Dampak Ekonomi dan Daya Dukung Kawasan dalam Pengembangan Wisata Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta

(1)

DAMPAK EKONOMI DAN DAYA DUKUNG KAWASAN

DALAM PENGEMBANGAN WISATA PULAU TIDUNG,

KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

QONITA MUHLISA

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Ekonomi dan Daya Dukung Kawasan dalam Pengembangan Wisata Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Seumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan mau pun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Qonita Muhlisa


(4)

(5)

ABSTRAK

QONITA MUHLISA. Dampak Ekonomi dan Daya Dukung Kawasan dalam Pengembangan Wisata Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Dibimbing oleh METI EKAYANI dan NUVA.

Kegiatan pariwisata memberikan manfaat penting dalam pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah di Indonesia, seperti meningkatkan pendapatan masyarakat lokal dan membuka peluang pekerjaan bagi tenaga kerja lokal. Salah satu kawasan yang memiliki potensi untuk pengembangan sektor wisata adalah Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Wisata ini mulai dikembangkan sejak tahun 2009, dimana jumlah kunjungan terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini memberikan dampak positif bagi perekonomian masyarakat lokal. Dampak ekonomi diperoleh dari aliran dana yang dikeluarkan wisatawan di kawasan wisata Pulau Tidung. Dampak ekonomi yang dirasakan adalah dampak langsung, dampak tidak langsung, dan dampak lanjutan. Metode multiplier effect analysis

digunakan untuk menganalisis dampak ekonomi di Pulau Tidung. Nilai keynesian income multiplier yang diperoleh adalah 1,7 dan nilai ratio income multiplier tipe I dan tipe II adalah 1,5 dan 1,6. Disisi lain, meningkatnya jumlah wisatawan berpotensi menyebabkan over carrying capacity pada titik area tertentu untuk aktivitas snorkeling dan wisata pantai, terutama saat hari libur (peak season). Sehingga diperlukan strategi yang tepat untuk pengelolaan dan pengembangan yang tetap memberikan manfaat ekonomi terhadap masyarakat namun sesuai dengan daya dukung kawasan. Beberapa alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk pengelolaan wisata Pulau Tidung yakni: mempertahankan sistem pengelolaan wisata; kerjasama antara pihak pengelola, masyarakat dan wisatawan dalam menjaga kelestarian sumberdaya lingkungan; melakukan promosi terhadap wisata yang baru dikembangkan; mengembangkan potensi area lain dan kegiatan wisata baru di Pulau Tidung untuk menghindari over carrying capacity di titik-titik area kawasan tertentu, peningkatan edukasi dan informasi oleh pengelola untuk masyarakat dan wisatawan dalam menjaga kelestarian lingkungan, kebersihan, dan keasrian kawasan wisata, dan mempersiapkan dan mengelola profesionalitas tenaga kerja lokal dibidang wisata melalui pelatihan.

Kata Kunci : Dampak ekonomi, over carrying capacity, Pulau Tidung, strategi pengelolaan


(6)

ABSTRACT

QONITA MUHLISA. Economic Impact and Carrying Capacity of Developing Tourism in Tidung Island, Seribu Island, DKI Jakarta. Supervised by METI EKAYANI and NUVA.

Tourism activities give an advantage in economic growth in some Indonesia areas, such as increasing income and opening job vacancy for local society. One areas that has potency in developing tourism sector is Tidung Island, DKI Jakarta. The tourism development was started in 2009, where the total tourism visiting Tidung Island is increasing every year. It has given a positive impact to the local economic. Economic impact from tourism activities were direct, indirect, and induce impact. Multiplier effect analysis method was used to analize economic impact in Tidung Island. Keynesian income multiplier value was 1.7 and ratio income multiplier type I and type II were 1.5 and 1.6. Moreover, the increasing of tourist number was potentially caused by over carrying capacity in some certain point areas in snorkeling and beach tourism, especially on peak season. So that, appropiate strategy is needed for managing and developing tourism area. Some alternative strategies that can be implemented for Tidung Island tourism management are: maintaining and increasing tourism management system; maintaining cooperation between management party, society, and tourist to protect resource and environment of tourism area; promoting new tourism; developing other potencial areas and new tourism activities to avoid over carrying capacity in some certain areas; increasing education and information to the society and tourist in maintaining the environment preservation, hygiene, and beauty of tourism area; and managing professionalism of local labor in tourism through training.

Keywords: Economic impact, management strategy, over carrying capacity, Tidung Island


(7)

DAMPAK EKONOMI DAN DAYA DUKUNG KAWASAN

DALAM PENGEMBANGAN WISATA PULAU TIDUNG,

KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

QONITA MUHLISA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(8)

(9)

(10)

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-NYA sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah ekonomi wisata yang berjudul Dampak Ekonomi dan Daya Dukung Kawasan dalam Pengembangan Wisata Pulau Tidung, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Penelitian ini membahas tentang dampak ekonomi wisata dan strategi pengembangan wisata yang sesuai dengan daya dukung kawasan. Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda Ir. Muhibul Basyar, M.Si dan Ibunda Lilis Suryani, serta ketiga adik saya: Annisa Muhlisa, Rabbani, dan Masitha Muhlisa yang telah memberikan dukungan dan doa.

2. Ibu Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc dan Nuva, S.P, M.Sc sebagai dosen pembimbing yang telah mengarahkan dan mendidik penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc atas bimbingannya dalam penulisan skripsi ini.

4. Dosen penguji utama dan penguji Departemen ESL yang telah memberikan banyak masukan dalam penulisan skripsi ini.

5. Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec sebagai dosen pembimbing akademik, yang telah memberi arahan dan bimbingan selama penulis menjalani kuliah. 6. Pihak pengelola Kawasan Wisata Pulau Tidung, Kelurahan Pulau Tidung,

masyarakat Pulau Tidung, dan wisatawan yang telah banyak memberikan informasi, bantuan, dan saran selama pengumpulan data.

7. Keluarga besar Departemen ESL FEM IPB, para dosen beserta staf atas semua dukungan dan bantuan.

8. Rekan-rekan sebimbingan skripsi Mentari, Isterah, Melinda, Melly, Zumar, Dimas, dan Nia.

9. Sahabat-sahabat tersayang Reza S, Yessy, Aulia, Denadia, Fadila, Kartika, Larasati, Kimel, Devi, Astari, Putri, Neng, Nurul, Dessy, Rindang, dan Erlangga atas bantuan, doa, dan dukungan.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Mei 2015


(12)

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Pengembangan Wisata Bahari ... 9

2.2 Dampak Pariwisata terhadap Ekonomi ... 10

2.3 Daya Dukung Kawasan Wisata ... 11

2.4 Ekowisata dan Community Based Tourism ... 12

2.5 Penelitian Terdahulu ... 13

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 17

IV METODE PENELITIAN ... 19

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 19

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 19

4.3 Metode Pengambilan Sampel ... 20

4.4 Metode Analisis Data ... 20

4.4.1 Analisis Dampak Ekonomi ... 21

4.4.2 Analisis Daya Dukung Kawasn ... 22

4.4.3 Analisis Strategi Pengelolaan ... 24

V GAMBARAN UMUM ... 29

5.1 Gambaran Umum dan Kondisi Demografi Pulau Tidung ... 29

5.2 Karakteristik Responden Masyarakat Pulau Tidung ... 31

5.3 Karakteristik Wisata dan Responden Wisatawan Pulau Tidung ... 34

5.4 Karakteristik Wisata dan Persepsi Responden Wisatawan terhadap Kondisi Objek Wisata ... 38


(14)

VI HASIL DAN PEMBAHASAN... 43

6.1 Dampak Ekonomi dari Aktivitas Wisata di Pulau Tidung ... 43

6.1.1 Dampak Ekonomi Langsung (Direct Effect)... 44

6.1.2 Dampak Ekonomi Tidak Langsung (Indirect Effect) ... 46

6.1.3 Dampak Lanjutan ... 48

6.1.4 Nilai Efek Pengganda (Multipiler Effect) ... 49

6.2 Daya Dukung Kawasan untuk Aktivitas Wisata di Pulau Tidung ... 51

6.3 Strategi Pengelolaan Objek Wisata Pulau Tidung ... 54

6.3.1 Tahapan Masukan (Input Stage) ... 55

6.3.1.1 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) ... 55

6.3.1.2 Matriks External Factor Evaluation (EFE) ... 62

6.3.2 Tahapan Pencocokan (Matching Stage) ... 65

6.3.2.1 Matriks IE (Internal - External) ... 65

6.3.2.2 Matriks SWOT ... 67

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

7.1 Kesimpulan ... 75

7.2 Saran ... 76

DAFTAR PUSTAKA ... 79

LAMPIRAN... 83

RIWAYAT HIDUP ... 103


(15)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1. Jumlah wisatawan Kepulauan Seribu 2012-2013... 4

2. Penelitian terdahulu ... 13

3. Matriks metode analisis data ... 21

4. Potensi ekologis wisatawan per satuan unit area (K) dan luas unit area (Lt) .. 23

5. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) ... 24

6. Matriks External Factor Evaluation (EFE) ... 25

7. Penilaian bobot faktor strategis internal dan eksternal ... 25

8. Matriks SWOT ... 28

9. Sarana/prasarana di Pulau Tidung ... 30

10. Karakteristik responden pelaku usaha sektor wisata di Pulau Tidung ... 32

11. Karakteristik responden tenaga kerja sektor wisata di Pulau Tidung ... 33

12. Karakteristik responden wisatawan berdasarkan faktor sosial ekonomi ... 34

13. Karakteristik kunjungan responden wisatawan ... 36

14. Persepsi responden wisatawan terhadap fasilitas yang tersedia di Pulau Tidung ... 39

15. Persepsi wisatawan terhadap daya tarik dan aspek pendukung wisata di Pulau Tidung ... 40

16. Proporsi pengeluaran wisatawan di kawasan wisata Pulau Tidung Tahun 2014 ... 43

17. Dampak ekonomi langsung di kawasan wisata Pulau Tidung Tahun 2014 ... 45

18. Dampak ekonomi tidak langsung di kawasan wisata Pulau Tidung Tahun 2014 ... 46

19. Proporsi rata-rata pengeluaran responden tenaga kerja per bulan di kawasan wisata Pulau Tidung ... 48

20. Dampak ekonomi lanjutan di kawasan wisata Pulau Tidung Tahun 2014 ... 49

21. Nilai efek pengganda dan arus yang terjadi di kawasan wisata Pulau Tidung Tahun 2014 ... 50

22. Daya dukung kawasan untuk aktivitas wisata snorkeling di Pulau Tidung .... 52

23. Daya dukung kawasan untuk aktivitas wisata pantai di Pulau Tidung ... 53

24. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) ... 56

25. Matriks External Factor Evaluation (EFE) ... 62


(16)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1. Jumlah wisatawan Pulau Tidung 2010-2013 ... 5

2. Dampak dan kebocoran pada perekonomian lokal akibat pengeluaran wisatawan ... 11

3. Alur kerangka pemikiran ... 18

4. Matriks Internal-Eksternal (IE) ... 27

5. Matriks IE kawasan wisata Pulau Tidung ... 65

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman 1. Peta lokasi penelitian dan peta titik area aktivitas ... 85

2. Pengeluaran wisatawan kawasan wisata Pulau Tidung ... 86

3. Rincian Pengeluaran unit usaha di dalam kawasan wisata Pulau Tidung ... 89

4. Rata-rata pengeluaran unit usaha di dalam kawasan wisata Pulau Tidung .... 92

5. Pendapatan tenaga kerja kawasan wisata Pulau Tidung... 93

6. Pengeluaran tenaga kerja di dalam kawasan wisata Pulau Tidung ... 95

7. Perhitungan efek pengganda... 98

8. Pembobotan faktor internal ... 99

9. Pembobotan faktor eksternal ... 100


(17)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pariwisata merupakan sektor yang memiliki peran dan manfaat penting dalam pertumbuhan ekonomi, seperti membuka lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat lokal, memberi peluang daerah tujuan wisata untuk memperkenalkan daerahnya secara luas, menghapus kemiskinan, dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi penerimaan devisa (Ismayanti 2010). Kekuatan industri pariwisata Indonesia terletak pada kekayaan sumberdaya alam, keanekaragaman hayati, dan pesona bawah laut. Indonesia merupakan negara maritim yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia dengan panjang 95.181 km dan kurang lebih memiliki 17.480 pulau, hal ini berpotensi untuk dikembangkan bagi sektor pariwisata khususnya wisata bahari (KKP 2011). Selain wisata bahari, sektor wisata lainnya seperti wisata situs, sejarah, kuliner dan religi juga menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk melakukan kunjungan wisata di Indonesia.

Jumlah wisatawan mancanegara ke Indonesia terus meningkat dari 6,3 juta orang pada tahun 2009 menjadi 8,8 juta orang pada tahun 2013 dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 7,2%. Pergerakan jumlah perjalanan wisatawan nusantara juga mengalami peningkatan setiap tahunnya dimulai dari 229,7 juta perjalanan di tahun 2009 menjadi 250 juta perjalanan di tahun 2013. Peningkatan jumlah wisatawan akan berimplikasi pada peningkatan penerimaan pemerintah yang ditunjukkan oleh Produk Domestik Bruto (PDB). Tahun 2013 PDB nasional yang diperoleh adalah sebesar Rp. 347,35 triliun. Selain pencipta nilai tambah, sektor pariwisata menyerap banyak tenaga kerja. Tahun 2013, dampak pariwisata terhadap penyerapan tenaga kerja sebesar 10,18 juta orang. Sektor pariwisata juga merupakan pencipta devisa yang tinggi. Tahun 2013, sektor pariwisata menciptakan devisa sebesar US$ 10,05 miliar, meningkat dari US$ 9,12 miliar di tahun 2012. Angka-angka tersebut mencerminkan pengaruh pariwisata dalam pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja (Kemenparekraf 2013).

Wisata bahari merupakan salah satu bagian dari sektor pariwisata yang cukup berkembang di Indonesia. Wisata bahari merupakan kegiatan wisata pesisir


(18)

yang salah satu pengembangannya adalah dengan pendekatan konservasi laut. Pengembangan wisata bahari perlu untuk mendapatkan prioritas karena wisata bahari memberikan manfaat seperti peningkatan pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, perolehan devisa dan pembangunan daerah. Wisata pantai (seaside tourism), wisata pesiar (cruise tourism), wisata alam (ecotourism), wisata bisnis (business tourism), wisata budaya (cultural tourism), maupun wisata olahraga (sport tourism) adalah produk wisata bahari yang perlu dilakukan pengembangan (Kusumastanto 2003).

Kepulauan Seribu merupakan salah satu daerah tujuan wisata bahari yang cukup dikenal. Letaknya yang dekat dengan Kota Jakarta menjadi salah satu pilihan bagi wisatawan untuk melakukan kunjungan wisata. Kepulauan Seribu memiliki kurang lebih 100 pulau yang terbagi menjadi dua kecamatan. Sebelas pulau diantaranya merupakan pulau yang dihuni oleh penduduk, sisanya adalah pulau untuk rekreasi, konservasi, cagar alam, cagar budaya dan peruntukan lainnya. Sesuai dengan karakteristiknya yang merupakan gugusan pulau-pulau, pengembangan wilayah Kepulauan Seribu diarahkan terutama untuk pemanfaatan sumberdaya perikanan dan meningkatkan kegiatan wisata. Guna menjaga kelestarian lingkungan dan keseimbangan ekologi, pemerintah membagi gugusan kepulauan ini menjadi tiga zona. Zona pertama diperuntukkan bagi eksplorasi sumberdaya alam seperti pemanfaatan terumbu karang mati yang di eksploitasi untuk kepentingan industri ubin teraso atau lainnya. Zona kedua adalah pulau-pulau yang khusus disediakan untuk taman nasional atau tujuan wisata alam. Zona ketiga ditetapkan sebagai kawasan cagar alam yang dilindungi (BPS Kepulauan Seribu 2012).

Beberapa pulau yang diperuntukkan sebagai kawasan wisata menjadi destinasi yang diperhitungkan oleh wisatawan. Pulau yang umumnya dikunjungi oleh wisatawan adalah pulau penduduk dan pulau resort. Pulau penduduk adalah pulau yang merupakan pusat pemerintahan dan perumahan penduduk. Pulau penduduk umumnya dimanfaatkan untuk kegiatan penelitian, pendidikan, dan wisata. Kegiatan wisata di pulau penduduk dikelola langsung oleh penduduk pulau. Fasilitas wisata yang disediakan oleh penduduk adalah homestay, warung makan, jasa transportasi seperti penyewaan sepeda dan becak motor.


(19)

Sementara itu, pulau resort adalah pulau-pulau yang penduduknya tidak begitu banyak, pulau ini dijadikan sebagai pusat rekreasi dan kunjungan wisata. Kegiatan wisata di pulau ini dikelola oleh pihak swasta. Pihak swasta adalah investor yang bukan merupakan penduduk pulau. Pulau resort yang dikelola oleh pihak swasta untuk wisata dilengkapi dengan fasilitas yang lebih lengkap seperti hotel dan restauran, namun keterlibatan masyarakat lokal terbatas, sehingga masyarakat lokal tidak terkena dampak ekonomi yang lebih dinikmati pihak luar (BPS Kepulauan Seribu 2013).

Menurut data jumlah kunjungan wisata, jumlah wisatawan yang datang ke pulau penduduk lebih banyak dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisatawan ke pulau resort. Beberapa pulau resort dengan jumlah kunjungan yang tinggi diantaranya adalah Pulau Bidadari dan Pulau Ayer, sedangkan pulau penduduk yang paling banyak dikunjungi adalah Pulau Untung Jawa, Pulau Tidung, dan Pulau Pari. Data jumlah kunjungan wisatawan ke pulau penduduk dan pulau

resort di Kepulauan Seribu dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Jumlah wisatawan Kepulauan Seribu 2012-2013

No Objek

Wisman (orang) Wisnus (orang) Total (orang) 2012 2013 2012 2013 Jumlah

2012

Jumlah 2013 PULAU PENDUDUK

1 Pulau Pramuka 1.781 3.494 57.855 119.626 59.636 123.120 2 Pulau Tidung 1.784 3.576 217.948 370.311 219.732 373.887 3 Pulau UntungJawa 55 - 275.998 649.846 276.053 649.846 4 Pulau Harapan 33 1.460 17.138 64.836 17.171 66.296 5 Pulau Kelapa - - 4.789 9.483 4.789 9.483 6 Pulau Pari/ Lancang 112 3.410 36.232 215.620 36.344 219.030 Jumlah 3.765 11.940 609.960 1.429.722 613.725 1.441.662

PULAU RESORT

1 Pulau Ayer 94 - 12.045 17.461 12.139 17.461 2 Pulau Bidadari - - 25.041 31.673 25.041 31.673 3 Pulau Kotok Tengah 858 1.003 600 1.255 1.458 2.258 4 Pulau Sepa 750 844 1.719 1.682 2.469 2.526 5 Pulau Putri 1.370 1.734 963 1.040 2.333 2.774 6 Pulau Macan 1.585 - 1.209 116 2.794 116 Jumlah 4.563 3.581 4.491 4.093 9.054 7.674 Total 8.328 15.521 614.451 1.433.815 622.779 1.449.336 Sumber: BPS Kepulauan Seribu 2013


(20)

Penelitian ini akan fokus terhadap kegiatan wisata di pulau penduduk yaitu Pulau Tidung. Pulau Tidung adalah salah satu pulau di Kepulauan Seribu yang banyak dikunjungi oleh wisatawan dan merupakan pulau penduduk yang pengelolaan wisatanya berbasis masyarakat. Kurang lebih empat ribu orang penduduk yang mendiami pulau ini dan mayoritas bermata pencaharian sebagai nelayan. Luas pulau Tidung adalah sekitar 106 hektar yang terbagi menjadi Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil. Keindahan bawah laut dan panorama pantai menjadi alasan bagi wisatawan untuk melakukan aktivitas wisata di Pulau Tidung. Berbagai aktivitas wisata yang dapat dilakukan di Pulau Tidung adalah wisata pantai, renang, memancing, snorkeling, diving, water sport (banana boat, jetsky, kano) dan aktivitas lainnya. Umumnya masyarakat memanfaatkan kedatangan pengunjung dengan menyediakan penginapan (homestay), rumah makan, warung, jasa penyewaan alat-alat snorkeling, jasa penyewaan sepeda sebagai transportasi wisatawan selama di Pulau Tidung, dan usaha lainnya (BPS Kepulauan Seribu 2013).

1.2 Perumusan Masalah

Pulau Tidung merupakan salah satu pulau berpenduduk dengan mayoritas mata pencaharian masyarakatnya adalah nelayan. Kesejahteraan masyarakat sebagai nelayan di pulau ini masih perlu mendapat perhatian lebih, karena hasil tangkapan ikan saat ini mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan nelayan mulai menghadapi berbagai kendala saat melaut. Beberapa kendala diantaranya eksplorasi sumberdaya kelautan yang tidak berbasis pada konsep keberlanjutan, faktor cuaca, maupun faktor biaya untuk melaut. Eksplorasi yang berlebihan menimbulkan degradasi lingkungan, penggunaan bahan peledak dan racun untuk menangkap ikan yang dilakukan beberapa tahun kebelakang berdampak pada saat sekarang dan mengakibatkan menurunnya kualitas dan kuantitas kelautan. Hal ini akan berpengaruh pada pendapatan masyarakat sebagai nelayan, sehingga masyarakat membutuhkan alternatif lain untuk mendapatkan penghasilan tambahan (Terumbu Karang Jakarta 2009).

Potensi wisata di Pulau Tidung dapat menjadi sebuah peluang bagi masyarakat sebagai alternatif penghasilan tambahan untuk meningkatkan


(21)

pendapatannya. Keindahan panorama pantai, pesona bawah laut, dan icon

Jembatan Cinta menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk mengunjungi pulau ini. Potensi wisata ini menyebabkan jumlah kunjungan wisatawan meningkat. Pulau Tidung mulai membuka akses wisatanya pada tahun 2009, pulau ini mulai dikenal dan dikunjungi oleh wisatawan. Tahun-tahun selanjutnya wisatawan yang datang mulai bertambah. Gambar 1 menunjukkan jumlah kunjungan wisatawan ke Pulau Tidung.

Sumber: BPS Kepulauan Seribu 2013; Kelurahan Pulau Tidung 2013

Gambar 1 Jumlah wisatawan Pulau Tidung 2010-2013

Peningkatan jumlah kunjungan ke Pulau Tidung memberikan dampak ekonomi terhadap masyarakat, khususnya masyarakat sebagai pelaku usaha dan tenaga kerja yang terkait dengan wisata. Dampak ekonomi wisata terhadap masyarakat dapat dilihat dengan mengikuti aliran pengeluaran pengunjung di kawasan wisata. Transaksi antara wisatawan dengan masyarakat lokal tentunya memberikan sejumlah dampak ekonomi. Dampak positif yang dirasakan diantaranya adalah memberikan insentif lokal bagi perkembangan ekonomi lokal melalui penciptaan lapangan kerja, dan peluang usaha dalam penyediaan kebutuhan barang dan jasa bagi wisatawan. Masyarakat Pulau Tidung memanfaatkan potensi ini menjadi peluang usaha seperti penyediaan penginapan (homestay), restoran, catering, jasa transportasi, penyewaan alat-alat snorkeling

dan pemandu wisata. Penerimaan dari sektor wisata ini menjadi alternatif selain pekerjaan utama masyarakat sebagai nelayan (Wijayanti 2009).

48.103 71.343

219.732

373.887

2010 2011 2012 2013

Jum

lah

w

isa

tawan

(or

ang

)


(22)

Aktivitas wisata yang ditawarkan di Pulau Tidung juga merupakan minat bagi wisatawan untuk melakukan kunjungan. Aktivitas wisata tersebut diantaranya adalah wisata pantai, menyelam, memancing, berenang, snorkeling,

water sport dan lainnya. Berbagai aktivitas wisata yang dapat dilakukan di Pulau Tidung melibatkan sumberdaya sehingga harus tetap terjaga kelestariannya. Aktivitas wisata yang banyak diminati adalah wisata pantai dan snorkeling di beberapa spot untuk melihat terumbu karang dan biota bawah laut. Selain memberikan dampak ekonomi, aktivitas wisata di Pulau Tidung juga berpotensi mengurangi kualitas sumberdaya bahkan merusak lingkungan apabila tidak dikelola secara tepat.

Peningkatan jumlah kunjungan yang terus meningkat memberikan dampak yang positif bagi ekonomi masyarakat lokal, namun di sisi lain peningkatan jumlah kunjungan tersebut berpotensi menimbulkan over carrying capacity dan akan memberikan dampak negatif terhadap kelestarian sumberdaya. Guna meningkatkan dampak ekonomi masyarakat lokal serta meminimumkan degradasi lingkungan dan mengantisipasi over carrying capacity dari kegiatan wisata, maka diperlukan suatu arahan strategi pengelolaan dan pengembangan yang tepat. Berdasarkan hal tersebut, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana dampak ekonomi dari aktivitas wisata terhadap masyarakat di Pulau Tidung?

2. Bagaimana kapasitas daya dukung yang dimiliki kawasan wisata di Pulau Tidung untuk aktivitas wisata?

3. Bagaimana strategi pengelolaan kawasan wisata Pulau Tidung yang memberikan manfaat ekonomi dan sesuai daya dukung kawasan (DDK)?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan, tujuan umum penelitian ini adalah merumuskan strategi pengelolaan dan pengembangan wisata yang berbasis masyarakat lokal dan sesuai dengan daya dukung kawasan. Tujuan khusus penelitian ini antara lain:


(23)

1. Mengestimasi dampak ekonomi dari aktivitas wisata terhadap masyarakat di Pulau Tidung.

2. Menghitung kapasitas daya dukung kawasan wisata Pulau Tidung untuk aktivitas wisata.

3. Menyusun strategi pengelolaan kawasan wisata Pulau Tidung yang memberikan manfaat ekonomi dan sesuai daya dukung kawasan (DDK).

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Dampak ekonomi yang dihitung hanya perputaran uang ditingkat lokal dari pengeluaran wisatawan dengan panduan Marine Ecotourism for Atlantic

(META 2001) dimana tidak meliputi dampak proyek pembangunan pariwisata secara keseluruhan. Penelitian ini meliputi pengukuran kapasitas daya dukung kawasan wisata bahari yang dilihat dari aktivitas wisatawan. Pengukuran daya dukung kawasan dibatasi hanya untuk aktivitas snorkeling dan wisata pantai karena merupakan kegiatan yang paling banyak dilakukan dan diminati oleh wisatawan dengan asumsi wisatawan melakukan aktivitas snorkeling hanya di satu area saja. Perhitungan ini menggunakan metode benefit transfer, yaitu menggunakan hasil penelitian Yulianda tahun 2007 mengenai Ekowisata Bahari dengan asumsi waktu yang disediakan dan yang dimanfaatkan oleh wisatawan sama. Daya dukung yang diukur dibatasi hanya daya dukung fisik. Strategi pengembangan yang diambil didapatkan berdasarkan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang ada pada wisata bahari di Pulau Tidung yang diidentifikasi melalui informasi dari stakeholder terkait dengan bantuan alat analisis SWOT.


(24)

(25)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengembangan Wisata Bahari

Wisata bahari merupakan aktivitas wisata yang memanfaatkan sumberdaya dan daya tarik pesisir dan lautan, mencakup kegiatan untuk menikmati keindahan dan keunikannya serta kegiatan rekreasi lain yang menunjang (Keraf 2000). Wisata bahari pula merupakan kegiatan wisata pesisir yang salah satu cara pengembangannya adalah dengan pendekatan konservasi laut. Kegiatan wisata bahari dilakukan berdasarkan keadaan alam dan keunikan alam yang tersedia, karakteristik ekosistem, serta kekhasan seni dan budayanya (Kusumastanto 2003). Wisata bahari terbagi atas kegiatan secara langsung dan tidak langsung. Kegiatan diving, snorkeling, berenang, berperahu merupakan beberapa kegiatan wisata bahari secara langsung. Sedangkan olahraga pantai, piknik, menikmati atmosfir laut dan panorama pantai merupakan wisata bahari secara tidak langsung (Nurisyah 2001).

Kegiatan wisata bahari tidak terlepas dari pemanfaatan sumberdaya yang kaya akan keanekaragaman jenis biota laut. Objek-objek utama yang menjadi potensi pariwisata bahari adalah wisata bisnis (business tourism), wisata pantai (seaside tourism), wisata budaya (culture tourism), wisata pesiar (cruise tourism), wisata alam (ecotourism), dan wisata olahraga (sport tourism). Melalui pendekatan konservasi laut, pengembangan wisata bahari dapat mendorong pembangunan dan pelestarian secara terpadu antara upaya konservasi dengan program pembangunan yang memperhatikan aspek daya dukung lingkungan (carrying capacity) (Kusumastanto 2003).

Pengelolaan wisata bahari terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat. Kegiatan ini melibatkan masyarakat secara langsung, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pengawasan kegiatan pembangunan pesisir dan lautan. Masyarakat diletakkan sebagai faktor utama yang berpartisipasi secara langsung dalam pengambilan keputusan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tersebut (Ardiwidjaja, 2003 dalam Azis 2009). Pengembangan pariwisata bahari diharapkan mampu memberikan multiplier effect terhadap ekonomi masyarakatnya. Subsektor pariwisata bahari merupakan sektor yang


(26)

memiliki masa depan yang menjanjikan untuk menunjang pembangunan kelautan. Beberapa fokus utama dalam kebijakan pengembangan pariwisata bahari diarahkan untuk (Kusumastanto 2003):

1. Meningkatkan ketersediaan sarana dan prasarana publik yang memberikan pelayanan dan kenyamanan bagi wisatawan domestik maupun mancanegara 2. Meningkatkan kualitas dan kapasitas sumberdaya manusia dalam mengelola

pariwisata bahari

3. Mengembangkan aktivitas ekonomi nonpariwisata yang memiliki keterkaitan dengan kegiatan pariwisata bahari, misalnya industri kerajinan, perikanan, restoran, dan jasa angkutan laut

4. Meningkatkan jaminan dan sistem keamanan bagi wisatawan yang memanfaatkan potensi pariwisata bahari

5. Mengembangkan model pengelolaan pariwisata bahari yang mampu menjaga kelestarian ekosistem laut dan budaya masyarakat lokal.

2.2 Dampak Pariwisata terhadap Ekonomi

Secara umum, dampak pariwisata terhadap perekonomian adalah dampak terhadap penerimaan devisa, pendapatan masyarakat, peluang kerja, harga dan tarif, distribusi manfaat dan keuntungan, pembangunan, dan pendapatan pemerintah (Cohen 1984 dalam Ismayanti 2010). Pariwisata tidak hanya memberikan dampak ekonomi pada tingkat makro saja, tetapi juga pada tingkat mikro atau ekonomi lokal. Kegiatan wisata secara langsung menyentuh dan melibatkan lingkungan serta partisipasi masyarakat lokal sehingga memberikan berbagai dampak. Dampak wisata akan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan masyarakat dan yang paling sering mendapat perhatian adalah dampak ekonomi, sosial, dan lingkungan (Pitana dan Gayatri 2005).

Dampak ekonomi khususnya terhadap masyarakat lokal, dibagi menjadi tiga kategori yaitu dampak langsung, dampak tidak langsung dan dampak lanjutan. Dampak langsung merupakan manfaat yang diberikan melalui pengeluaran wisatawan secara langsung terhadap unit usaha seperti penginapan, rumah makan, pemandu wisata, dan transportasi di area lokasi wisata. Unit usaha


(27)

yang menerima dampak langsung kemudian memiliki pengeluaran untuk membeli barang dan jasa dari unit usaha lainnya, ini merupakan dampak tidak langsung. Selanjutnya, pekerja rumah makan yang membelanjakan uangnya untuk barang dan jasa di area lokasi wisata merupakan dampak lanjutan. Apabila unit usaha mengeluarkan uangnya diluar lokasi wisata, hal ini dinamakan kebocoran. Alur perputaran pengeluaran wisatawan ditunjukkan pada Gambar 2 (Lindberg 1996 dalam Ekayani dan Nuva 2013).

Sumber: Lindberg 1996 dalam Ekayani dan Nuva 2013

Gambar 2 Dampak dan kebocoran pada perekonomian lokal akibat pengeluaran wisatawan

2.3 Daya Dukung Kawasan Wisata

Kegiatan wisata bahari membutuhkan sumberdaya untuk dimanfaatkan serta dikembangkan. Berbagai aktivitas wisata bergantung dengan sumberdaya yang ada di lokasi wisata. Seperti wisata pantai, wisata ini membutuhkan lahan yang dapat menampung jumlah wisatawan yang melakukan aktivitas di pantai. Wisata snorkeling juga membutuhkan sumberdaya yang ada di laut seperti keadaan karang laut, beragam jenis ikan, dan biota bawah laut lainnya. Daya dukung kawasan perlu diperhatikan untuk tetap mendukung kegiatan wisata yang melibatkan sumberdaya. Kawasan yang akan dikembangkan sangat bergantung dengan aspek daya dukung. Daya dukung dapat diartikan sebagai kesanggupan lingkungan untuk mendukung kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Selain itu daya dukung dapat didefinisikan sebagai intensitas penggunaan suatu

Dampak Tidak Langsung Pengeluaran Wisatawan

Sektor Wisata

Pendapatan Rumahtangga Kebocoran

Dampak Langsung

Dampak Lanjutan Sektor


(28)

sumberdaya secara maksimum dan berlangsung terus menerus dengan tetap memperhatikan keseimbangannya (Ketjulan 2010).

Konsep daya dukung dikategorikan atas daya dukung fisik, daya dukung ekologi, daya dukung sosial dan daya dukung ekonomi. Daya dukung fisik didasarkan pada batas spasial sebuah areal dengan memperhatikan berapa materi atau unit yang dapat ditampung dalam areal tersebut. Daya dukung ekologi adalah berapa ukuran populasi pada suatu ekosistem agar ekosistem tersebut dapat berkelanjutan. Daya dukung sosial adalah ukuran yang dapat ditoleransi pada suatu tempat yang dikunjungi orang banyak. Sedangkan daya dukung ekonomi dapat digambarkan sebagai tingkat dimana suatu area dapat diubah sebelum aktivitas ekonomi terjadi sebelum mendapat pengaruh yang merugikan (Dahuri 2002). Kawasan yang dikembangkan kegiatan wisata bahari dengan konsep ekowisata sangat bergantung dari aspek daya dukung. Penelitian ini dibatasi hanya pada pengukuran daya dukung fisik, dimana melihat batasan suatu kawasan wisata dalam menampung jumlah wisatawan dengan kegiatan wisatanya (Yulianda 2007).

2.4 Ekowisata dan Community Based Tourism

Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke wilayah-wilayah yang lingkungan alamnya masih asli, dengan menghargai warisan budaya dan alamnya, mendukung upaya konservasi, tidak memberikan dampak negatif, dan memberikan keuntungan sosial ekonomi serta menghargai partisipasi masyarakat lokal. Ekowisata erat kaitannya dengan keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan wisata. Masyarakat lokal berperan sebagai subyek dan obyek dalam pengelolaan wisata (World Conservation Union 1996 dalam Nugroho 2011).

Community based tourism merupakan bentuk pariwisata yang memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata. Selain itu, Community based tourism

merupakan perwujudan perluasan dampak sektor pariwisata pada pembangunan perekonomian lokal masyarakat di sekitar kawasan wisata. Wisata yang berbasis masyarakat memberikan peluang kepada masyarakat untuk mendapatkan pekerjaan dan kesempatan berwirausaha di sektor pariwisata secara lebih luas.


(29)

Indikator terpenting kemajuan sektor pariwisata, selain pemasukan nasional melalui devisa negara, juga peningkatan taraf kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat khususnya masyarakat lokal di area kawasan wisata.

Pariwisata harus melibatkan masyarakat lokal, sebagai bagian dari produk turisme. Selain itu masyarakat juga harus dilibatkan dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan wisata karena masyarakat sendiri yang akan menanggung dampak kumulatif dari perkembangan wisata, (Murphy, 1985 dalam Hadiwijoyo, 2012).

2.5 Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai dampak ekonomi wisata telah dilakukan oleh beberapa peneliti, sama halnya dengan penelitian mengenai daya dukung kawasan. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dirangkum pada Tabel 2.

Tabel 2 Penelitian terdahulu

No Peneliti Judul penelitian Hasil penelitian

1 Nuva

(2004)

Analisis Strategi dan Peranserta Masyarakat dalam Pengembangan Wisata Bahari Tiram Ulakan di Kecamatan Ulakan Tapakis Kabupaten Padang Pariaman

Berdasarkan hasil analisis SWOT, strategi yang didapat adalah membuat hubungan kerjasama pemerintah dengan masyarakat, pemberdayaan ekonomi masyarakat lokal melalui pariwisata inti rakyat, pembinaan penduduk disekitar kawasan wisata, meningkatkan sarana dan prasarana penunjang pariwisata dengan melibatkan pihak swasta, dan lainnya.

2 Wijayanti (2009)

Analisis Ekonomi Kebijakan Pengelolaan Wisata Alam Berbasis Masyarakat Lokal di Kabupaten

Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta

Penelitian ini membandingkan dampak pada dua pulau di Kepulauan Seribu, yakni Pulau Untung Jawa dan Pulau Pramuka. Nilai Keynesian local

multiplier di Pulau Untung Jawa sebesar 1,85 yang artinya peningkatan

pengeluaran wisatawan sebesar 1 rupiah akan berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat lokal sebesar 1,85 rupiah. Sedangkan nilai di Pulau Pramuka sebesar 1,16 yang artinya peningkatan pengeluaran wisatawan sebesar 1 rupiah akan menigkatkan pendapatan masyarakat lokal sebesar 1,16 rupiah.


(30)

Tabel 2 Penelitian terdahulu (lanjutan)

No Peneliti Judul penelitian Hasil penelitian 3 Ketjulan

(2010)

Analisis Kesesuaian dan Daya Dukung Ekowisata Bahari di Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara

Hasil analisis IKW menunjukkan bahwa Pulau Hari tergolong sesuai untuk kegiatan wisata selam dan snorkling, dengan luas area yang dapat digunakan 11,82 ha untuk wisata selam dengan daya tampung wisata 472 orang/trip dan 12,82 ha untuk wisata snorkling dengan jumlah wisatawan 513 orang/trip. Nilai ekonomi wisata sesuai daya dukung kawasan Pulau Hari adalah sebesar Rp 236.979.180,00 per tahun

4 Katalinga (2013)

Analisis Ekonomi dan Daya Dukung Pengembangan Ekowisata Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta

Perhitungan daya dukung di Pulau Pari menggunakan rumus daya dukung kawasan. Tiga lokasi untuk aktivitas snorkeling

medapatkan hasil yang berbeda. Lokasi I dapat menampung 14 orang dalam satu hari dengan luas area pemanfaatan 350m². Lokasi II dan III luas area pemanfaatan 9000m² dan 2000m² memiliki daya tampung untuk 36 orang dan 8 orang per hari

5 Rajab, Fahruddin, Setyobudiandi

(2013)

Daya Dukung Perairan Pulau Liukang Loe untuk Aktivitas Ekowisata Bahari

Berdasarkan penelitian diperoleh hasil analisis untuk tiga kegiatan wisata yaitu wisata pantai, wisata snorkeling dan wisata selam. Daya dukung kawasan untuk wisata pantai di Pulau Liukang Loe adalah 56 orang per hari. Wisata

snorkeling memiliki kapasitas daya dukung sebanyak 986 orang per hari dengan asumsi waktu yang dibutuhkan oleh wisatawan adalah 3 jam. Sedangkan wisata selam, daya dukung kawasan untuk wisata ini adalah sebanyak 589 orang per hari

Beberapa penelitian terkait analisis ekonomi berupa dampak ekonomi atau nilai ekonomi telah dilakukan oleh para peneliti, hasil yang didapatkan beragam. Penelitian oleh Wijayanti (2009) menunjukkan hasil perhitungan dampak ekonomi yang positif, nilai keynesian local multiplier menunjukkan penambahan nilai rupiah bagi pendapatan masyarakat lokal dari satu rupiah yang dikeluarkan oleh wisatawan. Penelitian mengenai daya dukung juga telah dilakukan oleh para peneliti, penelitian yang dilakukan oleh Ketjulan (2010), Katalinga (2013), dan Rajab dkk (2013) menunjukkan kapasitas yang dapat ditampung oleh suatu kawasan dan sumberdaya untuk menunjang kegiatan wisata yang dilakukan. Strategi pengembangan wisata dilakukan oleh Nuva (2004) dengan menggunakan analisis SWOT dimana hasil pembobotan menunjukkan posisi kuadran suatu


(31)

kawasan wisata, untuk kemudian dianalisis strategi pengembangan yang tepat untuk kawasan wisata tersebut.

Penelitian ini hampir memiliki kesamaan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, namun penelitian ini menggabungkan kedua analisis yang dilakukan dilihat dari dampak ekonomi wisata terhadap pendapatan masyarakat lokal dan analisis daya dukung kawasan untuk melihat kemampuan fisik suatu sumberdaya untuk dimanfaatkan sebagai kawasan wisata. Kedua analisis tersebut diidentifikasi untuk mendapatkan faktor kekuatan dan kelemahannya. Faktor tersebut menjadi acuan untuk merumuskan strategi pengelolaan dan pengembangan wisata yang tepat untuk keberlanjutan wisata di Pulau Tidung.


(32)

(33)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

Pulau Tidung merupakan salah satu bagian dari Kepulauan Seribu yang banyak dikunjungi oleh wisatawan baik wisatawan domestik maupun wisatawan mancanegara. Berbagai aktivitas wisata banyak dilakukan di lokasi wisata Pulau Tidung. Kegiatan snorkeling dan wisata pantai lebih dominan dilakukan oleh wisatawan. Penawaran jasa wisata ke Pulau Tidung semakin bertambah dan meningkatkan jumlah kunjungan wisata ke pulau ini. Kebutuhan wisatawan selama berada di lokasi wisata dijadikan peluang untuk mendapatkan penghasilan tambahan bagi masyarakat, seperti jasa penginapan, penyewaan alat-alat

snorkeling, penyediaan jasa transportasi, warung makan, dan lainnya. Masyarakat dalam hal ini adalah pelaku unit usaha dan tenaga kerja lokal yang menerima manfaat dari aliran uang pengunjung selama berwisata. Metode yang digunakan untuk menganalisis dampak ekonomi tersebut adalah keynesian multiplier. Nilai yang didapatkan menunjukkan seberapa besar dampak pengeluaran yang dikeluarkan pengunjung berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat lokal selaku unit usaha dan tenaga kerja lokal, serta melihat seberapa besar kebocoran yang disebabkan aliran pengeluaran wisatawan di luar kawasan wisata.

Peningkatan jumlah kunjungan ke Pulau Tidung dalam jangka panjang berpotensi melebihi daya dukung (over carrying capacity) di wilayah tersebut. Kondisi pengelolaan wisata di Pulau Tidung belum menerapkan konsep wisata berbasiskan daya dukung kawasan, sehingga perlu dilakukannya analisis daya dukung kawasan untuk aktivitas wisata di Pulau Tidung. Perhitungan kapasitas daya dukung kawasan berbasis dari aktivitas yang paling banyak dilakukan oleh wisatawan, yaitu snorkeling dan wisata pantai. Kedua aktivitas wisatawan tersebut melibatkan sumberdaya sehingga perlu dilakukan perhitungan daya dukung untuk melihat berapa kapasitas kemampuan suatu wilayah untuk menunjang aktivitas wisata agar tidak over carrying capacity.

Analisis dampak ekonomi dan daya dukung kawasan, menjadi dasar pertimbangan untuk pengelolaan dan pembangunan wisata yang berkelanjutan. Strategi pengembangan perlu dianalisis sebagai acuan rencana pengembangan wisata kedepannya. Strategi pengelolaan tersebut dianalisis menggunakan analisis SWOT dengan menganalisis faktor internal (kekuatan dan kelemahan), dan faktor


(34)

eksternal (peluang dan ancaman) sehingga menghasilkan kemungkinan alternatif strategi pengelolaan yang tepat di Pulau Tidung. Alur kerangka pemikiran penelitian ini dapat disederhanakan pada Gambar 3.

Gambar 3 Alur kerangka pemikiran Peningkatan jumlah

kunjungan di Pulau Tidung

Direct

Dampak ekonomi terhadap pendapatan masyarakat lokal

Induced Indirect

Analisis Daya Dukung Kawasan terhadap aktivitas wisata

Keynesian Multiplier

Nilai dampak ekonomi wisata

Strategi pengelolaan yang efektif dengan analisis SWOT

Pengembangan wisata yang berkelanjutan di Pulau Tidung Potensi over carrying capacity

akibat aktivitas wisata

Kapasitas maksimum untuk mendukung aktivitas wisata


(35)

IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pulau Tidung, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja dengan mempertimbangkan bahwa daerah tersebut merupakan salah satu pulau yang arah pengembangannya adalah peningkatan kegiatan wisata. Kegiatan wisata di Pulau Tidung termasuk rentan terhadap over carrying capacity karena kegiatan wisata di Pulau Tidung melibatkan sumberdaya alam dan laut, terlebih pengelolaan wisata di Pulau Tidung belum menerapkan konsep daya dukung kawasan dan jumlah wisatawan yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kegiatan wisata yang paling banyak diminati oleh pengunjung adalah wisata pantai dan snorekling yang melibatkan peran sumberdaya yang apabila pengelolaannya tidak tepat akan mengurangi kualitas sumberdaya. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Mei dan September 2014. Peta lokasi penelitian dan peta titik area aktivitas wisata dilampirkan pada Lampiran 1.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari survei langsung ke lokasi penelitian, yaitu berupa pengamatan dan wawancara secara langsung pada responden dengan menggunakan fasilitas kuisioner. Dalam hal ini responden adalah wisatawan yang datang untuk tujuan wisata di Pulau Tidung, masyarakat lokal selaku pemilik unit usaha dan tenaga kerja dibidang wisata.

Wawancara juga dilakukan kepada pihak pengelola (key person) yaitu pihak Kelurahan Tidung bidang kesejahteraan masyarakat, pihak Lembaga Pemberdayaan Masyarakat bidang ekonomi dan wisata, pihak Karang Taruna bidang Badan Pengawas Harian perwakilan travel agent dan tokoh masyarakat. Data sekunder diperoleh dari Kelurahan Pulau Tidung, studi pustaka, literatur, penelitian terdahulu yang terkait serta media informasi internet.


(36)

4.3 Metode Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pengunjung dalam penelitian ini dilakukan secara purposive sampling, yaitu memilih secara sengaja sesuai dengan persyaratan yang dikehendaki untuk dijadikan sampel. Persyaratan untuk sampel pengunjung adalah keterwakilan dari beberapa aspek yaitu demografi, cara kedatangan, tujuan wisata, dan aktivitas wisata. Jumlah responden pengunjung adalah 42 orang. Pengunjung yang datang berkelompok, dipilih satu orang responden sebagai perwakilan dari kelompok.

Jumlah responden untuk unit usaha sebanyak 33 responden unit usaha, pengambilan sampel untuk unit usaha dilakukan secara purposive sampling

dimana unit usaha tersebut sudah memenuhi keterwakilan dari seluruh jenis unit usaha yang berada di sekitar lokasi wisata. Kriteria untuk unit usaha yaitu berdasarkan keterwakilan dari jenis usaha yang terdapat di sekitar lokasi wisata seperti tempat penginapan, rumah makan, warung, pedagang kaki lima, penyewaan alat snorkeling dan jenis usaha lainnya.

Tenaga kerja lokal dipilih sebanyak 35 responden secara purposive sampling dengan beberapa kriteria yaitu mewakili pekerjaan di bidang wisata seperti penjaga tiket, pegawai homestay, pegawai warung makan, pegawai usaha

catering, dan pekerja di bidang wisata lainnya. Teknik pengambilan responden

key person dilakukan dengan menggunakan metode snowball sampling dimana

key person yang diambil berikutnya ditentukan berdasarkan informasi dari key person sebelumnya (Nasution 2007).

4.4 Metode Analisis Data

Metode analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data yang diperoleh dalam bentuk yang lebih mudah untuk diinterpretasikan. Keterkaitan tujuan penelitian, jenis data, sumber data, dan metode analisis data disajikan dalam Tabel 3.


(37)

Tabel 3 Matriks metode analisis data Tujuan

penelitian Jenis data yang diperlukan Sumber data

Metode analisis data Menganalisis dampak ekonomi dari aktivitas wisata terhadap masyarakat di Pulau Tidung Data primer:

- Data pendapatan dan pengeluaran pengunjung - Data pendapatan dan

pengeluaran unit usaha - Data pendapatan dan

pengeluaran tenaga kerja Data sekunder:

- Data jumlah wisatawan - Laporan tahunan kelurahan

Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pengunjung, unit usaha, dan tenaga kerja lokal. Data sekunder diperoleh dari Dinas terkait

Multiplier Effect Analysis Menghitung kapasitas daya dukung kawasan wisata Pulau Tidung untuk aktivitas wisata

- Luas area yang disediakan pengelola wisata

- Waktu yang disediakan pengelola wisata dalam satu hari

- Luas area yang dibutuhkan pengunjung

- Waktu yang dibutuhkan pengunjung

Data primer diperoleh dari wawancara dengan pengunjung yang

melakukan aktivitas wisata pantai dan snorkeling.

Data luasan yang dimanfaatkan diukur dengan bantuan alat GPS. Data sekunder diperoleh dari pengelola wisata dan Dinas terkait. Analisis daya dukung kawasan menggunakan benefit transer dari (Yulianda 2007) dengan penyesuaian dalam hal nilai parameter yang diukur secara langsung Menyusun strategi pengelolaan kawasan wisata Pulau Tidung yang memberikan manfaat ekonomi dan sesuai daya dukung kawasan

- Sistem pengelolaan yang sudah ada

- Saran dan rekomendasi pengelolaan dan pengembangan wisata

Data primer diperoleh dari wawancara dengan pengelola wisata dan Dinas terkait

Analisis SWOT

4.4.1 Analisis Dampak Ekonomi

Perhitungan dampak ekonomi yang diperoleh dari aliran uang wisatawan berupa dampak langsung (direct effect), dampak tidak langsung (indirect effect) dan dampak lanjutan (induced effect). Dampak langsung dihitung dari pendapatan bersih unit usaha yang diperoleh dari pengeluaran wisatawan di kawasan wisata.


(38)

Dampak tidak langsung dihitung dari pendapatan tenaga kerja di tingkat lokal. Dampak lanjutan dihitung dari pengeluaran tenaga kerja di dalam kawasan wisata (Vanhove 2005). Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis dampak ekonomi adalah multiplier effect analysis yang dibagi menjadi dua aspek, pertama, keynesian income multiplier yaitu nilai yang menunjukkan seberapa besar peningkatan pengeluaran wisata berdampak terhadap pendapatan lokal. Kedua adalah ratio income multiplier yaitu nilai yang menunjukkan sebesar dampak langsung yang dirasakan dari pengeluaran wisatawan terhadap pendapatan lokal. Metode ini diformulasikan seperti dibawah ini (META 2001) :

Keynesian Income Multiplier = D+N+U ... (1) E

Ratio Income Multiplier, Tipe 1 = D+N ... (2) D

Ratio Income Multiplier, Tipe 2 = D+N+U ... (3)

D

keterangan:

E : Tambahan pengeluaran pengunjung (Rp)

D : Pendapatan lokal yang diperoleh secara langsung dari E (Rp)

N : Pendapatan lokal yang diperoleh secara tidak langsung dari E (Rp)

U : Pendapatan lokal yang diperoleh secara induced dari E (Rp)

Pengeluaran wisatawan di luar kawasan dinamakan kebocoran. Wisata bahari khususnya yang terletak di pulau rentan terhadap kebocoran. Metode ini menghitung nilai kebocoran yang menunjukkan sejumlah aliran uang dari wisatawan yang keluar dari perekonomian lokal atau tidak sampai ke masyarakat lokal.

4.4.2 Analisis Daya Dukung Kawasan

Daya dukung ekowisata dihitung dengan menggunakan konsep daya dukung kawasan. Daya dukung kawasan (DDK) adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Adapun


(39)

rumus yang digunakan untuk menentukan daya dukung kawasan wisata, adalah sebagai berikut (Yulianda 2007) :

DDK = K × Lp × Wt ... (4)

Lt Wp

keterangan:

DDK : Daya Dukung Kawasan

K : Potensi ekologis wisatawan per satuan unit area

Lp : Luas Area /panjang area yang dapat dimanfaatkan

Lt : Unit area untuk kategori tertentu

Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari

Wp : Waktu yang dihabiskan oleh wisatawan untuk setiap kegiatan tertentu

Potensi ekologis wisatawan adalah kemampuan alam untuk menampung wisatawan berdasarkan jenis kegiatan wisata pada area tertentu. Potensi ekologis dan luas unit area untuk setiap jenis kegiatan wisata bahari ditunjukkan pada Tabel 4 (Yulianda 2007).

Tabel 4 Potensi ekologis wisatawan per satuan unit area (K) dan luas unit area (Lt) Jenis kegiatan ∑ pengunjung (K) Unit area

(Lt) Keterangan

Snorkeling 1 500 m² Setiap 1 orang dalam 100 m x 5 m

Rekreasi pantai 1 50 m 1 orang setiap 50 m panjang pantai Sumber: Yulianda, 2007

Kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata, yaitu 2 jam untuk aktivitas snorkeling dan 3 jam untuk aktivitas wisata pantai. Waktu kawasan (Wt) adalah lama waktu areal yang dibuka dalam satu hari di kawasan wisata Pulau Tidung, yaitu 8 jam untuk aktivitas snorkeling dan 12 jam untuk aktivitas wisata pantai.


(40)

4.4.3 Alternatif Strategi Pengelolaan

Analisis upaya pengembangan bagi wisata di Pulau Tidung dilakukan secara deskriptif. Analisis deskriptif ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis SWOT. Analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats). Data diperoleh dari key person yang memahami kondisi dan perkembangan wisata Pulau Tidung melalui interview langsung. Setelah memperoleh informasi, ditentukan faktor internal (kekuatan dan kelemahan), dan faktor eksternal (peluang dan ancaman), (Rangkuti 2008). Bentuk penyusunan faktor-faktor Internal Factors Evaluation (IFE) dijelaskan seperti Tabel 5.

Tabel 5 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE)

Faktor-faktor Strategis Internal Bobot Rating Skor Bobot 1. Pengetahuan masyarakat lokal akan kondisi dan informasi

mengenai kawasan wisata Pulau Tidung

2. Posisi dan keterjangkauan kawasan wisata Pulau Tidung oleh wisatawan

3. Sistem manajemen pengelolaan kawasan wisata Pulau Tidung 4. Belum ada penetapan tarif tiket masuk kawasan wisata Pulau

Tidung

5. Prasarana (akses transportasi) yang telah tersedia untuk mencapai kawasan wisata Pulau Tidung

6. Infrastruktur dan jalan di dalam kawasan wisata Pulau Tidung 7. Strategi pemasaran dan promosi kawasan wisata Pulau Tidung 8. Peningkatan jumlah kunjungan ke kawasan wisata Pulau Tidung 9. Kelengkapan fasilitas pendukung dikawasan wisata Pulau Tidung 10.Peran organisasi atau lembaga masyarakat dalam pengelolaan

wisata Pulau Tidung

11.Batasan dan daya dukung kawasan wisata Pulau Tidung 12.Kondisi sumberdaya (keeasrian, kebersihan dan kealamian

pantai, laut, dan terumbu karang)

13.Pertumbuhan ekonomi yang berasal dari aktivitas wisata di kawasan wisata Pulau Tidung

14.Profesionalitas tenaga kerja lokal dibidang wisata


(41)

Menentukan data faktor eksternal External Factor Evaluation (EFE) sama seperti saat menentukan IFE terhadap setiap data yang diperoleh. Analisis faktor eksternal dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Matriks Eksternal Factor Evaluation (EFE)

Faktor-faktor Strategis Eksternal Bobot Rating Skor Bobot 1. Adanya bantuan dana dari lembaga swasta (pihak luar) terhadap

kegiatan konservasi

2. Adanya bantuan dana dari lembaga swasta (pihak luar) terhadap pengembangan kawasan wisata

3. Adanya pilihan wisata ke pulau lain di sekitar Kepulauan Seribu 4. Potensi Pasar Wisatawan Domestik

5. Potensi Pasar Wisatawan Internasional

6. Jumlah Sumberdaya manusia yang bekerja di bidang wisata 7. Keikutsertaan masyarakat dalam memelihara fasilitas yang telah

disediakan oleh pengelola Pulau Tidung

8. Pencemaran di lingkungan kawasan akibat aktivitas wisata Total

Kemudian dari faktor-faktor yang telah ditentukan, dilakukan kembali

interview kepada lima orang key person selaku pihak yang terlibat dalam pengelolaan wisata Pulau Tidung untuk memberikan bobot pada faktor-faktor tersebut. Untuk menentukan setiap bobot variabel digunakan skala 1, 2, dan 3, dengan kriteria sebagai berikut*. Bentuk pembobotan dapat dilihat pada Tabel 7: * 1 = jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Tabel 7. Penilaian bobot faktor strategis internal dan eksternal

Faktor Strategi Internal A B ... Total

A B ... Total

Faktor Strategi Eksternal A B ... Total

A B ... Total


(42)

Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus:

= ... (5)

Keterangan : i = 1,2,3,...,n

= bobot variabel ke i

= nilai variabel ke i

n = jumlah

Penentuan rating diberikan oleh para key person. Untuk mengukur masing-masing variabel digunakan skala 1,2,3, dan 4 terhadap masing-masing faktor strategis dimana untuk matriks IFE, skala nilai yang digunakan adalah: 1 = kelemahan utama 2 = kelemahan kecil

3 = kekuatan kecil 4 = kekuatan utama

Skala nilai peringkat yang digunakan untuk matriks EFE adalah : 1 = rendah, respon kurang 2 = sedang, respon sama dengan rata-rata 3 = tinggi, respon diatas rata-rata 4 = sangat tinggi, respon superior

Selanjutnya, bobot dikalikan dengan rating untuk memperoleh nilai skor bobot yang totalnya akan menunjukkan posisi wisata pada matriks Internal-Eksternal. Matriks Internal-Eksternal (IE) adalah gabungan matriks IFE dan EFE yang telah dihasilkan dari tahapan input (input stage) dan memperlihatkan posisi kawasan wisata dalam tampilan sel IE yang dapat dibagi menjadi sembilan sel. Strategi tersebut ditunjukkan pada Gambar 4.


(43)

Sumber: David, 2009

Gambar 4 Matriks Internal-External (IE)

Gambar 4 mengidentifikasikan 9 sel strategi yang dapat diterapkan, kesembilan sel dibagi menjadi tiga bagian utama dengan implikasi strategi yang berbeda-beda (David 2009), yaitu:

1. Sel 1, 2, dan 4 merupakan daerah tumbuh dan bina (grow and build). Strategi yang paling tepat untuk semua divisi ini adalah strategi intensif (penetrasi pasar, pengembangan pasar dan pengembangan produk) atau strategi integratif (integrasi ke belakang, ke depan, dan horizontal).

2. Sel 3, 5, dan 7 merupakan daerah pertahanan dan pelihara (hold and maintain). Strategi yang tepat untuk tipe ini adalah penetrasi pasar dan pengembangan produk.

3. Sel 6, 8, dan 9 adalah daerah panen atau divestasi (harvest or diversiture). Strategi yang sesuai dengan tipe sel ini adalah strategi divestasi, diversifikasi konglomerat dan likuidasi.

Matriks SWOT adalah sebuah alat pencocokan untuk menyusun formulasi strategi yang dapat mengembangkan empat jenis strategi : Strategi SO (kekuatan-peluang), Strategi WO (kelemahan-(kekuatan-peluang), Strategi ST (kekuatan-ancaman), Strategi WT (kelemahan-ancaman). Analisis pencocokan faktor internal dan eksternal ini merupakan bagian yang sulit, dibutuhkan penilaian yang terbaik untuk mengembangkan Matriks SWOT, namun tetap tidak ada satupun kecocokan yang benar-benar terbaik. Formulasi strategi ini bertujuan untuk menghasilkan

Skor bobot total IFE

Sk o r bo bo t to ta l EFE Kuat 3,0-4,0 Sedang 2,0-2,99 Lemah 1,0-1,99

4,0 3,0 2,0 1,0

Tinggi

3,0-4,0 3,0 1 2 3

Sedang

2,0-2,99 2,0 4 5 6

Lemah


(44)

rumusan arahan strategi pengembangan potensi wisata di Pulau Tidung dengan pendekatan Matriks SWOT seperti yang disajikan pada Tabel 8 (Rangkuti 2008).

Tabel 8 Matriks SWOT IFAS

EFAS Strengths (S) Weakness (W)

Opportunities (O) STRATEGI SO STRATEGI WO

Threars (T) STRATEGI ST STRATEGI WT


(45)

V. GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Umum dan Kondisi Demografi Pulau Tidung

Pulau Tidung merupakan salah satu gugusan pulau yang berada di Kepulauan Seribu. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 04 Tahun 2001 tentang Pembentukan Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Pulau Tidung adalah salah satu dari tiga kelurahan yang ada di Wilayah Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan. Secara geografis, letak Pulau Tidung berada pada 05° 46’ 15”-05° 59’ 30” LS dan 106° 34’ 40” - 106° 57’ 22” BT. Secara administrasi, Pulau Tidung memiliki luas wilayah 106 Ha yang terdiri dari enam pulau dengan Pulau Tidung Besar sebagai pemukiman penduduk dan pusat pemerintahan. Pulau lainnya diperuntukkan sebagai lahan pertanian, dan pariwisata. Kelurahan Pulau Tidung membawahi 4 RW dan 29 RT. Data statistik Kelurahan Pulau Tidung 2014 mencatat jumlah penduduk Pulau Tidung adalah 4.509 yang terdiri dari 2.223 orang laki-laki dan 2.286 orang perempuan. Kepadatan penduduk di Pulau Tidung adalah sekitar 42 penduduk/ hektar dengan jumlah kepala keluarga sebanyak 1.172 KK.

Sebelum Pulau Tidung menjadi daerah tujuan wisata yang banyak dikenal, mayoritas masyarakat Pulau Tidung bekerja sebagai nelayan. Pendapatan masyarakat masih tergolong rendah dan tingkat sosial ekonomi di Pulau Tidung tidak merata. Masyarakat Pulau Tidung mencari alternatif lain untuk menambah pendapatan di luar pendapatan utama. Sektor wisata memberikan jalan keluar bagi permasalahan ekonomi bagi masyarakat Pulau Tidung. Masyarakat mulai memanfaatkan kondisi tersebut sebagai pelaku usaha penyedia jasa wisata.

Pulau Tidung menjadi kawasan wisata yang berbasis masyarakat, karena besarnya peran masyarakat dalam mengelola wisata. Masyarakat menyediakan

homestay untuk wisatawan yang bermalam, penyewaan sepeda untuk sarana transportasi wisatawan selama di pulau, penyewaan alat-alat snorkeling dan water sport untuk menunjang aktivitas wisatawan. Masyarakat pula yang bergerak mempromosikan wisata di Pulau Tidung melalui travel agent. Travel agent adalah penyedia jasa wisata yang membantu wisatawan memenuhi kebutuhannya seperti mencarikan penginapan, tiket kapal, dan pemandu wisata. Travel agent pula yang


(46)

banyak bergerak melakukan promosi wisata Pulau Tidung ke berbagai media. Selain itu travel agent yang banyak mengetahui perkembangan wisata karena banyak ikut terlibat dalam aktivitas wisatawan dari awal mula wisatawan tiba di pulau hingga kembali meninggalkan pulau.

Pengelolaan wisata di Pulau Tidung berawal dari gerakan masyarakat yang melihat adanya peluang pada sektor wisata. Pada saat wisata mulai berkembang, organisasi seperti Karang Taruna mulai mendukung dan membantu masyarakat dalam mengelola wisata. Melalui organisasi ini masyarakat lebih mudah untuk mendapatkan perhatian pemerintah setempat dalam hal dukungan dan bantuan dana. Karang Taruna menjadi jembatan penghubung bagi masyarakat dan pemerintah. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) baru dibentuk pada awal tahun 2014 dengan tujuan yang sama dalam pengelolaan wisata.

Guna menunjang kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat di Pulau Tidung, pemerintah mulai melakukan pembangunan seperti memperbaiki Jembatan Cinta yang merupakan icon wisata di Pulau Tidung. Selain itu pemerintah mulai meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana demi untuk kesejahteraan masyarakat dan mendukung kegiatan wisata. Sarana dan prasarana yang ada di Pulau Tidung cukup beragam. Sarana dan prasarana tersebut dikelompokkan ke dalam sektor wisata dan non-wisata, seperti yang disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Sarana dan prasarana di Pulau Tidung

No Sarana/prasarana Jumlah

A. Wisata

Homestay 186 buah

Kapal penumpang 11 buah

Kapal snorkeling 74 buah

Speedboat 9 buah

Alat snorkeling 70 penyewaan

Becak motor (Bentor) 75 buah

Sepeda 4099 buah

B. 1.

Non- wisata Keagamaan

Masjid 2 buah


(47)

Tabel 9 Sarana dan prasarana di Pulau Tidung (lanjutan)

No Sarana/prasarana Jumlah

2. Kesehatan

Kapal Ambulans 1 buah

Puskesmas 1 buah

Posyandu 8 buah

3. Umum

ATM 1 buah

Tower 2 buah

Sumber: Kelurahan Pulau Tidung 2014

Tabel 9 menunjukkan bahwa kegiatan wisata di Pulau Tidung berbasis pada masyarakat, terlihat pada sarana dan prasarana wisata yang umumnya disediakan oleh masyarakat. Pemerintah dalam hal ini turut menyediakan dan meningkatkan sarana prasarana umum lainnya seperti jalan, jembatan, ketersediaan pasokan air bersih dan listrik. Pada sektor non-pariwisata, beberapa sarana dan prasarana di Pulau Tidung adalah sarana dan prasarana kesehatan, keagamaan dan sarana umum. Masyarakat Pulau Tidung seratus persen adalah pemeluk agama islam, sehingga sarana dan prasana yang tersedia adalah khusus untuk umat muslim. Terdapat pula sarana dan prasarana kesehatan yaitu adanya sebuah puskesmas, kapal ambulans dan posyandu. Sarana dan prasarana tersebut sangat membantu tidak hanya untuk masyarakat tetapi juga wisatawan. Sehingga wisatawan mendapatkan kemudahan dalam memenuhi kebutuhannya. Sarana umum lainnya adalah anjungan tunai mandiri untuk kemudahan menarik uang tunai serta kemudahan sarana telekomunikasi.

5.2 Karakteristik Responden Masyarakat Pulau Tidung

Karakteristik responden masyarakat diperlukan untuk melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat di Pulau Tidung. Masyarakat yang menjadi responden adalah pelaku usaha dan tenaga kerja yang berdomisili di Pulau Tidung. Karakteristik sosial ekonomi masyarakat Pulau Tidung meliputi struktur usia, status kependudukan, tingkat pendidikan, dan mata pencaharian. Karakteristik tersebut dipisahkan antara pelaku usaha dan tenaga kerja. Tabel 10 dibawah ini menjelaskan karakteristik unit usaha yang ada di kawasan wisata Pulau Tidung.


(48)

Tabel 10 Karakteristik responden pelaku usaha sektor wisata di Pulau Tidung Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Struktur Usia

19-28 4 12

29-38 19 58

39-48 9 27

49-58 1 3

Jumlah 33 100

2. Status Kependudukan

Penduduk asli 27 82

Pendatang 6 18

Jumlah 33 100

3. Tingkat Pendidikan

Tamat SD 12 36

Tamat SMP 12 36

Tamat SMA 8 25

Perguruan Tinggi 1 3

Jumlah 33 100

4. Mata Pencaharian

Nelayan 17 52

Pedagang 3 9

Buruh 3 9

IRT 6 18

Lainnya 4 12

Jumlah 33 100

Jenis usaha wisata yang ada di Pulau Tidung cukup beragam, seperti

homestay, usaha catering, penyewaan sepeda, penyewaan alat-alat snorkeling, warung makan, pedagang kaki lima, toko souvenir dan lainnya. Umumnya pelaku usaha memulai usahanya sejak kegiatan wisata mulai berkembang di Pulau Tidung. Sebagian besar pelaku unit usaha yang tinggal di Pulau Tidung merupakan penduduk asli, para pendatang umumnya menetap di Pulau Tidung dengan alasan bekerja dan ikut suami/istri. Struktur usia pelaku usaha di Pulau Tidung memiliki persentase yang tinggi pada usia 29-38 tahun, dimana pelaku usaha sudah memiliki pengalaman kerja sebelum membuka unit usahanya. Para pelaku usaha umumnya adalah nelayan yang ingin meningkatkan pendapatan di luar pendapatan utamanya. Namun tingkat pendidikan pelaku usaha masih tergolong rendah, yaitu hanya tamat SD dan SMP. Hal ini disebabkan keterbatasan biaya sehingga dahulu masyarakat tidak dapat mencapai pendidikan yang lebih tinggi.


(49)

Sektor wisata di Pulau Tidung tidak hanya memberikan peluang usaha bagi masyarakat, kesempatan kerja juga terbuka bagi masyarakat lokal. Pelaku usaha tentunya membutuhkan bantuan pegawai untuk menjalankan usahanya, sehingga membuka peluang bekerja bagi tenaga kerja lokal. Karakteristik tenaga kerja lokal yang bekerja pada sektor wisata dijelaskan pada Tabel 11.

Tabel 11 Karakteristik responden tenaga kerja sektor wisata di Pulau Tidung Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Struktur Usia

19-28 23 66

29-38 10 25

39-48 2 6

Jumlah 35 100

2. Status Kependudukan

Penduduk asli 29 83

Pendatang 6 17

Jumlah 35 100

3. Tingkat Pendidikan

Tamat SD 9 26

Tamat SMP 15 43

Tamat SMA 11 31

Jumlah 35 100

4. Status pekerjaan di bidang pariwisata

Pekerjaan utama 0 0

Pekerjaan sampingan 35 35

Jumlah 35 100

5. Lama bekerja

1-2 tahun 20 57

2-3 tahun 10 29

> 3 tahun 5 14

Jumlah 35 100

6. Tingkat pendapatan

< 500.000 8 23

500.001- 1.000.000 25 71

1.000.001-1.500.000 2 6

Jumlah 35 100

Para tenaga kerja umumnya berusia 19-28 tahun dimana merupakan usia produktif untuk bekerja. Mayoritas pekerja merupakan masyarakat asli Pulau Tidung, sebagian kecil merupakan pendatang yang datang untuk bekerja dan berdomisili di Pulau Tidung. Tingkat pendidikan para tenaga kerja didominasi


(50)

oleh tamatan SMP dan SMA. Umumnya para pekerja telah bekerja selama satu hingga dua tahun dengan pendapatan kisaran Rp. 500.001 hingga Rp.1.000.000 per bulan. Pendapatan ini tergolong rendah karena masih dibawah Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta yaitu Rp. 2.441.000 per bulan (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta 2014). Hal ini karena jam kerja yang tidak tetap dan pekerjaan di bidang wisata bukan merupakan pekerjaan utama. Pada hari biasa yang pengunjungnya tidak terlalu ramai, tenaga kerja menjalankan pekerjaan utamanya yang mayoritas adalah nelayan karena beberapa unit usaha wisata tidak beroperasi. Namun pada hari libur jumlah pengunjung meningkat dan unit usaha memerlukan bantuan tenaga kerja lebih banyak.

5.3 Karakteristik Responden Wisatawan Pulau Tidung

Karakteristik responden wisatawan diperlukan untuk melihat tipe wisatawan yang datang ke lokasi wisata. Karakteristik wisatawan dibedakan berdasarkan faktor sosial ekonomi wisatawan yang terdiri dari jenis kelamin, umur, asal kota, tingkat pendidikan, pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Sedangkan karakteristik kunjungan berwisata terdiri dari frekuensi kunjungan, motivasi kunjungan, lama kunjungan, keinginan untuk kembali dan alasan ingin kembali. Wisatawan yang menjadi responden adalah 42 orang yang dipilih secara

purposive sampling dengan persyaratan memiliki keterwakilan dari aspek demografi, cara kedatangan, tujuan wisata dan aktivitas wisata. Berdasarkan faktor sosial dan ekonomi, karakteristik responden wisatawan disajikan pada Tabel 12.

Tabel 12 Karakteristik responden wisatawan berdasarkan faktor sosial ekonomi Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%)

1. Jenis kelamin

Laki-laki 23 55

Perempuan 19 45

Jumlah 42 100

2. Usia (tahun)

17-25 23 55

26-34 8 19

35-43 5 12

45-52 5 12

>52 1 2


(51)

Tabel 12 Karakteristik responden wisatawan berdasarkan faktor sosial ekonomi (lanjutan)

Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) 3. Asal kota

Kota sekitar (Jabodetabek) 35 83

Luar Jabodetabek 7 17

Jumlah 42 100

4. Pendidikan terakhir

SD 0 0

SMP 0 0

SMA 19 45

Perguruan Tinggi 23 55

Jumlah 42 100

5. Jenis Pekerjaan

PNS 5 12

Pegawai swasta 18 43

Wiraswasta 1 2

Mahasiswa 10 24

Lainnya 8 19

Jumlah 42 100

6. Tingkat Pendapatan

≤ 500.000 0 0

500.001-2.500.000 12 29

2.500.001-4.500.000 16 38

≥4.500.001 14 33

Jumlah 42 100

Persentase responden wisatawan laki-laki dan perempuan yang berwisata ke Pulau Tidung tidak jauh berbeda namun didominasi oleh wisatawan laki-laki sebesar 55 persen. Hal ini karena yang dipilih umumnya adalah kepala keluarga yang dirasa lebih mampu dalam mengambil keputusan. Sebagian besar wisatawan yang berkunjung adalah wisatawan muda dengan kisaran usia 17-25 tahun yang umumnya masih kuliah hingga sudah bekerja. Aktivitas wisata yang disediakan cocok untuk wisatawan dengan kisaran usia tersebut. Wisatawan yang datang mayoritas berdomisili di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) karena letak lokasi wisata yang tidak jauh dari daratan Jakarta. Hanya sebagian kecil yang datang dari luar Jabodetabek seperti Bandung dan sekitarnya.

Tingkat pendidikan wisatawan memiliki persentase yang hampir sama antara lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan lulusan Perguruan Tinggi.


(52)

Jenis pekerjaan responden wisatawan sebagian besar adalah pegawai swasta dan mahasiswa, karena umumnya wisatawan datang dengan rombongan kantor atau kampus. Tingkat pendapatan responden wisatawan menunjukkan bahwa wisatawan umumnya dari berbagai kalangan. Karakteristik kunjungan juga dilihat untuk melihat sebaran frekuensi dan motivasi kunjungan, aktivitas wisata yang dilakukan, cara kedatangan, dan keinginan serta alasan keinginan wisatawan untuk kembali mengunjungi Pulau Tidung. Karakteristik tersebut disajikan pada Tabel 13.

Tabel 13 Karakteristik kunjungan responden wisatawan

Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) 1. Motivasi kunjungan

Wisata 38 90

Penelitian 1 2

Gathering 1 2

Fotografi 2 5

Jumlah 42 100

2. Sumber informasi wisata

Teman/keluarga 17 40

Internet 19 45

Televisi 6 14

Jumlah 42 100

3. Aktivitas wisata yang dilakukan

Snorkeling 24 26

Memancing 4 5

Outbond 3 3

Water sport 18 20

Menyelam 1 1

Wisata pantai 41 45

Jumlah* 91 100

4. Cara kedatangan

Sendiri 1 3

Kelompok kecil 35 83

Rombongan dalam jumlah besar 6 14

Jumlah 42 100

5. Tujuan kedatangan

Tujuan utama 42 100

Tempat persinggahan 0 0

Jumlah 42 100

6. Frekuensi kunjungan 2014

1 kali 39 93

≥ 2 kali 3 7


(53)

Tabel 13 Karakter kunjungan responden wisatawan (lanjutan)

Karakteristik Jumlah (orang) Persentase (%) 7. Lama kunjungan

Satu hari 5 12

Dua hari 33 79

Lebih dari dua hari 4 9

Jumlah 42 100

8. Keinginan untuk mengunjungi kembali

Ya 37 88

Tidak 5 12

Jumlah 42 100

9. Penyebab ingin kembali ke Pulau Tidung

Biaya rekreasi murah 9 24

Tempatnya indah dan menarik 25 68

Akses yang mudah menuju lokasi 3 8

Jumlah 37 100

*wisatawan melakukan lebih dari satu aktivitas wisata

Informasi mengenai wisata Pulau Tidung umumnya diperoleh dari teman atau keluarga dan dari internet. Informasi ini mulai didengar oleh para calon wisatawan yang tertarik dan ingin mencoba mengunjungi Pulau Tidung, terlihat dari frekuensi kunjungan oleh wisatawan yang baru sekali melakukan kunjungan dengan persentase yang besar. Wisatawan umumnya ingin tahu dan mencoba melakukan kunjungan ke Pulau Tidung. Wisatawan yang datang dengan tujuan utama untuk wisata didominasi oleh kelompok kecil yaitu pasangan, teman, atau keluarga. Sebagian lagi adalah rombongan kantor atau kampus dalam jumlah besar untuk mengadakan acara atau gathering.

Wisatawan dapat menggunakan berbagai akses untuk mencapai lokasi wisata Pulau Tidung tanpa tarif tiket masuk, karena belum ada penetapan tarif tiket masuk lokasi wisata Pulau Tidung. Beberapa pelabuhan menyediakan rute kapal ke Pulau Tidung, diantaranya adalah Pelabuhan Muara Angke, Pelabuhan Kali Adem, dan Pelabuhan Marina Ancol. Harga tiket kapal berkisar antara Rp 35.000 hingga Rp. 300.000 dengan kapasitas penumpang dan jenis kapal yang berbeda-beda. Umumnya wisatawan berada di Pulau Tidung selama dua hari satu malam, aktivitas yang paling banyak dilakukan adalah wisata pantai dan

snorkeling. Keindahan pemandangan pantai dan pemandangan bawah laut menjadi daya tarik bagi wisatawan melakukan aktivitas tersebut. Kunjungan oleh wisatawan banyak dilakukan pada akhir pekan atau hari libur, karena wisatawan


(54)

yang datang mayoritas masih kuliah dan sudah bekerja sehingga hanya memiliki waktu luang saat akhir pekan atau hari libur. Wisatawan yang ingin kembali mengunjungi Pulau Tidung adalah sebesar 86% dari seluruh responden dengan alasan tempat yang indah dan menarik untuk melakukan aktivitas wisata. Sebagian kecil responden yang menjawab tidak ingin kembali melakukan kunjungan karena hanya ingin tahu dan ingin mencoba tempat wisata lain yang lebih memuaskan.

5.4 Karakteristik Wisata dan Persepsi Responden Wisatawan terhadap Kondisi Objek Wisata

Pulau Tidung berpotensi sebagai tempat wisata dengan berbagai karakteristik wisatanya. Kawasan wisata Pulau Tidung mulai ramai dikunjungi wisatawan sejak tahun 2009, pulau ini memiliki icon Jembatan Cinta yang cukup dikenal dan menarik minat wisatawan. Jembatan Cinta adalah sebuah jembatan yang menghubungkan antara Pulau Tidung Besar dan Pulau Tidung Kecil, letak jembatan ini berada di Pantai Timur. Ada dua pantai yang menjadi tujuan wisatawan, yaitu Pantai Timur dan Pantai Barat. Pantai Timur lebih banyak dikunjungi oleh wisatawan karena adanya Jembatan Cinta. Selain itu, aktivitas

water sport hanya disediakan di Pantai Timur sehingga wisatawan lebih ramai di Pantai Timur. Kedua pantai tersebut tersedia warung makan dan saung untuk wisatawan menikmati suasana pantai, tersedia juga parkiran sepeda untuk sepeda sewaan wisatawan. Selain pantai, Pulau Tidung memiliki keanekaragaman bawah laut yang dijadikan sebagai objek wisata snorkeling dan menjadi daya tarik wisatawan. Aktivitas yang paling diminati oleh wisatawan adalah wisata pantai dan wisata snorkeling. Beberapa spot yang paling sering dijadikan lokasi

snorkeling adalah disekitar Pulau Tidung Kecil dan Pulau Payung. Keindahan bawah laut dan kondisi perairan yang cukup tenang, cocok untuk dilakukannya aktivitas snorkeling.

Perlu adanya dukungan dan minat wisatawan untuk melakukan pengembangan kawasan wisata Pulau Tidung. Persepsi wisatawan terhadap pengembangan yang telah dilakukan sejauh ini akan menjadi gambaran untuk pengembangan selanjutnya. Kondisi kawasan wisata yang aman, nyaman, bersih


(1)

Lampiran 8 Pembobotan Faktor Internal

No Faktor Strategis Internal Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Responden 5 Total Bobot Total Bobot Total Bobot Total Bobot Total Bobot 1 Pengetahuan masyarakat lokal akan kondisi kawasan wisata 23 0,06 21 0,06 21 0,06 23 0,06 18 0,05 2 Posisi dan keterjangkauan kawasan wisata oleh wisatawan 20 0,05 24 0,06 21 0,06 21 0,06 23 0,06 3 Manajemen pengelolaan kawasan wisata 31 0,09 29 0,08 31 0,09 31 0,09 30 0,08 4 Belum ada penetapan tarif tiket masuk kawasan wisata 23 0,06 19 0,05 23 0,06 22 0,06 22 0,06 5 Prasarana (akses transportasi) terhadap kawasan wisata 19 0,05 30 0,08 26 0,07 23 0,06 22 0,06 6 Infrastruktur dan jalan di dalam kawasan wisata 20 0,05 29 0,08 26 0,07 25 0,07 29 0,08 7 Strategi pemasaran dan promosi kawasan wisata 31 0,09 26 0,07 23 0,06 24 0,07 28 0,08 8 Peningkatan jumlah kunjungan ke kawasan wisata 27 0,07 28 0,08 27 0,07 27 0,07 28 0,08 9 Kelengkapan fasilitas pendukung dikawasan wisata 28 0,08 28 0,08 29 0,08 30 0,08 28 0,08 10 Peran organisasi atau lembaga masyarakat dalam pengelolaan 34 0,09 31 0,08 30 0,08 29 0,08 31 0,09 11 Batasan dan daya dukung kawasan 20 0,05 18 0,05 20 0,06 24 0,07 20 0,05 12 Kondisi sumberdaya (keeasrian, kebersihan dan kealamian pantai, 34 0,09 30 0,08 31 0,09 30 0,08 32 0,09 13 Pertumbuhan ekonomi yang berasal dari aktivitas wisata 29 0,09 24 0,06 29 0,08 31 0,09 26 0,07 14 Profesionalitas tenaga kerja dibidang wisata 25 0,07 29 0,08 25 0,07 24 0,07 27 0,07

Total 364 1 366 1 362 1 364 1 364 1

Keterangan :

Responden 1 : Kesmas Kelurahan Pulau Tidung

Responden 4 : Tokoh masyarakat Pulau Tidung

Responden 2 : Seksi Ekonomi (LPM)

Responden 5 : Pengelola

travel agent

Responden 3 : BPH (Karang Taruna)


(2)

Lampiran 9 Pembobotan Faktor Eksternal

No Faktor Strategis Internal Responden 1 Responden 2 Responden 3 Responden 4 Responden 5 Total Bobot Total Bobot Total Bobot Total Bobot Total Bobot 1 Adanya bantuan dana dari lembaga swasta (pihak luar) terhadap 14 0,12 17 0,15 16 0,14 17 0,14 14 0,13 2 Adanya bantuan dana dari lembaga swasta (pihak luar) terhadap 14 0,12 18 0,16 16 0,14 17 0,14 14 0,13 3 Adanya pilihan wisata ke pulau lain di sekitar Kepulauan Seribu 18 0,16 10 0,09 11 0,10 10 0,10 11 0,09 4 Potensi pasar wisatawan domestik 16 0,14 17 0,15 15 0,13 16 0,13 17 0,15 5 Potensi pasar wisatawan internasional 13 0,11 10 0,09 11 0,10 12 0,10 11 0,09 6 Jumlah Sumberdaya manusia yang bekerja di bidang wisata 10 0,09 11 0,09 13 0,12 12 0,12 15 0,13 7 Keikutsertaan masyarakat dalam memelihara fasilitas yang telah 15 0,13 16 0,14 15 0,13 15 0,13 18 0,16 8 Pencemaran di lingkungan kawasan akibat aktivitas wisata 14 0,12 13 0,12 15 0,13 13 0,13 12 0,11

Total 114 1 112 1 112 1 112 1 112 1

Keterangan :

Responden 1 : Kesmas Kelurahan Pulau Tidung

Responden 4 : Tokoh masyarakat Pulau Tidung

Responden 2 : Seksi Ekonomi (LPM)

Responden 5 : Pengelola

travel agent

Responden 3 : BPH (Karang Taruna)


(3)

Lampiran 10 Dokumentasi

Pelabuhan Dinas Perhubungan

Aktivitas snorkeling

Jembatan Cinta


(4)

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bengkalis, Riau pada tanggal 18 November 1992,

sebagai anak pertama dari empat bersaudara pasangan Ir.Muhibul Basyar, M.Si

dan Lilis Suryani. Penulis menyelesaikan pendidikan pertama di bangku Sekolah

Dasar Negeri 002 Kabupaten Siak pada tahun 2004. Penulis melanjutkan

pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Islam As-Shofa Pekanbaru dan lulus

pada tahun 2007, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas

Islam As-Shofa Pekanbaru dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun 2010 penulis

diterima sebagai mahasiswa Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan,

Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur

Beasiswa Undangan Daerah (BUD).

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah aktif dalam kegiatan melalui

kepanitiaan seperti Trees For Being Green Village

(TFGV) yang diselenggarakan

oleh REESA, Politik Ceria 2012 yang diselenggarakan BEM FEM, dan aktif

dalam kepengurusan organisasi mahasiswa daerah Ikatan Keluarga Pelajar

Mahasiswa Riau (IKPMR).


(6)