2.10 - Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh

113 Kesesuaian dan Daya Dukung Lahan Pariwisata Berdasarkan hasil survei lapangan dan evaluasi kesesuaian lahan untuk kegiatan pariwisata di Kepulauan Tanakeke dikelompokkan kedalam dua kegiatan wisata yaitu wisata pantai dan wisata bahari. Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, dan menikmati pemandangan wisata mangrove. Sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya bawah laut seperti selam dan snorkling. Wisata Pantai. Berdasarkan hasil analisis spasial dengan pendekatan Sistem Informasi Geografis SIG dengan memasukkan parameter kesesuaian lahan, maka daerah yang masuk kategori sangat sesuai dan sesuai untuk wisata pantai kategori wisata mangrove di gugus Kepulauan Tanakeke berada di pulau Tanakeke, Lantangpeo dan Bauluang dengan panjang jalur tracking masing- masing 2.88 km, 4.61 km dan 1.94 km. Hasil evaluasi kesesuaian lahan tersebut disajikan pada Tabel 40 dan Gambar 37. Sedangkan wisata pantai kategori wisata rekreasi berada di pulau Bauluang, Satangnga dan sepanjang pantai Pulau Dayang-Dayangan, baik di daratan pantai pasir putih maupun di perairan pantai dengan kedalaman 1 – 10 meter. Hasil evaluasi kesesuaian lahan tersebut disajikan pada Tabel 41 dan Gambar 38. Tabel 40 Hasil evaluasi kesesuaian lahan perairan untuk wisata pantai kategori wisata mangrove Kelas kesesuaian Lahan No. Gugus Kepulauan Tanakeke Sangat Sesuai km Sesuai km 1. Pulau Tanakeke - 2.88 2. Pulau Lantangpeo Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4

4.61 2.10

0.58 0.89 1.04 - 3. Pulau Bauluang

1.94 -

4. Pulau Satangnga - - 5. Pulau Dayang2an - - Jumlah 6.55 2.88 114 Tabel 41 Hasil evaluasi kesesuaian lahan perairan untuk wisata pantai kategori rekreasi Kelas kesesuaian Lahan No. Gugus Kepulauan Tanakeke Sangat Sesuai Km 2 Sesuai Km 2 1. Pulau Tanakeke - - 2. Pulau Lantangpeo - - 3. Pulau Bauluang - 0.15 4. Pulau Satangnga - 0.14 5. Pulau Dayang2an - perairan dangkal - pasir putih 0.08 0.16 0.03 Jumlah 0.24 0.32 Kegiatan wisata mangrove di Kepulauan Tanakeke didasarkan pada daya tarik keindahan alam panorama mangrove yang masih alami, dimana di dalamnya banyak lorong-lorong kecil berupa sungai-sungai dengan kedalaman sekitar 60 cm pada waktu pasang dengan lebar 2 – 3 meter dan juga hamparan teluk yang begitu luas. Berdasarkan hasil survei dan analisis yang dilakukan diperoleh kegiatan yang menjadi tujuan kegiatan wisata mangrove antara lain; memandang alam baik keindahan alam mangrove maupun satwa yang ada didalamnya, pemotretan, berperahu menelusuri sungai-sungai didalam kawasan mangrove, berperahu mengelilingi pulau tanakeke melalui teluk-teluk pada waktu pasang serta memandang keindahan alam Kepulauan Tanakeke di atas mercusuar di pulau Dayang-dayangan. Wilayah yang sesuai untuk kegiatan ini meliputi Pulau Tanakeke, Pulau Lantangpeo dan Pulau Bauluang serta Pulau dayang-Dayangan. Kegiatan yang dapat dilakukan di Pulau Tanakeke dan Lantangpeo yaitu mengelilingi pulau dengan naik perahu kapasitas 5-7 orang melalui teluk-teluk maupun sungai-sungai kecil di dalam kawasan mangrove sambil menikmati keindahan panorama alam yang ada di dalamnya. Luas total teluk pulau Tanakeke dan Lantangpeo adalah sekitar 16.05 km 2 , sedangkan panjang sungai-sungai kecil yang ada di dalam kawasan mangrove disajikan pada Tabel 40. Disamping itu kenakeragaman flora dan fauna yang cukup unik dan murni sebagai spesies endemik juga sangat menarik bagi wisatawan, misalnya jenis ikan baronang ”biawasa” Siganus sp, yang hanya ditemukan pada musim-musim 115 tertentu saja dengan populasi yang sangat besar dengan telur sebesar setengah ukuran badan induknya. Selain itu juga ditemukan ”kepiting dato” Scylla sp yang mempunyai carapace cangkang yang dapat mencapai ukuran sekitar 25 cm. Selain itu juga ditemukan hewan langkah lainnya seperti populasi kuda laut Hippocampus sp dan koloni burung-burung laut yang merupakan hewan yang spesifik yang ditemukan hidup di areal hutan bakau. Semua kegiatan tersebut menjadi atraksi yang cukup menarik bagi wisatawan mancanegara maupun domestik yang letaknya yang relatif dekat dengan kota Makassar, yaitu sekitar kurang lebih 40 km atau dengan perjalanan kurang lebih satu jam perjalanan darat dan perjalanan lewat laut dengan speed- boat sekitar 30-45 menit. Namun sekarang ini belum dikembangkan sama sekali. Kegiatan pariwisata pantai yang sesuai didaerah ini meliputi berjalan santai mengelilingi pulau, berjemur di pasir putih, berperahu dan berenang di perairan sekitar pantai dengan kedalaman 1 – 3 meter. Selain itu, di kawasan tersebut juga terdapat mercusuar dengan ketinggian sekitar 30 meter dengan luas puncak menara sekitar 25 m 2 5 x 5 m sehingga dapat dimanfaatkan wisatawan untuk melihat suasana pemandangan alam Kepulauan Tanakeke dari atas. Kegiatan pariwisata di kepulauan Tanakeke sangat tergantung kepada musim, dimana pada musim barat dan timur Nopember - Pebruari sama sekali tidak dapat dimanfaatkan untuk kunjungan wisata karena tinggi gelombang dapat mencapai sekitar 1,5 – 2 meter. Kegiatan pariwisata di kawasan ini hanya efektif pada musim peralihan yaitu sekitar bulan Maret – Oktober. Mengingat pengembangan wisata bahari dan pantai tidak bersifat mass tourism, mudah rusak dan ruang pengunjung sangat terbatas, maka perlu penentuan daya dukung kawasan yaitu jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung dikwasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Untuk mengetahui seberapa besar daya dukung lahan untuk masing-masing kegiatan tersebut, di sajikan pada Tabel 42 dan 43. 116 Tabel 42 Hasil analisis daya dukung kawasan untuk wisata pantai kategori wisata mangrove Daya Dukung Kawasan orang No. Gugus Kepulauan Tanakeke Sangat Sesuai Sesuai 1. Pulau Tanakeke - 230 2. Pulau Lantangpeo Jalur 1 Jalur 2 Jalur 3 Jalur 4 368 168 46 71 83 - 3. Pulau Bauluang 155 - 4. Pulau Satangnga - - 5. Pulau Dayang2an - - Jumlah 523 230 Tabel 43 Hasil analisis daya dukung kawasan untuk wisata pantai kategori rekreasi Daya Dukung Kawasan orang No. Gugus Kepulauan Tanakeke Sangat Sesuai Sesuai 1. Pulau Tanakeke - - 2. Pulau Lantangpeo - - 3. Pulau Bauluang - 1200 4. Pulau Satangnga - 1120 5. Pulau Dayang2an - perairan dangkal - pasir putih 640 1280 240 Jumlah 1920 2560 Wisata Bahari. Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan perairan untuk kegiatan wisata bahari yang meliputi wisata snorkling dan selam, maka daerah yang masuk kategori sangat sesuai dan sesuai di gugus Kepulauan Tanakeke berada di pulau Bauluang, Satangnga dan Dayang-dayangan. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk kategori wisata snorkling disajikan pada Tabel 44 dan Gambar 39. Sedangkan wisata bahari kategori wisata selam disajikan pada Tabel 45 dan Gambar 40. 117 Tabel 44 Hasil evaluasi kesesuaian lahan perairan untuk ekowisata bahari kategori wisata snorkling Kelas kesesuaian Lahan No. Gugus Kepulauan Tanakeke Sangat Sesuai Km 2 Sesuai Km 2 1. Pulau Tanakeke - - 2. Pulau Lantangpeo - - 3. Pulau Bauluang 0.15 0.08 4. Pulau Satangnga 0.09 0.21 5. Pulau Dayang2an 0.11 0.14 Jumlah 0.35 0.43 Tabel 45 Hasil evaluasi kesesuaian lahan perairan untuk ekowisata bahari kategori wisata selam Kelas kesesuaian Lahan No. Gugus Kepulauan Tanakeke Sangat Sesuai Km 2 Sesuai Km 2 1. Pulau Tanakeke - - 2. Pulau Lantangpeo - - 3. Pulau Bauluang 0.07 0.12 4. Pulau Satangnga 0.41 0.47 5. Pulau Dayang2an 0.16 0.25 Jumlah 0.64 0.84 Kegiatan wisata bahari di wilayah ini juga tergantung pada musim atau sama dengan pariwisata pantai, hanya bisa dilakukan pada musim peralihan saja yaitu pada bulan Maret – Oktober. Untuk mengetahui seberapa besar daya dukung lahan untuk kegiatan tersebut, di sajikan pada Tabel 46 dan 47. Tabel 46 Hasil analisis daya dukung kawasan untuk ekowisata bahari kategori wisata snorkling Daya Dukung Kawasan orang No. Gugus Kepulauan Tanakeke Sangat Sesuai Sesuai 1. Pulau Tanakeke - - 2. Pulau Lantangpeo - - 3. Pulau Bauluang 1200 640 4. Pulau Satangnga 720 1680 5. Pulau Dayang2an 880 1120 Jumlah 2800 3440 118 Tabel 47 Hasil analisis daya dukung kawasan untuk ekowisata bahari kategori wisata selam Daya Dukung Kawasan orang No. Gugus Kepulauan Tanakeke Sangat Sesuai Sesuai 1. Pulau Tanakeke - - 2. Pulau Lantangpeo - - 3. Pulau Bauluang 560 960 4. Pulau Satangnga 3200 3760 5. Pulau Dayang2an 1280 2000 Jumlah 5040 6720 119 Gambar 37 Peta kesesuaian kawasan wisata mangrove di Kepulauan Tanakeke 1 Pulau Dayang-Dayangan Pulau Satangnga Pulau Bauluang Pulau Lantangpeo 742500 742500 750000 750000 757500 757500 9390 000 9390 000 93 975 00 PETA KESESUAIAN WISATA PANTAI KATEGORI WISATA MANGROVE DI KEPULAUAN TANAKEKE 1000 1000 2000 Meter N E W S 5° 5° 3° 3° 118° 120° 120° 118° 122° 122° Prov. Sulawesi Selatan Prov. Sulawesi Barat Peta Indeks Sumber : - Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Citra Satelit Landsat_TM 2003 PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor 2007 Pulau Tanakeke ABDUL RAUF PROGRAM S3 2 Kawasan Ekowisata Tracking Mangrove Kawasan Ekowisata Tracking Mangrove Legenda : Keterangan Umum : Ê Ú 1 Ê Ú 1 1 1 1 1 1 120 Gambar 38 Peta kesesuaian kawasan wisata rekreasi di Kepulauan Tanakeke Legenda : ABDUL RAUF PROGRAM S3 Pulau Tanakeke PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor 2007 Sumber : - Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Citra Satelit Landsat_TM 2003 Peta Indeks 5° 5° 3° 3° 118° 120° 120° 118° 122° 122° Prov. Sulawesi Selatan Prov. Sulawesi Barat N E W S 1000 1000 2000 Meter PETA KESESUAIAN WISATA PANTAI KATAGORI REKREASI DI KEPULAUAN TANAKEKE 939 7500 93975 00 9390 000 9390 000 757500 757500 750000 750000 742500 742500 Pulau Lantangpeo Pulau Bauluang Pulau Satangnga Pulau Dayang-Dayangan 1 2 3 1 2 3 3 3 121 Gambar 39 Peta kesesuaian kawasan wisata selam di Kepulauan Tanakeke Pulau Dayang-Dayangan Pulau Satangnga Pulau Bauluang Pulau Lantangpeo 742500 742500 750000 750000 757500 757500 9390 000 9390 000 93 975 00 939 750 PETA KESESUAIAN EKOWISATA BAHARI KATAGORI WISATA SELAM DI KEPULAUAN TANAKEKE 1000 1000 2000 Meter N E W S 5° 5° 3° 3° 118° 120° 120° 118° 122° 122° Prov. Sulawesi Selatan Prov. Sulawesi Barat Peta Indeks Sumber : - Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Citra Satelit Landsat_TM 2003 PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor 2007 Pulau Tanakeke ABDUL RAUF PROGRAM S3 Legenda : 1 2 1 2 2 1 11 2 2 1 1 2 122 Gambar 40 Peta kesesuaian kawasan wisata snorkling di Kepulauan Tanakeke Legenda : ABDUL RAUF PROGRAM S3 Pulau Tanakeke PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor 2007 Sumber : - Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Citra Satelit Landsat_TM 2003 Peta Indeks 5° 5° 3° 3° 118° 120° 120° 118° 122° 122° Prov. Sulawesi Selatan Prov. Sulawesi Barat N E W S 1000 1000 2000 Meter PETA KESESUAIAN EKOWISATA BAHARI KATAGORI WISATA SNORKLING DI KEPULAUAN TANAKEKE 93 975 00 939 750 9390 000 9390 000 757500 757500 750000 750000 742500 742500 Pulau Lantangpeo Pulau Bauluang Pulau Satangnga Pulau Dayang-Dayangan 1 2 2 1 1 2 1 2 123 Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Kawasan Permukiman Kawasan permukiman mempunyai peran yang sangat strategis khususnya dalam pengembangan wilayah, mengingat kawasan ini merupakan pusat-pusat pertumbuhan wilayah centre of growth yang sekaligus merupakan pusat koleksi- distribusi produk-produk unggulan wilayah serta pusat pelayanan jasa pemerintahan dan jasa-jasa lainnya. Melalui keterkaitan yang sangat erat antar pusat permukiman diharapkan dapat tercipta pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan masyarakat pada kawasan yang lebih luas. Bentuk dan hakekat permukiman khususnya diwilayah kepulauan harus merupakan bagian integral dan tidak bertentangan dengan proses dan fenomena ekologi pesisir secara menyeluruh. Dalam penentuan lokasi yang sesuai untuk kawasan permukiman, parameter yang menjadi indikator adalah ketersediaan air tawar, jarak dari pantai mangrove, topografi, drainase, keberadaan dermaga fasilitas transportasi dan ketersediaan sumberdaya alam. Berdasarkan hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan, luas lokasi yang sesuai dan sesuai bersyarat masing-masing 0,78 km 2 dan 13.39 km 2 dengan total sekitar 14,17 km 2 . Lokasi yang termasuk dalam kategori sesuai dan sesuai bersyarat tersebut disajikan pada Tabel 48 dan Gambar41. Tabel 48 Kelas kesesuaian dan luas lahan km 2 permukiman di Kepulauan Tanakeke Kelas Kesesuaian Lahan No. Gugus Pulau Sesuai km 2 Sesuai Bersayarat km 2 Persen dari luas gugus pulau 1. Tanakeke 13.07 39.9 2. Lantangpeo 0.24 4.14 3. Bauluang 0.51 - 16.1 4. Satangnga 0.27 - 37.5 5. Dayang-Dayangan - 0.08 25 Jumlah Total 0.78 13.39 Sumber : Hasil analisis dan interpretasi citra satelit landsat_TM 2003 124 Gambar 41 Peta kesesuaian lokasi permukiman di Kepulauan Tanakeke Pulau Tanakeke Pulau Lantangpeo Pulau Bauluang Pulau Satangnga Pulau Dayang-Dayangan ABDUL RAUF PROGRAM S3 PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor 2007 Sumber : - Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Citra Satelit Landsat_TM 2003 Legenda : Peta Indeks : 5° 5° 3° 3° 118° 120° 120° 118° 122° 122° Prov. Sulawesi Selatan Prov. Sulawesi Barat N E W S 1000 1000 2000 Meter PETA KESESUAIAN PERMUKIMAN DI KEPULAUAN TANAKEKE 742500 742500 750000 750000 757500 757500 9390 000 9390 000 93 975 00 939 750 Sesuai 1 2 Sesuai Bersyarat 1 2 1 2 2 2 Keterangan Umum : Mangrove Jarak Mangrove dg Permukiman Laut Dalam Laut Dangkal 125 Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Kawasan Konservasi Kawasan konservasi diartikan sebagai pemanfaatan lahan yang mempunyai fungsi perlindungan, sistem penyangga, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan sumberdaya hayati dan ekosistemnya. Sedangkan fungsi utama kawasan konservasi adalah sebagai pelindung kelestarian lingkungan yang mencakup sumberdaya alami dan buatan. Metode yang digunakan dalam menganalisis kesesuaian lahan untuk kawasan konservasi adalah dengan pendekatan PCRA dengan teknik Focus Group Discussion FGD . Teknik pendekatan ini dilakukan dengan mengumpulkan masyarakat pada setiap pulau beserta aparat desa setempat untuk membahas mencari kata mupakat mengenai lokasi-lokasi yang perlu mendapatkan perlindungan konservasi yang dipimpin diarahkan oleh peneliti sendiri. Hasil dari pertemuan atau diskusi ini menjadi acuan untuk mengalokasikan lokasi-lokasi yang ditunjuk secara bersama-sama sebagai hasil mupakat menjadi kawasan yang dilindungi konservasi. Berdasarkan hasil kesepakatan tersebut, maka lokasi yang disepakati untuk menjadi kawasan konservasi adalah semua kawasan mangrove yang masih tersisa dari keempat gugus pulau, yaitu Pulau Tanakeke, Lantangpeo, bauluang dan Satangnga. Selanjutnya kawasan terumbu karang hidup yang berada pada bagian barat semua pulau juga disepakati sebagai kawasan konservasi karena kawasan tersebut menjadi pelindung pantai barrier reef dari gelombang dan arus yang kencang pada saat musim barat dan timur. Hasil kesepakatan kemudian dilanjutkan dengan analisis spasial yaitu dengan mendeliniasi lokasi-lokasi yang ditunjuk tersebut menjadi lokasi kawasan konservasi sehingga dapat diperoleh luasannya. Luas keseluruhan mangrove dan terumbu karang yang ada di Kepulauan Tanakeke yang disepakati sebagai kawasan konservasi adalah masing- masing sebesar 15,49 km 2 dan 2,15 km 2 . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 42. 126 Gambar 42 . Peta kesesuaian lokasi konservasi di Kepulauan Tanakeke Pulau Tanakeke Pulau Lantangpeo Pulau Bauluang Pulau Satangnga 1 ABDUL RAUF PROGRAM S3 PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor 2007 Sumber : - Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Citra Satelit Landsat_TM 2003 Legenda : Sesuai Kawasan Konservasi Mangrove Peta Indeks 5° 5° 3° 3° 118° 120° 120° 118° 122° 122° Prov. Sulawesi Selatan Prov. Sulawesi Barat N E W S 1000 1000 2000 Meter PETA KESESUAIAN KAWASAN KONSERVASI MANGROVE DAN TERUMBU KARANG DI KEPULAUAN TANAKEKE 742500 742500 750000 750000 757500 757500 93 90000 939000 939750 93 97500 Sesuai Kawasan Konservasi Terumbu Karang 2 Pulau Dayang-Dayangan Potret Terumbu Karang Potret Mangrove 3 1 2 1 1 2 1 2 127 Analisis Finansial Terhadap Kegiatan Perikanan di Kep Tanakeke Di Kepulauan Tanakeke, terdapat beberapa kegiatan perikanan yang dilakukan oleh masyarakat saat ini, antara lain : budidaya rumput laut dan penangkapan ikan. Untuk mengetahui sejauh mana kegiatan tersebut memberikan keuntungan atau kontribusi kepada masyarakat setempat, maka dilakukan analisis ekonomi atau finansial. Khusus untuk keramba jaring apung, analisis ekonomi yang dilakukan didadasarkan pada kegiatan budidaya yang pernah dilakukan sebelumnya pada lokasi yang karakateristiknya relatif hampir sama dengan Kepulauan Tanakeke yaitu di Teluk Awarange, Kabupaten Barru Rahmansyah, 2004. Karena kegiatan ini belum pernah dilakukan di lokasi tersebut, penulis hanya memberikan gambaran secara ekonomi bahwa kegiatan ini mempunyai prospek untuk dikembangkan pada lokasi penelitian khususnya pada lokasi yang sesuai berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan. Adapun analisis finansial dari masing-masing kegiatan perikanan tersebut akan diuraikan dibawah ini : Budidaya Rumput Laut Berdasarkan hasil analisis finansial terhadap peruntukan budidaya rumput laut lampiran 11, menunjukkan bahwa investasi awal yang dibutuhkan pada usaha ini adalah berkisar antara Rp 1.206.250,00 – Rp 2.066.250,00 dengan keuntungan pertahun berkisar antara Rp 2.619.750,00 – Rp 9.619.750,00. Berdasarkan hasil perhitungan cash flow selama kurun waktu 10 tahun dengan suku bunga 10 terhadap kriteria investasi seperti Net Present Value NPV, Benefit Cost Ratio Net BC dan Internal Rate of Return IRR, dan Pay Back Periode PBP menunjukkan bahwa usaha budidaya rumput laut di wilayah pesisir Pulau Tanakeke cukup menguntungkan dari segi finansial dan layak untuk dikembangkan jika dikelola secara baik professional Hasil analasis masing- masing kriteria investasi tersebut disajikan pada Tabel 49. 128 Tabel 49 Hasil analisis finansial kegiatan budidaya rumput laut di Kepulauan Tanakeke No. Uraian Nilai 1 Investasi Rp 1.206.250 – 2.066.250 1 Net Present Value NPV Rp 1.883.582 – 35.962.515 2 Net Benefit-Cost Ratio net BC 1.16 – 3.99 3 Internal Rate of Return IRR 14 - 81 4 RC ratio 1.23 – 1.85 5 Pay Back Periode 0.13 – 0.51 6 Discount Faktor 10 Keramba Jaring Apung KJA Analisis kelayakan terhadap usaha Keramba Jaring Apung KJA yang akan diuraikan disini dibagi atas dua jenis usaha budidaya, yaitu budidaya Ikan bandeng dan Ikan Kerapu Lumpur. Kedua usaha KJA ini tidak dilakukan dilokasi penelitian, karena belum ada yang mengusahakannya, namun penulis merasa perlu memberikan gambaran umum mengenai tingkat kelayakan kedua usah tersebut. Sebab dalam evaluasi kesesuaian lahan terdapat lokasi yang sesuai untuk kedua usaha budidaya KJA tersebut. Hasil analisis finansial terhadap usaha budidaya bandeng dalam KJA Rahmansyah, 2004 secara ekonomi layak diusahakan dan mampu memberikan kontribusi ekonomi bagi masyarakat pesisir khususnya Pulau Tanakeke. Adapun hasil analisis kelayakannya dapat dilihat pada Tabel 50 dan Lampiran 12, Tabel 50 Hasil analisis usaha budidaya ikan bandeng dalam keramba jaring apung di Teluk Awerange, Kabupaten Barru Rahmansyah, 2004 No. Uraian Nilai Rp 1 Investasi 304.500.000 2 Total Biaya Tetap 141.900.000 3 Total Biaya Variabel 653.245.880 4 Total Biaya 795.145.880 5 Total Penerimaan 1.080.000.000 6 Keuntungan 175.368.708 7 RC 1.36 8 Pay Back Periode 20,84 bulan 129 Untuk usaha budidaya ikan kerapu lumpur dalam KJA, berdasarkan hasil analisis finansialnya Rahmansyah, 1999, secara ekonomi juga layak untuk dikembangkan dan mampu memberikan keuntungan yang signifikan. Hasil analisis tersebut dapat dilihat pada Tabel 51 dan Lampiran 13. Tabel 51 Hasil analisis usaha budidaya ikan kerapu lumpur dalam keramba jaring apung di Teluk Awerange, Kabupaten Barru Rahmansyah, 1999 No. Uraian Nilai Rp 1 Investasi 19.800.000 2 Total Biaya Tetap 9.693.333 3 Total Biaya Variabel 44.368.800 4 Total Biaya 54.062.133 5 Total Penerimaan 80.640.000 6 Keuntungan 18.186.747 7 RC 1.49 8 Pay Back Periode 32.19 bulan Perikanan Tangkap Masyarakat Kepulauan Tanakeke, disamping bermata pencaharian budidaya rumput laut, sebagian besar juga mempunyai profesi sebagai nelayan. Dari lima pulau yang ada di gugus Kepulauan Tanakeke, Pulau Tanakeke lebih separuh penduduknya berprofesi sebagai petani rumput laut, sedangkan empat pulau lainnya semuanya menggantungkan hidupnya sebagai nelayan. Nelayan Kepulauan Tanakeke pada umumnya melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang masih tergolong tradisional, seperti jaring insang gill net , sero, bubu dan pancing ulur. Dari empat jenis alat tangkap tersebut, tiga diantaranya yang menjadi fokus untuk dilakukan analisis finansial. Karena ketiga alat ini memerlukan modal usaha yang cukup untuk pengoperasiannya, sedangkan pancing tanpa dianalisis sudah pasti untung karena disamping modalnya sangat sedikit, biaya operasionalnya juga tergolong sangat rendah sementara penghasilannya kadang-kadang satu trip sudah bisa kembali modal, tergantung musim penangkapan ikan. 130 1 Alat Tangkap Gill Net Jaring insang gill net, merupakan alat tangkap yang dominan dioperasikan masyarakat khususnya di gugus Kepulauan Tanakeke. Karena alat ini mempunyai konstruksi yang cukup sederhana dan dapat dibuat sendiri oleh masyarakat nelayan. Disamping itu teknis pengoperasiannya juga cukup mudah dan biaya operasionalnya relatif rendah. Alat penangkapan ikan ini dioperasikan pada permukaan laut dengan sasaran ikan pelagis. Ikan – ikan yang tertangkap tergantung dari ukuran mata jaringnya, seperti baronang, kakap, katamba, lencam, kembung, tongkol, rajungan dan lain-lain. Hasil analisis usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap gill net Lampiran 14 menunjukkan bahwa investasi awal yang dibutuhkan pada usaha ini adalah berkisar Rp 1.064.000 – Rp 8.959.000 dengan keuntungan pertahun berkisar Rp 2.841.167 – Rp 12.920.571, sedangkan hasil perhitungan kelayakan ekonominya disajikan pada Tabel 52. Pada tabel tersebut terlihat bahwa usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap gill net di wilayah perairan sekitar gugus Kepulauan Tanakeke cukup menguntungkan dari segi finansial dan layak untuk dikembangkan. Tabel 52 Hasil analisis finansial kegiatan penangkapan ikan dengan alat tangkap Gill Net di Kepulauan Tanakeke No. Uraian Nilai 1 Nilai investasi Rp 1.064.000 – 8.959.000 2 Net Present Value NPV Rp 2.631.783 – 51.748.443 3 Net Benefit-Cost Ratio net BC 1.23- 4.93 4 Internal Rate of Return IRR 12.5 - 63 5 RC ratio 1.23 – 1.76 6 Pay Back Periode 0.37 – 1.43 7 Discount Faktor 10 2 Dengan Alat Tangkap Sero Jenis alat tangkap sero atau dengan bahasa daerah “bila” banyak dioperasikan di Pulau Tanakeke, karena daerah ini memiliki bentuk pantai yang sangat landai dan pada saat surut terendah bisa mencapai satu km dari daratan pulau. Alat ini menangkap ikan dengan cara terperangkap yaitu pada waktu 131 pasang tertinggi ikan-ikan banyak mendekati daratan untuk mencari makan dan sebagian terbawa oleh arus pasang surut. Pada waktu air mulai surut ikan-ikan tersebut juga ikut mengikuti arus pasang surut. Karena posisi bukaan mulut sero yang lebar dari arah daratan dan semakin kecil kearah lautan yang disertai patok yang memanjang ditengahnya akan menggiring ikan masuk kedalam perangkap, sehingga pada waktu surut terendah ikan-ikan berkumpul dan terperangkap pada kantong sero paling belakang. Alat tangkap sero dapat menangkap berbagai jenis ikan, baik ikan-ikan yang bersifat pelagis, pertengahan maupun ikan dasar dan ikan karang. Hasil tangkapan yang diperoleh tergantung dari musim, yaitu musim puncak Juni – Agustus dengan jumlah trip sebanyak 30 trip hasil 10 kgtrip, musim biasa September – Nopember dengan jumlah trip sebesar 30 trip hasil rata-rata 5 kgtrip dan musim paceklik Maret – Mei dengan jumlah 18 trip hasil rata-rata 2 kgtrip dengan harga yang berlaku tiap musimnya dianggap tetap Rp 12.000,-kg. Hasil analisis usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap sero Lampiran 15 menunjukkan bahwa investasi awal yang dibutuhkan pada usaha ini adalah berkisar Rp 2.322.000 – Rp 3.958.000 dengan keuntungan pertahun berkisar Rp 3.136.843 – 3.785.933, sedangkan hasil perhitungan kelayakan ekonominya disajikan pada Tabel 53. Pada tabel tersebut terlihat bahwa kegiatan investasi untuk usaha penangkapan dengan alat tangkap sero di Pulau Tanakeke secara finansial cukup menguntungkan dan mempunyai prospek yang layak dikembangkan jika dikelola secara professional. Tabel 53 Hasil analisis finansial kegiatan penangkapan ikan dengan alat tangkap sero di Kepulauan Tanakeke No. Uraian Nilai 1 Nilai investasi Rp 2.322.000 – 3.958.000 2 Net Present Value NPV Rp 184.543 – 4.851.889 3 Net Benefit-Cost Ratio net BC 1.02 – 1.90 4 Internal Rate of Return IRR 12 – 35 5 RC ratio 2.16 – 2.85 6 Pay Back Periode 0.61 – 1.26 7 Discount Faktor 10 132 3 Dengan Alat Tangkap Bubu Bubu merupakan salah satu alat penangkapan ikan yang sifatnya pasif atau sama dengan alat tangkap sero dan jaring insang gill net. Alat tangkap ini dioperasikan pada daerah sekitar ekosistem terumbu karang, sehingga secara ekologi alat ini kurang rama lingkungan karena dapat merusak ekosistem terumbu karang. Namun demikian sampai sekarang belum ada alat tangkap yang efektif untuk menangkap ikan karang selain bubu dan pancing. Pengoperasian alat tangkap ini juga relatif muda yaitu dengan meletakkan bubu pada sekitar terumbu karang selama beberapa hari baru diangkat untuk diambil hasil tangkapannya dan tidak tergantung dengan musim penangkapan dapat dilakukan sepanjang tahun dengan trip duration 3 – 7 hari. Sifat penangkapannya sama dengan sero yaitu ikan terperangkap. Hasil analisis usaha penangkapan ikan dengan alat tangkap bubu Lampiran 16 menunjukkan bahwa investasi awal yang dibutuhkan pada usaha ini adalah berkisar Rp 1.613.000 – Rp 1.823.000 dengan keuntungan pertahun berkisar Rp 1.211.642 – 3.645.714, sedangkan hasil perhitungan kelayakan ekonominya disajikan pada Tabel 54. Pada tabel tersebut terlihat bahwa kegiatan investasi untuk usaha penangkapan dengan alat tangkap bubu di gugus Kepulauan Tanakeke secara finansial cukup menguntungkan dan mempunyai prospek yang layak dikembangkan. Tentunya melalui pengelolaan yang professional yaitu penempatan bubu harus dikontrol sehingga tidak merusak lingkungan terumbu karang. Tabel 54 Hasil analisis finansial kegiatan penangkapan ikan dengan alat tangkap bubu di Kepulauan Tanakeke No. Uraian Nilai 1 Nilai investasi Rp 1.613.000 – 1.823.000 2 Net Present Value NPV Rp 41.097 – 9.637.317 3 Net Benefit-Cost Ratio net BC 1.00 – 2.46 4 Internal Rate of Return IRR 29 – 49 5 RC ratio 1.20 – 1.77 6 Pay Back Periode 0.49 – 1.49 7 Discount Faktor 10 133 Analisis Prioritas Pengembangan Berbagai Peruntukan Lahan di Kepulauan Tanakeke Kepulauan Tanakeke memiliki potensi lahan cukup besar untuk dikelola secara lestari. Pada analisis sebelumnya yaitu analisis kesesuaian lahanperairan bagi berbagai peruntukan lahan, diperoleh hasil bahwa secara ekologi masing- masing peruntukan lahan memiliki potensi strategis untuk dapat dikembangkan. Peruntukan lahan yang dimaksud disini adalah perikanan rumput laut, keramba jaring apung dan penangkapan ikan, pariwisata pantai dan bahari, konservasi dan permukiman. Namun demikian disamping faktor ekologi , masih ada beberapa faktor lain yang memiliki peranan penting yang cukup signifikan dalam mempengaruhi pengembangan berbagai peruntukan lahan tersebut, antara lain faktor ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Oleh karena itu perlu dilakukan pemilihan prioritas peruntukan lahan yang didasarkan dengan kriteria ekologi, ekonomi dan sosial budaya masyarakat, sehingga dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka kriteria ekologi mempunyai peranan yang lebih penting dari kriteria sosial-budaya dan ekonomi, hal ini diperoleh berdasarkan analisis terhadap tingkat kepentingan pada masing- masing kriteria tersebut. Nilai kriteria ekologi mempunyai bobot tertinggi yaitu 0,472 kemudian kriteria sosial budaya dan ekonomi dengan bobot masing-masing 0,354 dan 0,174. Secara rinci hasil pembobotan terhadap masing-masing kriteria dan sub kriteria tersebut, disajikan pada Tabel 55 dan Lampiran 17. Tabel 55 Nilai bobot masing-masing kriteriasub kriteria pada pengembangan berbagai peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke No KriteriaSub Kriteria atribut Bobot 1. Ekologi: a. Kesesuaian Lahan b. Luas lahanperairan c. Potensi dampak lingkungan 0,472 0,066 0,068 0,051 134 d. Keterpaduan penggunaan lahan e. Ketersediaan air tawar f. Kenaekaragaman hayati g. Ketersediaan sumberdaya h. Keterkaitan ekosistem 0,063 0,029 0,064 0,066 0,065 2. Ekonomi: a. Pasar b. Kontribusi terhadap perekonomian Masyarakat c. Peranan koperasi d. Aksesibilitas 0,174 0,049 0,051 0,026 0,049 3. Sosial Budaya: a. Konflik kepentingan b. Perhatian pemerintah c. Keinginan masyarakat d. Pelibatan pihak yang berkepentingan e. Peraturan f. Adatkebiasaan g. Status penggunaan lahan 0,354 0,043 0,047 0,057 0,041 0,039 0,069 0,059 Total 1,000 Sumber: Hasil olahan data primer pada kriteria yang dibangun berdasarkan kondisi lingkungan saat penelitian . Data yang diperoleh dari hasil pembobotan tersebut, kemudian dianalisis dengan menggunakan bantuan perangkat lunak komputer program teknik Simple Multi Attribute Rating Technigue SMART dan teknik Visual Interactive Sensitivity Analisys VISA. Karena keterbatasan kemampuan dari software SMART yang digunakan hanya mampu mengakomodir kasus yang memiliki jumlah variabel kurang dari 20, maka dalam pengoperasiannya dilakukan pemecahan setiap kriteria menjadi tiga bagian yaitu: kriteria ekologi, ekonomi dan sosial-budaya . Hasil analisis dengan menggunakan teknik SMART dapat dilihat pada Tabel 56. 135 Tabel 56 Hasil analisis Multi Criteria Decision Making MCDM dengan teknik SMART pada kriteria ekologi. Peruntukan Kriteria Ekologi Prioritas Rumput Laut 0.976 1 Penangkapan Ikan 0.888 2 KJA 0.839 5 Wisata Pantai 0.854 4 Wisata Bahari 0.856 3 Konservasi 0.814 6 Pemukiman 0.682 7 Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 56 di atas terlihat bahwa pada kriteria ekologi untuk prioritas peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke berturut- turut, yaitu budidaya rumput laut, penangkapan ikan, wisata bahari, wisata pantai, KJA, konservasi, dan terkahir yakni permukiman. Tabel 57 Hasil analisis Multi Criteria Decision Making MCDM dengan teknik SMART pada kriteria ekonomi. Peruntukan Kriteria Ekonomi Prioritas Rumput Laut 0.870 1 Penangkapan 0.870 2 KJA 0.839 3 Wisata Pantai 0.611 4 Wisata Bahari 0.582 5 Konservasi 0.555 6 Pemukiman 0.555 7 Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 57 di atas terlihat bahwa pada kriteria ekonomi untuk prioritas peruntukan lahan Kepulauan Tanakeke berturut- turut, yaitu budidaya rumput laut, penangkapan ikan, KJA, wisata pantai, wisata bahari, konservasi, dan terkahir yakni permukiman. 136 Tabel 58 Hasil analisis Multi Criteria Decision Making MCDM dengan teknik SMART pada kriteria sosial budaya Peruntukan Kriteria SosBud Prioritas Rumput Laut 0.879 2 Penangkapan 0.882 1 KJA 0.726 4 Wisata Pantai 0.775 3 Wisata Bahari 0.714 5 Konservasi 0.632 6 Pemukiman 0.630 7 Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 58 di atas terlihat bahwa pada kriteria sosial budaya untuk prioritas peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke berturut-turut, yaitu penangkapan ikan menempati urutan pertama kemudian, budidaya rumput laut, wisata pantai, KJA, wisata bahari, konservasi, dan terkahir yakni permukiman. Kemudian analisa selanjutnya adalah menggabungkan ketiga hasil analisa diatas menjadi satu. Untuk itu digunakan persamaan sebagai berikut : γ = π Si 1n γ = Rata-rata geometrik n = 3 Sehingga : γ = √ S 1 x S 2 x S 3 .................................................................. 17 Berdasarkan persamaan di atas maka diperoleh hasil akhir dalam penentuan prioritas pengembangan berbagai peruntukan lahan berdasarkan masing-masing jenis kegiatan yang akan dikembangkan. Hasil akhir dalam penentuan prioritas pengembangan berbagai peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke ini dapat dilihat pada Tabel 59. 137 Tabel 59 Hasil Analisis Multi Criteria Decision Making MCDM dengan Teknik SMART Pada Kriteria Ekologi, ekonomi dan sosial budaya. Peruntukan Nilai Prioritas Rumput Laut 0.907 1 Penangkapan 0.880 2 KJA 0.800 3 Wisata Pantai 0.739 4 Wisata Bahari 0.709 5 Konservasi 0.658 6 Pemukiman 0.620 7 Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 59 di atas terlihat bahwa prioritas peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke berturut-turut, yaitu budidaya rumput laut, penangkapan ikan, KJA, wisata pantai, wisata bahari, konservasi, dan terkahir yakni permukiman. Untuk mengetahui apakah hasil yang diperoleh pada teknik SMART tetap konsisten atau tidak, maka dilakukan perbandingan analisis dengan teknik VISA visual interaktif sensitivity analysis. Nilai bobot yang digunakan pada masing- masing kriteria di atas sama dengan nilai bobot yang digunakan pada teknik SMART. Dalam pengoperasian teknik VISA hanya dilakukan sekali saja tanpa dilakukan pemecahan karena program tersebut mampu menganalisis lebih dari 20 atributsub kriteria. Selanjutnya hasil analisis akhir dengan menggunakan teknik VISA dapat dilihat pada Tabel 60. Tabel 60 Nilai akhir prioritas pengembangan berbagai peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke dengan Teknik VISA Peruntukan Nilai Prioritas Rumput Laut 75 1 Penangkapan 69 2 KJA 56 3 Wisata Pantai 55 4 Wisata Bahari 54 5 Konservasi 51 6 Pemukiman 49 7 138 Kedua teknik pendekatan tersebut menghasilkan urutan prioritas peruntukan lahan yang relatif sama. Untuk mengetahui hasil akhir penentuan prioritas peruntukan lahan tersebut yang dianalisis dengan teknik SMART dan VISA dapat dilihat pada Tabel 61 di bawah ini. Tabel 61 Hasil akhir penentuan prioritas peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke dengan teknik SMART dan VISA Nilai Hasil Analisis Peruntukan SMART VISA Prioritas Rumput Laut 0.907 75 1 Penangkapan 0.880 69 2 KJA 0.800 56 3 Wisata Pantai 0.739 55 4 Wisata Bahari 0.709 54 5 Konservasi 0.658 51 6 Pemukiman 0.620 49 7 Hasil dari kedua pendekatan analsis tersebut mengindikasikan bahwa dengan menggunakan teknik yang berbeda budidaya rumput laut tetap konsisten sebagai prioritas utama dalam peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke. Jika dilihat dari nilai skor yang dimiliki oleh budidaya rumput laut secara umum mempunyai nilai yang lebih baik dari peruntukan lainya. Hal ini dimungkinkan karena budidaya rumput laut yang telah dikembangkan oleh masyarakat di sekitar Pulau Tanakeke dan Lantangpeo ini mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian masyarakat yang bermukim di pulau tersebut. Optimasi Pemanfaatan Ruang untuk Berbagai Peruntukan Lahan Di Kepulauan Tanakeke Berdasarkan hasil analisis spasial terhadap berbagai peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke, terdapat beberapa lokasi peruntukan yang memiliki tingkat kesesuaian yang sama sehingga menyebabkan terjadinya tumpang-tindih peruntukan, seperti peruntukan perikanan tangkap dengan pariwisata, peruntukan 139 rumput laut dengan keramba jaring apung dan penangkapan ikan serta pariwisata dengan konservasi terumbu karang. Untuk mengantisipasi terjadinya tumpang- tindih pemanfaatan tersebut diperlukan pengaturan alokasi pemanfaatan lahan berdasarkan potensi peruntukan yang dapat dikembangkan dan dapat memberikan keuntungan yang signifikan terhadap masyarakat dan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Salah satu upaya pengaturan alokasi pemanfaatan ruang tersebut yaitu dengan melakukan optimasi pemanfaatan ruang dengan menggunakan Linear Programming LP. Penggunaan LP tersebut dimaksudkan untuk mengalokasikan ruang wilayah Kepulauan Tanakeke untuk berbagai peruntukan secara optimal dan berkelanjutan. Dalam melakukan optimasi pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil diperlukan skenario pendekatan yaitu dengan menggunakan tingkat produktivitas lahan dan kesesuaian lahan sebagai faktor kendala tujuan. Untuk peruntukan permukiman dengan konservasi mangrove, nilai produktivitas dianggap nol karena kedua peruntukan tersebut berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan tidak terjadi tumpang tindih. Gambar 43 . Hasil eksekusi program LP untuk peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke 140 Hasil eksekusi program tersebut menghasilkan luas lahan yang optimal pada berbagai peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke, seperti budidaya rumput laut X1 sebesar 13.99 km 2 ; KJA X2 sebesar 1.38 km 2 , perikanan tangkap X3 sebesar 354.04 km 2 , permukiman X4 sebesar 14.17 km 2 , wisata mangrove X7 sebasar 0.03 km 2 , wisata rekreasi X8 sebasar 0.32 km 2 , konservasi terumbu karang X9 sebasar 3.91 km 2 dan konservasi mangrove X10 sebasar 23.55 km 2 . Arahan Rencana Alokasi Pemanfaatan Ruang Wilayah Kepulauan Tanakeke Berdasarkan pedoman umum penataan ruang pesisir dan pulau-pulau kecil Departemen Kelauatan dan Perikanan 2002 dan Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang, bahwa dalam penyusunan arahan rencana pola pemanfaatan ruang pada perinsipnya di kelompokkan ke dalam dua kawasan yaitu kawasan lindung dan kawasan budidaya. Arahan Pengembangan Kawasan Lindung Kawasan lindung didefinisikan sebagai wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan UU No. 26 Tahun 2007. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, maka kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan lindung adalah kawasan mangrove dan terumbu karang. Kawasan mangrove dan terumbu karang tersebar hampir kesemua gugus pulau yang ada di Kepulauan Tanakeke kecuali gugus pulau dayang-Dayangan yang tidak memiliki vegetasi mangrove. Kawasan mangrove yang ada saat ini di Kepualauan Tanakeke disepakati semuanya diarahkan untuk kawasan lindung yaitu dengan luas sekitar 15,25 km 2 , terutama yang berada di bagian selatan gugus pulau yang berhadapan langsung dengan Selat Makasar. Hal ini dimaksudkan untuk melindungi pantai dari hantaman gelombang dan arus pada musim barat dan timur. 141 Mengingat banyaknya lokasi mangrove yang sudah rusak akibat pemanfaatan yang tidak terkendali baik dimanfaatkan untuk pembuatan arang, kayu bakar, patok untuk budidaya rumput laut maupun dikonversi menjadi lahan pertambakan khususnya di Pulau Tanakeke, maka disepakati untuk dilakukan rehabilitasi dan dijadikan sebagai greenbelt dengan penanaman kembali mangrove pada lokasi-lokasi yang mengalami kerusakan dan bekas tambak sebagai hasil konversi mangrove yang diterlantarkan masyarakat setempat akibat tidak dapat berproduksi lagi. Kawasan yang diarahkan untuk direhabilitasi tersebut sekitar 8,05 km 2 . Dengan demikian luas total kawasan mangrove yang diharapkan setelah direhabilitasi adalah sekitar 23,55 km 2 atau terjadi penambahan luas sekitar 52 dari luas sebelumnya. Disamping ekosistem mangrove, Kepulauan Tanakeke juga memiliki ekosistem terumbu karang yang mengelilingi semua gugus pulau. Keberadaannya sangat penting seperti halnya dengan ekosistem mangrove khususnya dalam kaitannya dengan fungsinya sebagai pelindung pulau dari gelombang yang besar dan arus yang kuat, terutama pada musim Timur dan Barat. Bagian pulau yang sangat rentan terhadap kerusakan akibat gelombang besar dan arus yang kuat pada kedua musim tersebut adalah pada bagian selatan pulau, dimana baik pada musim timur maupun barat angin bertiup sangat kencang dari arah selatan. Oleh karena itu kawasan ekosistem terumbu karang yang berada pada bagian selatan pulau di arahkan untuk dijadikan sebagai kawasan lindung dengan luas sekitar 2,15 km 2 atau sekitar 62,8 dari luas total karang hidup yang berada di Kepulauan Tanakeke. Sedangkan kawasan ekosistem terumbu karang lainnya baik pada bagian timur, barat maupun utara semua gugus pulau diarahkan sebagai kawasan pemanfaatan oleh masyarakat setempat. Peta Arahan kawasan lindung untuk ekosistem mangrove dan terumbu karang di Kepulauan Tanakeke dapat dilihat pada Gambar 44. 142 Arahan Pengembangan Kawasan Budidaya Kawasan budidaya didefinisikan sebagai wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan UU No. 26 Tahun 2007. Berdasarkan analisis yang dilakukan sebelumnya, maka kawasan budidaya pemanfaatan di Kepulauan Tanakeke diarahkan untuk peruntukan : permukiman, perikanan budidaya rumput laut, KJA, penangkapan ikan, dan pariwisata pantai, dan bahari. Permukiman . Kawasan permukiman yang ada saat ini tersebar di seluruh gugus pulau dan rata-rata berada disepanjang pantai dengan pertimbangan kemudahan aksesibilitas. Dalam penentuan arahan alokasi permukiman, tetap didasarkan pada permukiman yang ada saat ini karena masyarat sudah menyatu dan turun temurun tinggal ditempat tersebut. Namun khusus untuk gugus Pulau Tanakeke, disamping mempertimbangkan kondisi permukiman saat ini juga mengarahkan ke lokasi-lokasi yang belum ditempati karena arealnya masih luas dan memungkinkan untuk dibuka permukiman baru dengan tetap mempertimbangkan kawasan yang dilindungi seperti mangrove. Arahan kawasan permukiman pada masing-masing gugus pulau disajikan pada Tabel 62 dan Gambar 44. Tabel 62 Arahan alokasi permukiman di Kepulauan Tanakeke Gugus Pulau Permukiman saat ini km 2 Arahan permukiman kedepan km 2 Pertambahan permukiman km 2 P. Tanakeke 2.57 13.01 10.44 94.22 P. Lantangpeo 0.08 0.24 0.16 1.44 P. Bauluang 0.16 0.51 0.35 3.16 P. Satangnga 0.22 0.27 0.05 0.45 P. Dayang2an 0.01 0.09 0.08 0.72 Total 3.04 14. 12 11.18 100 143 Berdasarkan hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk permukiman didapatkan bahwa lokasi permukiman yang sesuai adalah gugus pulau Satangnga dan Bauluang. Hasil kesesuaian ini ditentukan oleh tersedianya air tawar sepanjang tahun, sedangkan yang lainnya sesuai bersyarat. Dari Tabel diatas menunjukkan bahwa gugus pulau yang paling besar penambahan lokasi permukimannya adalah gugus pulau Tanakeke sekitar 10,44 km 2 , hal ini disebabkan karena didukung oleh areal yang masih luas dan sesuai untuk permukiman. Sebaliknya yang paling kecil pertambahannya adalah gugus pulau Satangnga sekitar 0,05 km 2 , penyebabnya adalah karena lokasi tersebut termasuk permukiman padat dan arelanya terbatas. Perikanan. Kawasan yang diarahkan untuk kegiatan perikanan seperti budidaya rumput laut dan keramba jaring apung adalah di sekitar gugus pulau Tanakeke dan Lantangpeo dengan luas masing-masing 13.29 km 2 dan 1.38 km 2 . Kedua pulau ini disamping ukuran daratannya relatif luas terutama gugus Pulau Tanakeke juga memiliki perairan yang terlindung karena terdapat beberapa teluk seperti Teluk Rewataya, Lantangpeo, Tompo Tanah, Kalukuang, Bangkotinggia dan Balangloe. Sedangkan kawasan yang diarahkan untuk penangkapan ikan, baik ikan karang maupun ikan pelagis kecil adalah di sekitar perairan Kepulauan Tanakeke dengan luas masing-masing sekitar 57,34 km 2 dan 354,04 km 2 . Peta Arahan kegiatan perikanan di kepulauan Tanakeke dapat dilihat pada Gambar 44. Pariwisata . Kawasan pariwisata diarahkan berdasarkan jenisnya, untuk pariwisata pantai katagori rekreasi pasir putih dan laut dangkal diarahkan di gugus Pulau Dayang-Dayangan dan Satangnga dengan luas total sekitar 0,32 km 2 , pariwisata bahari katagori snorkling dan selam dirahkan di daerah sekitar perairan gugus Pulau Dayang-Dayangan, Satangnga dan Bauluang dengan luas total masing-masing sekitar 0,64 km 2 dan 1,13 km 2 . Sedangkan wisata pantai kategori wisata mangrove tracking mangrove diarahkan di kawasan mangrove gugus Pulau Tanakeke 2,88 km, Lantangpeo 4,61 km dan Bauluang 1,94 km dengan panjang total sekitar 9.43 km dan lebar 3 m atau 0,028 km 2 . Peta arahan pariwisata disajikan pada Gambar 44. 144 Gambar 44 Peta arahan pemanfaatan ruang di Kepulauan Tanakeke 742500 742500 750000 750000 757500 757500 9390000 9390000 9397500 9397500 PETA ALOKASI PEMANFAATAN RUANG DI PERAIRAN KEPULAUAN TANAKEKE 1000 1000 2000 Meter N E W S 5° 5° 3° 3° 118° 120° 120° 118° 122° 122° Prov. Sulawesi Selatan Prov. Sulawesi Barat Peta Indeks Legenda : Sumber : - Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Citra Satelit Landsat_TM 2003 PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Bogor 2007 ABDUL RAUF PROGRAM S3 Pulau Dayang-dayangan Pulau Satangnga Pulau Bauluang Pulau Lantangpeo Pulau Tanakeke Arahan Kawasan Lindung Mangrove Terumbu Karang Arahan Kawasan Budidaya Sesuai Sesuai bersyarat Ikan Pelagis Ikan Karang Perikanan Tangkap Sesuai Sangat Sesuai Sangat Sesuai Sesuai Budidaya KJA Permukiman Budidaya Rumput Laut Kawasan Konservasi Sesuai Sangat Sesuai Wisata Mangrove Arahan Kawasan Pariwisata Wisata Rekreasi Sangat Sesuai Sesuai Pasir Putih Wisata Snorkling Wisata Selam Sesuai Sangat Sesuai Sangat Sesuai Sesuai Se la t M ak as sa r 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 10 11 12 13 14 15 16 17 Ê Ú Ê Ú 1 2 2 3 3 4 4 4 4 3 3 3 4 5 6 6 6 7 7 8 8 9 9 10 10 10 10 10 10 10 10 11 12 13 15 14 16 17 11 16 17 1 11 7 8 8 8 145 Strategi dan Kebijakan Pengembangan Kawasan Kepulauan Tanakeke Dalam pengelolaan kepulauan Tanakeke hendaknya dilakukan secara terencana dan terintegrasi, untuk itu dibutuhkan strategi-strategi dan kebijakan dalam pengembangannya. Strategi dan kebijakan dalam pengembangan Kepulauan Tanakeke tersebut diarahkan untuk pengelolaan kawasan lindung konservasi dan kawasan budidaya pemanfaatan. Dalam menghasilkan strategi-strategi dalam pengelolaan pada masing- masing kawasan tersebut, baik pada kawasan lindung maupun budidaya pemanfaatan digunakan analisis SWOT. Langkah pertama yang dilakukan untuk menghasilkan strategi tersebut adalah dengan identifikasi unsur-unsur SWOT, kemudian pembobotan terhadap setiap unsur sesuai dengan derajat kepentingannya. Selanjutnya dilakukan skoring untuk menentukan alternatif startegi terbaik atau yang diprioritaskan untuk dilakukan. Strategi dan Kebijakan Pengembangan Kawasan Lindung Konservasi Faktor-faktor penentu eksternal dan internal pengembangan kawasan konservasi di kepulauan Tanakeke disajikan pada Tabel 63 berikut ini ; Tabel 63 . Matriks analisis faktor-faktor strategi eksternal kawasan lindung Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor 1 2 3 4 Peluang Opportunities : O1 Rehabilitasi ekosistem mangrove dan terumbu karang 0,20 4 0,80 O2 Adanya kepedulian Internasional untuk konservasi ekosistem pesisir 0,20 3 0,60 O3 Adanya dukungan pemerintah pusat dalam penetapan kawasan lindung 0,10 3 0,30 O4 Adanya dukungan dari berbagai sektor dalam penanganan konservasi mangrove dan terumbu karang 0,05 2 0,10 Ancaman Threats : T1 Terjadi konflik pemanfaatan 0,20 2 0,40 146 Tabel 63. Lanjutan Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor 1 2 3 4 T2 Banyaknya permintaan jenis-jenis terumbu karang tertentu dari luar 0,10 3 0,30 T3 Banyaknya permintaan jenis-jenis ikan hias karang 0,10 3 0,30 T4 Adanya perburuan spesies langkah 0,05 1 0,05 TOTAL 1 2,85 Tabel 64 . Matriks analisis faktor-faktor strategi internal kawasan lindung Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor 1 2 3 4 Kekuatan Strength : S1 Keberadaan ekosistem mangrove dan terumbu karang yang luas untuk dikembangkan sebagai kawasan konservasi 0,20 4 0,80 S2 Keragaman hayati tinggi dan masih banyak spesies langkah 0,20 2 0,40 S3 Perangkat hukum untuk konservasi sudah ada 0,10 3 0,30 S4 Adanya dukungan pemerintah daerah dalam pengembangan kawasan konservasi 0,10 2 0,20 Kelemahan Weaknesses : W1 Rendahnya kualitas SDM 0,20 3 0,60 W2 Kesadaran masyarakat tentang konservasi masih rendah 0,05 2 0,10 W3 Tidak ada pengawasan dilapangan 0,10 2 0,20 W4 Sosialisasi dari pemerintah masih sangat kurang terhadap kawasan yang dilindungi 0,05 1 0,05 TOTAL 1 2,65 Berdasarkan hasil pembobotan diatas terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, maka faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan kator-faktor eksternalnya peluang dan ancaman terhadap pengembangan kawasan konservasi di kawasan Kepulauan Tanakeke. Hal ini dapat dilihat pada rasio antara faktor-faktor eksternal dan internal dengan nilai 2,85 : 2,65. Analisis yang dilakukan terhadap matriks faktor strtegi ekternal dan internal tersebut diatas dengan menggunakan Model Matrik SWOT diperoleh strtegi-strategi yang dikelompokkan kedalam kategori : 147 1 Strategi SO, penggunaan unsur-unsur kekuatan kawasan Kepulauan Tanakeke untuk mendapatkan keuntungan dari peluang-peluang yang tersedia 2 Strategi WO, memperbaiki kelemahan yang terdapat didalam kawasan Kepulauan Tanakeke dengan memanfaatkan peluang yang ada 3 Strategi ST, penggunaan kekuatan yang ada untuk menghindari atau memperkecil dampak dari ancaman eksternal 4 Strategi WT, taktik pertahanan yang diarahkan pada pengurangan kelemahan internal untuk menghadapi ancaman eksternal. Selanjutnya dibuat model matrik SWOT strategi pengembangan kawasan konservasi di Kepulauan Tanakeke seperti disjikan pada Tabel 65 dibawah ini : Tabel 65 Model matriks SWOT strategi pengembangan kawasan konservasi di Kepulauan Tanakeke STRENGTHS S WEAKNESSES W 1 Tersedianya ekosistem terumbu karang dan mangrove dan lamun yang luas untuk dikembangkan sebagai kawasan konservasi 1 Rendahnya kualitas SDM 2 Keragaman hayati tinggi dan masih banyak spesies langkah 2 Kesadaran masyarakat tentang konservasi masih rendah 3 Perangkat hukum untuk konservasi sudah ada 3 Tidak ada pengawasan dilapangan MATRIKS SWOT 4Adanya dukungan pemerintah daerah dalam pengembangan kawasan konservasi 4 Sosialisasi dari pemerintah masih sangat kurang OPPORTUNITIES O Strategi SO Strategi WO 1 Rehabilitasi ekosistem terumbu karang dan mangrove 2 Adanya kepedulian Internasional untuk konservasi ekosistem pesisir 3 Adanya dukungan pemerintah pusat dalam penetapan kawasan lindung 1 Konservasi lingkungan fisik pulau dan perairan serta keanekaragaman hayati 2 Penetapan dan penegakan hukum perlindungan ekosistem pesisir 1Peningkatan kualitas SDM 2Rehabilitasi ekosistem pulau dan perairan 148 Tabel 65. lanjutan OPPORTUNITIES O Strategi SO Strategi WO 4 Adanya dukungan dari berbagai sektor dalam penanganan konservasi mangrove dan terumbu karang THREATS T Strategi ST Strategi WT 1 Terjadi konflik pemanfaatan 2 Banyaknya permintaan jenis-jenis terumbu karang tertentu dari luar 3 Banyaknya permintaan jenis-jenis ikan hias karang 4 Adanya perburuan spesies langkah 1 Penetapan zona-zona konservasi 2 Pemantauan lingkungan terintegrasi antar stakeholder 1 Penyadaran masyarakat tentang konservasi Strategi-Strategi diatas selanjutnya diurutkan menurut peringkat berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunannya, sebagaimana disajikan pada Tabel 66 dan Tabel 67. Tabel 66 Penyusunan peringkat strategi-strategi analisis SWOT Unsur KekuatanS trength S KelemahanWeaknesses W Strategi SO Strategi WO Peluang Opportunities O 1 S1, S2, O1, O2 dan O4 2 S3 dan O3 1 W1 dan O3 2 W2, O1, dan O2 Strategi ST Strategi WT Ancaman Threats T 1 S1,S2, dan T1 2 S4 dan T4 1 W2, dan T4 Tabel 67 Penentuan prioritas strategi pengembangan kawasan konservasi di Kepulauan Tanakeke Unsur SWOT Keterkaitan Skor Peringkat Strategi 1 Konservasi lingkungan fisik pulau dan perairan serta keanekaragaman hayati S1, S2, O1, O2 dan O4 2,7 1 Strategi 2 Penetapan zona-zona konservasi S1,S2, dan T1 1,6 2 Strategi 3 Rehabilitasi ekosistem pulau dan perairan W2, O1, dan O2 1,5 3 149 Tabel 67. lanjutan Unsur SWOT Keterkaitan Skor Peringkat Strategi 4 Peningkatan kualitas SDM W1 dan O3 0,9 4 Strategi 5 Penetapan dan penegakan hukum perlindungan ekosistem pesisir S3 dan O3 0,6 6 Strategi 6 Pemantauan lingkungan terintegrasi antar stakeholder S4 dan T4 0.25 7 Strategi 7 Penyadaran masyarakat tentang konservasi W2, dan T4 0.15 8 Berdasarkan hasil SWOT diatas, strategi – strategi prioritas dan kebijakan yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan Kepulauan Tanakeke untuk kegiatan konservasi, antara lain : 1 Konservasi lingkungan fisik pulau dan perairan serta keanekaragaman hayat 2 Penetapan zona-zona konservasi 3 Rehabilitasi ekosistem pulau dan perairan 4 Peningkatan kualitas SDM 5 Penetapan dan penegakan hukum perlindungan ekosistem pesisir 6 Pemantauan lingkungan terintegrasi antar stakeholder 7 Penyadaran masyarakat tentang konservasi Strategi dan Kebijakan Pengembangan Kawasan Budidaya 1 Kawasan Perikanan a Rumput Laut Faktor-Faktor penentu eksternal dan internal dalam analisis SWOT untuk pengembangan kawasan budidaya rumput laut di kepulauan Tanakeke disajikan pada Tabel 68 berikut ini ; 150 Tabel 68 Matriks analisis faktor-faktor strategi eksternal pengembangan kawasan budidaya rumput laut Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor 1 2 3 4 Peluang Opportunities : O1 Adanya permintaan pasar 0,20 4 0,80 O2 Adanya pabrik pengolahan rumput laut 0,20 3 0,60 O3 Adanya dukungan pemerintah setempat dalam pengembangan budidaya rumput laut 0,10 2 0,20 O4 Sebagai sektor unggulan dimasa yang akan datang 0,10 2 0,20 O5 Dekat dengan pemasaran domestik maupun ekspor 0,10 3 0,30 Ancaman Threats : T1 Terjadi fluktuasi harga, baik basa maupun kering 0,20 2 0,40 T2 Serangan penyakit 0,05 1 0,05 T3 Konflik pemanfaatan lahan 0,05 1 0,05 TOTAL 1 2,60 Tabel 69 Matriks analisis faktor-faktor strategi internal budidaya rumput laut Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor 1 2 3 4 Kekuatan Strength : S1 Tersedia lahan luas dan sesuai untuk dikembangkan 0,20 4 0,80 S2 Layak dan menguntungkan untuk dikembangkan 0,10 2 0,20 S3 Tersedia bibit yang memadai 0,20 3 0,60 S4 Ketersediaan tenaga kerja 0,05 1 0, 05 S5 Peralatan budidaya mudah diperoleh 0, 05 1 0,05 Kelemahan Weaknesses : W1 Rendahnya kualitas SDM 0,20 3 0,60 W2 Adanya faktor musim 0,10 3 0,30 W3 Terbatasnya penguasaan teknologi pasca panen 0,10 2 0,20 TOTAL 1 2,80 Berdasarkan hasil pembobotan diatas terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, maka faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan kator-faktor eksternalnya peluang dan ancaman terhadap usaha budidaya rumput laut di kawasan Kepulauan Tanakeke. Hal ini dapat dilihat pada rasio antara faktor-faktor internal terhadap eksternal dengan nilai 2,80 : 2,60. Selanjutnya dibuat model matrik SWOT strategi pengembangan budidaya rumput laut di Kepulauan Tanakeke seperti disjikan pada Tabel 70 dibawah ini : 151 Tabel 70 Model matriks SWOT strategi pengembangan budidaya rumput laut di Kepulauan Tanakeke STRENGTHS S WEAKNESSES W 1Tersedia lahan luas dan sesuai untuk dikembangkan 1 Rendahnya kualitas SDM 2Layak dan menguntungkan untuk dikembangkan 2 Adanya faktor musim 3Tersedia bibit yang memadai 4 Ketersediaan tenaga kerja MATRIKS SWOT 5 Peralatan budidaya yang mudah di peroleh 3 Terbatasnya penguasaan teknologi pasca panen OPPORTUNITIES O Strategi SO Strategi WO 1 Adanya permintaan pasar 2 Adanya pabrik pengolahan rumput laut 3 Adanya dukungan pemerintah setempat dalam pengembangan budidaya rumput laut 4 Sebagai sektor unggulan dimasa yang akan datang 5 Dekat dengan pemasaran domestik maupun ekspor 1Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi usaha rumput laut 2 Peningkatan skala usaha dan skala produksi pada lahan yang sesuai 1Mengembangkan sumberdaya manusia melalui penyuluhan dan pelatihan pemanfaatan teknologi budidaya THREATS T Strategi ST Strategi WT 1 Terjadi fluktuasi harga, baik basa maupun kering 2 Serangan penyakit oleh virus 3 Konflik pemanfaatan lahan 1Peningkatan akses informasi pasar dan permodalan melalui instansilembaga terkait 2Penataan lokasi budidaya rumput laut 1Mendorong petani dalam peningkatan penguasaan teknologi pasca panen 2 Pengembangan penelitian rumput laut dengan keterlibatan perusahaan mitra dan pemerintah Strategi-Strategi diatas selanjutnya diurutkan menurut peringkat berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunannya, sebagaimana disajikan pada Tabel 71 dan Tabel 72 152 Tabel 71 Penyusunan peringkat strategi-strategi analisis SWOT Unsur KekuatanS trength S KelemahanWeaknesses W Strategi SO Strategi WO Peluang Opportunities O 1 S1-S4, O1 dan O2 2 S1-S4 O1-O5 1 W1-W3 dan O1-O4 Strategi ST Strategi WT Ancaman Threats T 1 S1,S2 dan T1 2 S1,S2 dan T3 1 W1,W3 dan T1 2 W2,W3 dan T2 Tabel 72 Penentuan prioritas strategi pengembangan budidaya rumput laut di Kepulauan Tanakeke Unsur SWOT Keterkaitan Skor Peringkat Strategi 1 Peningkatan skala usaha dan skala produksi pada lahan yang sesuai S1-S4 O1-O5 3,75 1 Strategi 2 Mengembangkan sumberdaya manusia melalui penyuluhan dan pelatihan pemanfaatan teknologi budidaya W1-W3 dan O1-O4 2,90 2 Strategi 3 Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi usaha rumput laut S1-S4, O1 dan O5 2,75 3 Strategi 4 Peningkatan akses informasi pasar dan permodalan melalui instansilembaga terkait S1,S2 dan T1 1,4 4 Strategi 5 Mendorong petani dalam peningkatan penguasaan teknologi pasca panen W1,W3 dan T1 1,2 5 Strategi 6 Penataan lokasi budidaya rumput laut S1,S2 dan T3 1,05 6 Strategi 7 Pengembangan penelitian rumput laut dengan keterlibatan perusahaan mitra dan pemerintah W2,W3 dan T2 0,55 7 Berdasarkan hasil SWOT diatas, strategi – strategi prioritas yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan Kepulauan Tanakeke untuk kegiatan usaha budidaya rumput laut, antara lain : 153 1 Peningkatan skala usaha dan skala produksi pada lahan yang sesuai 2 Mengembangkan sumberdaya manusia melalui penyuluhan dan pelatihan pemanfaatan teknologi budidaya 3 Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi usaha rumput laut 4 Peningkatan akses informasi pasar dan permodalan melalui instansilembaga terkait 5 Mendorong petani dalam peningkatan penguasaan teknologi pasca panen 6 Penataan lokasi budidaya rumput laut 7 Pengembangan penelitian rumput laut dengan keterlibatan perusahaan mitra dan pemerintah b Keramba Jaring Apung KJA Faktor-Faktor penentu eksternal dan internal dalam analisis SWOT untuk pengembangan kawasan budidaya dengan KJA di kepulauan Tanakeke disajikan pada Tabel 73 berikut ini ; Tabel 73 Matriks analisis faktor-faktor strategi eksternal pengembangan kawasan budidaya dengan KJA Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor 1 2 3 4 Peluang Opportunities : O1 Adanya permintaan pasar 0,20 4 0,80 O2 Nilai jualnya tinggi 0,15 3 0,45 O3 Adanya dukungan pemerintah setempat dalam pengembangan budidaya dengan KJA 0,10 2 0,20 O4 Sebagai sektor unggulan dimasa yang akan datang 0,10 2 0,20 O5 Dekat dengan pemasaran domestik maupun ekspor 0,10 3 0,30 Ancaman Threats : T1 Terjadi fluktuasi harga sesuai perkembangan nilai rupiah dengan dollar 0,20 2 0,40 T2 Pencemaran laut 0,05 1 0,05 T3 Konflik pemanfaatan lahan 0,10 1 0,10 TOTAL 1 2,50 154 Tabel 74 Matriks analisis faktor-faktor strategi internal budidaya dengan KJA Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor 1 2 3 4 Kekuatan Strength : S1 Tersedia lahan yang terlindung teluk dan sesuai untuk dikembangkan KJA 0,20 4 0,80 S2 Layak dan menguntungkan untuk dikembangkan dari aspek ekonomi 0,10 2 0,20 S3 Tersedia bibit ikan yang memadai 0,10 3 0,30 S4 Ketersediaan tenaga kerja 0,05 1 0,05 S5 Perairannya cukup subur karena didukung ekosistem pesisir mangrove, lamun dan terumbu karang 0, 05 1 0,05 Kelemahan Weaknesses : W1 Rendahnya kualitas SDM 0,20 3 0,60 W2 Adanya faktor musim timur Barat 0,10 2 0,20 W3 Terbatasnya penguasaan teknologi budidaya dan pasca panen 0,10 2 0,20 W4 Terbatasnya modal usaha 0,10 2 0,20 TOTAL 1 2,60 Berdasarkan hasil pembobotan diatas terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, maka faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan kator-faktor eksternalnya peluang dan ancaman terhadap usaha budidaya dengan KJA di kawasan Kepulauan Tanakeke. Hal ini dapat dilihat pada rasio antara faktor-faktor internal dengan eksternal dengan nilai 2,60 : 2,50. Selanjutnya dibuat model matrik SWOT strategi pengembangan budidaya dengan KJA di Kepulauan Tanakeke seperti disjikan pada Tabel 75 dibawah ini : Tabel 75 Model matriks SWOT strategi pengembangan budidaya dengan KJA di Kepulauan Tanakeke STRENGTHS S WEAKNESSES W 1Tersedia lahan yang terlindung teluk dan sesuai untuk dikembangkan KJA 1 Rendahnya kualitas SDM 2 Layak dan menguntungkan untuk dikembangkan dari aspek ekonomi 2 Adanya faktor musim Timur dan Barat MATRIKS SWOT 3Tersedia benur ikan yang memadai 3Terbatasnya penguasaan teknologi 155 4 Ketersediaan tenaga kerja budidaya dan pasca panen 5 Perairannya cukup subur karena didukung ekosistem pesisir mangrove, lamun dan terumbu karang 4Terbatasnya modal usaha OPPORTUNITIES O Strategi SO Strategi WO 1 Adanya permintaan pasar 2 Nilai jualnya tinggi 3 Adanya dukungan pemerintah setempat dalam pengembangan budidaya dengan KJA 4 Sebagai sektor unggulan dimasa yang akan datang 5 Dekat dengan pemasaran domestik maupun ekspor 1Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi usaha budidaya dengan KJA 2 Mempertahankan konservasi ekosistem pesisir 1Mengembangkan sumberdaya manusia melalui penyuluhan dan pelatihan pemanfaatan teknologi budidaya dan pasca panen dengan KJA 2Peningkatan akses informasi pasar dan permodalan melalui instansi terkait THREATS T Strategi ST Strategi WT 1 Terjadi fluktuasi harga sesuai perkembangan nilai rupiah dengan dollar 2 Pencemaran laut 3 Konflik pemanfaatan lahan 1Penataan lokasi budidaya dengan KJA 2Menghindari terjadinya pencemaran perairan 1 Pengembangan penelitian budidaya dengan KJA yang melibatkan perusahaan mitra dan pemerintah Strategi-Strategi diatas selanjutnya diurutkan menurut peringkat berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunannya, sebagaimana disajikan pada Tabel 76 dan Tabel 77. Tabel 76 Penyusunan peringkat strategi-strategi analisis SWOT Unsur KekuatanS trength S KelemahanWeaknesses W Strategi SO Strategi WO Peluang Opportunities O 1 S1-S5 dan O1- O2 2 S1,S5 O3 1 W1,W3,W4,O1,O2 dan O4 2 W1,W4,O1 dan O5 Strategi ST Strategi WT Ancaman Threats T 1 S1,S5 dan T3 2 S1,S5 dan T2 1 W3 dan T1 156 Tabel 77 Penentuan prioritas strategi pengembangan budidaya dengan KJA di Kepulauan Tanakeke Unsur SWOT Keterkaitan Skor Peringkat Strategi 1 Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi usaha budidaya dengan KJA S1-S5 O1- O2 3,35 1 Strategi 2 Mengembangkan sumberdaya manusia melalui penyuluhan dan pelatihan pemanfaatan teknologi budidaya dan pasca panen dengan KJA W1,W3,W4,O1,O2 dan O4 2,25 2 Strategi 3 Peningkatan akses informasi pasar dan permodalan melalui instansilembaga terkait W1,W4,O1 dan O5 1,90 3 Strategi 4 Mempertahankan konservasi ekosistem pesisir S1,S5 O3 1,05 4 Strategi 5 Penataan lokasi budidaya dengan KJA S1,S5 dan T3 0,95 5 Strategi 6 Menghindari terjadinya pencemaran perairan S1,S5 dan T2 0,90 6 Strategi 7 Pengembangan penelitian budidaya dengan KJA yang melibatkan perusahaan mitra dan pemerintah W3 dan T1 0,25 7 Berdasarkan hasil SWOT diatas, strategi – strategi prioritas yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan Kepulauan Tanakeke untuk kegiatan usaha budidaya dengan KJA, antara lain : 1 Peningkatan kualitas dan kuantitas produksi usaha budidaya dengan KJA 2 Mengembangkan sumberdaya manusia melalui penyuluhan dan pelatihan pemanfaatan teknologi budidaya dan pasca panen dengan KJA 3 Peningkatan akses informasi pasar dan permodalan melalui instansilembaga terkait 4 Mempertahankan konservasi ekosistem pesisir 5 Penataan lokasi budidaya dengan KJA 6 Menghindari terjadinya pencemaran perairan 7 Pengembangan penelitian budidaya dengan KJA yang melibatkan perusahaan mitra dan pemerintah 157 c Perikanan Tangkap Faktor-Faktor penentu eksternal dan internal pengembangan usaha perikanan tangkap di kepulauan Tanakeke dalam analisis SWOT, disajikan pada Tabel 78 berikut ini ; Tabel 78 Matriks analisis faktor-faktor strategi eksternal perikanan tangkap Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor 1 2 3 4 Peluang Opportunities : O1 Kebijakan pemerintah mengenai jalur penangkapan 0,20 2 0,40 O2 Dekat dengan pemasaran domestik maupun ekspor 0,10 2 0,20 O3 Permintaan pasar tinggi baik lokal maupun mancanegara 0,20 4 0,80 O4 Terbentuknya Departemen kelautan dan perikanan 0,20 3 0,60 Ancaman Threats : T1 Peningkatan jumlah dan jenis alat tangkap 0,20 2 0,40 T2 Destruktif fishing 0,05 3 0,15 T3 Kemiskinan 0,05 3 0,15 TOTAL 1 2,70 Tabel 79 Matriks analisis faktor-faktor strategi internal perikanan tangkap Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor 1 2 3 4 Kekuatan Strength : S1 Memiliki area penangkapan yang cukup luas 0,20 4 0,80 S2 Mempunyai potensi ikan ekonomis penting ikan pelagis dan ikan karang 0,10 2 0,20 S3 Memiliki mangrove sebagai tempat spowning dan nursery ground 0,20 3 0,60 S4 Kondisi terumbu karang masih kategori sedang - baik 0,10 2 0,20 158 Tabel 79. lanjutan Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor 1 2 3 4 Kelemahan Weaknesses : W1 Rendahnya kualitas SDM 0,20 3 0,60 W2 Lemahnya modal usaha untuk penerapan teknologi penangkapan yang lebih canggih 0,05 3 0,15 W3 Alat tangkap masih tradisional 0,10 2 0,20 W4 Alternatif mata pencaharian pd musim barat dan timur sangat terbatas 0,05 2 0,10 TOTAL 1 2,85 Berdasarkan hasil pembobotan diatas terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, maka faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan kator-faktor eksternalnya peluang dan ancaman terhadap usaha perikanan tangkap di kawasan Kepulauan Tanakeke. Hal ini dapat dilihat pada rasio antara faktor-faktor eksternal terhadap internal dengan nilai 2,70 : 2,85. Selanjutnya dibuat model matrik SWOT strategi pengembangan perikanan tangkap di Kepulauan Tanakeke seperti disjikan pada Tabel 80 dibawah ini : Tabel 80 Model matriks SWOT strategi pengembangan perikanan tangkap di Kepulauan Tanakeke STRENGTHS S WEAKNESSES W 1 Memiliki area penangkapan yang cukup luas 1 Rendahnya kualitas SDM 2 Mempunyai potensi ikan ekonomis penting ikan pelagis dan ikan karang 2 Lemahnya modal usaha untuk penerapan teknologi penangkapan yang lebih canggih 3 Memiliki mangrove sebagai tempat spowning dan nursery ground 3 Alat tangkap masih tradisional MATRIKS SWOT 4 Kondisi terumbu karang masih kategori sedang – baik 4 Alternatif mata pencaharian pd musim barat dan timur sangat terbatas 159 Tabel 80. lanjutan OPPORTUNITIES O Strategi SO Strategi WO 1 Permintaan pasar tinggi baik lokal maupun mancanegara 2 Kebijakan pemerintah mengenai jalur penangkapan 3 Dekat dengan pemasaran domestik maupun ekspor 4 Terbentuknya Departemen kelautan dan perikanan 1 Pengaturan Fishing Ground 2 Melindungi dan mempertahankan kelestarian ekosistem pesisir mangrove, lamun dan terumbu karang 1Mingkatkan kualitas SDM 2Pemberian kredit murah bagi uaha nelayan 3Menyiapkan mata pencaharian alternatif bagi nelayan pada musim barat dan timur THREATS T Strategi ST Strategi WT 1 Peningkatan jumlah dan jenis alat tangkap 2 Destruktif fishing 3 Kemiskinan 1Pembatasan izin usaha penangkapan ikan pembatasan armada dan alat tangkap 2Penegakan hukum 1Penyedian sarana dan prasarana perikanan tangkap yang rama lingkungan Strategi-Strategi diatas selanjutnya diurutkan menurut peringkat berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunannya, sebagaimana disajikan pada Tabel 81 dan Tabel 82. Tabel 81 Penyusunan peringkat strategi-strategi analisis SWOT Unsur KekuatanS trength S KelemahanWeaknesses W Strategi SO Strategi WO Peluang Opportunities O 1 S1,S2 dan O2,O4 2 S3, S4 dan O4 1 W1dan O4 2 W2,W3 dan O2,O4 3 W2,W4 dan O4 Strategi ST Strategi WT Ancaman Threats T 2 S1- S4 dan T1,T2 3 S1,S2 dan T1,T2 1 W2,W3 dan T1-T3 Tabel 82 Penentuan prioritas strategi pengembangan perikanan tangkap di Kepulauan Tanakeke Unsur SWOT Keterkaitan Skor Peringkat Strategi 1 Pembatasan izin usaha penangkapan ikan pembatasan armada dan alat tangkap S1- S4 dan T1,T2 2,35 1 Strategi 2 Pengaturan penangkapan untuk nelayan tradisonal dan modern S1,S2 dan O2,O4 1,8 2 160 Tabel 82. lanjutan Unsur SWOT Keterkaitan Skor Peringkat Strategi 3 Penegakan hukum S1,S2 dan T1,T2 1,55 3 Strategi 4 Melindungi dan mempertahankan kelestarian ekosistem pesisir mangrove, lamun dan terumbu karang S3, S4 dan O4 1,4 4 Strategi 5 Mingkatkan kualitas SDM W1dan O4 1,2 5 Strategi 6 Pemberian kredit murah bagi usaha nelayan W2,W3 dan O2,O4 1,15 6 Strategi 7 Penyedian sarana dan prasarana perikanan tangkap yang rama lingkungan W2,W3 dan T1- T3 1,05 7 Strategi 8 Menyiapkan mata pencaharian alternatif bagi nelayan pada musim barat dan timur W2,W4 dan O4 0,85 8 Berdasarkan hasil SWOT diatas, strategi – strategi prioritas yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kawasan Kepulauan Tanakeke untuk kegiatan usaha budidaya tambak, antara lain : 1 Pembatasan izin usaha penangkapan ikan pembatasan armada dan alat tangkap 2 Pengaturan fishing ground untuk nelayan tradisional dan moderen 3 Penegakan hukum 4 Melindungi dan mempertahankan kelestarian ekosistem pesisir mangrove, lamun dan terumbu karang 5 Mingkatkan kualitas SDM 6 Pemberian kredit murah bagi usaha nelayan 7 Penyedian sarana dan prasarana perikanan tangkap yang rama lingkungan 8 Menyiapkan mata pencaharian alternatif bagi nelayan pada musim barat dan timur 2 Kawasan Pariwisata Pesisir a Kawasan Pariwisata Pantai Faktor-Faktor penentu eksternal dan internal dalam analisis SWOT untuk pengembangan kawasan pariwisata pantai di Kepulauan Tanakeke disajikan pada Tabel 83 berikut ini ; 161 Tabel 83 Matriks analisis faktor-faktor strategi eksternal pengembangan kawasan pariwisata pantai Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor 1 2 3 4 Peluang Opportunities : O1 Permintaan pariwisata pantai yang tinggi 0,20 4 0,80 O2 Investasi bidang pariwisata swasta Pemerintah 0,10 1 0,10 O3 Kebijakan pemerintah tentang pengembangan pariwisata pantai 0,10 3 0,30 O4 Kesempatan kerjaberusaha bagi masyarakat lokal 0,10 3 0,30 O5 Promosi budaya 0,10 3 0,30 O6 Posisinya berada dekat dengan Kota Makassar 0,10 3 0,30 Ancaman Threats : T1 Konflik pemanfaatan lahan 0,20 2 0,40 T2 Pergeseran nilai budaya 0,05 2 0,10 T3 Pencemarandegradasi habitat 0,05 2 0,10 TOTAL 1 2,70 Tabel 84 Matriks analisis faktor-faktor strategi internal terhadap pengembangan pariwisata pantai Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor 1 2 3 4 Kekuatan Strength : S1 Areal pengembangan pariwisata pantai cukup mendukung 0,20 4 0,80 S2 Tersedianya tenaga kerja lokal 0,05 1 0,05 S3 Kondisi pantainya landai dan pasir putih 0,10 4 0,40 S4 Adanya dukungan pemerintah daerah dan masyarakat 0,10 2 0,20 S5 Memiliki obyek wisata bahari dan ekowisata yang menarik 0,05 3 0,15 Kelemahan Weaknesses : W1 Rendahnya kualitas SDM 0,20 3 0,60 W2 Minimnya sarana dan prasarana pendukung 0,10 3 0,30 W3 Aksesibilitas terbatas 0,10 2 0,20 W4 Besarnya gelombang dan arus laut pada musim timur dan barat 0,05 1 0,05 W5 Minimnya suberdaya air tawar 0,05 2 0,10 TOTAL 1 2,85 162 Berdasarkan hasil pembobotan diatas terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, maka faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan faktor-faktor eksternalnya peluang dan ancaman terhadap pengembangan kawasan pariwisata pantai di kawasan Kepulauan Tanakeke. Hal ini dapat dilihat pada rasio antara faktor-faktor internal dengan eksternal dengan nilai 2,85 : 2,70. Selanjutnya dibuat model matrik SWOT strategi pengembangan kawasan pariwisata pantai di Kepulauan Tanakeke seperti disjikan pada Tabel 85 dibawah ini : Tabel 85 Model matriks SWOT strategi pengembangan kawasan pariwisata bahari di Kepulauan Tanakeke STRENGTHS S WEAKNESSES W 1 Areal pengembangan pariwisata pantai cukup mendukung 1 Rendahnya kualitas SDM 2 Tersedianya tenaga kerja lokal 2Minimnya sarana dan prasarana pendukung 3 Kondisi pantainya landai dan pasir putih 3Aksesibilitas terbatas 4 Adanya dukungan pemerintah daerah dan masyarakat 4 Besarnya gelombang dan arus laut pada musim timur dan barat MATRIKS SWOT 5 Memiliki obyek wisata bahari dan ekowisata yang menarik 5 Minimnya suberdaya air tawar OPPORTUNITIES O Strategi SO Strategi WO 1 Permintaan pariwisata pantai yang tinggi 2 Investasi bidang pariwisata swasta Pemerintah 3 Kebijakan pemerintah tentang pengembangan pariwisata pantai 4 Kesempatan kerjaberusaha bagi masyarakat lokal 5 Promosi budaya 6 Posisinya berada dekat dengan Kota Makasar 1Pengembangan potensi wisata pantai dengan bekerjasama pemerintah daerah dan masyarakat 2 Melakukan promosi melalui media cetak dan elektronik serta membuat profile lokasi wisata pantai secara regional, nasional dan internasional 1 Meningkatka kualitas SDM dalam rangka mendukung kegiatan pariwisata pantai 2 Membangun sarana dan prasarana pendukung untuk wisata pantai 163 Tabel 85. lanjutan THREATS T Strategi ST Strategi WT 1 Konflik pemanfaatan lahan 2 Pergeseran nilai budaya 3Pencemarandegradasi habitat 1 Penataan lokasi wisata pantai yang berbasis masyarakat 2 Melindungi pantai dari berbagai sumber pencemardegradasi habitat 1Penguatan nilai-nilai sosial budaya, keagamaan dan cinta lingkungan Strategi-Strategi diatas selanjutnya diurutkan menurut peringkat berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunannya, sebagaimana disajikan pada Tabel 86 dan Tabel 87. Tabel 86 Penyusunan peringkat strategi-strategi analisis SWOT Unsur KekuatanS trength S KelemahanWeaknesses W Strategi SO Strategi WO Peluang Opportunities O 1 S1-S5 dan O1-O3 2 S1,S3,S5 dan O1- O3,O5,O6 1 W1, O1,O2,O3 dan O6 2 W2,W5 dan O1-O4 Strategi ST Strategi WT Ancaman Threats T 1 S1,S2,S5 dan T1,T3 2 S1,S3,S5 dan T3 1 W1 dan T2,T3 Tabel 87 Penentuan prioritas strategi pengembangan kawasan pariwisata pantai di Kepulauan Tanakeke Unsur SWOT Keterkaitan Skor Peringkat Strategi 1 Melakukan promosi melalui media cetak dan elektronik serta membuat profile lokasi wisata pantai secara regional, nasional dan internasional S1,S3,S5 dan O1- O3,O5,O6 3,15 1 Strategi 2 Pengembangan potensi wisata pantai dengan bekerjasama pemerintah daerah dan masyarakat S1-S5 dan O1-O3 2,8 2 Strategi 3 Meningkatka kualitas SDM dalam rangka mendukung kegiatan pariwisata pantai W1,O1,O2,O3 dan O6 2,1 3 Strategi 4 Membangun sarana dan prasarana pendukung untuk wisata pantai W2,W5 dan O1-O4 1,9 4 164 Tabel 87. lanjutan Unsur SWOT Keterkaitan Skor Peringkat Strategi 5 Penataan lokasi wisata pantai yang berbasis masyarakat S1,S2,S5 dan T1,T3 1,5 5 Strategi 6 Melindungi pantai dari berbagai sumber pencemardegradasi habitat S1,S3,S5 dan T3 1,4 6 Strategi 7 Penguatan nilai-nilai sosial budaya, keagamaan dan cinta lingkungan W1 dan T2,T3 0,8 7 Berdasarkan hasil SWOT diatas, strategi – strategi prioritas yang perlu diperhatikan dalam pengembangan Kepulauan Tanakeke untuk kawasan pariwisata pantai, antara lain : 1 Melakukan promosi melalui media cetak dan elektronik serta membuat profile lokasi wisata pantai secara regional, nasional dan internasional 2 Pengembangan potensi wisata pantai dengan bekerjasama pemerintah daerah dan masyarakat 3 Meningkatkan kualitas SDM dalam rangka mendukung kegiatan pariwisata pantai 4 Membangun sarana dan prasarana pendukung untuk wisata pantai 5 Penataan lokasi wisata pantai yang berbasis masyarakat 6 Melindungi pantai dari berbagai sumber pencemardegradasi habitat 7 Penguatan nilai-nilai sosial budaya, keagamaan dan cinta lingkungan b Kawasan Pariwisata Bahari Faktor-Faktor penentu eksternal dan internal dalam analisis SWOT untuk pengembangan kawasan pariwisata bahari di Kepulauan Tanakeke disajikan pada Tabel 88 berikut ini ; Tabel 88 Matriks analisis faktor-faktor strategi eksternal pengembangan kawasan pariwisata bahari Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor 1 2 3 4 Peluang Opportunities : O1 Permintaan pariwisata bahari yang tinggi 0,20 4 0,80 O2 Investasi bidang pariwisata 0,10 1 0,10 O3 Kebijakan pemerintah tentang pengembangan pariwisata bahari 0,10 2 0,20 165 Tabel 88. lanjutan Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor 1 2 3 4 Peluang Opportunities : O4 Kesempatan kerjaberusaha bagi masyarakat lokal 0,10 3 0,30 O5 Promosi budaya 0,05 2 0,10 O6 Posisinya berada dekat dengan Kota Makasar 0,15 3 0,45 Ancaman Threats : T1 Konflik pemanfaatan lahan 0,20 3 0,60 T2 Pergeseran nilai budaya 0,05 2 0,10 T3 Pencemarandegradasi habitat 0,05 1 0,05 TOTAL 1 2,70 Tabel 89 Matriks analisis faktor-faktor strategi internal terhadap pengembangan pariwisata bahari Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor 1 2 3 4 Kekuatan Strength : S1 Areal pengembangan pariwisata bahari cukup mendukung 0,20 4 0,80 S2 Tersedianya tenaga kerja 0,05 2 0,10 S3 Kondisi ekosistem terumbu karang masih cukup bagus 0,10 3 0,30 S4 Adanya dukungan pemerintah daerah dan masyarakat 0,10 2 0,20 S5 Memiliki objek wisata pantai dan ekowisata sebagai paket wisata bahari 0,05 2 0,10 Kelemahan Weaknesses : W1 Rendahnya kualitas SDM 0,20 3 0,60 W2 Minimnya sarana dan prasarana pendukung 0,10 3 0,30 W3 Aksesibilitas terbatas 0,10 2 0,20 W4 Besarnya gelombang dan arus laut pada musim timur dan barat 0,05 1 0,05 W5 Minimnya suberdaya air tawar 0,05 3 0,15 TOTAL 1 2,80 Berdasarkan hasil pembobotan diatas terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, maka faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan faktor-faktor eksternalnya peluang dan ancaman terhadap pengembangan kawasan pariwisata bahari di kawasan Kepulauan Tanakeke. Hal ini dapat dilihat pada rasio antara faktor-faktor internal dengan eksternal dengan nilai 2,80 : 2,70. 166 Selanjutnya dibuat model matrik SWOT strategi pengembangan kawasan pariwisata bahari di Kepulauan Tanakeke seperti disjikan pada Tabel 90 dibawah ini : Tabel 90 Model matriks SWOT strategi pengembangan kawasan pariwisata bahari di Kepulauan Tanakeke STRENGTHS S WEAKNESSES W 1 Areal pengembangan pariwisata bahari cukup mendukung 1 Rendahnya kualitas SDM 2 Tersedianya tenaga kerja 2Minimnya sarana dan prasarana pendukung 3 Kondisi ekosistem terumbu karang masih cukup bagus 3Aksesibilitas terbatas 4 Adanya dukungan pemerintah daerah dan masyarakat 4 Besarnya gelombang dan arus laut pada musim timur dan barat MATRIKS SWOT 5 Memiliki objek wisata pantai dan ekowisata sebagai paket wisata bahari 5 Minimnya suberdaya air tawar OPPORTUNITIES O Strategi SO Strategi WO 1 Permintaan pariwisata bahari yang tinggi 2 Investasi bidang pariwisata 3 Kebijakan pemerintah tentang pengembangan pariwisata bahari 4 Kesempatan kerjaberusaha bagi masyarakat lokal 5 Promosi budaya 6 Posisinya berada dekat dengan Kota Makasar 1 Pengembangan potensi wisata bahari dengan bekerjasama pemerintah daerah dan masyarakat 2 Membuat profile paket wisata Kep Tanakeke sebagai media promosi secara lokal,nasional dan internasional 1 Meningkatkan kualitas SDM yang bergerak dalam kepariwisataan 2 Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana kepariwisataan THREATS T Strategi ST Strategi WT 1 Konflik pemanfaatan lahan 2 Pergeseran nilai budaya 3Pencemarandegradasi habitat 1 Penataan lokasi wisata bahari yang berbasis masyarakat 2 Melindungi pantai dari berbagai sumber pencemardegradasi habitat 1Penguatan nilai-nilai sosial budaya, keagamaan dan cinta lingkungan 167 Strategi-Strategi diatas selanjutnya diurutkan menurut peringkat berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunannya, sebagaimana disajikan pada Tabel 91 dan Tabel 92 Tabel 91 Penyusunan peringkat strategi-strategi analisis SWOT Unsur KekuatanS trength S KelemahanWeaknesses W Strategi SO Strategi WO Peluang Opportunities O 1 S1-S5 dan O1,O2,O6 2 S1,S3,S4,S5 dan O1,O2,O5 1 W2 O1,O2,O3 2 W2,W3,W5 dan O2,O4,O6 Strategi ST Strategi WT Ancaman Threats T 1 S1,S3,S4 dan T1,T2 2 S1,S3,S4,S5 dan T3 1 W1 dan T2 Tabel 92 Penentuan prioritas strategi pengembangan kawasan pariwisata bahari di Kepulauan Tanakeke Unsur SWOT Keterkaitan Skor Peringkat Strategi 1 Pengembangan potensi wisata bahari dengan bekerjasama pemerintah daerah dan masyarakat S1-S5 dan O1, O2, O6 2,85 1 Strategi 2 Membuat profile paket wisata Kep Tanakeke sebagai media promosi secara lokal,nasional dan internasional S1,S3,S4,S5 dan O1,O2,O5 2,4 2 Strategi 3 Penataan lokasi wisata bahari yang berbasis masyarakat S1,S3,S4 dan T1,T2 2,0 3 Strategi 4 Meningkatkan kualitas SDM yang bergerak dalam kepariwisataan W2 O1,O2,O3 1,7 4 Strategi 5 Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana kepariwisataan W2,W3,W5 dan O2,O4,O6 1,5 5 Strategi 6 Melindungi pantai dari berbagai sumber pencemardegradasi habitat S1,S3,S4,S5 dan T3 1,45 6 Strategi 7 Penguatan nilai-nilai sosial budaya, keagamaan dan cinta lingkungan W1 dan T2 0,7 7 168 Berdasarkan hasil SWOT diatas, strategi – strategi prioritas yang perlu diperhatikan dalam pengembangan Kepulauan Tanakeke untuk kawasan pariwisata bahari, antara lain : 1 Pengembangan potensi wisata bahari dengan bekerjasama pemerintah daerah dan masyarakat 2 Membuat profile paket wisata Kep Tanakeke sebagai media promosi secara lokal,nasional dan internasional 3 Penataan lokasi wisata bahari yang berbasis masyarakat 4 Meningkatkan kualitas SDM yang bergerak dalam kepariwisataan 5 Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana kepariwisataan 6 Melindungi pantai dari berbagai sumber pencemardegradasi habitat 7 Penguatan nilai-nilai sosial budaya, keagamaan dan cinta lingkungan 3 Kawasan Permukiman Faktor-Faktor penentu eksternal dan internal dalam analisis SWOT untuk pengembangan kawasan permukiman di kepulauan Tanakeke disajikan pada Tabel 93 berikut ini ; Tabel 93 Matriks analisis faktor-faktor strategi eksternal pengembangan kawasan permukiman Faktor Strategi Eksternal Bobot Rating Skor 1 2 3 4 Peluang Opportunities : O1 Penataan dan pengembangan kawasan permukiman 0,20 4 0,80 O2 Adanya kerjasama antar instansi terkait 0,05 1 0,05 O3 Kebijakan pemerintah tentang permukiman 0,10 2 0,20 O4 Banyaknya program-program dari luar melalui NGO untuk pengembangan permukiman 0,15 3 0,45 Ancaman Threats : T1 Terjadinya penggusuran 0,20 2 0,40 T2 Terjadi konflik pemanfaatan 0,20 3 0,60 T3 Banyak pendatang baru 0,05 3 0,15 T4 Pencemarandegradasi lingkungan 0,05 1 0,05 TOTAL 1 2,70 169 Tabel 94 Matriks analisis faktor-faktor strategi internal pengembangan kawasan permukiman Faktor Strategi Internal Bobot Rating Skor 1 2 3 4 Kekuatan Strength : S1 Areal permukiman cukup tersedia 0,20 4 0,80 S2 Adanya program-program pengembangan permukiman dari berbagai instansi terkait 0,10 3 0,30 S3 Adanya perangkat hukum 0,05 3 0,15 S4 Potensi sumberdaya alam cukup tersedia 0,10 3 0,30 S5 Adanya motivasi yang kuat untuk hidup lebih baik 0,05 2 0,10 Kelemahan Weaknesses : W1 Rendahnya kualitas SDM 0,10 3 0,30 W2 Minimnya sarana dan prasarana 0,10 4 0,40 W3 Aksesibilitas terbatas 0,05 2 0,10 W4 Kesadaran hukum masih rendah 0,05 1 0,05 W5 Rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan 0,05 2 0,10 W6 Minimnya suberdaya air tawar 0,05 2 0,10 W7 Adanya faktor musim yang menghambat aktivitas 0,05 1 0,05 W8 Etos kerja rendah dan lapangan kerja terbatas 0,05 2 0,10 TOTAL 1 2,85 Berdasarkan hasil pembobotan diatas terhadap faktor-faktor yang berpengaruh, maka faktor-faktor internal kekuatan dan kelemahan lebih besar pengaruhnya dibandingkan dengan faktor-faktor eksternalnya peluang dan ancaman terhadap pengembangan permukiman di kawasan Kepulauan Tanakeke. Hal ini dapat dilihat pada rasio antara faktor-faktor internal dengan eksternal dengan nilai 2,85 : 2,70. Selanjutnya dibuat model matrik SWOT strategi pengembangan kawasan permukiman di Kepulauan Tanakeke seperti disjikan pada Tabel 95 dibawah ini : 170 Tabel 95 Model matriks SWOT strategi pengembangan kawasan permukiman di Kepulauan Tanakeke STRENGTHS S WEAKNESSES W 1 Areal permukiman cukup tersedia 1 Rendahnya kualitas SDM 2 Adanya program- program dari berbagai instansi terkait 2Minimnya sarana dan prasarana 3 Adanya perangkat hukum 3Aksesibilitas terbatas 4 Potensi sumberdaya alam cukup tersedia 4Kesadaran hukum masih rendah 5Rendahnya partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan 6 Minimnya suberdaya air tawar 7 Adanya faktor musim yang menghambat aktivitas MATRIKS SWOT 5Adanya motivasi yang kuat untuk hidup lebih baik 8 Etos kerja rendah dan lapangan kerja terbatas OPPORTUNITIES O Strategi SO Strategi WO 1 Penataan dan pengembangan kawasan permukiman 2Adanya kerjasama antar instansi terkait 3 Kebijakan pemerintah tentang permukiman 4 Banyaknya program- program dari luar melalui NGO untuk pengembangan permukiman 1 Menyusun rencana detail kawasan pengembangan permukiman 2 meningkatkan koordinasi antar sektor maupun NGO dari luar dalam mengembangkan kawasan permukiman 1Peningkatan kualitas sumberdaya manusia 2Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya alam di pulau kecil 3 Membangun sarana dan prasarana pendukung untuk kebutuhan permukiman THREATS T Strategi ST Strategi WT 1 Terjadinya penggusuran 2 Terjadi konflik pemanfaatan 3 Banyak pendatang baru 4Pencemarandegradasi lingkungan 1Penataan lokasi permukiman dengan melibatkan masyarakat lokal 2 Peningkatan fungsi lembaga dalam mengatur kegiatan permukiman 1Meningkatkan kesadaran hukum dan etos kerja masyarakat lokal untuk menghindari konflik 171 Strategi-Strategi diatas selanjutnya diurutkan menurut peringkat berdasarkan jumlah skor unsur-unsur penyusunannya, sebagaimana disajikan pada Tabel 96 dan Tabel 97. Tabel 96 Penyusunan peringkat strategi-strategi analisis SWOT Unsur KekuatanS trength S KelemahanWeaknesses W Strategi SO Strategi WO Peluang Opportunities O 1 S1-S4 dan O1-O4 2 S2,S3 dan O2-O4 1 W1,W4,W5,W8 dan O2,O3 2 W1,W4,W5 dan O1,O3,O4 3 W2,W3,W6 dan O1-O4 Strategi ST Strategi WT Ancaman Threats T 1 S1-S4 dan O1-O3 2 S2,S3 dan T1,T3 1 W1,W4,W5 dan T2,T4 Tabel 97 Penentuan prioritas strategi pengembangan kawasan permukiman di Kepulauan Tanakeke Unsur SWOT Keterkaitan Skor Peringkat Strategi 1 Menyusun rencana detail kawasan pengembangan permukiman S1-S4 dan O1-O4 3,05 1 Strategi 2 Penataan lokasi permukiman dengan melibatkan masyarakat lokal S1-S4 dan O1-O3 2,6 2 Strategi 3 Membangun sarana dan prasarana pendukung untuk kebutuhan permukiman W2,W3,W6 dan O1-O4 2,1 3 Strategi 4 Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya alam di pulau kecil W1,W4,W5 dan O1,O3,O4 1,9 4 Strategi 5 Meningkatkan kesadaran hukum dan etos kerja masyarakat lokal untuk menghindari konflik W1,W4,W5 dan T2,T4 1,2 5 Strategi 6 Meningkatkan koordinasi antar sektor maupun NGO dari luar dalam mengembangkan kawasan permukiman S2,S3 dan O2-O4 1,15 6 172 Tabel 97. lanjutan Unsur SWOT Keterkaitan Skor Peringkat Strategi 7 Peningkatan fungsi lembaga dalam mengatur kegiatan permukiman S2,S3 dan T1,T3 1,0 7 Strategi 8 Peningkatan kualitas sumberdaya manusia W1,W4,W5,W8 dan O2,O3 0,80 8 Berdasarkan hasil SWOT diatas, strategi – strategi prioritas yang perlu diperhatikan dalam pengembangan Kepulauan Tanakeke untuk kawasan permukiman, antara lain : 1 Menyusun rencana detail kawasan pengembangan permukiman 2 Penataan lokasi permukiman dengan melibatkan masyarakat lokal 3 Membangun sarana dan prasarana pendukung untuk kebutuhan permukiman 4 Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perencanaan dan pemanfaatan sumberdaya alam di pulau kecil 5 Meningkatkan kesadaran hukum dan etos kerja masyarakat lokal untuk menghindari konflik 6 Meningkatkan koordinasi antar sektor maupun NGO dari luar dalam mengembangkan kawasan permukiman 7 Peningkatan fungsi lembaga dalam mengatur kegiatan permukiman 8 Peningkatan kualitas sumberdaya manusia. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Kepulauan Tanakeke maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1 Kepulauan Tanakeke memiliki potensi sumberdaya alam yang cukup besar untuk dapat dikembangkan, baik untuk pengembangan budidaya perikanan rumput laut dan KJA, penangkapan ikan pelagis dan karangdemersal maupun pariwisata wisata pantai dan wisata bahari. 2 Hasil analisis kesesuaian dan daya dukung lahan serta kelayakan secara ekonomi terhadap berbagai peruntukan di Kepulauan Tanakeke, didapatkan bahwa : - Kegiatan budidaya perikanan seperti budidaya rumput laut dan keramba jaring apung layak dikembangkan di Pulau Tanakeke dan Lantangpeo. - Kegiatan penangkapan ikan baik untuk ikan pelagis, demersal maupun ikan karang layak untuk semua gugus pulau di Kepulauan Tanakeke. - Kegiatan Pariwisata pantai layak dikembangkan untuk semua gugus pulau sedangkan kegiatan pariwisata bahari dapat kembangkan di Pulau Dayang- dayangan, Satangnga dan Bauluang. - Kawasan konservasi mangrove diperuntukan di Pulau Tanakeke, Lantangpeo, Bauluang dan Satangnga, sedangkan konservasi terumbu karang dilakukan untuk semua gugus pulau. - Kawasan permukiman terbatas dapat dikembangkan untuk semua gugus pulau. 3 Hasil analisis prioritas pengembangan berbagai peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke berturut-turut budidaya rumput laut, perikanan tangkap, KJA, wisata pantai, wisata bahari, konservasi dan permukiman. 4 Hasil analisis optimasi berbagai alokasi peruntukan lahan di Kepulauan Tanakeke berturut-turut budidaya rumput laut, KJA, perikanan tangkap, permukiman, wisata mangrove dan rekreasi dan konservasi mangrove dan terumbu karang. 174 5 Dalam pengembangan Kepulauan Tanakeke ke depan, kawasan pengembangan budidaya perikanan rumput laut dan KJA dengan luas masing-masing 13,29 km2 dan 1,38 km2 diarahkan di Gugus Pulau Tanakeke dan Lantangpeo, kawasan pengembangan perikanan tangkap ikan pelagis dan ikan karangdemersal dengan luas masing-masing 354,04 km2 dan 57,34 km2 di arahkan di Gugus Pulau Bauluang dan Satangnga dan kawasan pariwisata pantai dan bahari di arahkan di Pulau Dayang-dayangan, Satangnga dan Bauluang. Saran 1 Dalam penelitian ini baru dilakukan beberapa peruntukan yang layak untuk dikembangkan, untuk kedepan perlu penelitian lebih lanjut untuk menggali potensi untuk berbagai peruntukan lain yang dapat memberikan kontribusi nyata baik kepada masyarakat setempat maupun terhadap peningkatan PAD Kabupaten Takalar. 2 Secara ekonomi potensi sumberdaya perikanan dan pariwisata cukup menjanjikan di Kepulauan Tanakeke, namun sampai saat ini belum dikelola dengan baik. Oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut mengenai sistem pengelolaan yang mencerminkan latar setempat dengan memanfaatkan semua potensi yang ada yang tentunya tidak melupakan aspek kelestarian lingkungan. 3 Dalam penelitian ini kajian mengenai kelayakan daerah penangkapan menggunakan aspirasi masyarakat sebagai sumber data, oleh karena itu perlu penelitian lebih lanjut tentang kelayakan daerah penangkapan berdasarkan aspek biogeofisik dan tingkah laku ikan dengan menggunakan data primer dilapangan maupun data citra satelit. 4 Dalam perhitungan daya dukung untuk pengembangan pariwisata belum memperhitungan kebutuhan air tawar, sehingga mesih perlu penelitian lanjutan tentang seberapa besar kebutuhan air tawar untuk wisatawan pada waktu melakukan kegiatan wisata di Kepulauan Tanakeke. 5 Dalam perhitungan daya dukung keramba jaring apung belum memperhitungkan konsentrasi dan sebaran limbah N dan P sehingga masih perlu penelitian lebih lanjut. DAFTAR PUSTAKA Abelson, P., 1979. Cost Benefit Analysis and Environmental Problems. Macquarie University, New South Wales. Printed by Itchen Printers Limited, Suthampton, England., p.41-43 Adrianto, 2005. Pembangunan dan Pengelolaan Pulau-pulau Kecil yang Berkelanjutan. Makalah disampaikan pada seminar sosialisasi Pedoman Umum Investasi Pulau-pulau Kecil, Dirjen Pesisir dan Pulau-Pulau kecil, DKP. Mataram 28 Juli 2005. Ahmad, T., 2001. Analisis Pengembangan Sea Farming di Indonesia. Warta Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. 7 No. 1. p. 9--14. Alkadri, Muchdie, Suhandojo. 2001. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah; Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia, Teknologi . Pusat Pengkajian Pengembangan Teknologi Pengembangan Wilayah. Badan Pengkajian Penerapan Teknologi BPPT. Jakarta, Indonesia. 314 hlm. Arifin, T., 2001. Evaluasi Kesesuaian Kawasan Pesisir dan Arahan Pengembangan Bagi Pariwisata Bahari di Teluk Palu, Propinsi Sulawesi Tengah . Tesis. Program Pasca Sarjana IPB. Bogor Aronoff, S., 1989. Geographical Information System. A Management Prespective WDL Publications. Canada: Ottawa, Ontario KIG. Bakosurtanal, 1996. Pengembangan Prototipe Wilayah Pesisir dan Marine Kupang – Nusa Tenggara Timur . Pusat Bina Aplikasi Inderaja dan SIG. Jakarta Barus, B. dan Wiradisastra, U. S. 1996. Sistem Informasi Geografi. Labratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi, Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bengen, D.G. 2000. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir, Sinopsis. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor IPB. Bengen, D.G. 2001. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove . Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor IPB. Bengen, D.G. 2002. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut serta Prinsip Pengelolaannya . Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor IPB. Bengen, D.G. 2002. Pengembangan Konsep Daya Dukung dalam Pengelolaan Lingkungan Pulau-pulau Kecil . Kerjasama Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 176 Bengen, D.G. 2003. Format Keterpaduan dan Berkelanjutan dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam . Dalam Warta Pesisir dan Lautan, Edisi Khusus Nomor 012003, PKSPL-IPB. Beveridge, M.C.M. 1996. Cage Aquaculture Second Edition. Fishing News Books LTD. Farnham, Surrey, England. 352 pp. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2001. Kecamatan Mappakasunggu dalam Angka. Burrough, P.A. and R.A. McDonnel. 1998. Principle of Geographical Information Systems. Oxford University Press. 327 pp. [BRKP] Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 2001. Laporan Forum Rumput Laut. Jakarta : Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan. Brookfield, H.C., 1990. An Approach to Island in Bell. Sustainable Development and Environmental Management of Small Island . UNESCO, Paris. Budiharsono, S., 2005. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan. PT. Pradya Paramita. Jakarta. Campbell JC, Radke J, Gless JT, Wirtshafter RM. 1992. An Application of Linier Programming and Geographic Information Systems : Cropland Allocation in Antigua. Environment and Planning A, 24:535-549. Clark, W.A.V. and P.L. Hosking. 1986. Statistical Methods for Geographers. John Wiley Sons, Inc. 513 pp. Cressey, R.P., 1987. Participation Review. Universitas Glasgow Europeans Foundation. Galsgow. Chuvieco, E. 1993. Integration of Linear Programming and GIS for Land-use Modelling. International Journal of Geographical Information Systems, 7:71-83. Dacles, T., Beger, M., Ledesma, G.L., 2000. Sounthern Negros Coastal Development Programme Recommendations for Location and Level of Protection of Marine Protected Areas in The Municipality of Sipalay . Philippine Reef and Rainforest Conservation Foundation Inc.and Coral Cay Conservation Ltd. Dahuri, R., 1991. An Approach to Coastal Resource Utilization : In East Kalimantan Coastal Zone , Indonesia. Submitted Partial Fulfillment of The Requirements for The Degree of Ph.D in Invironmental Studies Interdisciplinary at Delhousie University Halifax, Nova Scotia, Kanada. Dahuri, R, J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu, 1996. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara Terpadu . PT. Pradya Paramita. Jakarta 177 Dahuri, R., 1997. Aplikasi Teknologi Sistem Informasi Geografis SIG untuk Perencanaan dan Pengelolaan Tata Ruang Wilayah Pesisir . PPLH-IPB. Dahuri, R., 1998. Pendekatan Ekonomi-Ekologis Pembangunan Pulau-pulau Kecil Berkelanjutan . dalam Edyanto, CB.H., Ridlo, R., Naryanto, H.S. dan Setiadi, B. Eds.. Prosiding Seminar dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. Kerjasama Depdagri, Dir. Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan, TPSA, BPPT dan Coastal Resources Management Project, USAID. hal. B32 – B42 Danoedoro, P., 1996. Pengolahan Citra Digital dan Klasifikasi di Bidang Penginderaan Jauh . Diktat Kuliah Fakultas Geografi. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Darwanto, H., 2000. Mekanisme Pengelolaan Perencanaan Tata Ruang Wilayah Pesisir, Laut, dan Pulau-pulau Kecil Serta Hubungan Antar Perencanaan Tingkat Kawasan, Kabupaten, Propinsi, dan Nasional . Makalah Temu Pakar “Penyusunan Konsep Tata Ruang Pesisir”. Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan DKP, 2001. Naskah Akademik Pengelolaan Wilayah Pesisir . Direktur Pesisir dan Pantai. Depertemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan DKP, 2002. Pedoman Umum Penataan Ruang Pesisir dan Pulau-pulau Kecil . Jakarta Dewanti, R., dan Budiman, S., 2000. Pemanfaatan Data Landsat_TM untuk Identifikasi Kerusakan Hutan Mangrove . Makalah disampaikan pada “Pelatihan Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan”. Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional LAPAN Jakarta. Dutton, I.M. dan Hotta, K., 1994. Introductio. In Coastal Management in the Asia- Pacific Region : Issues and Approach. eds K. Hotta and I.M.Dutton, pp. 3-18, Japan International Marine Science and Technology Federation, Tokyo. Edyanto, CB, H., 1998. Pengembangan Pulau Kecil Di Indonesia. Studi Kasus: Pulau Weh. Majalah Alami, Vol.3 Nomor 1, Dit.TPSLM. Jakarta. Faizal A. 2001. Penerapan Teknik Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografis untuk Penyusunan Tata Ruang Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Tanakeke , Sulawesi Selatan [tesis]. Yogyakarta: Program Pascasarjana, Universitas Gaja Mada. Falkland, T., 1993. Water Resources Assesment, Development, and Management for Small Coral Islands . Proc. Reg. Work. On Small Island Hydrology UNESCO- ROSTSEA, RIWRD-LIPI, dan Batam Industrial Development Authority. Jakarta. 178 FAO, 2003. A Guide to the Seaweed Industry, FAO Fisheries Technical Paper, No. 441. Fisheries Western Australia, 1998. Planning for the Further Development of Aquaculture and Marine Farming Industry at Jurien Bay . Fisheries Management Report No. 4. Gibbon J et al. 1996. Criterium Decision Plus. The Complete Decision Formulation Analysis, and Presentation for Windows Version 2,0. Trialware User’s Guide and Tutorial. Bellevue WA: Copyright 1995–1996 Info Harvest Inc. Guerra, G. and Lewis, J. 2002. Spatial Optimization and GIS: Locating an Optimal Habitat for Wildlife Reintroduction . Arc User April-June 2002:32-34. Gumbriech T. 1996. Aplication of GIS in Training for Enviromental Management, 1996. 46. P 17–30. Hardjowigeno, S., dan Widiatmaka, 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Lahan . Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Indonesia. 352 hal. Hardjowigeno, S dan Nasution, L.I., 1990. Penataan Ruang dalam Rangka Upaya Meningkatkan Efisiensi Penggunaan Tanah dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan . Seminar Penataan Ruang tanggal 8 – 10 Oktober 1990. Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang. Hehanussa, P.E., 1993. Morphogenetic Classification of Small Islands as a Basis for Water Resources Planning in Indonesia . Proc. Reg. Work. On Small Island Hydrology UNESCO-ROSTSEA, RIWRD-LIPI, dan Batam Industrial Development Authority. Jakarta Hein, P.L., 1990. Economic Problems and Prospects of Small Islands in Bell. Sustainable Development and Environmental Management of Small Island . UNESCO, Paris. Heriawan, S. et al. 1999. Strategi Pengembangan Pulau Kecil dalam Pembangunan Transmigrasi . Pusat Penelitian dan Pengembangan. Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perambah Hutan. Jakarta: Prosiding Seminar dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-pulau Kecil di Indonesia. Husni, M. 1998. Penataan Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil di Indonesia dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. Kerjasama Departemen Dalam Negeri, Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan – TPSA – BPPT - Coastal Resources Management Project CRMP USAID. 179 Imanto, P.T., N. Listyanto, dan B. Priono. 1995. Desain dan Konstruksi Keramba Jaring Apung untuk Budidaya Ikan Laut dalam Sudradjat et al., 1995. Prosiding Temu Usaha Pemasyarakatan Teknologi Keramba Jaring Apung bagi Budidaya Laut. Puslitbang Perikanan, Badan Litbang Pertanian. p. 216--230. Indriani dan Sumiarsih. 1992. Budidaya, Pengolahan, dan pemasaran Rumput Laut. Jakarta: Penerbit Swadaya. Ismail, W., S.E.Wardoyo, dan B. Priono. 1998. Lokasi-lokasi Potensial bagi Panti Benih Terapung Ikan Karang di Selatan P.Bintan dan Karirnun Jawa . JurnaJ Penelitian Perikanan Indonesia. Vol. IV No. 1. p. 36-46, Kadariah et al. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Jakarta : Universitas Indonesia. Kapestky, J.M., L. McGregor, and H. Nanne. 1987. A geographical Information System and Satellite Remote Sensing to Plan for Aquaculture Development : A FAO - UNEPGRID Cooperative Study in Costa Rica. FAO Fish. Tech. Pap. 287:51 pp. Kartasasmita, G., 1996. Pembangunan Untuk Rakyat, Memadukan Pertumbuhan dan Pemerataan . Kongres Nasional Ke V, 10 Desember 1996. Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia. Jakarta. Kusumastanto T. 2000. Prototipe Budidaya Ikan Laut Sistem Floating Cage bagi Masyarakat Nelayan di Kepulauan Riau. Laporan Akhir Kerjasama Departemen Kelautan dan Perikanan dan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. 26-30pp. Lillesand, T.M., dan R.W. Kiefer, 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Lilesand and Kiefer, 1979. Remote Sensing and Image Interpretation. University of Wiconson. Madison and University of Minnesta. Lyzenga, D.R., 1981. Remote Sensing of Bottom Reflectance and Water Attenuation Parameters in Shallow Water Using Aircraft and Landsat Data . International Journal Remote Sensing . Volume 2 No. 1 71 – 72. McElroy, J.L, B. Potter, and E. Towle, 1990. Challenges for Sustainable Development in Small Caribbean in Bell. Sustainable Development and Environmental Management of Small Island . UNESCO, Paris. Mika. M.A., 1997. Three Decades of Landsat TM , Instrument Photogrametry Engineering and Remote Sensing Volume 63. P. 839-852 Morain, S. 1999. GIS Solution in Natural Resource Management: Balancing the Technical- Political Equation. OnWord Press. USA. 361 pp. 180 Nurwadjedi P. 1995. Penggunaan SIG untuk Pengelolaan Database pesisir. Pelatihan Perencanaan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu. 3 April–9 September 1995. Bogor: PPLH-IPB Bogor. Tidak diterbitkan hal 1–39. Nontji A. 1987,. Laut Nusantara. Jakarta: Penerbit Djambatan. Odum, E.P., 1971. Fundamentals of Ecology. W.B. Saunders Company, Philadelphia, USA. Ongkosongo, O.S.R., 1998. Permasalahan dalam Pengelolaan Pulau-pulau Kecil. Prosiding Seminar dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-pulau di Indonesia. dalam Edyanto, CB.H., Ridlo, R., Putro, C.J., Naryanto, H.S. dan Setiadi, B. Eds.. Kerjasama Depdagri, Dir. Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan, TPSA, BPPT dan Coastal Resources Management Project, USAID. Hal. H34 - H47 Pearce, D.G., and R.M. Kirk, 1986. Carrying Capacities for Coastal Tourism. Ind, Environ. 91: 3-7. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996, Tentang: Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat Dalam Penataan Ruang . Pigram, P., 1983. Outdoor Recreation and Resource Management. St. Martin’s Press, New York. Prahasta E. 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Indonesia: CV. Informatika Bandung. 314 hal. Purnomo, A., 1997. Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Budidaya Udang Ramah Lingkungan . Ditjen Perikanan. Jakarta Purwadhi, H.S., 1994. Sistem Informasi Geografis SIG. Jakarta: Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional. LAPAN. Rachmansyah, 2004. Analisis Daya Dukung Lingkungan Perairan Teluk Awarange Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan Bagi Pengembangan Budidaya bandeng Dalam Keramba Jaring Apung . Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rahayu, E.E. 2000. Kajian Pemanfaatan Ruang Secara Optimal Ditinjau dari Dampak Erosi dan Produktifitas Lahan Di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Bantul- Yokyakarta. Tesis. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor, Indonesia Rauf, A., 2000. Penentuan Zonasi dan Kondisi Terumbu Karang dengan Menggunakan Teknologi Penginderaan Jauh di Kepulauan Spermonde, Selat Makassar, Sulawesi Selatan . Jurnal BIPP_UNHAS: ISSN 0855-3555, Vol. No. 2 2000 : 187 – 199 181 Retraubun, A.S.W., 2000. Pengelolaan Pulau-Pulau di Indonesia. Prosiding Pelatihan untuk Pelatih Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Bogor, 21-26 Pebruari 2000. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor. Kerjasama Proyek Pesisir, Coastal Resources Center-Univrsity of Rhode Island. Hal 136-141. Rusli, S.N., 1998. Penataan Ruang Wilayah dengan Peran Serta Masyarakat, Menggunakan Sistem Informasi Geografis . Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Scones, B Juliet. 1993. Global Equity and Environmental Crisis : An argument for Reducing Working Hours in The North. World Development 19,1, 73-78. Sevilla, C. G. et al., 1993. Pengantar Metode Penelitian. Penerbit Universitas Indonesia Terjemahan. Sjafi’i, E.I.B., 2000. Analisis Pemanfaatan Ruang Kawasan Pesisir Teluk Manado, Sulawesi Utara , Tesis. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Subandar A. 1999. Potensi Teknik Evaluasi Multi Kriteria dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup . Jurnal Sains dan Teknologi Vol.1 No.5 Agustus 1999. Sugandhy, A., 1999. Penataan Ruang dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Soekartawai 1986. Ilmu Usaha Tani, dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil . Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia Press. Sunarto K. Sutikno dan Dulbahri. 1997. Kesesuaian Wilayah Perairan laut Untuk Budidaya Rumput Laut Jenis Eucheuma di Terumbu Karang Pulau Pari Teluk Jakarta . Geomatika No. 1-2 hal. 18-33. Sunyoto, P. 2000. Pembesaran Kerapu dengan Keramba Jaring Terapung. PT. Penebar Swadaya, Depok. Suryadi, K dan M. Ali Ramdhani, M.T., 1998. Sistem Pendukung Keputusan Suatu Wacana Struktural Idealisasi dan Implementasi Konsep Pengambilan Kepuitusan . PT. Remaja Rosdakarya Bandung. Surianegara, I., 1978. Pengelolaan Sumberdaya Alam. Pasca Sarjana IPB, Bogor Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh I. Gadjah University Press. Yogyakarta. Sutanto. 1987. Penginderaan Jauh II. Gadjah University Press. Yogyakarta. 182 Taha, H.A. 1996. Riset Operasi: Suatu Pengantar Jilid I. Terjemahan. Penerbit Binarupa Aksara. Jakarta, Indonesia. 440 h1m. Tivy, J., 1972. The Concept and Determination of Carrying Capacity of Recreational Land in the USA . Countriside Commission for Scotland, Battlebay. Tresnadi, H. 1998. Pengelolaan Air Tanah Berwawasan Lingkungan di Pulau-pulau Kecil dalam Prosiding Seminar dan Lokakarya Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil di Indonesia. Kerjasama Departemen Dalam Negeri, Direktorat Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Kawasan – TPSA – BPPT - Coastal Resources Management Project CRMP USAID. Ukkas, M., 2001. Pemetaan Potensi Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kabupaten Takalar . Laporan Penelitian. Universitas Hasanuddin. Makassar. UNESCO. 1991. Hydrology and Water Resources of Small Island: A Practical Guide. Studies and Report on Hydrology No. 49. Prepared by A. Falkland ed. and E. Custodio with contribution from A. Diaz Arenas and L. Simler. Paris, France. 435pp. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007, Tentang : Penataan Ruang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007, Tentang : Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil UNHAS, 2001. Penyusunan Rencana Teknis Satuan Permukiman dan Rencana Teknis Jalan Tahap IIIA . Laporan. Kerja sama LPPM_UNHAS dengan Departemen Transmigrasi Perambah Hutan Direktorat Jenderal Permukiman dan Lingkungan Direktorat Bina Program. WCED, 1987. World Commission on Enviroment and Development ed Our Common Furture . Oxford University Press. Oxford. Wong, P.P., 1991. Coastal Tourism in Southeast Asia. International Center forLiving Aquatic Resources Management . Philippines. Yulianda, F et al. 2001. Pengelolaan Sumberdaya Hayati Pesisir dan Lautan. Materi Kuliah Pengelolaan Sumberdaya pesisir dan Lautan. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Yulianda, F., 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi. Makalah Seminar Sains. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. LAMPIRAN - LAMPIRAN Lampiran 1 Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk kegiatan budidaya rumput laut. Parameter Bobot Sangat Sesuai Skor Sesuai Skor Tidak Sesuai Skor Kedalaman m 4 1.0 – 2.5 3 2.5 – 5 2 1.0 5 1 Jenis dasar perairan 2 Pasir 3 Karang 2 Berlumpur 1 Kecepatan Arus cmdt 3 20 – 30 3 30 – 40 2 20 40 1 Kecerahan m 3 1,5m 3 0,5-1,5m 2 0,5 m 1 Salinitas ppt 2 32 – 34 3 28 – 32 2 28 34 1 PH 2 6.8 – 8.5 3 6.8 – 8.5 2 6.8 8.5 1 Suhu o C 2 24 - 30 3 24 - 30 2 24 30 1 Keterlindungan 4 Terlindung 3 Terlindung 2 Tidak Terlindung 1 Sumber : DKP, 2002 dan FAO,2003 Lampiran 1. lanjutan Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk kegiatan budidaya keramba jaring apung Parameter Bobot Sangat Sesuai Skor Sesuai Skor Tidak Sesuai Skor Kedalaman m 4 10 - 20 3 5 - 10 2 5 ; 20 1 Keterlindungan dari arus, angin dan gelombang 4 Terlindung 3 Terlindung 2 Tidak Terlindung 1 Suhu o C 2 28 - 30 3 25 - 28 2 25 ; 30 1 Salinitas ppt 2 29 - 32 3 25 - 29 2 25 ; 32 1 Material dasar perairan 2 Karang Berpasir 3 Pasir 2 Berlumpur 1 Kecerahan m 3 5 3 3 - 5 2 3 1 Kecepatan Arus cmdt 3 20 - 40 3 10 - 20 2 10 ; 40 1 pH 2 7.5 – 8.5 3 6.5 – 7.5 2 6.5 ; 8.5 1 Sumber: DKP,2002 dan FAO, 2003 Lampiran 1. lanjutan Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk kawasan lindung Parameter Bobot Sangat Sesuai Skor Sesuai Skor Tidak Sesuai Skor Keanekaragaman mangrove jenis 4 3.0 – 3.5 3 2.0 – 3.0 2 2.0 1 Presentase tutupan karang 4 75 – 100 3 25 – 70 2 25 1 Keanekaragaman karang jenis 3 40 3 20 - 40 2 20 1 Kelimpahan karang family 3 8 – 10 3 3 – 7 2 3 1 Spesies endemik 4 Ada 3 ada 2 Tidak ada 1 Kelimpahan ikan karang family 50 – 70 3 15 – 50 2 15 1 Keanekragaman ikan karang jenis 3 3.0 – 3.5 3 1.5 – 2.0 2 1.5 1 Sumber : DKP, 2002 Lampiran 1. lanjutan Kriteria dan matriks kesesuaian permukiman Parameter Bobot Sangat Sesuai Skor Sesuai Skor Tidak Sesuai Skor Jarak dari pantai m 1 100 3 50 – 100 2 50 1 Ketersediaan air tawar 3 tersedia 3 tersedia 2 Tidak tersedia 1 Aksesibilitas dermaga m 1 500 3 500 - 1000 2 1000 1 Jarak dari kawasan konservasi m 2 1000 3 300 - 1000 2 300 1 Drainase 2 Tidak tergenang 3 Tergenang priodik 2 tergenang 1 Sumber : DKP, 2002 Lampiran 1. lanjutan Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk ekowisata bahari kategori selam Parameter Bobot Sangat Sesuai Skor Sesuai Skor Tidak Sesuai Skor Kecerahan perairan 4 80 3 20 - 80 2 20 1 Jenis life form 3 12 3 4 -12 2 4 1 Jenis ikan karang Sp 3 100 3 20-100 2 20 1 Tutupan komunitas karang 4 75 3 25-75 2 25 1 Kecepatan arus cmdet 2 0-15 3 15 - 50 2 50 1 Kedalaman terumbu karang m 2 6 -15 3 15 - 30 2 6 ; 30 1 Sumber : Modifikasi dari Yulianda 2007 Keterangan : Nilai Maksimum = 54 SS = Sangat sesuai, dengan nilai 80 – 100 S = Sesuai, dengan nilai 35 - 80 TS = Tidak sesuai, dengan nilai 35 Lampiran 1. lanjutan Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk ekowisata bahari kategori wisata snorkling Parameter Bobot Sangat Sesuai Skor Sesuai Skor Tidak Sesuai Skor Kecerahan perairan 4 100 3 25 - 100 2 25 1 Jenis life form 3 12 3 4 -12 2 4 1 Jenis ikan karang Sp 3 50 3 10-50 2 10 1 Tutupan komunitas karang 4 75 3 25-75 2 25 1 Kecepatan arus cmdet 2 0-15 3 15 - 50 2 50 1 Kedalaman terumbu karang m 2 1 - 3 3 3 - 10 2 10 ; 1 1 Lebar hamparan datar karang m 2 500 3 20 - 500 2 20 1 Sumber : Modifikasi dari Yulianda 2007 Keterangan : Nilai Maksimum = 60 Lampiran 1. lanjutan Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk wisata pantai kategori rekreasi Parameter Bobot Sangat Sesuai Skor Sesuai Skor Tidak Sesuai Skor Kedalaman perairan 4 0 - 3 3 3 - 10 2 10 1 Tipe pantai 4 Pasir putih 3 Pasir putih, sedikit karang, sedikit terjal 2 Lumpur, berbatu, terjal 1 Lebar pantai m 4 15 3 3 - 15 2 3 1 Material dasar perairan 3 Pasir 3 Karang,berpasir, pasir berlumpur 2 lumpur 1 Kecepatan arus mdet 3 0 - 0.17 3 0.17 – 0.51 2 0.51 1 Kemiringan pantai o 3 10 3 10 - 45 2 45 1 Kecerahan perairan m 2 10 3 3 - 10 2 3 1 Penutupan lahan pantai 2 Kelapa, lahan terbuka 3 Semak, belukar, savana 2 Hutan bakau, permukiman, pelabuhan 1 Biota berbahaya 2 Tidak ada 3 Bulu babi, ikan pari 2 Bulu babi, ikan pari, lepu, hiu 1 Ketersediaan air tawar jarakkm 2 0.5 3 0.5 - 2 2 2 1 Sumber : Modifikasi dari Yulianda 2007 Keterangan : Nilai Maksimum = 87 Lampiran 1. lanjutan Kriteria dan matriks kesesuaian lokasi untuk wisata pantai kategori wisata mangrove Parameter Bobot Sangat Sesuai Skor Sesuai Skor Tidak Sesuai Skor Ketebalan mangrove m 4 500 3 50 - 500 2 50 1 Kerapatan mangrove 100m 2 3 15-25 3 5 -15 ; 25 2 5 1 Jenis mangrove 3 5 3 1 - 5 2 1 Pasang surut m 2 0 - 1 3 1 - 5 2 5 1 Obyek biota 2 Ikan, udang, kepiting,moluska, reptil, burung 3 Ikan,udang,kepiting, moluska 2 Salah satu biota air 1 Sumber : Modifikasi dari Yulianda 2007 Keterangan : Nilai Maksimum = 54 Lampiran 2. Beberapa faktorkriteria yang dibutuhkan dalam menentukan prioritas jenis berbagai peruntukan yang akan dikembangkan di Kepulauan Tanakeke dengan pendekatan MCDM Kriteria Parameter Keterangan Luas lahanperairan Didasarkan pada luas lahan eksisting yang diperoleh melalui hasil interpretasi citra satelit landsat_TM Potensi dampak lingkungan didasarkan pada dampak yang ditimbulkan dengan adanya kegiatan budidaya perikanan pesisir tersebut tambak, rumput laut, dan keramba jaring apung. Kualitas perairan Didasarkan pada kondisi kualitas perairan di sekitar gugusan Kepulauan Tanakeke Katersediaan air tawar Didasarkan pada ketersediaan air tawar pada masing-masing pulau Keanaekaragaman hayati Didasarkan pada keanekaragaman hayati yang dimiliki masing-masing pulau, baik di daratan pulau maupun diperairannya Ketersediaan sumberdaya Didasarkan pada ketersediaan sumberdaya pada masing-masing pulau Keterkaitan ekosistem didasarkan pada keterpaduan kegiatan antara wilayah darat dan laut sebagai satu kesatuan ekosistem pesisir pulau- pulau kecil. Misalnya keterpaduan antara tambak dan rumput laut, antara tambak dan KJA, atau antara rumput laut dan KJA. Ekologi Kesesuaian Lahan didasarkan pada luas lahan yang diperoleh dari hasil evaluasi kesesuaian lahan. Luas lahan yang dimaksud adalah permukiman, kawasan lindung, budidaya rumput laut, keramba jaring apung, pariwisata dan penangkapan ikan luas lahan sangat sesuai, dan sesuai. Pasar didasarkan pada panjang pendeknya alur pemasaran hasil budidaya perikanan, mulai dari nelayan sampai ke pedagangekspor Kontribusi terhadap perekonomian masyarakat lokal didasarkan pada jenis budidaya perikanan pesisir yang mana yang mempunyai kontribusi yang tinggi yang banyak manfaatnya terhadap kondisi perekonomian masyarakat di Pulau Tanakeke Peranan koperasi didasarkan pada ada tidaknya koperasi yang berperan di dalam aktivitas budidaya perikanan pesisir yang dikembangkan Ekonomi Aksesibilitas Didasarkan pada kemudahan aksesibilitas pada masing-masing pulau, baik untuk transportasi lokal maupun untuk angkutan hasil tangkapan dan hasil budidaya. Konflik kepentingan didasarkan pada ada tidaknya konflik yang terjadi misalnya: antara transportasi dengan pihak pembudidaya Bentuk perhatian pemerintah didasarkan pada ada tidaknya perhatian pemerintah terhadap aktivitas budidaya perikanan pesisir misalnya: berupa bantuan dana, penyuluhan dan lain-lain Keinginan masyarakat tentang budidaya didasarkan pada tingkat keinginan masyarakat mengenai aktivitas budidaya perikanan pesisir tersebut Pelibatan pihak yang berkepentingan didasarkan pada ada tidaknya pelibatan pihak-pihak yang berkepentingan seperti: pemerintah, LSM, dan investor atau pengusaha dalam kegiatan budidaya perikanan pesisir Peraturan didasarkan pada peraturan yang berlaku, baik peraturan yang dibuat oleh PEMDA setempat maupun nasional dan lokal Adatkebiasaan Didasarkan pada adatkebiasaan masyarakat Kepulauan Tanakeke dalam pemanfaatan sumberdaya yang ada Sosial budaya Status penggunaan lahan didasarkan pada lahan untuk budidaya apakah milik sendiri, penggarap, milik pengusaha ataukah pemerintah Lampiran 3. Prediksi Kondisi Pasang Surut Perairan Kepulauan Tanakeke Pada Bulan Juni 2002 – Mei 2003 Grafik Pasang Surut Perairan Tanakeke Bulan Juni 2002 - Mei 2003 20 40 60 80 100 120 140 160 350 700 1050 1400 1750 2100 2450 2800 3150 3500 3850 4200 4550 4900 5250 5600 5950 6300 6650 7000 7350 7700 8050 8400 8750 Jam Ti ng gi M uk a A ir c m Lampiran 4. Hasil Prediksi Gelombang dan Durasi Angin Perbulan Selama Tahun 1990 – 2000 di Kepulauan Tanakeke. Januari Tahun U md α F Lap m Hs m Ts detik 1990 16.83 315 132485 3.13 7.93 1991 14.28 315 132485 2.66 7.50 1992 12.24 315 132485 2.28 7.12 1993 18.36 315 132485 3.42 8.17 1994 11.22 315 132485 2.09 6.91 1995 13.26 310 132485 2.47 7.32 1996 09.00 320 132485 1.67 6.41 1997 07.50 300 132485 1.40 6.03 1998 10.50 300 132485 1.95 6.76 1999 10.00 270 153288 2.00 6.97 2000 12.00 300 132485 2.23 7.07 Pebruari Tahun U md α F Lap m Hs m Ts detik 1990 12.24 315 132485 2.28 7.12 1991 20.40 270 153288 4.08 8.89 1992 16.83 270 153288 3.37 8.32 1993 14.28 315 132485 2.66 7.50 1994 12.75 270 153288 2.55 7.57 1995 11.22 300 132485 2.09 6.91 1996 11.00 240 200000 2.51 7.86 1997 19.00 330 132485 3.53 8.27 1998 05.00 270 153288 1.00 5.51 1999 17.50 310 132485 3.26 8.04 2000 11.00 270 153288 2.20 7.20 Maret Tahun U md α F Lap m Hs m Ts detik 1990 18.36 315 132485 3.42 8.17 1991 09.69 270 153288 1.94 6.90 1992 10.20 116721 1.78 6.42 1993 09.69 315 132485 1.80 6.58 1994 09.69 315 132485 1.80 6.58 1995 11.73 350 116721 2.05 6.73 1996 07.00 270 153288 1.40 6.18 1997 12.50 300 132485 2.33 7.17 1998 06.00 210 200000 1.37 6.40 1999 09.00 270 153288 1.80 6.73 2000 13.00 300 132485 2.42 7.27 April Tahun U md α F Lap m Hs m Ts detik 1990 14.28 315 132485 2.66 7.50 1991 14.28 315 132485 2.66 7.50 1992 13.77 315 132485 2.56 7.41 1993 09.18 315 132485 1.71 6.46 1994 07.65 315 132485 1.42 6.07 1995 11.22 290 153288 2.25 7.25 1996 13.00 300 132485 2.42 7.27 1997 06.00 80 27157 0.51 3.31 1998 12.50 150 122751 2.24 6.99 1999 10.00 300 132485 1.86 6.65 2000 13.00 300 132485 2.42 7.27 Mei Tahun U md α F Lap m Hs m Ts detik 1990 10.70 45 36112 1.04 4.43 1991 09.69 315 132485 1.80 6.58 1992 08.67 45 36112 0.84 4.12 1993 07.14 270 153288 1.43 6.22 1994 07.14 315 132485 1.33 5.93 1995 07.65 320 132485 1.42 6.07 1996 05.00 120 122751 0.90 5.12 1997 09.00 20 116721 1.57 6.15 1998 09.00 240 200000 2.06 7.35 1999 05.50 300 132485 1.02 5.42 2000 08.00 330 132485 1.49 6.16 Juni Tahun U md α F Lap m Hs m Ts detik 1990 09.69 225 200000 2.21 7.53 1991 07.14 45 36112 0.69 3.86 1992 07.65 270 153288 1.53 6.37 1993 07.14 90 27157 0.60 3.51 1994 06.63 315 132485 1.23 5.78 1995 09.18 50 36112 0.89 4.20 1996 06.00 280 153288 1.20 5.86 1997 07.00 50 36112 0.68 3.83 1998 09.00 270 153288 1.80 6.73 1999 06.00 350 116721 1.05 5.36 2000 05.00 300 132485 0.93 5.25 Juli Tahun U md α F Lap m Hs m Ts detik 1990 10.71 225 200000 2.45 7.79 1991 07.65 225 200000 1.75 6.95 1992 08.67 116721 1.51 6.07 1993 07.65 135 122751 1.37 5.92 1994 05.61 315 132485 1.04 5.46 1995 06.12 60 36112 0.59 3.66 1996 06.00 60 36112 0.58 3.64 1997 09.00 110 27157 0.76 3.80 1998 06.00 90 27157 0.51 3.31 1999 07.50 60 36112 0.73 3.92 2000 09.00 60 36112 0.87 4.18 Agustus Tahun U md α F Lap m Hs m Ts detik 1990 09.18 225 200000 2.10 7.40 1991 09.18 180 200000 2.10 7.40 1992 09.18 225 200000 2.10 7.40 1993 08.67 45 36112 0.84 4.12 1994 06.12 315 132485 1.14 5.62 1995 10.20 60 36112 0.99 4.36 1996 07.00 60 36112 0.68 3.83 1997 09.00 90 27157 0.76 3.80 1998 06.00 280 153288 1.20 5.86 1999 09.00 70 27157 0.76 3.80 2000 07.00 110 27157 0.59 3.49 September Tahun U md α F Lap m Hs m Ts detik 1990 14.80 45 36112 1.44 4.94 1991 09.69 270 153288 1.94 6.90 1992 09.18 225 200000 2.10 7.40 1993 06.63 225 200000 1.52 6.62 1994 06.63 225 200000 1.52 6.62 1995 10.20 40 36112 0.99 4.36 1996 10.00 290 153288 2.00 6.97 1997 12.00 120 122751 2.15 6.90 1998 06.50 280 153288 1.30 6.02 1999 07.50 90 27157 0.63 3.57 2000 07.00 280 153288 1.40 6.18 Oktober Tahun U md α F Lap m Hs m Ts detik 1990 10.71 225 200000 2.45 7.79 1991 10.20 225 200000 2.33 7.66 1992 10.20 315 132485 1.90 6.69 1993 09.18 45 36112 0.89 4.20 1994 07.14 225 200000 1.63 6.79 1995 08.67 70 27157 0.73 3.75 1996 07.00 120 122751 1.25 5.74 1997 10.00 90 27157 0.84 3.94 1998 10.00 330 132485 1.86 6.65 1999 07.00 300 132485 1.30 5.89 2000 08.00 300 132485 1.49 6.16 Nopember Tahun U md α F Lap m Hs m Ts detik 1990 10.71 315 132485 1.99 6.80 1991 10.20 135 122751 1.83 6.52 1992 08.67 315 132485 1.61 6.33 1993 08.16 225 200000 1.87 7.10 1994 08.16 315 132485 1.52 6.20 1995 09.18 290 153288 1.84 6.77 1996 11.00 350 116721 1.92 6.58 1997 10.00 120 122751 1.79 6.48 1998 08.00 360 116721 1.40 5.91 1999 10.00 340 116721 1.75 6.37 2000 09.00 340 116721 1.57 6.15 Desember Tahun U md α F Lap m Hs m Ts detik 1990 13.77 116721 2.40 7.11 1991 14.79 315 132485 2.75 7.59 1992 12.24 116721 2.14 6.83 1993 16.32 270 153288 3.27 8.24 1994 11.22 315 132485 2.09 6.91 1995 16.83 280 153288 3.37 8.32 1996 12.00 270 153288 2.40 7.42 1997 09.00 330 132485 1.67 6.41 1998 10.00 270 153288 2.00 6.97 1999 16.50 240 200000 3.77 9.03 2000 11.00 320 132485 2.05 6.86 Sumber : Badan Meteorologi dan Geofisika, Propinsi Sulawesi Selatan Lampiran 5 . Arah dan Kecepatan Arus sekitar Palau Tanekeke Posisi E m N m arah o Panjang tali m Waktudt Kecepatan mdt 750562 9396315 240 4 15,9 0,2515723 750759 9396273 270 3 9 0,3333333 750759 9395586 300 2 10,53 0,1899335 750431 9395380 290 2 21,49 0,0930665 750188 9395426 342 2 19,28 0,1037344 750094 9395087 320 2 16,8 0,1190476 750687 9394957 332 2 13,11 0,1525553 751392 9394601 290 1 17,28 0,0578704 752324 9384969 298 1 7,41 0,1349528 751707 9394006 312 2 28,9 0,0692042 751018 9392937 20 1 14,84 0,0673854 750280 9391565 43 2 21,56 0,0927644 750647 9391404 295 1 21,9 0,0456621 750160 9393166 243 2 33,12 0,0603865 749637 9393420 245 2 7,97 0,250941 749153 9392573 242 2 10,36 0,1930502 749029 9391621 340 2 19,91 0,100452 748400 9390730 350 2 7,1 0,2816901 749764 9389785 240 2 22,37 0,0894055 750095 9388780 266 2 28,72 0,0696379 750951 9388435 195 2 15,05 0,1328904 752129 9387554 200 2 22,08 0,0905797 757298 9389717 320 2 19,5 0,1025641 757595 9391780 168 2 6,6 0,3030303 757143 9393198 30 2 6 0,3333333 756079 9394821 170 2 25 0,08 756170 9396050 125 2 12 0,1666667 753995 9397136 105 2 10,71 0,1867414 752223 9397269 132 2 21,73 0,0920387 754136 9397241 129 2 22,05 0,0915148 Sumber : Data Lapangan April 2003 Lampiran 6 . Data suhu, salinitas dan kecerahan sekitar Pulau Tanakeke Posisi E N Suhu o C Salinitas o oo Kecerahan 750562 9396315 29 30 62 750759 9396273 30 30 90 750759 9395586 29 31 100 750431 9395380 28 31 100 750188 9395426 28 31 100 750094 9395087 29 31 50 750687 9394957 29 30,5 73 751392 9394601 30 31 62 752324 9384969 30 30,5 100 751707 9394006 30 31 70 751018 9392937 32 31 67 750280 9391565 30 31,5 84 750647 9391404 31 29 68 750160 9393166 30 29 100 749637 9393420 28 27 100 749153 9392573 28 30 100 749029 9391621 29 30 100 748400 9390730 28 31 100 749764 9389785 30 30 100 750095 9388780 30 32 100 750951 9388435 30 30 100 752129 9387554 30 31 100 757298 9389717 29 30 100 757595 9391780 30 35 100 757143 9393198 30 30 100 756079 9394821 29 30,5 100 756170 9396050 30 30 100 753995 9397136 31 31 100 752223 9397269 30 31 100 754136 9397241 30 32 100 Sumber : Data Lapangan April 2003 Lampiran 7 . Hasil Perhitungan Kerapatan, Frekwensi, dan Penutupan Jenis serta Indeks Keanekaragaman Mangrove di Kepulauan Tanakeke. a. Kerapatan Jenis Tabel Lampira 7. Hasil Perhitungan Kerapatan Jenis Mangrove Pada 12 Stasiun di Kepulauan Tanakeke Stasiun Jenis ni A Di Σ n RDi I R. Mucronata 314 100 3,14 314 100 II R. Mucronata 124 100 1,24 124 100 III R. Mucronata 75 100 0,75 75 100 IV R. Mucronata 173 100 1,73 173 100 V R. Mucronata 29 100 0,29 29 100 VI R. Mucronata 220 100 2,2 220 100 R. Mucronata 15 100 0,15 25 60 Lumnitzera 7 100 0,07 25 28 VII Sonneratia 3 100 0,03 25 12 VIII R. Mucronata 26 100 0,26 26 100 IX R. Mucronata 112 100 1,12 112 100 X R. Mucronata 60 100 0,6 60 100 XI R. Mucronata 241 100 2,41 241 100 XII R. Mucronata 190 100 1,9 190 100

b. Frekuensi Jenis