3 0,15
Kelemahan Weaknesses : W1
Rendahnya kualitas SDM 0,20
3 0,60
W2 Minimnya sarana dan prasarana
pendukung 0,10 3 0,30
W3 Aksesibilitas terbatas
0,10 2
0,20 W4
Besarnya gelombang dan arus laut pada musim timur dan barat
0,05 1 0,05 W5
Minimnya suberdaya air tawar 0,05
2 0,10
TOTAL 1 2,85
162 Berdasarkan hasil pembobotan diatas terhadap faktor-faktor yang
berpengaruh, maka faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan faktor-faktor eksternalnya peluang dan
ancaman terhadap pengembangan kawasan pariwisata pantai di kawasan Kepulauan Tanakeke. Hal ini dapat dilihat pada rasio antara faktor-faktor internal
dengan eksternal dengan nilai 2,85 : 2,70. Selanjutnya dibuat model matrik
SWOT
strategi pengembangan kawasan pariwisata pantai di Kepulauan Tanakeke seperti disjikan pada Tabel 85 dibawah
ini :
Tabel 85 Model matriks
SWOT
strategi pengembangan kawasan pariwisata bahari di Kepulauan Tanakeke
STRENGTHS S WEAKNESSES W
1 Areal pengembangan pariwisata pantai cukup
mendukung 1 Rendahnya kualitas
SDM 2 Tersedianya tenaga kerja
lokal 2Minimnya sarana dan
prasarana pendukung 3 Kondisi pantainya landai
dan pasir putih 3Aksesibilitas terbatas
4 Adanya dukungan pemerintah daerah dan
masyarakat 4 Besarnya gelombang
dan arus laut pada musim timur dan barat
MATRIKS SWOT
5 Memiliki obyek wisata bahari dan ekowisata yang
menarik 5 Minimnya suberdaya
air tawar
OPPORTUNITIES O Strategi SO
Strategi WO
1 Permintaan pariwisata pantai yang tinggi
2 Investasi bidang pariwisata swasta
Pemerintah 3 Kebijakan pemerintah
tentang pengembangan pariwisata pantai
4 Kesempatan kerjaberusaha bagi
masyarakat lokal 5 Promosi budaya
6 Posisinya berada dekat
dengan Kota Makasar
1Pengembangan potensi wisata pantai dengan
bekerjasama pemerintah daerah dan masyarakat
2 Melakukan promosi melalui media cetak dan
elektronik serta membuat profile lokasi wisata
pantai secara regional, nasional dan internasional
1 Meningkatka kualitas SDM dalam rangka
mendukung kegiatan pariwisata pantai
2 Membangun sarana dan prasarana pendukung
untuk wisata pantai
163 Tabel 85. lanjutan
THREATS T Strategi ST
Strategi WT
1 Konflik pemanfaatan lahan
2 Pergeseran nilai budaya
3Pencemarandegradasi habitat
1 Penataan lokasi wisata pantai yang berbasis
masyarakat 2 Melindungi pantai dari
berbagai sumber pencemardegradasi
habitat 1Penguatan nilai-nilai
sosial budaya, keagamaan dan cinta
lingkungan
Strategi-Strategi diatas selanjutnya diurutkan menurut peringkat berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunannya, sebagaimana disajikan pada
Tabel 86 dan Tabel 87.
Tabel 86 Penyusunan peringkat strategi-strategi analisis SWOT
Unsur KekuatanS trength S KelemahanWeaknesses W
Strategi SO Strategi WO
Peluang Opportunities
O 1 S1-S5 dan O1-O3
2 S1,S3,S5 dan O1- O3,O5,O6
1 W1, O1,O2,O3 dan O6 2 W2,W5 dan O1-O4
Strategi ST Strategi WT
Ancaman Threats
T 1 S1,S2,S5 dan T1,T3
2 S1,S3,S5 dan T3 1 W1 dan T2,T3
Tabel 87 Penentuan prioritas strategi pengembangan kawasan pariwisata pantai
di Kepulauan Tanakeke
Unsur SWOT Keterkaitan
Skor Peringkat
Strategi 1 Melakukan promosi melalui
media cetak dan elektronik serta membuat profile
lokasi wisata pantai secara regional, nasional dan
internasional S1,S3,S5 dan O1-
O3,O5,O6 3,15 1
Strategi 2 Pengembangan potensi
wisata pantai dengan bekerjasama pemerintah
daerah dan masyarakat S1-S5 dan O1-O3
2,8 2
Strategi 3 Meningkatka kualitas SDM
dalam rangka mendukung kegiatan pariwisata pantai
W1,O1,O2,O3 dan O6
2,1 3 Strategi 4
Membangun sarana dan prasarana pendukung untuk
wisata pantai W2,W5 dan O1-O4
1,9 4
164 Tabel 87. lanjutan
Unsur SWOT Keterkaitan
Skor Peringkat
Strategi 5 Penataan lokasi wisata
pantai yang berbasis masyarakat
S1,S2,S5 dan T1,T3 1,5 5
Strategi 6 Melindungi pantai dari
berbagai sumber pencemardegradasi habitat
S1,S3,S5 dan T3 1,4 6
Strategi 7 Penguatan nilai-nilai sosial
budaya, keagamaan dan cinta lingkungan
W1 dan T2,T3 0,8 7
Berdasarkan hasil SWOT diatas, strategi – strategi prioritas yang perlu diperhatikan dalam pengembangan Kepulauan Tanakeke untuk kawasan
pariwisata pantai, antara lain : 1 Melakukan promosi melalui media cetak dan elektronik serta membuat
profile lokasi wisata pantai secara regional, nasional dan internasional 2 Pengembangan potensi wisata pantai dengan bekerjasama pemerintah
daerah dan masyarakat 3 Meningkatkan kualitas SDM dalam rangka mendukung kegiatan
pariwisata pantai 4 Membangun sarana dan prasarana pendukung untuk wisata pantai
5 Penataan lokasi wisata pantai yang berbasis masyarakat 6 Melindungi pantai dari berbagai sumber pencemardegradasi habitat
7 Penguatan nilai-nilai sosial budaya, keagamaan dan cinta lingkungan
b Kawasan Pariwisata Bahari
Faktor-Faktor penentu eksternal dan internal dalam analisis SWOT untuk pengembangan kawasan pariwisata bahari di Kepulauan Tanakeke disajikan pada
Tabel 88 berikut ini ;
Tabel 88 Matriks analisis faktor-faktor strategi eksternal pengembangan kawasan
pariwisata bahari
Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating
Skor 1 2
3 4
Peluang Opportunities : O1 Permintaan pariwisata bahari yang tinggi
0,20 4
0,80 O2 Investasi
bidang pariwisata
0,10 1
0,10 O3
Kebijakan pemerintah tentang pengembangan pariwisata bahari
0,10 2 0,20
165 Tabel 88. lanjutan
Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating
Skor 1 2
3 4
Peluang Opportunities : O4 Kesempatan kerjaberusaha bagi masyarakat lokal
0,10 3
0,30 O5 Promosi
budaya 0,05
2 0,10
O6 Posisinya berada dekat dengan Kota Makasar 0,15
3 0,45
Ancaman Threats : T1 Konflik
pemanfaatan lahan
0,20 3
0,60 T2 Pergeseran
nilai budaya
0,05 2
0,10 T3 Pencemarandegradasi habitat 0,05
1 0,05
TOTAL 1 2,70
Tabel 89
Matriks analisis faktor-faktor strategi internal terhadap pengembangan pariwisata bahari
Faktor Strategi Internal Bobot Rating
Skor 1 2
3 4
Kekuatan Strength : S1
Areal pengembangan pariwisata bahari cukup mendukung
0,20 4 0,80 S2 Tersedianya
tenaga kerja
0,05 2
0,10 S3
Kondisi ekosistem terumbu karang masih cukup bagus
0,10 3 0,30 S4
Adanya dukungan pemerintah daerah dan masyarakat
0,10 2 0,20 S5
Memiliki objek wisata pantai dan ekowisata sebagai paket wisata bahari
0,05 2 0,10 Kelemahan Weaknesses :
W1 Rendahnya kualitas
SDM 0,20
3 0,60
W2 Minimnya sarana dan prasarana pendukung 0,10
3 0,30
W3 Aksesibilitas terbatas
0,10 2
0,20 W4
Besarnya gelombang dan arus laut pada musim timur dan barat
0,05 1 0,05 W5 Minimnya suberdaya air tawar
0,05 3
0,15 TOTAL 1
2,80
Berdasarkan hasil pembobotan diatas terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, maka faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan lebih besar
pengaruhnya dibandingkan dengan faktor-faktor eksternalnya peluang dan ancaman terhadap pengembangan kawasan pariwisata bahari di kawasan
Kepulauan Tanakeke. Hal ini dapat dilihat pada rasio antara faktor-faktor internal dengan eksternal dengan nilai 2,80 : 2,70.
166 Selanjutnya dibuat model matrik
SWOT
strategi pengembangan kawasan pariwisata bahari di Kepulauan Tanakeke seperti disjikan pada Tabel 90 dibawah
ini :
Tabel 90 Model matriks
SWOT
strategi pengembangan kawasan pariwisata bahari di Kepulauan Tanakeke
STRENGTHS S WEAKNESSES W
1 Areal pengembangan pariwisata bahari cukup
mendukung 1 Rendahnya kualitas
SDM 2 Tersedianya tenaga kerja 2Minimnya sarana dan
prasarana pendukung 3 Kondisi ekosistem
terumbu karang masih cukup bagus
3Aksesibilitas terbatas 4 Adanya dukungan
pemerintah daerah dan masyarakat
4 Besarnya gelombang dan arus laut pada
musim timur dan barat
MATRIKS SWOT
5 Memiliki objek wisata pantai dan ekowisata
sebagai paket wisata bahari
5 Minimnya suberdaya air tawar
OPPORTUNITIES O Strategi SO
Strategi WO
1 Permintaan pariwisata bahari yang tinggi
2 Investasi bidang pariwisata
3 Kebijakan pemerintah tentang pengembangan
pariwisata bahari 4 Kesempatan
kerjaberusaha bagi masyarakat lokal
5 Promosi budaya 6 Posisinya berada dekat
dengan Kota Makasar
1 Pengembangan potensi wisata bahari dengan
bekerjasama pemerintah daerah dan masyarakat
2 Membuat profile paket wisata Kep Tanakeke
sebagai media promosi secara lokal,nasional
dan internasional 1 Meningkatkan kualitas
SDM yang bergerak dalam kepariwisataan
2 Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana
dan prasarana kepariwisataan
THREATS T Strategi ST
Strategi WT
1 Konflik pemanfaatan lahan
2 Pergeseran nilai budaya 3Pencemarandegradasi
habitat 1 Penataan lokasi wisata
bahari yang berbasis masyarakat
2 Melindungi pantai dari berbagai sumber
pencemardegradasi habitat
1Penguatan nilai-nilai sosial budaya,
keagamaan dan cinta lingkungan
167 Strategi-Strategi diatas selanjutnya diurutkan menurut peringkat
berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunannya, sebagaimana disajikan pada Tabel 91 dan Tabel 92
Tabel 91 Penyusunan peringkat strategi-strategi analisis SWOT
Unsur KekuatanS trength S KelemahanWeaknesses W
Strategi SO Strategi WO
Peluang Opportunities
O 1 S1-S5 dan O1,O2,O6
2 S1,S3,S4,S5 dan O1,O2,O5 1 W2 O1,O2,O3
2 W2,W3,W5 dan O2,O4,O6
Strategi ST Strategi WT
Ancaman Threats
T 1 S1,S3,S4 dan T1,T2
2 S1,S3,S4,S5 dan T3 1 W1 dan T2
Tabel 92 Penentuan prioritas strategi pengembangan kawasan pariwisata bahari
di Kepulauan Tanakeke
Unsur SWOT Keterkaitan
Skor Peringkat
Strategi 1 Pengembangan potensi wisata
bahari dengan bekerjasama pemerintah daerah dan
masyarakat S1-S5 dan O1,
O2, O6 2,85 1
Strategi 2 Membuat profile paket wisata
Kep Tanakeke sebagai media promosi secara lokal,nasional
dan internasional S1,S3,S4,S5 dan
O1,O2,O5 2,4 2
Strategi 3 Penataan lokasi wisata bahari
yang berbasis masyarakat S1,S3,S4 dan
T1,T2 2,0 3
Strategi 4 Meningkatkan kualitas SDM
yang bergerak dalam kepariwisataan
W2 O1,O2,O3 1,7 4
Strategi 5 Meningkatkan kualitas dan
kuantitas sarana dan prasarana kepariwisataan
W2,W3,W5 dan O2,O4,O6
1,5 5 Strategi 6
Melindungi pantai dari berbagai sumber
pencemardegradasi habitat S1,S3,S4,S5 dan
T3 1,45 6
Strategi 7 Penguatan nilai-nilai sosial
budaya, keagamaan dan cinta lingkungan
W1 dan T2 0,7 7
168 Berdasarkan hasil SWOT diatas, strategi – strategi prioritas yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan Kepulauan Tanakeke untuk kawasan pariwisata bahari, antara lain :
1 Pengembangan potensi wisata bahari dengan bekerjasama pemerintah daerah dan masyarakat
2 Membuat profile paket wisata Kep Tanakeke sebagai media promosi secara lokal,nasional dan internasional
3 Penataan lokasi wisata bahari yang berbasis masyarakat 4 Meningkatkan kualitas SDM yang bergerak dalam kepariwisataan
5 Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana kepariwisataan 6 Melindungi pantai dari berbagai sumber pencemardegradasi habitat
7 Penguatan nilai-nilai sosial budaya, keagamaan dan cinta lingkungan
3 Kawasan Permukiman
Faktor-Faktor penentu eksternal dan internal dalam analisis SWOT untuk pengembangan kawasan permukiman di kepulauan Tanakeke disajikan pada
Tabel 93 berikut ini ;
Tabel 93 Matriks analisis faktor-faktor strategi eksternal pengembangan
kawasan permukiman
Faktor Strategi Eksternal Bobot
Rating Skor
1 2 3 4
Peluang Opportunities :
O1 Penataan dan pengembangan kawasan
permukiman 0,20 4 0,80
O2 Adanya kerjasama antar instansi terkait
0,05 1
0,05 O3
Kebijakan pemerintah tentang permukiman
0,10 2 0,20 O4
Banyaknya program-program dari luar melalui NGO untuk pengembangan
permukiman 0,15 3 0,45
Ancaman Threats : T1 Terjadinya
penggusuran 0,20
2 0,40
T2 Terjadi konflik
pemanfaatan 0,20
3 0,60
T3 Banyak pendatang
baru 0,05
3 0,15
T4 Pencemarandegradasi lingkungan
0,05 1
0,05 TOTAL 1
2,70
169
Tabel 94 Matriks analisis faktor-faktor strategi internal pengembangan kawasan
permukiman
Faktor Strategi Internal Bobot
Rating Skor
1 2 3 4
Kekuatan Strength :
S1 Areal permukiman cukup tersedia
0,20 4
0,80 S2
Adanya program-program pengembangan permukiman dari berbagai instansi terkait
0,10 3 0,30 S3 Adanya
perangkat hukum
0,05 3
0,15 S4
Potensi sumberdaya alam cukup tersedia 0,10
3 0,30
S5 Adanya motivasi yang kuat untuk hidup
lebih baik 0,05 2 0,10
Kelemahan Weaknesses : W1
Rendahnya kualitas SDM 0,10
3 0,30
W2 Minimnya sarana dan prasarana
0,10 4
0,40 W3 Aksesibilitas
terbatas 0,05
2 0,10
W4 Kesadaran hukum
masih rendah
0,05 1
0,05 W5
Rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan
0,05 2 0,10 W6
Minimnya suberdaya air tawar 0,05
2 0,10
W7 Adanya faktor musim yang menghambat
aktivitas 0,05 1 0,05
W8 Etos kerja rendah dan lapangan kerja
terbatas 0,05 2 0,10
TOTAL 1 2,85
Berdasarkan hasil pembobotan diatas terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, maka faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan lebih besar
pengaruhnya dibandingkan dengan faktor-faktor eksternalnya peluang dan ancaman terhadap pengembangan permukiman di kawasan Kepulauan Tanakeke.
Hal ini dapat dilihat pada rasio antara faktor-faktor internal dengan eksternal dengan nilai 2,85 : 2,70.
Selanjutnya dibuat
model matrik
SWOT
strategi pengembangan kawasan permukiman di Kepulauan Tanakeke seperti disjikan pada Tabel 95
dibawah ini :
170
Tabel 95 Model matriks SWOT strategi pengembangan kawasan permukiman di
Kepulauan Tanakeke
STRENGTHS S WEAKNESSES W
1 Areal permukiman cukup tersedia
1 Rendahnya kualitas SDM 2 Adanya program-
program dari berbagai instansi terkait
2Minimnya sarana dan prasarana
3 Adanya perangkat hukum
3Aksesibilitas terbatas 4 Potensi sumberdaya
alam cukup tersedia 4Kesadaran hukum masih
rendah 5Rendahnya partisipasi
masyarakat dalam proses pembangunan
6 Minimnya suberdaya air tawar
7 Adanya faktor musim yang menghambat aktivitas
MATRIKS SWOT
5Adanya motivasi yang kuat untuk hidup lebih
baik
8 Etos kerja rendah dan lapangan kerja terbatas
OPPORTUNITIES O Strategi SO
Strategi WO
1 Penataan dan pengembangan
kawasan permukiman 2Adanya kerjasama
antar instansi terkait 3 Kebijakan pemerintah
tentang permukiman 4 Banyaknya program-
program dari luar melalui NGO untuk
pengembangan permukiman
1 Menyusun rencana detail kawasan
pengembangan permukiman
2 meningkatkan koordinasi antar sektor
maupun NGO dari luar dalam
mengembangkan kawasan permukiman
1Peningkatan kualitas sumberdaya manusia
2Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya
alam di pulau kecil
3 Membangun sarana dan prasarana pendukung untuk
kebutuhan permukiman
THREATS T Strategi ST
Strategi WT
1 Terjadinya penggusuran
2 Terjadi konflik pemanfaatan
3 Banyak pendatang baru
4Pencemarandegradasi lingkungan
1Penataan lokasi permukiman dengan
melibatkan masyarakat lokal
2 Peningkatan fungsi lembaga dalam
mengatur kegiatan permukiman
1Meningkatkan kesadaran hukum dan etos kerja
masyarakat lokal untuk menghindari konflik
171 Strategi-Strategi diatas selanjutnya diurutkan menurut peringkat
berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunannya, sebagaimana disajikan pada Tabel 96 dan Tabel 97.
Tabel 96 Penyusunan peringkat strategi-strategi analisis SWOT
Unsur KekuatanS trength S KelemahanWeaknesses W
Strategi SO Strategi WO
Peluang Opportunities
O 1 S1-S4 dan O1-O4
2 S2,S3 dan O2-O4 1 W1,W4,W5,W8 dan O2,O3
2 W1,W4,W5 dan O1,O3,O4 3 W2,W3,W6 dan O1-O4
Strategi ST Strategi WT
Ancaman Threats
T 1 S1-S4 dan O1-O3
2 S2,S3 dan T1,T3 1 W1,W4,W5 dan T2,T4
Tabel 97 Penentuan prioritas strategi pengembangan kawasan permukiman di
Kepulauan Tanakeke
Unsur SWOT Keterkaitan
Skor Peringkat
Strategi 1 Menyusun rencana detail
kawasan pengembangan permukiman
S1-S4 dan O1-O4 3,05 1
Strategi 2 Penataan lokasi
permukiman dengan melibatkan masyarakat
lokal S1-S4 dan O1-O3
2,6 2
Strategi 3 Membangun sarana dan
prasarana pendukung untuk kebutuhan permukiman
W2,W3,W6 dan O1-O4 2,1
3
Strategi 4 Meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam perencanaan dan
pemanfaatan sumberdaya alam di pulau kecil
W1,W4,W5 dan O1,O3,O4
1,9 4
Strategi 5 Meningkatkan kesadaran
hukum dan etos kerja masyarakat lokal untuk
menghindari konflik W1,W4,W5 dan
T2,T4 1,2 5
Strategi 6 Meningkatkan koordinasi
antar sektor maupun NGO dari luar dalam
mengembangkan kawasan permukiman
S2,S3 dan O2-O4 1,15 6
172 Tabel 97. lanjutan
Unsur SWOT Keterkaitan
Skor Peringkat
Strategi 7 Peningkatan fungsi lembaga
dalam mengatur kegiatan permukiman
S2,S3 dan T1,T3 1,0 7
Strategi 8 Peningkatan kualitas
sumberdaya manusia W1,W4,W5,W8
dan O2,O3 0,80 8
Berdasarkan hasil SWOT diatas, strategi – strategi prioritas yang perlu diperhatikan dalam pengembangan Kepulauan Tanakeke untuk kawasan
permukiman, antara lain : 1 Menyusun rencana detail kawasan pengembangan permukiman
2 Penataan lokasi permukiman dengan melibatkan masyarakat lokal 3 Membangun sarana dan prasarana pendukung untuk kebutuhan
permukiman 4 Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pemanfaatan
sumberdaya alam di pulau kecil 5 Meningkatkan kesadaran hukum dan etos kerja masyarakat lokal untuk
menghindari konflik 6 Meningkatkan koordinasi antar sektor maupun NGO dari luar dalam
mengembangkan kawasan permukiman 7 Peningkatan fungsi lembaga dalam mengatur kegiatan permukiman
8 Peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kepulauan Tanakeke maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1 Kepulauan Tanakeke memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup besar untuk dapat dikembangkan, baik untuk pengembangan budidaya perikanan rumput laut
dan KJA, penangkapan ikan pelagis dan karangdemersal maupun pariwisata wisata pantai dan wisata bahari.
2 Hasil analisis kesesuaian dan daya dukung lahan serta kelayakan secara ekonomi terhadap berbagai peruntukan di Kepulauan Tanakeke, didapatkan bahwa :
- Kegiatan budidaya perikanan seperti budidaya rumput laut dan keramba jaring apung layak dikembangkan di Pulau Tanakeke dan Lantangpeo.
- Kegiatan penangkapan ikan baik untuk ikan pelagis, demersal maupun ikan karang layak untuk semua gugus pulau di Kepulauan Tanakeke.
- Kegiatan Pariwisata pantai layak dikembangkan untuk semua gugus pulau sedangkan kegiatan pariwisata bahari dapat kembangkan di Pulau Dayang-
dayangan, Satangnga dan Bauluang. - Kawasan konservasi mangrove diperuntukan di Pulau Tanakeke, Lantangpeo,
Bauluang dan Satangnga, sedangkan konservasi terumbu karang dilakukan untuk semua gugus pulau.
- Kawasan permukiman terbatas dapat dikembangkan untuk semua gugus pulau. 3 Hasil analisis prioritas pengembangan berbagai peruntukan lahan di Kepulauan
Tanakeke berturut-turut budidaya rumput laut, perikanan tangkap, KJA, wisata pantai, wisata bahari, konservasi dan permukiman.
4 Hasil analisis optimasi berbagai alokasi peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke berturut-turut budidaya rumput laut, KJA, perikanan tangkap, permukiman, wisata
mangrove dan rekreasi dan konservasi mangrove dan terumbu karang.
174 5 Dalam pengembangan Kepulauan Tanakeke ke depan, kawasan pengembangan
budidaya perikanan rumput laut dan KJA dengan luas masing-masing 13,29 km2 dan 1,38 km2 diarahkan di Gugus Pulau Tanakeke dan Lantangpeo, kawasan
pengembangan perikanan tangkap ikan pelagis dan ikan karangdemersal dengan luas masing-masing 354,04 km2 dan 57,34 km2 di arahkan di Gugus Pulau
Bauluang dan Satangnga dan kawasan pariwisata pantai dan bahari di arahkan di Pulau Dayang-dayangan, Satangnga dan Bauluang.
Saran
1 Dalam penelitian ini baru dilakukan beberapa peruntukan yang layak untuk dikembangkan, untuk kedepan perlu penelitian lebih lanjut untuk menggali potensi
untuk berbagai peruntukan lain yang dapat memberikan kontribusi nyata baik kepada masyarakat setempat maupun terhadap peningkatan PAD Kabupaten
Takalar. 2 Secara ekonomi potensi sumberdaya perikanan dan pariwisata cukup menjanjikan
di Kepulauan Tanakeke, namun sampai saat ini belum dikelola dengan baik. Oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut mengenai sistem pengelolaan yang
mencerminkan latar setempat dengan memanfaatkan semua potensi yang ada yang tentunya tidak melupakan aspek kelestarian lingkungan.
3 Dalam penelitian ini kajian mengenai kelayakan daerah penangkapan menggunakan aspirasi masyarakat sebagai sumber data, oleh karena itu perlu
penelitian lebih lanjut tentang kelayakan daerah penangkapan berdasarkan aspek biogeofisik dan tingkah laku ikan dengan menggunakan data primer dilapangan
maupun data citra satelit. 4 Dalam perhitungan daya dukung untuk pengembangan pariwisata belum
memperhitungan kebutuhan air tawar, sehingga mesih perlu penelitian lanjutan tentang seberapa besar kebutuhan air tawar untuk wisatawan pada waktu
melakukan kegiatan wisata di Kepulauan Tanakeke. 5 Dalam perhitungan daya dukung keramba jaring apung belum memperhitungkan
konsentrasi dan sebaran limbah N dan P sehingga masih perlu penelitian lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Abelson, P., 1979. Cost Benefit Analysis and Environmental Problems. Macquarie University, New South Wales. Printed by Itchen Printers Limited, Suthampton,
England., p.41-43 Adrianto, 2005. Pembangunan dan Pengelolaan Pulau-pulau Kecil yang Berkelanjutan.
Makalah disampaikan pada seminar sosialisasi Pedoman Umum Investasi Pulau-pulau Kecil, Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau kecil, DKP. Mataram 28 Juli
2005.
Ahmad, T., 2001. Analisis Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Warta Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. 7 No. 1. p. 9--14.
Alkadri, Muchdie, Suhandojo. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah; Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia, Teknologi
. Pusat Pengkajian Pengembangan Teknologi Pengembangan Wilayah. Badan Pengkajian Penerapan Teknologi
BPPT. Jakarta, Indonesia. 314 hlm.
Arifin, T., 2001. Evaluasi Kesesuaian Kawasan Pesisir dan Arahan Pengembangan Bagi Pariwisata Bahari di Teluk Palu, Propinsi Sulawesi Tengah
. Tesis. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor
Aronoff, S., 1989. Geographical Information System. A Management Prespective WDL Publications. Canada: Ottawa, Ontario KIG.
Bakosurtanal, 1996. Pengembangan Prototipe Wilayah Pesisir dan Marine Kupang – Nusa Tenggara Timur
. Pusat Bina Aplikasi Inderaja dan SIG. Jakarta Barus, B. dan Wiradisastra, U. S. 1996. Sistem Informasi Geografi. Labratorium
Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bengen, D.G. 2000. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir, Sinopsis. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor IPB.
Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove
. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor IPB.
Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya
. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor IPB.
Bengen, D.G. 2002. Pengembangan Konsep Daya Dukung dalam Pengelolaan Lingkungan Pulau-pulau Kecil
. Kerjasama Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
176
Bengen, D.G. 2003. Format Keterpaduan dan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam
. Dalam Warta Pesisir dan Lautan, Edisi Khusus Nomor 012003, PKSPL-IPB.
Beveridge, M.C.M. 1996. Cage Aquaculture Second Edition. Fishing News Books LTD. Farnham, Surrey, England. 352 pp.
[BPS] Biro Pusat Statistik. 2001. Kecamatan Mappakasunggu dalam Angka. Burrough, P.A. and R.A. McDonnel. 1998. Principle of Geographical Information
Systems. Oxford University Press. 327 pp.
[BRKP] Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 2001. Laporan Forum Rumput Laut. Jakarta
: Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan.
Brookfield, H.C., 1990. An Approach to Island in Bell. Sustainable Development and Environmental Management of Small Island
. UNESCO, Paris. Budiharsono, S., 2005. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT.
Pradya Paramita. Jakarta.
Campbell JC, Radke J, Gless JT, Wirtshafter RM. 1992. An Application of Linier Programming and Geographic Information Systems
: Cropland Allocation in Antigua. Environment and Planning A, 24:535-549.
Clark, W.A.V. and P.L. Hosking. 1986. Statistical Methods for Geographers. John Wiley Sons, Inc. 513 pp.
Cressey, R.P., 1987. Participation Review. Universitas Glasgow Europeans Foundation. Galsgow.
Chuvieco, E. 1993. Integration of Linear Programming and GIS for Land-use Modelling. International Journal of Geographical Information Systems, 7:71-83.
Dacles, T., Beger, M., Ledesma, G.L., 2000. Sounthern Negros Coastal Development Programme Recommendations for Location and Level of Protection of Marine
Protected Areas in The Municipality of Sipalay . Philippine Reef and Rainforest
Conservation Foundation Inc.and Coral Cay Conservation Ltd. Dahuri, R., 1991. An Approach to Coastal Resource Utilization : In East Kalimantan
Coastal Zone , Indonesia. Submitted Partial Fulfillment of The Requirements for
The Degree of Ph.D in Invironmental Studies Interdisciplinary at Delhousie University Halifax, Nova Scotia, Kanada.
Dahuri, R, J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu, 1996. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu
. PT. Pradya Paramita. Jakarta
177
Dahuri, R., 1997. Aplikasi Teknologi Sistem Informasi Geografis SIG untuk Perencanaan dan Pengelolaan Tata Ruang Wilayah Pesisir
. PPLH-IPB. Dahuri, R., 1998. Pendekatan Ekonomi-Ekologis Pembangunan Pulau-pulau Kecil
Berkelanjutan . dalam Edyanto, CB.H., Ridlo, R., Naryanto, H.S. dan Setiadi, B.
Eds.. Prosiding Seminar dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. Kerjasama Depdagri, Dir. Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan
Kawasan, TPSA, BPPT dan Coastal Resources Management Project, USAID. hal. B32 – B42
Danoedoro, P., 1996. Pengolahan Citra Digital dan Klasifikasi di Bidang Penginderaan Jauh
. Diktat Kuliah Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Darwanto, H., 2000. Mekanisme Pengelolaan Perencanaan Tata Ruang Wilayah
Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil Serta Hubungan Antar Perencanaan Tingkat Kawasan, Kabupaten, Propinsi, dan Nasional
. Makalah Temu Pakar “Penyusunan Konsep Tata Ruang Pesisir”. Jakarta.
Departemen Kelautan dan Perikanan DKP, 2001. Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir
. Direktur Pesisir dan Pantai. Depertemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
Departemen Kelautan dan Perikanan DKP, 2002. Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
. Jakarta Dewanti, R., dan Budiman, S., 2000. Pemanfaatan Data Landsat_TM untuk Identifikasi
Kerusakan Hutan Mangrove . Makalah disampaikan pada “Pelatihan
Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan”. Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional
LAPAN Jakarta.
Dutton, I.M. dan Hotta, K., 1994. Introductio. In Coastal Management in the Asia- Pacific Region
: Issues and Approach. eds K. Hotta and I.M.Dutton, pp. 3-18, Japan International Marine Science and Technology Federation, Tokyo.
Edyanto, CB, H., 1998. Pengembangan Pulau Kecil Di Indonesia. Studi Kasus: Pulau Weh. Majalah Alami, Vol.3 Nomor 1, Dit.TPSLM. Jakarta.
Faizal A. 2001. Penerapan Teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Penyusunan Tata Ruang Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Tanakeke
, Sulawesi Selatan [tesis]. Yogyakarta: Program Pascasarjana, Universitas Gaja
Mada. Falkland, T., 1993. Water Resources Assesment, Development, and Management for
Small Coral Islands . Proc. Reg. Work. On Small Island Hydrology UNESCO-
ROSTSEA, RIWRD-LIPI, dan Batam Industrial Development Authority. Jakarta.
178
FAO, 2003. A Guide to the Seaweed Industry, FAO Fisheries Technical Paper, No. 441. Fisheries Western Australia, 1998. Planning for the Further Development of
Aquaculture and Marine Farming Industry at Jurien Bay . Fisheries
Management Report No. 4. Gibbon J et al. 1996. Criterium Decision Plus. The Complete Decision Formulation
Analysis, and Presentation for Windows Version 2,0. Trialware User’s Guide and Tutorial. Bellevue WA: Copyright 1995–1996 Info Harvest Inc.
Guerra, G. and Lewis, J. 2002. Spatial Optimization and GIS: Locating an Optimal Habitat for Wildlife Reintroduction
. Arc User April-June 2002:32-34.
Gumbriech T. 1996. Aplication of GIS in Training for Enviromental Management, 1996. 46. P 17–30.
Hardjowigeno, S., dan Widiatmaka, 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan
. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Indonesia. 352 hal.
Hardjowigeno, S dan Nasution, L.I., 1990. Penataan Ruang dalam Rangka Upaya Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Tanah dalam Menunjang Pembangunan
Berkelanjutan . Seminar Penataan Ruang tanggal 8 – 10 Oktober 1990.
Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang. Hehanussa, P.E., 1993. Morphogenetic Classification of Small Islands as a Basis for
Water Resources Planning in Indonesia . Proc. Reg. Work. On Small Island
Hydrology UNESCO-ROSTSEA, RIWRD-LIPI, dan Batam Industrial Development Authority. Jakarta
Hein, P.L., 1990. Economic Problems and Prospects of Small Islands in Bell. Sustainable Development and Environmental Management of Small Island
. UNESCO, Paris.
Heriawan, S. et al. 1999. Strategi Pengembangan Pulau Kecil dalam Pembangunan Transmigrasi
. Pusat Penelitian dan Pengembangan. Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan. Jakarta: Prosiding Seminar dan Lokakarya
Pengelolaan Pulau-pulau Kecil di Indonesia. Husni, M. 1998. Penataan Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Indonesia
dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil di
Indonesia. Kerjasama Departemen Dalam Negeri, Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan – TPSA – BPPT - Coastal Resources
Management Project CRMP USAID.
179
Imanto, P.T., N. Listyanto, dan B. Priono. 1995. Desain dan Konstruksi Keramba Jaring Apung untuk Budidaya Ikan Laut
dalam Sudradjat et al., 1995. Prosiding Temu Usaha Pemasyarakatan Teknologi Keramba Jaring Apung bagi
Budidaya Laut. Puslitbang Perikanan, Badan Litbang Pertanian. p. 216--230. Indriani dan Sumiarsih. 1992. Budidaya, Pengolahan, dan pemasaran Rumput Laut.
Jakarta: Penerbit Swadaya. Ismail, W., S.E.Wardoyo, dan B. Priono. 1998. Lokasi-lokasi Potensial bagi Panti
Benih Terapung Ikan Karang di Selatan P.Bintan dan Karirnun Jawa . JurnaJ
Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. IV No. 1. p. 36-46, Kadariah et al. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta : Universitas Indonesia.
Kapestky, J.M., L. McGregor, and H. Nanne. 1987. A geographical Information System
and Satellite Remote Sensing to Plan for Aquaculture Development : A FAO -
UNEPGRID Cooperative Study in Costa Rica. FAO Fish. Tech. Pap. 287:51 pp. Kartasasmita, G., 1996. Pembangunan Untuk Rakyat, Memadukan Pertumbuhan dan
Pemerataan . Kongres Nasional Ke V, 10 Desember 1996. Ikatan Ahli
Perencanaan Indonesia. Jakarta. Kusumastanto T. 2000. Prototipe Budidaya Ikan Laut Sistem Floating Cage bagi
Masyarakat Nelayan di Kepulauan Riau. Laporan Akhir Kerjasama
Departemen Kelautan dan Perikanan dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. 26-30pp.
Lillesand, T.M., dan R.W. Kiefer, 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Lilesand and Kiefer, 1979. Remote Sensing and Image Interpretation. University of Wiconson. Madison and University of Minnesta.
Lyzenga, D.R., 1981. Remote Sensing of Bottom Reflectance and Water Attenuation Parameters in Shallow Water Using Aircraft and Landsat Data
. International Journal Remote Sensing
. Volume 2 No. 1 71 – 72. McElroy, J.L, B. Potter, and E. Towle, 1990. Challenges for Sustainable Development
in Small Caribbean in Bell. Sustainable Development and Environmental Management of Small Island
. UNESCO, Paris. Mika. M.A., 1997. Three Decades of Landsat
TM
, Instrument Photogrametry Engineering and Remote Sensing
Volume 63. P. 839-852 Morain, S. 1999. GIS Solution in Natural Resource Management: Balancing the Technical-
Political Equation. OnWord Press. USA. 361 pp.
180
Nurwadjedi P. 1995. Penggunaan SIG untuk Pengelolaan Database pesisir. Pelatihan Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu. 3 April–9
September 1995. Bogor: PPLH-IPB Bogor. Tidak diterbitkan hal 1–39. Nontji A. 1987,. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit Djambatan.
Odum, E.P., 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Saunders Company, Philadelphia, USA.
Ongkosongo, O.S.R., 1998. Permasalahan dalam Pengelolaan Pulau-pulau Kecil. Prosiding Seminar dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-pulau di Indonesia. dalam
Edyanto, CB.H., Ridlo, R., Putro, C.J., Naryanto, H.S. dan Setiadi, B. Eds.. Kerjasama Depdagri, Dir. Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan, TPSA,
BPPT dan Coastal Resources Management Project, USAID. Hal. H34 - H47
Pearce, D.G., and R.M. Kirk, 1986. Carrying Capacities for Coastal Tourism. Ind, Environ. 91: 3-7.
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996, Tentang: Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam
Penataan Ruang .
Pigram, P., 1983. Outdoor Recreation and Resource Management. St. Martin’s Press, New York.
Prahasta E. 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Indonesia: CV. Informatika Bandung. 314 hal.
Purnomo, A., 1997. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Budidaya Udang Ramah Lingkungan
. Ditjen Perikanan. Jakarta Purwadhi, H.S., 1994. Sistem Informasi Geografis SIG. Jakarta: Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional. LAPAN. Rachmansyah, 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Awarange
Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan Bagi Pengembangan Budidaya bandeng Dalam Keramba Jaring Apung
. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Rahayu, E.E. 2000. Kajian Pemanfaatan Ruang Secara Optimal Ditinjau dari Dampak Erosi dan Produktifitas Lahan Di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Bantul-
Yokyakarta. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia
Rauf, A., 2000. Penentuan Zonasi dan Kondisi Terumbu Karang dengan Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh di Kepulauan Spermonde, Selat Makassar, Sulawesi
Selatan . Jurnal BIPP_UNHAS: ISSN 0855-3555, Vol. No. 2 2000 : 187 – 199
181
Retraubun, A.S.W., 2000. Pengelolaan Pulau-Pulau di Indonesia. Prosiding Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Bogor, 21-26 Pebruari
2000. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Kerjasama Proyek Pesisir, Coastal Resources Center-Univrsity of Rhode Island.
Hal 136-141.
Rusli, S.N., 1998. Penataan Ruang Wilayah dengan Peran Serta Masyarakat, Menggunakan Sistem Informasi Geografis
. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Scones, B Juliet. 1993. Global Equity and Environmental Crisis : An argument for Reducing Working Hours in The North.
World Development 19,1, 73-78. Sevilla, C. G. et al., 1993. Pengantar Metode Penelitian. Penerbit Universitas Indonesia
Terjemahan. Sjafi’i, E.I.B., 2000. Analisis Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Manado,
Sulawesi Utara , Tesis. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan
Lautan. Institut Pertanian Bogor. Subandar A. 1999. Potensi Teknik Evaluasi Multi Kriteria dalam Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup . Jurnal Sains dan Teknologi Vol.1
No.5 Agustus 1999. Sugandhy, A., 1999. Penataan Ruang dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Soekartawai 1986. Ilmu Usaha Tani, dan Penelitian untuk Pengembangan Petani
Kecil . Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press.
Sunarto K. Sutikno dan Dulbahri. 1997. Kesesuaian Wilayah Perairan laut Untuk Budidaya Rumput Laut Jenis Eucheuma di Terumbu Karang Pulau Pari Teluk
Jakarta . Geomatika No. 1-2 hal. 18-33.
Sunyoto, P. 2000. Pembesaran Kerapu dengan Keramba Jaring Terapung. PT. Penebar Swadaya, Depok.
Suryadi, K dan M. Ali Ramdhani, M.T., 1998. Sistem Pendukung Keputusan Suatu Wacana Struktural Idealisasi dan Implementasi Konsep Pengambilan
Kepuitusan . PT. Remaja Rosdakarya Bandung.
Surianegara, I., 1978. Pengelolaan Sumberdaya Alam. Pasca Sarjana IPB, Bogor Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh I. Gadjah University Press. Yogyakarta.
Sutanto. 1987. Penginderaan Jauh II. Gadjah University Press. Yogyakarta.
182
Taha, H.A. 1996. Riset Operasi: Suatu Pengantar Jilid I. Terjemahan. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta, Indonesia. 440 h1m.
Tivy, J., 1972. The Concept and Determination of Carrying Capacity of Recreational Land in the USA
. Countriside Commission for Scotland, Battlebay. Tresnadi, H. 1998. Pengelolaan Air Tanah Berwawasan Lingkungan di Pulau-pulau
Kecil dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil
di Indonesia. Kerjasama Departemen Dalam Negeri, Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan – TPSA – BPPT - Coastal Resources
Management Project CRMP USAID.
Ukkas, M., 2001. Pemetaan Potensi Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kabupaten Takalar
. Laporan Penelitian. Universitas Hasanuddin. Makassar. UNESCO. 1991. Hydrology and Water Resources of Small Island: A Practical Guide.
Studies and Report on Hydrology No. 49. Prepared by A. Falkland ed. and E. Custodio with contribution from A. Diaz Arenas and L. Simler. Paris, France.
435pp.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007, Tentang : Penataan Ruang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007, Tentang : Pengelolaan
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil UNHAS, 2001. Penyusunan Rencana Teknis Satuan Permukiman dan Rencana Teknis
Jalan Tahap IIIA . Laporan. Kerja sama LPPM_UNHAS dengan Departemen
Transmigrasi Perambah Hutan Direktorat Jenderal Permukiman dan Lingkungan Direktorat Bina Program.
WCED, 1987. World Commission on Enviroment and Development ed Our Common Furture
. Oxford University Press. Oxford. Wong, P.P., 1991. Coastal Tourism in Southeast Asia. International Center forLiving
Aquatic Resources Management . Philippines.
Yulianda, F et al. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Hayati Pesisir dan Lautan. Materi Kuliah Pengelolaan Sumberdaya pesisir dan Lautan. Bogor: Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Yulianda, F., 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya
Pesisir Berbasis Konservasi. Makalah Seminar Sains. Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN - LAMPIRAN
Lampiran 1 Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk kegiatan budidaya rumput laut.
Parameter Bobot
Sangat Sesuai
Skor Sesuai
Skor Tidak
Sesuai Skor
Kedalaman m 4
1.0 – 2.5 3
2.5 – 5 2
1.0 5 1
Jenis dasar perairan 2
Pasir 3
Karang 2
Berlumpur 1
Kecepatan Arus cmdt 3
20 – 30 3
30 – 40 2
20 40 1
Kecerahan m 3
1,5m 3
0,5-1,5m 2
0,5 m 1
Salinitas ppt 2
32 – 34 3
28 – 32 2
28 34 1
PH 2
6.8 – 8.5 3
6.8 – 8.5 2
6.8 8.5 1
Suhu
o
C 2
24 - 30 3
24 - 30 2
24 30 1
Keterlindungan 4
Terlindung 3
Terlindung 2
Tidak Terlindung
1
Sumber : DKP, 2002 dan FAO,2003
Lampiran 1. lanjutan
Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk kegiatan budidaya keramba jaring apung
Parameter Bobot
Sangat Sesuai
Skor Sesuai
Skor Tidak
Sesuai Skor
Kedalaman m 4
10 - 20 3
5 - 10 2
5 ; 20 1
Keterlindungan dari arus, angin dan gelombang
4 Terlindung
3 Terlindung
2 Tidak
Terlindung 1
Suhu
o
C 2
28 - 30 3
25 - 28 2
25 ; 30 1
Salinitas ppt 2
29 - 32 3
25 - 29 2
25 ; 32 1
Material dasar perairan 2
Karang Berpasir 3
Pasir 2
Berlumpur 1
Kecerahan m 3
5 3
3 - 5 2
3 1
Kecepatan Arus cmdt 3
20 - 40 3
10 - 20 2
10 ; 40 1
pH 2
7.5 – 8.5 3
6.5 – 7.5 2
6.5 ; 8.5 1
Sumber: DKP,2002 dan FAO, 2003
Lampiran 1. lanjutan Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk kawasan lindung
Parameter Bobot
Sangat Sesuai
Skor Sesuai
Skor Tidak
Sesuai Skor
Keanekaragaman mangrove jenis
4 3.0 – 3.5
3 2.0 – 3.0
2 2.0
1 Presentase tutupan karang
4 75 – 100
3 25 – 70
2 25
1 Keanekaragaman karang jenis
3 40
3 20 - 40
2 20
1 Kelimpahan karang family
3 8 – 10
3 3 – 7
2 3
1 Spesies
endemik 4
Ada 3
ada 2
Tidak ada 1
Kelimpahan ikan karang family 50 – 70
3 15 – 50
2 15
1 Keanekragaman ikan karang
jenis 3
3.0 – 3.5 3
1.5 – 2.0 2
1.5 1
Sumber : DKP, 2002
Lampiran 1. lanjutan
Kriteria dan matriks kesesuaian permukiman
Parameter Bobot
Sangat Sesuai Skor
Sesuai Skor
Tidak Sesuai Skor
Jarak dari pantai m 1
100 3
50 – 100 2
50 1
Ketersediaan air tawar 3
tersedia 3
tersedia 2
Tidak tersedia 1
Aksesibilitas dermaga m 1
500 3
500 - 1000 2
1000 1
Jarak dari kawasan konservasi m 2
1000 3
300 - 1000 2
300 1
Drainase 2
Tidak tergenang 3
Tergenang priodik 2
tergenang 1
Sumber : DKP, 2002
Lampiran 1. lanjutan Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk ekowisata bahari kategori selam
Parameter Bobot
Sangat Sesuai
Skor Sesuai
Skor Tidak
Sesuai Skor
Kecerahan perairan 4
80 3
20 - 80 2
20 1
Jenis life form 3
12 3
4 -12 2
4 1
Jenis ikan karang Sp 3
100 3
20-100 2
20 1
Tutupan komunitas karang 4
75 3
25-75 2
25 1
Kecepatan arus cmdet 2
0-15 3
15 - 50 2
50 1
Kedalaman terumbu karang m 2
6 -15 3
15 - 30 2
6 ; 30 1
Sumber : Modifikasi dari Yulianda 2007 Keterangan :
Nilai Maksimum = 54 SS = Sangat sesuai, dengan nilai 80 – 100
S = Sesuai, dengan nilai 35 - 80 TS = Tidak sesuai, dengan nilai 35
Lampiran 1. lanjutan
Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk ekowisata bahari kategori wisata snorkling
Parameter Bobot
Sangat Sesuai
Skor Sesuai
Skor Tidak
Sesuai Skor
Kecerahan perairan 4
100 3
25 - 100 2
25 1
Jenis life form 3
12 3
4 -12 2
4 1
Jenis ikan karang Sp 3
50 3
10-50 2
10 1
Tutupan komunitas karang 4
75 3
25-75 2
25 1
Kecepatan arus cmdet 2
0-15 3
15 - 50 2
50 1
Kedalaman terumbu karang m 2
1 - 3 3
3 - 10 2
10 ; 1 1
Lebar hamparan datar karang m 2
500 3
20 - 500 2
20 1
Sumber : Modifikasi dari Yulianda 2007 Keterangan :
Nilai Maksimum = 60
Lampiran 1. lanjutan Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk wisata pantai kategori rekreasi
Parameter Bobot
Sangat Sesuai
Skor Sesuai
Skor Tidak
Sesuai Skor
Kedalaman perairan 4
0 - 3 3
3 - 10 2
10 1
Tipe pantai 4
Pasir putih 3
Pasir putih, sedikit karang, sedikit terjal
2 Lumpur, berbatu,
terjal 1
Lebar pantai m 4
15 3
3 - 15 2
3 1
Material dasar perairan 3
Pasir 3
Karang,berpasir, pasir berlumpur
2 lumpur
1 Kecepatan arus mdet
3 0 - 0.17
3 0.17 – 0.51
2 0.51
1 Kemiringan pantai
o
3 10
3 10 - 45
2 45
1 Kecerahan perairan m
2 10
3 3 - 10
2 3
1 Penutupan lahan pantai
2 Kelapa, lahan
terbuka 3
Semak, belukar, savana
2 Hutan bakau,
permukiman, pelabuhan
1 Biota berbahaya
2 Tidak ada
3 Bulu babi, ikan pari
2 Bulu babi, ikan pari,
lepu, hiu 1
Ketersediaan air tawar jarakkm 2
0.5 3
0.5 - 2 2
2 1
Sumber : Modifikasi dari Yulianda 2007 Keterangan :
Nilai Maksimum = 87
Lampiran 1. lanjutan Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk wisata pantai kategori wisata mangrove
Parameter Bobot
Sangat Sesuai
Skor Sesuai
Skor Tidak
Sesuai Skor
Ketebalan mangrove m 4
500 3
50 - 500 2
50 1
Kerapatan mangrove 100m
2
3 15-25
3 5 -15 ; 25
2 5
1 Jenis mangrove
3 5
3 1 - 5
2 1
Pasang surut m 2
0 - 1 3
1 - 5 2
5 1
Obyek biota 2
Ikan, udang,
kepiting,moluska, reptil, burung
3 Ikan,udang,kepiting,
moluska 2
Salah satu biota air 1
Sumber : Modifikasi dari Yulianda 2007 Keterangan :
Nilai Maksimum = 54
Lampiran 2. Beberapa faktorkriteria yang dibutuhkan dalam menentukan prioritas jenis berbagai peruntukan yang akan dikembangkan di
Kepulauan Tanakeke dengan pendekatan MCDM
Kriteria Parameter
Keterangan
Luas lahanperairan Didasarkan pada luas lahan eksisting yang diperoleh melalui hasil interpretasi citra satelit landsat_TM
Potensi dampak lingkungan didasarkan pada dampak yang ditimbulkan dengan adanya kegiatan budidaya perikanan pesisir tersebut tambak,
rumput laut, dan keramba jaring apung. Kualitas perairan
Didasarkan pada kondisi kualitas perairan di sekitar gugusan Kepulauan Tanakeke Katersediaan air tawar
Didasarkan pada ketersediaan air tawar pada masing-masing pulau Keanaekaragaman hayati
Didasarkan pada keanekaragaman hayati yang dimiliki masing-masing pulau, baik di daratan pulau maupun diperairannya
Ketersediaan sumberdaya Didasarkan pada ketersediaan sumberdaya pada masing-masing pulau
Keterkaitan ekosistem didasarkan pada keterpaduan kegiatan antara wilayah darat dan laut sebagai satu kesatuan ekosistem pesisir pulau-
pulau kecil. Misalnya keterpaduan antara tambak dan rumput laut, antara tambak dan KJA, atau antara rumput laut dan KJA.
Ekologi
Kesesuaian Lahan didasarkan pada luas lahan yang diperoleh dari hasil evaluasi kesesuaian lahan. Luas lahan yang dimaksud adalah
permukiman, kawasan lindung, budidaya rumput laut, keramba jaring apung, pariwisata dan penangkapan ikan luas lahan sangat sesuai, dan sesuai.
Pasar didasarkan pada panjang pendeknya alur pemasaran hasil budidaya perikanan, mulai dari nelayan sampai ke
pedagangekspor Kontribusi terhadap
perekonomian masyarakat lokal
didasarkan pada jenis budidaya perikanan pesisir yang mana yang mempunyai kontribusi yang tinggi yang banyak manfaatnya terhadap kondisi perekonomian masyarakat di Pulau Tanakeke
Peranan koperasi didasarkan pada ada tidaknya koperasi yang berperan di dalam aktivitas budidaya perikanan pesisir yang
dikembangkan Ekonomi
Aksesibilitas Didasarkan pada kemudahan aksesibilitas pada masing-masing pulau, baik untuk transportasi lokal maupun untuk
angkutan hasil tangkapan dan hasil budidaya. Konflik kepentingan
didasarkan pada ada tidaknya konflik yang terjadi misalnya: antara transportasi dengan pihak pembudidaya Bentuk perhatian
pemerintah didasarkan pada ada tidaknya perhatian pemerintah terhadap aktivitas budidaya perikanan pesisir misalnya: berupa
bantuan dana, penyuluhan dan lain-lain Keinginan masyarakat
tentang budidaya didasarkan pada tingkat keinginan masyarakat mengenai aktivitas budidaya perikanan pesisir tersebut
Pelibatan pihak yang berkepentingan
didasarkan pada ada tidaknya pelibatan pihak-pihak yang berkepentingan seperti: pemerintah, LSM, dan investor atau pengusaha dalam kegiatan budidaya perikanan pesisir
Peraturan didasarkan pada peraturan yang berlaku, baik peraturan yang dibuat oleh PEMDA setempat maupun nasional dan
lokal Adatkebiasaan
Didasarkan pada adatkebiasaan masyarakat Kepulauan Tanakeke dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada Sosial budaya
Status penggunaan lahan didasarkan pada lahan untuk budidaya apakah milik sendiri, penggarap, milik pengusaha ataukah pemerintah
Lampiran 3.
Prediksi Kondisi Pasang Surut Perairan Kepulauan Tanakeke Pada Bulan Juni 2002 – Mei 2003
Grafik Pasang Surut Perairan Tanakeke
Bulan Juni 2002 - Mei 2003
20 40
60 80
100 120
140 160
350 700
1050 1400
1750 2100
2450 2800
3150 3500
3850 4200
4550 4900
5250 5600
5950 6300
6650 7000
7350 7700
8050 8400
8750
Jam Ti
ng gi
M uk
a A
ir c
m
Lampiran 4. Hasil Prediksi Gelombang dan Durasi Angin Perbulan Selama Tahun 1990 – 2000 di Kepulauan Tanakeke.
Januari
Tahun U md
α F Lap m
Hs m Ts detik
1990 16.83 315
132485 3.13
7.93 1991 14.28
315 132485
2.66 7.50
1992 12.24 315
132485 2.28
7.12 1993 18.36
315 132485
3.42 8.17
1994 11.22 315
132485 2.09
6.91 1995 13.26
310 132485
2.47 7.32
1996 09.00 320
132485 1.67
6.41 1997 07.50
300 132485
1.40 6.03
1998 10.50 300
132485 1.95
6.76 1999 10.00
270 153288
2.00 6.97
2000 12.00 300
132485 2.23
7.07
Pebruari
Tahun U md
α F Lap m
Hs m Ts detik
1990 12.24 315
132485 2.28
7.12 1991 20.40
270 153288
4.08 8.89
1992 16.83 270
153288 3.37
8.32 1993 14.28
315 132485
2.66 7.50
1994 12.75 270
153288 2.55
7.57 1995 11.22
300 132485
2.09 6.91
1996 11.00 240
200000 2.51
7.86 1997 19.00
330 132485
3.53 8.27
1998 05.00 270
153288 1.00
5.51 1999 17.50
310 132485
3.26 8.04
2000 11.00 270
153288 2.20
7.20
Maret
Tahun U md
α F Lap m
Hs m Ts detik
1990 18.36 315
132485 3.42
8.17 1991 09.69
270 153288
1.94 6.90
1992 10.20 116721
1.78 6.42
1993 09.69 315
132485 1.80
6.58 1994 09.69
315 132485
1.80 6.58
1995 11.73 350
116721 2.05
6.73 1996 07.00
270 153288
1.40 6.18
1997 12.50 300
132485 2.33
7.17 1998 06.00
210 200000
1.37 6.40
1999 09.00 270
153288 1.80
6.73 2000 13.00
300 132485
2.42 7.27
April
Tahun U md
α F Lap m
Hs m Ts detik
1990 14.28 315
132485 2.66
7.50 1991 14.28
315 132485
2.66 7.50
1992 13.77 315
132485 2.56
7.41 1993 09.18
315 132485
1.71 6.46
1994 07.65 315
132485 1.42
6.07 1995 11.22
290 153288
2.25 7.25
1996 13.00 300
132485 2.42
7.27 1997 06.00
80 27157
0.51 3.31
1998 12.50 150
122751 2.24
6.99 1999 10.00
300 132485
1.86 6.65
2000 13.00 300
132485 2.42
7.27
Mei
Tahun U md
α F Lap m
Hs m Ts detik
1990 10.70 45
36112 1.04
4.43 1991 09.69
315 132485
1.80 6.58
1992 08.67 45
36112 0.84
4.12 1993 07.14
270 153288
1.43 6.22
1994 07.14 315
132485 1.33
5.93 1995 07.65
320 132485
1.42 6.07
1996 05.00 120
122751 0.90
5.12 1997 09.00
20 116721
1.57 6.15
1998 09.00 240
200000 2.06
7.35 1999 05.50
300 132485
1.02 5.42
2000 08.00 330
132485 1.49
6.16
Juni
Tahun U md
α F Lap m
Hs m Ts detik
1990 09.69 225
200000 2.21
7.53 1991 07.14
45 36112
0.69 3.86
1992 07.65 270
153288 1.53
6.37 1993 07.14
90 27157
0.60 3.51
1994 06.63 315
132485 1.23
5.78 1995 09.18
50 36112
0.89 4.20
1996 06.00 280
153288 1.20
5.86 1997 07.00
50 36112
0.68 3.83
1998 09.00 270
153288 1.80
6.73 1999 06.00
350 116721
1.05 5.36
2000 05.00 300
132485 0.93
5.25
Juli
Tahun U md
α F Lap m
Hs m Ts detik
1990 10.71 225
200000 2.45
7.79 1991 07.65
225 200000
1.75 6.95
1992 08.67 116721
1.51 6.07
1993 07.65 135
122751 1.37
5.92 1994 05.61
315 132485
1.04 5.46
1995 06.12 60
36112 0.59
3.66 1996 06.00
60 36112
0.58 3.64
1997 09.00 110
27157 0.76
3.80 1998 06.00
90 27157
0.51 3.31
1999 07.50 60
36112 0.73
3.92 2000 09.00
60 36112
0.87 4.18
Agustus
Tahun U md
α F Lap m
Hs m Ts detik
1990 09.18 225
200000 2.10
7.40 1991 09.18
180 200000
2.10 7.40
1992 09.18 225
200000 2.10
7.40 1993 08.67
45 36112
0.84 4.12
1994 06.12 315
132485 1.14
5.62 1995 10.20
60 36112
0.99 4.36
1996 07.00 60
36112 0.68
3.83 1997 09.00
90 27157
0.76 3.80
1998 06.00 280
153288 1.20
5.86 1999 09.00
70 27157
0.76 3.80
2000 07.00 110
27157 0.59
3.49
September
Tahun U md
α F Lap m
Hs m Ts detik
1990 14.80 45
36112 1.44
4.94 1991 09.69
270 153288
1.94 6.90
1992 09.18 225
200000 2.10
7.40 1993 06.63
225 200000
1.52 6.62
1994 06.63 225
200000 1.52
6.62 1995 10.20
40 36112
0.99 4.36
1996 10.00 290
153288 2.00
6.97 1997 12.00
120 122751
2.15 6.90
1998 06.50 280
153288 1.30
6.02 1999 07.50
90 27157
0.63 3.57
2000 07.00 280
153288 1.40
6.18
Oktober
Tahun U md
α F Lap m
Hs m Ts detik
1990 10.71 225
200000 2.45
7.79 1991 10.20
225 200000
2.33 7.66
1992 10.20 315
132485 1.90
6.69 1993 09.18
45 36112
0.89 4.20
1994 07.14 225
200000 1.63
6.79 1995 08.67
70 27157
0.73 3.75
1996 07.00 120
122751 1.25
5.74 1997 10.00
90 27157
0.84 3.94
1998 10.00 330
132485 1.86
6.65 1999 07.00
300 132485
1.30 5.89
2000 08.00 300
132485 1.49
6.16
Nopember
Tahun U md
α F Lap m
Hs m Ts detik
1990 10.71 315
132485 1.99
6.80 1991 10.20
135 122751
1.83 6.52
1992 08.67 315
132485 1.61
6.33 1993 08.16
225 200000
1.87 7.10
1994 08.16 315
132485 1.52
6.20 1995 09.18
290 153288
1.84 6.77
1996 11.00 350
116721 1.92
6.58 1997 10.00
120 122751
1.79 6.48
1998 08.00 360
116721 1.40
5.91 1999 10.00
340 116721
1.75 6.37
2000 09.00 340
116721 1.57
6.15
Desember
Tahun U md
α F Lap m
Hs m Ts detik
1990 13.77 116721
2.40 7.11
1991 14.79 315
132485 2.75
7.59 1992 12.24
116721 2.14
6.83 1993 16.32
270 153288
3.27 8.24
1994 11.22 315
132485 2.09
6.91 1995 16.83
280 153288
3.37 8.32
1996 12.00 270
153288 2.40
7.42 1997 09.00
330 132485
1.67 6.41
1998 10.00 270
153288 2.00
6.97 1999 16.50
240 200000
3.77 9.03
2000 11.00 320
132485 2.05
6.86 Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, Propinsi Sulawesi Selatan
Lampiran 5
. Arah dan Kecepatan Arus sekitar Palau Tanekeke
Posisi E m
N m arah
o
Panjang tali m
Waktudt Kecepatan mdt
750562 9396315 240
4 15,9
0,2515723 750759 9396273
270 3
9 0,3333333
750759 9395586 300
2 10,53
0,1899335 750431 9395380
290 2
21,49 0,0930665
750188 9395426 342
2 19,28
0,1037344 750094 9395087
320 2
16,8 0,1190476
750687 9394957 332
2 13,11
0,1525553 751392 9394601
290 1
17,28 0,0578704
752324 9384969 298
1 7,41
0,1349528 751707 9394006
312 2
28,9 0,0692042
751018 9392937 20
1 14,84
0,0673854 750280 9391565
43 2
21,56 0,0927644
750647 9391404 295
1 21,9
0,0456621 750160 9393166
243 2
33,12 0,0603865
749637 9393420 245
2 7,97
0,250941 749153 9392573
242 2
10,36 0,1930502
749029 9391621 340
2 19,91
0,100452 748400 9390730
350 2
7,1 0,2816901
749764 9389785 240
2 22,37
0,0894055 750095 9388780
266 2
28,72 0,0696379
750951 9388435 195
2 15,05
0,1328904 752129 9387554
200 2
22,08 0,0905797
757298 9389717 320
2 19,5
0,1025641 757595 9391780
168 2
6,6 0,3030303
757143 9393198 30
2 6
0,3333333 756079 9394821
170 2
25 0,08
756170 9396050 125
2 12
0,1666667 753995 9397136
105 2
10,71 0,1867414
752223 9397269 132
2 21,73
0,0920387 754136 9397241
129 2
22,05 0,0915148
Sumber : Data Lapangan April 2003
Lampiran 6
. Data suhu, salinitas dan kecerahan sekitar Pulau Tanakeke
Posisi E N
Suhu
o
C Salinitas
o
oo Kecerahan
750562 9396315 29
30 62
750759 9396273 30
30 90
750759 9395586 29
31 100
750431 9395380 28
31 100
750188 9395426 28
31 100
750094 9395087 29
31 50
750687 9394957 29
30,5 73
751392 9394601 30
31 62
752324 9384969 30
30,5 100
751707 9394006 30
31 70
751018 9392937 32
31 67
750280 9391565 30
31,5 84
750647 9391404 31
29 68
750160 9393166 30
29 100
749637 9393420 28
27 100
749153 9392573 28
30 100
749029 9391621 29
30 100
748400 9390730 28
31 100
749764 9389785 30
30 100
750095 9388780 30
32 100
750951 9388435 30
30 100
752129 9387554 30
31 100
757298 9389717 29
30 100
757595 9391780 30
35 100
757143 9393198 30
30 100
756079 9394821 29
30,5 100
756170 9396050 30
30 100
753995 9397136 31
31 100
752223 9397269 30
31 100
754136 9397241 30
32 100
Sumber : Data Lapangan April 2003
Lampiran 7
. Hasil Perhitungan Kerapatan, Frekwensi, dan Penutupan Jenis serta Indeks Keanekaragaman Mangrove di Kepulauan Tanakeke.
a.
Kerapatan Jenis
Tabel Lampira 7. Hasil Perhitungan Kerapatan Jenis Mangrove Pada 12 Stasiun di Kepulauan Tanakeke
Stasiun Jenis ni A Di
Σ n RDi
I R. Mucronata
314 100 3,14
314 100 II R.
Mucronata 124 100
1,24 124 100
III R. Mucronata
75 100 0,75 75 100
IV R. Mucronata
173 100 1,73
173 100 V R.
Mucronata 29 100
0,29 29 100
VI R. Mucronata
220 100 2,2
220 100 R. Mucronata
15 100
0,15 25
60 Lumnitzera 7
100 0,07
25 28
VII Sonneratia 3
100 0,03
25 12
VIII R. Mucronata
26 100 0,26 26
100 IX R.
Mucronata 112 100
1,12 112 100
X R. Mucronata
60 100 0,6
60 100 XI R.
Mucronata 241 100
2,41 241 100
XII R. Mucronata
190 100 1,9
190 100
b. Frekuensi Jenis