Kajian model kesesuaian pemanfaatan sumberdaya pulau pulau kecil berbasis kerentanan dan daya dukung di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan
i
KAJIAN MODEL KESESUAIAN PEMANFAATAN
SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL BERBASIS
KERENTANAN DAN DAYA DUKUNG DI KECAMATAN
LIUKANG TUPABBIRING, KABUPATEN PANGKAJENE
KEPULAUAN, PROVINSI SULAWESI SELATAN
MUTMAINNAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
(2)
(3)
iii
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Kajian Mode l Kesesuaian Pemanfaatan Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil Berbasis Kerentanan dan Daya Dukung di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan adalah hasil karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Februari 2012
Mutmainnah NIM C261060021
(4)
(5)
v
ABSTRACT
MUTMAINNAH. Study on Development of Resources Sustainability of Small Islands Using Vulnerability and Carrying Capacity
The research was conducted from October 2007 until December 2009 located in Small Islands, Pangkep District which included Balang Lompo, Balang Caddi, Panambungan, Sanane, Badi, Pajenekang, and Bontosua islands. The study were aimed 1) to estimate physical, economical, and social vulnerability of small islands, 2) to estimate carrying capacity of prope r utilization of small islands resources based on vulnerability analysis 3) to calculate optimization and carrying capacity levels of tour ism and reef fishery resources utilizations, and 4) to develop an appropriate management design of small islands based on bio-technical, environmental, social and cultural, and institutional aspects. Calculations of physical vulnerability factors SLR, wave height, slope, elevation, tidal and geomorphology of the islands were conducted based on 10 years time series data from 2001 to 2010. Social and economic vulnerability factors were calculated based on land characteristics, population pressure, sea level rise impact, economic openness, and economic isolation index. Vulnerability data (physical and social economic vulnerability) were aggregated to design island maps using GIS. Land suitability for tourism activities (snorkeling, diving, fishing, housing, sunbathing) were also analyzed using GIS. The results of land suitability were then overlaid with vulnerability factors to obtain appropriate areas for the small island utilizations. The study of physical and social economy aspects showed Badi island and Sanane island had very high vulnerable, Balang Caddi island, Bontos ua island, and Balang Lompo island had high susceptibility, whereas Bontosua island, Langkadea island and Panambungan island had moderate vulnerability. The analysis of land suitability showed that the resource allocation that could be utilized for residential area was 39.93 ha and unutilized resource allocation for residence was 18.92 ha. However, after overlaying with vulnerability factors, the analysis resulted the resource allocation that could be utilized for residential area was 24.19 ha and unutilized resource allocation for residence was 36.78 ha. The land resource could be exploited for tourism was 1,009.5 ha and 121.23 ha area could not be exploited for tourism but after overlaying with vulnerability factors, the land resource could be exploited and unable to be exploited for tourism was 807.26 ha and 287.99 ha respectively. Carrying capacity analys is of reef fish fishery in particular showed MSY 3,641.30 ton, CPUE 199,622.67 unit, and carrying capacity 90,207.93 indicating fishing activity was still worth to be continued.,and Tourism carrying capacity of the small islands could accommodate 2.301 tourist/ year. Based on prospective analysis, there were six main component should be considered for suistanability small island management, those were political will of the government, the presence of freshwater, ecos ystem, the number and quality of human resource and the availability and carrying capacity of small island.
Basis in Liukang Tupabbiring Subdistrict, Pangkajene District South Sulawesi Province). Under supervision : LUKY ADRIANTO, TRIDOYO KUSUMASTANTO and FREDINAN YULIANDA.
(6)
(7)
vii
RINGKASAN
MUTMAINNAH. Kajian Model Kesesuaian Pemanfaatan Sumberdaya
Pulau-pulau Kecil berbasis Kerentanan da n Daya Dukung di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan. Dibawah Bimbingan LUKY ADRIANTO, TRIDOYO KUSUMASTANTO,
FREDINAN YULIANDA.
Penelitian ini bertuj uan untuk 1) mengestimasi tingkat kerentanan pulau-pulau kecil di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, 2) Mengembangkan dan menentukan kesesuaian spasial untuk pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil berdasarkan estimasi kerentanan di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, 3) Menghitung daya dukung dan tingkat optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan pulau-pulau kecil di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, 4) Mendesain skenario pengelolaan sumberdaya pulau-pulau kecil di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2007- Desember 2009, yang bertempat di Pulau-pulau Kecil Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan, yang meliputi Pulau Balang Lompo, Pulau Balang Caddi, Pulau Langkadea, Pulau Panambungan, Pulau Badi, Pulau Bontosua, Pulau Pajenekang dan Pulau Sanane.
Penelitian ini menggunakan analisis kerentanan lingkungan yang meliputi variabel kenaikan muka laut, tinggi gelombang, rata-rata pasang surut, geomorfologi, kemiringan lahan, kondisi ekosistem terumbu karang dan jenisnya, serta kondisi lamun dan jenis lamun. Kerentanan ekonomi meliputi variabel keterbukaan ekonomi, dampak kenaikan muka laut, keterpencilan ekonomi, karakteristik lahan, keterisolasian pulau, teka nan pe nduduk d an de gradasi laha n.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) analisis SIG untuk pemetaan kerentanan pulau dan analisis kesesuaian spasial, 2) analisis Ecological footprint dan HANPP serta optimalisasi untuk mengetahui daya dukung pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil, 3) analisis multi kriteria dan analisis prospektif untuk mengetahui bentuk pengelolaan sumberdaya pulau-pulau kecil.
Hasil penelitian ini menunjukka n pulau yang memiliki kerentanan tinggi terdapat di Pulau Sanane, Pulau Langkadea dan Pulau Pajenekang. Pulau yang memiliki kerentanan sedang terdapat di Pulau Balang Lompo, Pulau Panambungan, Pulau Bontosua dan Pulau Badi dan pulau yang memiliki kerentanan rendah terdapat di Pulau Balang Caddi.
Hasil analisis kesesuaian lahan menunjukkan pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil dengan peruntukan pemukiman di Pulau Balang Lompo kategori sangat sesuai seluas 4,01 ha, kategori sesuai seluas 12,90 ha dan kategori tidak sesuai seluas 5,28 ha. Peruntukan pemukiman di Pulau Balang Caddi kategori sangat sesuai seluas 2,92 ha, kategori sesuai seluas 8,06 ha dan kategori tidak sesuai seluas 4,40 ha. peruntukan pemukiman di Pulau Sanane kategori sangat sesuai seluas 0 ha, kategori sesuai seluas 3,40 ha dan kategori tidak sesuai seluas 1,90 ha. peruntukan pemukiman di Pulau Badi kategori sangat sesuai seluas 0,77 ha, kategori sesuai seluas 0 ha dan kategori tidak sesuai seluas 7,34 ha. peruntukan pemukiman di Pulau Bontosua kategori sangat sesuai seluas 0 ha, kategori sesuai seluas 3,20 ha dan
(8)
viii
kategori tidak sesuai seluas 0 ha. Peruntuka n pemukiman di Pulau Pajenekang kategori sangat sesuai seluas 0 ha, kategori sesuai seluas 4,67 ha dan kategori tidak sesuai seluas 0 ha. Setelah dioverlay dengan faktor kerentanan pulau, pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil dengan peruntukan pemukiman di Pulau Balang Lompo kategori sangat sesuai seluas 3,00 ha, kategori sesuai seluas 8,01 ha dan kategori tidak sesuai seluas 11,42 ha. Peruntukan pemukiman di Pulau Balang Caddi kategori sangat sesuai seluas 1,35 ha, kategori sesuai seluas6,97 ha dan kategori tidak sesuai seluas 7,89 ha. Peruntukan pemukiman di Pulau Sanane kategori sangat sesuai seluas 0 ha, kategori sesuai seluas 2,18 ha dan kategori tidak sesuai seluas 3,90 ha. Peruntuka n pemukiman di Pulau Badi kategori sangat sesuai seluas 0,04 ha, kategori sesuai seluas 0 ha dan kategori tidak sesuai seluas 8,34 ha. Peruntukan pe mukiman di Pulau Bontosua kategori sangat sesuai seluas 0 ha, kategori sesuai seluas 0 ha dan kategori tidak sesuai seluas 3,20 ha. Peruntukan pemukiman di Pulau Pajenekang kategori sangat sesuai seluas 0 ha, kategori sesuai seluas 2,64 ha dan kategori tidak sesuai seluas 2,03 ha.
Pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil dengan peruntukan wisata selam di Pulau Langkadea dan Pulau Panambungan kategori sangat sesuai seluas 53,21 ha, kategori sesuai seluas 73,33 ha dan kategori tidak sesuai seluas 32,902 ha. Peruntukan wisata snorkling kategori sangat sesuai seluas 37,41 ha, kategori sesuai seluas 67,38 ha dan kategori tidak sesuai seluas 27,91 ha. Peruntukan wisata memancing kategori sangat sesuai seluas 222,42 ha, kategori sesuai seluas 542,60 ha dan kategori tidak sesuai seluas 32,42 ha. Peruntuka n wisata berjemur sangat sesuai seluas 4,50 ha, kategori sesuai seluas 8,20 ha dan kategori tidak sesuai seluas 28,00 ha, setelah dioverlay dengan kerentanan pulau, maka hasil peruntukan kegiatan wisata ini be ruba h menjadi peruntuka n wisata selam di Pulau Langkadea dan Pulau Panambungan kategori sangat sesuai seluas 42,57 ha, kategori sesuai seluas 53,90 ha dan kategori tidak sesuai seluas 56,32 ha. Peruntukan wisata snorkling kategori sangat sesuai seluas 29,93 ha, kategori sesuai seluas 58,66 ha da n ka tegor i tidak sesuai seluas 42,33 ha. Peruntukan wisata memancing kategori sangat sesuai seluas 177,94 ha, kategori sesuai seluas 434,08 ha dan kategori tidak sesuai seluas 160,94 ha. Peruntukan wisata berjemur sangat sesuai seluas 3,60 ha, kategori sesuai seluas 6,58 ha dan kategori tidak sesuai seluas 28,40 ha.
Hasil analisis daya dukung dan optimalisasi penangkapan ikan menunjukkan nilai MSY 3.641,30 ton dengan CPUE sebesar 199.622,67 unit dengan daya dukung lingkungan 90.207,93 ton. Hal ini mengindikasikan bahwa kegiatan penangkapan ikan karang masih layak dikembangkan. Daya dukung wisata menunjukkan wilayah pulau-pulau kecil di lokasi studi dapat menampung wisatawan sebesar 2.301 orang/ tahun.
Berdasarkan analisis prospektif, terdapat 6 komponen utama yang harus dipertimbangkan dalam pengelolaan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan yaitu kebijakan pemerintah, keberadaan air tawar, kondisi ekosistem, jumlah sumberdaya manusia dan kualitasnya serta ketersediaan dan daya dukung lahan.
(9)
ix
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
(10)
(11)
xi
KAJIAN MODEL KESESUAIAN PEMANFAATAN
SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECILBERBASIS
KERENTANAN DAN DAYA DUKUNG DI KECAMATAN
LIUKANG TUPABBIRING, KABUPATEN PANGKAJENE
KEPULAUAN, PROVINSI SULAWESI SELATAN
MUTMAINNAH
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk mempe roleh gelar Doktor pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
(12)
xii
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc Dr. Ir. Sulistiono, M.Sc
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc
(13)
xiii
Judul Disertasi : Kajian Mode l Kesesuaian Pemanfaatan Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil Berbasis Kerentanan dan Daya Dukung di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan
Nama : Mutmainnah NRP : C261060021
Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan
Disetujui, Komisi Pembimbing
Ketua
Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc.
Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, MS
Anggota Anggota
Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc
Mengetahui,
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc,Agr.
(14)
(15)
xv
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga Disertasi yang be rjudul “Kajian Model Kesesuaian Pemanfaatan Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil Berbasis Kerentanan da n Daya Dukung di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan”, dapat diselesaikan. Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Doktor pada Program Studi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Seko lah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).
Selama penulisan dan penyusunan disertasi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh ka rena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Dr. Ir. Luky Adrianto, M.Sc., selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S., Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc., selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah membimbing penulis selama melaksanakan penelitian dan penulisan disertasi. 2. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA., Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Soesilo, Dr. Ir.
Soelistio, M.S., selaku Tim Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup.
3. Dr. Ir. Muchlis Kamal, M.Sc. dan Dr. Ir. Pamuji Lestari, M.Sc., selaku Tim Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka.
4. Ayahanda tercinta Drs. H. D Ridwan K dan (Alm) Ibunda Hj. Nursiah Sanusi, B.A. yang telah membesarkan, mengasuh, merawat dan mendidik dengan penuh kasih sayang.
5. Ayahanda H. Fuadi Mekkah dan Ibunda Nurbaity Madjid yang telah banyak memberi bantuan maupun dukungannya selama ini.
6. Suami da n anak-anakku tercinta, Darajat, S.H. dan Arsyi Mutia Balqis Fuadi, Aliya mumtazah Fairuz Fuadi serta Amirah Khansa Hazimah de ngan segenap do’a, cinta dan keikhlasannya yang selalu menemani hari- hariku.
7. Kakak-kakakku ; Dra. Nirwana Ridwan, M.Pd. sekeluarga, Dra. Asmaul Husna, M.Pd. sekeluarga, Indra Mega Bulan Sekeluarga, beserta adik-adikku ; Mutrafina, S.E. sekeluarga, Musdalifah, S.Pd. sekeluarga, Mukminati, S.E., M.Si. sekeluarga, Abdul Muktadir sekeluarga, Sapta Riani Putri, S.Pi., Meiliawaty, A.Md. sekeluarga, Davina sekeluarga, Yurita Sari, A.Md. dan Ulil Amri atas ba ntuan maupun dukungannya.
8. Deka n Fakultas Perika nan da n Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB), Ketua Program Studi da n seluruh Dosen pada Program Studi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perikanan atas perhatian dan ilmu yang telah diberikan.
9. Selur uh Karyawan pada Program Studi Pengelolaan Wilayah Pesisir da n Lautan Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, khususnya Pak Zainal, Mas Dindin yang telah banyak membantu.
10.Rektor Universitas Khairun Ternate, Provinsi Maluku Utara yang telah memberikan izin tugas belajar dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas kesempatan belajar dengan beasiswa BPPS-dikti.
11.Teman-teman di Unhas dan Coremap Pangkep, Prof. Dr. Ir. Budimawan, M.Sc., Ir. Farida, Dr. Ir. M Sakka, Kak Diah, Feni, Mas Kholik, Erwin, serta adik-adik mahasiswa S1 Kelautan Unhas yang membantu selama dilapangan dan
(16)
teman-xvi
teman lainnya yang tidak dapat disebutka n satu-persatu, terima kasih atas dukungannya.
12.Coremap II yang telah memberikan bantuan dalam penulisan disertasi ini.
13.Seluruh unsur Pemerintah dan penduduk Pulau Balang Lompo, Pulau Balang Caddi, Pulau Badi, Pulau Pajenekang, Pulau Sanane dan Pulau Bontosua yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian.
14.Seluruh teman-teman mahasiswa atas kebersamaan selama menempuh pendidika n.
Semoga Disertasi ini bermanfaat bagi Pengembangan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan.
Bogor, Februari 2012
(17)
xvii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan pada tanggal 12 Oktober 1971 sebagai anak ketiga dari pasangan Drs. Hi. D. Ridwan. K dan Hj. Nursiah Sanusi, BA. Pendidikan Sarjana ditempuh di Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Universitas Muslim Indo nesia, lulus pada tahun 1994. Pada tahun 2001 penulis melanjutkan pendidikan Magister di Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor dan menamatkannya pada 2003. Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor diperoleh pada tahun 2006. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional Republik Indo nesia.
Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar Tetap pada Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Khairun Ternate, Provinsi Maluku Utara.
(18)
(19)
xix
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ………... DAFTAR GAMBAR. ………...….…. DAFTAR LAMPIRAN..……….…. 1 PENDAHULUAN ……….. 1.1 Latar Belakang ………...………... 1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah ………...… 1.3 Tujuan da n Kegunaan Penelitian ………...….. 1.4 Ruang Lingkup Penelitian ………...…… 1.4.1 Ruang Lingkup Studi ………...….. 1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah ………..…. 1.5 Batasan Penelitian ………...… 1.6 Kebaruan (Novelty) ……….………. 2 TINJAUAN PUSTAKA ……….…. 2.1 Defenisi dan Batasan Pulau-pulau Kecil ………. 2.2 Potensi Sumberdaya Hayati Pulau-pulau Kecil …………... 2.2.1 Terumbu karang ………...……….. 2.2.2 Padang Lamun (seagrass)….………...…….…. 2.2.3 Hutan Mangrove….……….... 2.2.4 Sumberdaya perikanan….……….. 2.3 Potensi Sumberdaya Nir Hayati……….……….. 2.3.1 Pertambangan ………... 2.3.2 Energi Kelautan ……….…... 2.4 Jasa-Jasa Lingkungan …………..………...………..….. 2.4.1 Wisata Bahari ………... 2.4.2 Wisata Terestrial. ………...……… 2.4.3 Wisata Kultural ………….………..…... 2.5 Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil dalam Konteks Pengelolaan
Wilayah Pesisir Terpadu………..………….…...… 2.6 Sistem Sosial Ekologi dalam Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil…... 2.7 Kerentanan Pulau-Pulau Kecil ……… 2.7.1 Konsep dan Defenisi Kerentanan ………...… 2.7.2 Tipologi Kerentanan ………..…… 2.7.3 Kerentanan Fisik ………...…. 2.7.4 Kerentanan Sosial ………...… 2.7.5 Kerentanan Ekonomi ……….… 2.7.6 Kerentanan Lingkungan ………...…. 2.7.7 Adaptasi Kerentanan ………... 2.8 Pemetaan Spasial ………...….. 2.9 Pemanfaatan Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil ………...….. 2.10 Pendekatan Sistem dalam Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil ………. 2.10.1 Batasan Sistem ………...………...
Halaman xxiii xxv xxvii 1 1 4 5 6 6 7 7 8 9 9 11 11 12 12 13 13 13 14 14 14 15 16 16 19 23 23 27 34 34 36 38 40 43 45 48 48
(20)
xx
2.10.2 Pendekatan Sistem ………...……...… 2.11 Penelitian Terdahulu ……….. 3 KERANGKA PEMIKIRAN ………..…. 4 METODOLOGI PENELITIAN ……….…. 4.1 Metode Penelitian ………. 4.2 Jenis dan Sumber Data ………. 4.3 Metode Pengambilan Contoh ……….……….. 4.4 Tahapan Penelitian ……….. 4.5 Metode Analisis Data ………... 4.5.1 Analisis Kerentanan ………...……...… 4.5.2 Kerentanan Lingkungan………..………..…... 4.5.3 Kerentanan Ekonomi ……….…...…..
4.5.4 Komposit Kerentanan Lingkungan dan Ekonomi ... 4.5.5 Analisis Kesesuaian Spasial……….…... 4.5.6 Optimasi Penangkapan Ikan ……….…... 4.5.7 Analisis Daya Dukung ……….…..… 4.5.8 A nalisis Multi Kriteria Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil…….. 4.5.9 Analisis Pengembangan Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil…...
4.6 Batasan DefenisiOperasional ……….….………... 5 SISTEM SOSIAL EKOLOGI WILAYAH PENELITIAN …………...
5.1 Sistem Ekologi ………...….. 5.1.1 Batasan Wilayah....………..… 5.1.2 Kondisi Fisik Oceanografi.………. 5.1.3 Kondisi Morfologi Wilayah ……….….……. 5.2 Sistem Sos ial ……….……….…….………. 5.2.1 Keadaan Penduduk .……….…... 5.2.2 Prasarana dan Sarana ….………….………..………..… 5.2.3 Mata Pencaharian ………..…..………….. 5.2.4 Tingkat Pendapatan ………..………..… 5.2.5 Aspek Sosial Buda ya ………...………..… 5.2.6 Indeks Pembangunan Manusia……… 6 ANALISIS KESESUAIAN SPASIAL BERBASIS KERENTANAN
DAN DAYA DUKUNG……….. 6.1 Kerentanan Parsial ………..……….. 6.1.1 Kerentanan Lingkungan ……….………....… 6.1.2 Kerentanan Eko nomi……….……….. 6.2 Kerentanan Komposit ……….. 6.3 Analisis Kesesuaian Spasial……….. ……….….. 6.3.1 Analisis Kesesuaian Spasial berdasarkan Karakteristik Sumberdaya ……… 6.3.2 Analisis Kesesuaian Spasial Berdasarkan
Kerentanan PPK ………..……….……….. 6.4 Optimasi Penangkapan Ikan………..………... 6.5 Analisis Daya Dukung Dengan Metod e Ecological Foot Print Analysis…..………...… 49 52 55 61 61 61 63 66 67 67 69 80 85 86 92 95 102 104 106 111 111 111 114 117 118 118 118 121 123 124 125 129 129 129 140 147 152 152 156 159 161
(21)
xxi
6.5.1 Daya Dukung Penangkapan Ikan………... 6.5.2 Daya Dukung Wisata……….. 6.5.3 Daya Dukung Air Tawar……… 7 MODEL PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL BERBASIS
KERENTANAN DAN DAYA DUKUNG……….. 7.1 Model Pengembangan dan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil
Berbasis Kerentanan dengan Analisis Multi Kriteria………....….. 7.2 Arahan Pengembangan Pulau-Pulau Kecil Berbasis Kerentanan
dan Daya Dukung………. 7.2.1 Penentuan Variabel Kunci……….. 7.2.2 Desain Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Berbasis
Kerentanan dan Daya Dukung……… 8 SIMPULAN DAN SARAN ………...………. 8.1 Simpulan ……….……….. 8.2 Saran ……… DAFTAR PUSTAKA ……….………. LAMPIRAN ……….…………..
161 164 165 167 167 169 169 172 179 179 180 181 191
(22)
(23)
xxiii
DAFTAR TABEL
1 Potensi Kemampuan, Pemanfaatan Jasa dan Ancaman pada
Ekos istem di Sub Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil………… 2 Parameter Kerentanan Fisik terhadap Kenaikan Muka Laut ……… 3 Potensi Sumberdaya, Pemanfaatan dan Identifikasi Permasalahan
di Sub Wilayah Pesisir Pulau-Pulau Kecil ……… 4 State of The Art dan Tinjauan Penelitian Terdahulu ……… 5 Jenis dan Sumber Data………...……… 6 Kelas Geomorfologi ………..……... 7 Tingkat Kapasitas Adaptif Berdasarkan Kepadatan Lamun dan
Penutupan Terumbu Karang da n Jenis Ekosistem…..………...…… 8 Kriteria dan Matriks Kesesuaian Lahan untuk Ekowisata Bahari
Kategori Selam…. ……… 9 Kriteria dan Matriks Kesesuaian Lahan untuk Ekowisata Bahari
Kategori Snorkling ……… 10 Kriteria dan Matriks Kesesuaian Lahan untuk Wisata Pantai
Kategori Berjemur ……… 11 Kriteria dan Matriks Kesesuaian Lahan untuk Ekowisata Bahari
Kategori Wisata Memancing ……….... 12 Matriks Kesesuaian Lahan Pemukiman ……….….….. 13 Kriteria Faktor Pereduksi Kawasan berdasarkan Kerentanan
Pulau-Pulau Kecil……….. 14 Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Wisata Pantai Kategori Berjemur
setelah Diinternalisasi dengan Faktor Kerentanan ………… ..…….. 15 Kriteria Kesesuaian Lahan Pemukiman setelah diinternalisasi
dengan Faktor Kerentanan ………..…….. 16 Trophic Level Berbagai Jenis Ikan untuk Pulau-Pulau Kecil…….... 17 Matriks Pembobo tan Kriteria dalam Penentuan Prioritas
Kerentanan Pulau-Pulau Kecil …………..……… 18 Pedoman Penilaian Analisis Prospektif ……….... 19 Matriks Pengaruh da n Ketergantungan Faktor pada Analisis
Prospektif……….…. 20 Parameter Pasang Surut Pulau-Pulau Yang Dikaji….………….…..
Halaman 22 26 46 53 62 76 79 88 88 89 89 90 90 91 92 96 103 104 106 114
(24)
xxiv
21 Kisaran Beberapa Parameter Fisik Oceanografi pada Setiap
Stasiun da n Zona Loka si Penelitian di Pulau Balang Lompo……… 22 Data Persentase Arah Angin Tahun 2009-2010 ……….. 23 Kondisi Pulau, Luas dan Jumlah Penduduk ……….... 24 Kerentanan Pulau-Pulau yang Dika ji Berdasarkan Kerentanan
Lingkungan……….... 25 Dampak Kenaikan Muka Laut ………. 26 Konstanta Pasang Surut di Lokasi Penelitian ………..…. 27 Hasil Analisis Jenis Sedimen Pulau Balang Lompo .……… 28 Parameter Kerentanan Pulau secara Fisik ……….... 29 Kesesuaian Spasial Wisata di Pulau-Pulau Kecil yang Dikaji.….… 30 Kesesuaian Spasial Pemukiman Pulau-Pulau Kecil yang Dikaji …. 31 Kesesuaian Spasial Pulau-Pulau Kecil setelah Dioverlay de ngan
Kerentanan Pulau ………….………. 32 Kesesuaian Spasial Pemukiman setelah dimasukkan Kerentanan…. 33 Parameter Biologi, Ekonomi dan Bioekonomi Ikan Kakap Merah... 34 Analisis Bioekonomi Ikan Ikan Kakap Merah di Pulau-Pulau Kecil yang Dikaji………. 35 Ecological Footprint Penangkapan Ikan di Pulau-Pulau Kecil yang Dika ji……….… 36 Perhitungan Exosomatic Energy Lokal ……….………… 37 Ecological Footprint Kegiatan Wisata di Pulau-Pulau Kecil yang
Dikaji………..…... 38 Daya Dukung Air Tanah Pulau-Pulau Kecil yang Dikaji………….. 39 Daya Dukung Air Tawar Pulau-Pulau Kecil yang Dikaji………….. 40 Pembobotan Kerentanan berdasarkan Analisis MCDM …………... 41 Variabel Kunci Analisis Prospektif………... 42 Pengaruh Langsung Komponen-Komponen yang Berpengaruh…... 43 Skor Penent uan Variabel yang Berpe ngaruh terhadap Pengelolaan
Pulau-Pulau Kecil di Kecamatan Liukang Tupabbiring……… 44 Kondisi Variabel yang Ditetapkan Partisipan Berdasarkan Variabel Kunci yang Memiliki Pengaruh Besar terhadap Faktor yang Dikaji. 45 Analisis Skenario Stakeholders……….
115 116 118 131 133 134 136 137 154 155 156 158 160 161 162 163 164 165 166 168 169 170 171 173 174
(25)
xxv
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Berkelanjutan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut di Pulau-Pulau Kecil ……….… 2 Model Risk-Hazard sebagai Mode l Analisis Kerentanan (Aplikasi
Resiko secara Umum) dimulai pada Unit Hazard (Bahaya)...……..… 3. Model PAR (Penelitian secara Umum) dengan Penekanan pada
Kondisi Sosial yang Menyebabkan Terjadinya Tekanan………….… 4. Kompo nen Kerentanan yang Terkait dengan Faktor- faktor yang
Berpengaruh dalam Sistem Suatu Studi………..… 5. Komponen-Komponen dari Penggunaan secara Berlebihan,
Sensitifitas dan Resiliensi sebagai Bagian dari Framework
Kerentanan………...…. 6. Model Evaluasi Kerentanan dengan Metode DPSIR……….... 7. Diagram Sistem untuk Ilustrasi SIG ………...….. 8. Sistem Kerentanan di Pulau-Pulau Kecil ……….…... 9. Kerangka Pikir Penelitian ………...….…. 10.Desain Cluster Sampling Pengambilan Responden ………...… 11.Kerangka Pemilihan Indikator Kerentanan PPK ………..… 12.Peta Lokasi Penelitian ………..……….…... 13.Tahapan Penelitian ………..…. 14.Trend Kenaikan Muka Laut Global dari AVISO ………... 15.Pembagian Pulau-Pulau Spermonde………. 16.Persentase Terumbu Karang di Wilayah Penelitian………... 17.Peta Kerentanan Lingkungan Pulau-Pulau Kecil yang Dikaji………. 18.Tingkat Ketergantungan Perdagangan Eksternal PPK yang Dikaji….. 19.Tingkat Keterpencilan Pulau-Pulau Kecil yang Dikaji..………... 20.Indeks Dampak Kenaikan Muka Laut Pulau-Pulau Kecil yang Dika ji. 21.Tingkat Ukuran Pulau-Pulau Kecil yang Dikaji……… 22.Insularity Index Pulau-Pulau Kecil yang Dikaji……… 23.Teka nan Penduduk terhadap Kondisi Ekos istem Pulau-Pulau Kecil
yang Dikaji……… 24.Degradasi Terumbu Karang Pulau-Pulau Kecil yang Dikaji………….
Halaman 19 28 28 29 30 33 44 52 59 64 65 66 69 71 112 117 139 141 142 143 144 145 147 148
(26)
xxvi
25.Kerentanan Eko nomi Pulau-Pulau Kecil yang Dikaji………... 26.Komposit Kerentanan Lingkungan dan Kerentanan Ekonomi
Pulau-Pulau Kecil yang Dika ji ………...…..…… 27.Kesesuaian Spasial Wisata Snorkling ………….………..… 28.Kesesuaian Spasial Wisata Selam ………... 29.Kesesuaian Spasial Wisata Memancing ……….……. 30.Kesesuaian Spasial Wisata Berjemur……… 31.Kesesuaian Spasial Pemukiman Pulau-Pulau Kecil yang Dikaji…….. 32.Peta Kesesuaian Spasial Wisata Pantai Kategori Berjemur yang
dioverlay dengan Kerentanan Pulau………. 33.Peta Kesesuaian Spasial Wisata Kategori Berjemur, Snorkling,
Diving da n Memancing yang dioverlay de ngan Kerentanan
Pulau-Pulau Kecil yang Dika ji………... 34.Analisis Kesesuaian Spasial Pemukiman Setelah di Overlay dengan
Kerentanan Pulau-Pulau Kecil………... 35.Keputusan Tingkat Kepentingan Kerentanan Pulau-Pulau Kecil yang
Dika ji ……… 36.Analisis Prospektif untuk Melihat Tingkat Kepentingan Faktor yang
Berpengaruh pada Sistem yang Dikaji………..
150 151 152 153 153 154 155 157
158 160 165 172
(27)
xxvii
DAFTAR LAMPIRAN
1 Jumlah Penduduk menurut Jenis Kelamin dan kelompok Umur……... 2 Nilai Komponen Kerentanan Pulau ………..…...…….… 3 Data Kenaikan Muka Laut di Lok asi Penelitian Tahun 2001-2010….. 4 Kisaran Pasang Surut di Lokasi Penelitian Tahun 2001-2010…....….. 5 Kisaran Tinggi Gelombang di Lokasi Penelitian Tahun 2001-2010…. 6 Nilai Kemiringan Pulau di Lokasi Penelitian Tahun 2001-2010…….. 7 Nilai Kerentanan Ekonomi Sosial di Lokasi Penelitian……… 8 Standarisasi Alat Tangkap Pancing terhadap Penangkapan Ikan
Kakap Merah (Lutjanus sp) ………..
Halaman 191 193 195 197 199 201 203 205
(28)
1
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Secara geografis Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pada bagian selatan dan timur Indo nesia terdapat sabuk vulkanik (volcanic arc) yang memanjang dari Pulau Sumatera – Jawa – Nusa Tenggara – Sulawesi, yang sisinya berupa pegunungan vulkanik tua dan dataran rendah yang sebagian didominasi oleh rawa-rawa. Interaksi antar lempeng-lempeng tersebut membuat Indo nesia seba gai wilayah yang memiliki aktivitas kegunungapian dan kegempaan yang cukup tinggi. Lebih dari itu, proses dinamika lempe ng yang cukup intensif juga telah membentuk relief permukaan bumi yang khas dan cukup bervariasi, dari wilayah pegunungan dengan lereng- lerengnya yang curam dan seakan menyiratkan potensi longsor yang tinggi hingga wilayah yang landai sepanjang pantai dengan potensi ancaman banjir, penurunan tanah dan tsunami (Sadisun 2005).
Potensi bencana alam ini diperparah oleh beberapa permasalahan lain yang memicu peningkatan kerentanan di wilayah Indonesia, seperti laju pertumbuhan penduduk yang tinggi yang membutuhkan kawasan-kawasan hunian baru yang terus berkembang dan menyebar hingga mencapai wilayah-wilayah marginal yang tidak selayaknya dihuni. Ketidaktepatan perencanaan tata guna lahan, merupakan faktor utama yang menyebabkan peningkatan kerentanan. Peningkatan kerentanan ini akan lebih besar bila masyarakat tidak menyadari dan tanggap terhadap adanya potensi bencana alam di daerahnya, apalagi jika cakupan wilayah huniannya sangat terbatas, seperti halnya di pulau-pulau kecil.
Keberadaan pulau kecil sebagai suatu ruang wilayah, bagi masyarakat mempunyai fungsi sosial tertentu, berkaitan dengan penguasaan sumberdaya yang bersifat terbuka (open acces) bagi pemenuhan kebutuhan hidup suatu kelompok masyarakat atau suatu sistem sosial. Fungsi- fungsi tersebut dapat berupa fungsi ekonomi secara langsung maupun tidak langsung, yang sudah menjadi tradisi atau kebiasaan masyarakat. Fungsi langsung berupa pemanfaatan berbagai sumberdaya
(29)
2
pada ekosistem pulau, sedangkan fungsi tidak langsung berupa pemanfaatan pulau-pulau sebagai tempat perlindungan atau persinggahan sementara dari kondisi cuaca yang tidak bersahabat, bagi para nelayan penangkap ikan tradisional maupun bagi kelompok etnis atau suku-suku tertent u yang memiliki ke hidupa n di laut.
Selain segenap potensi yang dimiliki di atas, ekosistem pulau kecil juga memiliki fungs i sebagai pengatur iklim globa l, siklus hidrologi dan biogeokimia, penyerap limbah, sumber plasma nutfah dan penunjang kehidupan lainnya di daratan. Dengan demikian pengembangan pulau kecil sangat diperlukan bagi kelangsungan hidup manusia (Kusumastanto 2000).
Di sisi lain pengembangan pulau kecil dihadapkan pada kesenjangan-kesenjangan antar kawasan seperti kesenjangan-kesenjangan antar masyarakat pantai/ pulau dengan wilayah darat, kurangnya sumberdaya manusia yang handal, rendahnya akses informasi, akses pasar, kurangnya dukungan sarana dan prasarana serta aksesibilitas. Hal ini terjadi karena pulau kecil secara fisik memiliki sumberdaya alam daratan (terestrial) yang terbatas. Habitatnya seringka li terisolasi dari habitat lain. Area tangkapan air terbatas dan mempunyai lingkungan yang khusus dengan proporsi spesies endemik yang tinggi bila dibandingkan dengan pulau kontinen. Secara ekologi, pulau-pulau kecil memiliki kondisi yang cukup rentan, sehingga interaksi antara lahan dan perairan laut melalui proses hidrologis dan arus laut sebagaimana pergerakan biotanya, mempunyai karakteristik yang spesifik. Keadaan ini menunjukkan bahwa pengembangan/ pembangunan di kawasan tersebut apabila tidak terencana dengan baik dan berdasarkan daya dukung wilayah dapat mengakibatkan dampak eksternal yang cukup nyata (signifikan).
Setiap konversi atau eksploitasi yang dilakukan akan jelas berdampak terhadap fungsi ekosistem lingkungan pulau-pulau kecil. Dengan perkataan lain sesungguhnya pembangunan selalu membawa resiko lingkungan maupun sosial bagi pulau-pulau kecil, oleh karena itu kajian mendasar yang intensif dalam pembuatan perencanaan dan pengembangan sumberdaya pulau-pulau kecil diperlukan. Perencanaan dan pengembangan yang dibuat seyogyanya disesuaikan dengan daya dukung wilayah dan memenuhi skala ekonomi yang optimal dan
(30)
3
menguntungkan serta sesuai dengan budaya lokal. Untuk itu diperlukan data dasar (benchmark) pulau-pulau kecil yang berpotensi untuk dikembangkan melalui pendekatan sistem yang memperhitungkan tingkat kerawanan dan adaptasi terhadap kerawanan yang ada serta da ya dukung wilayah sehingga diperoleh bentuk pengelolaan dan pengembangan pemanfaatan pulau-pulau kecil, seperti halnya di pulau-pulau kecil di Kecamatan Liukang Tupabbiring yang terdapat di Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep), Provinsi Sulawesi Selatan.
Kecamatan Liuka ng Tupabb iring memiliki luas 140 Km2 da n secara geografis kecamatan ini berada diantara 04°39’0.36” - 04°58’7.68” LS dan 118°56’56.4” - 119°58’7.68” BT. Kecamatan Liukang Tupabbiring terdiri dari 15 desa/ kelurahan, 14 dengan status desa dan 1 dengan status kelurahan. Dari 15 desa/ kelurahan terdapat 3 lingkungan, 37 dusun, 61 RW/RK dan 162 RT, dengan jumlah penduduk Tahun 2008 sebanyak 30.458 orang yang terdiri dari 14.765 orang laki- laki dan 15.693 orang perempuan dengan kepadatan pe nduduk sebe sar 218 jiwa/km2, dan jumlah rumah tangga sebanyak 6.876 (Kecamatan Liukang Tupabbiring dalam angka 2009). Secara keseluruhan Kecamatan Liukang Tuppabiring terdiri atas 42 pulau, dimana 31 diantaranya merupakan pulau berpenghuni dan 11 lainnya tidak berpenghuni. Letaknya yang dekat dengan daratan utama Pulau Sulawesi menjadikan warga yang berdiam di pulau lebih banyak berinteraksi dengan Kabupaten Pangkep dan Kota Makassar. Kondisi ini yang menyebabkan arus barang dan jasa di wilayah tersebut lebih banyak tercurah pada wilayah Kabupaten Pangkep dan Kota Makassar dibandingkan di pulau-pulau itu sendiri. Belum lagi aktifitas pembangunan yang terjadi di pulau-pulau-pulau-pulau Kecamatan Liukang Tupabbiring banyak yang tidak berdasarkan kebutuhan penduduk yang terdapat di pulau-pulau kecil tersebut, yang menyebabkan semakin besarnya tingkat kerentanan pulau-pulau kecil. Jika ada pembangunan yang berdasarkan kebutuhan penduduk, jumlahnya sangat sedikit, dan pembangunan itu sendiri tidak berdasarkan kesesuaian lahan dan daya dukung pulau kecil, ditambah lagi dengan prilaku masyarakat pulau yang menggunakan sumberdaya yang ada secara destruktif dan kondisi alam yang secara gradual akan
(31)
4
mengalami perubahan akibat terjadinya perubahan iklim seperti halnya kenaikan muka laut (sea level rise). Hal ini menyebabkan semakin tingginya tingkat kerentanan di pulau-pulau kecil.
Oleh karenanya dirasa perlu untuk melakuka n pe nelitian pulau-pulau kecil berbasis kerentanan dan daya dukung khususnya di pulau-pulau kecil Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkep Provinsi Sulawesi Selatan.
1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah
Pengembangan pulau-pulau kecil di Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkajene kepulauan (Pangkep) selama ini belum dirasa optimal karena banyaknya kendala yang harus dihadapi. Selain menyangkut kerentanan wilayah, keterbatasan dalam hal informasi lokasi, keterpencilan dan keadaan kemiskinan penduduk di wilayah tersebut, biaya transportasi yang mahal, karakteristik pulau yang beraneka ragam dan kurangnya sumberdaya manusia yang handal serta ketergantungan ekonomi pada wilayah daratan. Berdasarkan kajian de ngan pe ndekatan DPSIR (driver-pressure-states-impact-response) di wilayah penelitian, dijumpa i pemanfaatan sumberdaya secara besar-besaran yang sifatnya destruktif yaitu (1) pengambilan terumbu karang dalam volume yang besar untuk digunakan sebagai bahan bangunan (terumbu ka rang dihargai Rp. 125.000,-/m3
Berdasarkan hal tersebut permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan pulau-pulau kecil di wilayah penelitian adalah sebagai berikut :
) serta pe mbiusan ika n karang yang dijual de ngan harga tinggi (Rp.250.000,-/kg), (2) Terjadinya kegiatan pemboman dalam upaya penangkapan ikan, (3) pengambilan beberapa biota laut yang dilindungi secara besar-besaran untuk dieksport.
(1) Seberapa besar terjadinya eksploitasi sumberdaya di pulau-pulau kecil Kabupaten Pangkep secara destruktif ?
(2) Seberapa jauh tekanan yang terjadi diakibatkan karena ketidakoptimalisasian zonasi pemanfaatan ruang di pulau-pulau kecil Kabupaten Pangkep, khusunya pulau-pulau kecil di Kecamatan Liukang Tupabbiring?
(32)
5
(3) Seberapa besar tingkat kerentanan yang terdapat di pulau-pulau kecil Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep?
(4) Pemanfaatan sumberdaya di pulau-pulau kecil Kabupaten Pangkep seperti apa yang d ilakuka n masyarakat pulau yang mengabaikan daya dukung ekologis wilayah kepulauan seba gai suatu wilayah yang cukup rentan?
(5) Apakah telah terdapat model pengelolaan pulau-pulau kecil Kabupaten Pangkep yang didasarkan pada analisis kesesuaian ruang da n da ya dukung pulau agar tetap lestari dan berkelanjutan?
1.3 Tujuan dan Kegunaa n Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendapatkan be ntuk perencanaan spasial pulau-pulau kecil, khususnya di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Provinsi Sulawesi Selatan melalui pengelolaan sumberdaya secara lestari dan berkelanjutan. Secara rinci tujuan penelitian ini adalah :
(1) Mengestimasi tingkat kerentanan pulau-pulau kecil di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan.
(2) Mengembangkan dan menentukan kesesuaian spasial untuk pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil berdasarkan estimasi kerentanan di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepul auan.
(3) Menghitung daya dukung dan tingka t optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan pulau-pulau kecil di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangka jene Kepul auan.
(4) Mendesain skenario pengelolaan sumberdaya pulau-pulau kecil di Kecamatan Liukang Tupabbiring, Kabupaten Pangkajene Kepulauan.
Diharapkan dari hasil penelitian ini, pemangku kepentingan (stakeholders)
terkait dapat mengelola dan memanfaatkan pulau kecil dengan baik berdasarkan bentuk perencanaan untuk pengembangan kawasan pulau-pulau kecil di Kabupaten Pangkep, yang memperhitungkan tingkat kerentanan, kesesuaian lahan, daya dukung dan kepentingan penduduk pulau sehingga kesejahteraan penduduk dapat ditingkatkan.
(33)
6
1.4 Ruang Lingk up Penelitian 1.4.1 Ruang Lingk up Studi
Kajian ini meliput i (1) identifikasi pemanfaatan pulau-pulau kecil berbasis keruangan, (2) kerentanan yang terjadi di wilayah pulau-pulau kecil dan (3) estimasi daya dukung wilayah sesuai dengan pemanfaatan ruang dengan lingkup kajian sebagai berikut :
a. Penetapan faktor- faktor ke rentanan wilayah studi de ngan menggunakan data sekunder dari literatur yang ada dan berdasarkan survei wilayah yang dilakuka n untuk mengetahui faktor- faktor yang menjadi penyebab terjadinya tekanan terhadap ekosistem dan terhadap pemanfaatan sumberdaya yang terdapat di wilayah studi.
b. Pemetaan kesesuaian pemanfaatan dan pemetaan kerentanan wilayah di wilayah studi dengan pendekatan SIG (sistem informasi geografis). Penetapan kerentanan (V), yaitu kerentanan lingkungan dan kerentanan ekonomi diperoleh melalui identifikasi elemen kerentanan, yaitu exposure (E), sensitivity (S), da n adaptive capacity (AC) dalam hubungan V = (E x S)/AC. Pembobotan kerentanan diperoleh berdasarkan batas bawah dan batas atas nilai kerentanan yang diperoleh dari elemen kerentanan yang ditinjau.
c. Penetapan nilai daya dukung sumberdaya di wilayah studi diperoleh dengan menggunakan EFA (ecological footprint analysis) untuk pemanfaatan penangkapa n ikan yang telah dianalisis tingkat optimasinya berdasarkan jenis alat tangkap yang telah distandarisasi dan da ya dukung kegiatan wisata bahari serta daya dukung sumberdaya air tawar di pulau-pulau kecil berdasarkan iklim dan curah hujan, jumlah debit air, jumlah penduduk p ulau da n luasan pulau. d. Penetapa n model pengelolaan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan
berdasarkan pendekatan sistem dan analisis stakeholders yang berperan dalam pengelolaan pulau-pulau kecil.
1.4.2 Ruang Lingkup Wilayah
Pulau-pulau kecil di Liukang Tupabbiring dipilih sebagai wilayah kajian karena pulau ini cukup rentan terhadap perubahan-perubahan tekhnologi, sebaran
(34)
7
penduduk serta jaraknya yang dekat dengan Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep) dan Kota Makassar. Penetapan wilayah ini diharapka n dapat mewakili studi untuk pulau-pulau de ngan luasan sangat kecil, sehingga metoda yang dikembangkan dapat dimodifikasi untuk pulau berukuran besar dan pulau berukuran kecil atau pulau-pulau kecil di tempat yang lain.
Ruang lingkup wilayah yang dikaji ada lah pulau yang menjadi pulau kecamatan, pulau yang diperuntukkkan untuk kegiatan wisata, dan beberapa pulau kecil di sekitarnya denga n unit terkecil dari wilayah yang dianalisis adalah batas pulau.
1.5 Batasan Penelitian
Penelitian dilakukan dengan batasan-batasan sebagai berikut :
1. Batasan Wilayah, dilakukan di wilayah Kecamatan Liukang Tupabbiring Kabupaten Pangkep yang dibatasi oleh wilayah pulau, meliputi 8 (delapan) pulau kecil yang terdiri dari 6 pulau berpenghuni yaitu Pulau Balang Lompo, Pulau Balang Caddi, Pulau Badi, Pulau Pajenekang, Pulau Bontosua dan Pulau Sanane dan 2 pulau tidak berpenghuni yaitu pulau Langkadea dan Pulau Panambungan.
2. Kajian kerentana n yang dilakuka n meliput i kajian kerentanan lingkungan da n kerentanan eko nomi. Kerentanan lingk ungan mencakup aspek kerentanan pantai pulau-pulau kecil, yang terdiri dari faktor sea level rise, rata-rata tinggi gelombang, rata-rata pasang surut, geomorfologi pulau dan tingkat kemiringan pulau serta kondisi eko sistem pulau-pulau kajian. Sedangkan kerentanan ekonomi meliputi faktor keterbukaan ekonomi, dampak ekonomi akibat kenaikan muka laut, keterpencilan ekonomi, dan dampak tekanan pulau.
3. Studi kerentanan yang diterapka n ada lah studi kerentanan dari Disaster Reduction Institute (DRI) in Villagran (2006) yaitu elemen kerentanan, terdiri dari exposure (E), sensitivity (S), da n adaptive capacity (AC) dalam hubungan
V = (E x S)/AC.
4. Dalam analisis kesesuaian spasial pemanfaatan sumberdaya berbasis kerentanan dan daya dukung yang menginternalisasikan faktor kerentanan
(35)
8
dalam kesesuaian spasial adalah peruntukan pemukiman dan wisata pantai kategori berjemur, dengan pertimbangan pemanfaatan tersebut akan mengalami perubahan besar jika terjadi abrasi pantai di pulau-pulau kecil akibat faktor- faktor kerentanan pantai yang ada. Sedangkan kegiatan pemanfaatan yang lain, tidak dilakukan karena pemanfaatan yang ada menggunakan media air, sehingga jika faktor kerentanan diinternalisasikan dalam kesesuaian spasial berdasarkan karakteristik sumberdaya, dibutuhkan cakupan data yang lebih besar dan banyak, yang tidak diperoleh dalam penelitian ini.
5. Daya dukung air tawar, diperoleh dengan menggunakan data Stasiun Klimatologi Kabupaten Maros karena Stasiun Klimatologi Kabupaten Pangkep tidak ada. Selanjutnya debit air yang digunakan hanya debit air yang diperoleh di Pulau Balang Lompo, dan disumsikan sama untuk pulau-pulau berpenghuni lainnya yang menjadi wilayah kajian penelitian ini.
1.6 Kebaruan (Novelty)
Kebaruan penelitian ini adalah menginternalisasi tingkat kerentanan dalam analisis kesesuaian lahan untuk mengetahui luas pulau yang layak dimanfaatkan dan sesuai dengan daya dukung wilayah. Selanjutnya komponen-komponen tersebut digunakan untuk menentukan model- model pengelolaan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan de ngan kajian pemangku kepentingan (stakeholders) terkait.
(36)
9
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan Batas an Pulau-Pulau Kecil (PPK)
Pulau-pulau kecil (PPK) didefinisikan sebagai pulau dengan luas lebih kecil
atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan
ekosistemnya (Undang- undang RI No. 27 Tahun 2007). Konvensi PBB tentang Hukum Laut Internasional tahun 1982 (UNCLOS 1982) pasal 121 mendefinisikan pul au seba gai da ratan yang terbe ntuk secara alami dan dikelilingi oleh air dan selalu berada di atas permukaan air pada saat pasang naik tertinggi. Dengan kata lain, sebuah pulau tidak boleh tenggelam pada saat air pasang naik. Implikasinya, ada empat syarat yang harus dipenuhi agar dapat disebut sebagai pulau, yakni (1) memiliki lahan daratan, (2) terbentuk secara alami, bukan lahan reklamasi, (3) dikelilingi oleh air, baik air asin (laut) maupun tawar, (4) selalu berada di atas garis pasang tinggi. Alternatif batasan pulau kecil dikemukakan pada pertemuan CSC (1984) yang menetapkan pulau kecil adalah pulau dengan luas area
maksimum 5.000 km2. Selanjutnya berlandaskan pada kepentingan hidrologi
(ketersediaan air tawar), ditetapkan batasan pulau kecil sebagai pulau dengan
ukuran kurang dari 1.000 km2 atau lebarnya kurang dari 10 km. Namun batasan
ini mengalami perubahan UNESCO (1991) yang memberikan batasan sebagai
pulau dengan luas area kurang dari atau sama dengan 2.000 km2
Dari segi luasnya, UNESCO (1994) menetapkan bahwa pulau-pulau yang luasnya kurang dari 200 km
(Bengen and
Retraubun 2006).
2
tergolong pulau kecil, sedangkan yang luasnya
kurang dari 100 km2 tergolong pulau sangat kecil. Definisi lainnya
menyebutkan, pulau kecil adalah ruang daratan yang berelevasi di atas muka air pasang dari perairan yang mengelilinginya dengan
luas kurang dari 100 km2
Menurut pembentukannya, pulau kecil dapat terbagi menjadi dua tipe yaitu pulau oseanik dan pulau kontinental. Pulau oseanik dapat digolongkan atas dua kategori yaitu pulau vulkanis dan pulau karang (pulau datar). Umumnya pulau-pulau kecil di Indonesia memiliki karakteristik biogeofisik yang tersendiri sebagai
(37)
10
berikut (Bengen 2004) : (1) terpisah dari habitat pulau induk (mainland island)
dan bersifat insulair, (2) memiliki sumberdaya air terbatas, baik air permukaan maupun air tanah, dengan daerah tangkapan air yang relatif kecil atau sangat terbatas sehingga sebagian aliran air permukaan dan sedimen akan diteruskan ke laut, (3) rentan terhadap pengaruh dari luar, baik yang bersifat alami (badai dan gelombang besar) maupun akibat kegiatan manusia (pengubahsuaian lahan, pencemaran), (4) memiliki sejumlah spesies endemik yang bernilai ekologis tinggi, (5) area perairan lebih luas daripada daratan, serta relatif terisolir, (6) tidak
memiliki hinterland yang jauh dari pantai
Terdapat tiga kriteria yang dapat digunakan dalam membuat batasan pulau kecil, seperti yang dikemukakan Retraubun (2001) yaitu :
1. Secara Ekologis
• Habitat/ Ekos istem pulau kecil cenderung memiliki spesies endemik yang
tinggi dibandingkan proporsi ukuran pulaunya.
• Memiliki resiko lingkungan yang tinggi, misalnya akibat pencemaran dan
kerusakan akibat aktivitas transportasi laut dan aktivitas penangkapan ikan, akibat bencana alam seperti gempa tsunami.
• Keterbatasan daya dukung lingkungan pulau (ketersediaan air tawar dan
tanaman pangan).
2. Secara Fisik
• Terpisah dari pulau besar
• Bentuk gugu san atau sendiri
• Tidak mampu mempengaruhi hidroklimat laut
• Luas pulau tidak lebih dari 10.000 km2
• Rentan terhadap perubahan alam dan atau manusia seperti bencana angin
badai, gelombang tsunami, letusan gunung berapi, fenomena kenaikan
permukaan air laut (sea level rise) dan penambangan
3. Secara Sosial – Budaya – Ekonomi
• Ada pulau yang berpenduduk dan tidak
(38)
11
• Kepadatan penduduk sangat renda h (1-2 orang per hektar)
• Ketergantungan ekonomi lokal pada perkembangan ekonomi luar (pulau
induk, kontinen)
• Keterbatasan kualitas sumberdaya manusia
• Aksesibilitas (sarana, jarak, waktu) rendah atau maksimal satu kali sehari.
Jika aksesibilitasnya tinggi maka keunikan pulau lebih mudah terganggu.
2.2 Potensi Sumberdaya Hayati Pulau-pulau Kecil 2.2.1 Terumbu karang
Terumbu karang terbentuk dari endapan-endapan massif kalsium karbonat (CaCO3), yang dihasilkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (karang
hermatipik) dari filum Cnidaria, Ordo Scleractinia yang hidup bersimbiose
dengan alga bersel satu Zooxanthellae, dan sedikit tambahan dari algae berkapur
serta organisme lain yang mensekresi kalsium karbonat.
Manfaat yang terkandung dalam terumbu karang sangat besar dan beragam. Menurut Caesar (1996) jenis manfaat yang terkandung dalam terumbu karang dapat diidentifikasi menjadi dua, yaitu manfaat langsung yaitu sebagai habitat bagi sumberdaya ikan (tempat mencari makan, memijah dan asuhan), batu karang, pariwisata, wahana penelitian dan pemanfaatan biota perairan lainnya dan manfaat tidak langsung seperti fungsi terumbu karang sebagai penahan abrasi pantai, keanekaragaman hayati dan lain sebagainya.
Terumbu karang dapat menjadi sumber devisa yang diperoleh dari penyelam dan kegiatan wisata bahari lainnya. Bahkan dewasa ini berbagai jenis biota yang hidup pada ekosistem terumbu karang ternyata banyak mengandung senyawa bioaktif sebagai bahan obat-obatan, makanan dan kosmetika (Dahuri 2003). Selain itu terumbu karang juga menjadi daya tarik tersendiri dan menjadi perhatian bagi para ahli, mahasiswa, perusahaan farmasi sebagai obyek penelitian.
Ekosistem terumbu karang banyak menyumbangkan berbagai biota laut seperti ikan, karang, moluska dan krustasea bagi masyarakat di kawasan pesisir, dan bersama ekosistem pantai lainnya menyediakan makanan dan menjadi tempat berpijah bagi berbagai jenis biota laut yang bernilai ekonomi tinggi.
(39)
12
Di kawasan pulau-pulau kecil, banyak dijumpai karang dari berbagai jenis
yang terdapat pada rataan terumbu tepi (fringing reef), sedangkan di kawasan
Indonesia bagian timur sering dijumpai terumbu karang dengan tipe terumbu cincin (atoll).
2.2.2 Padang Lamun (Seagrass)
Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang
memiliki rhizoma, daun dan akar sejati yang hidup terendam di dalam laut.
Lamun mengko lonisasi suatu daerah melalui penyebaran buah (propagule) yang
dihasilkan secara seksual (dioecious). Lamun umumnya membentuk padang
lamun yang luas di dasar laut yang masih dapa t dijangka u oleh cahaya matahari untuk mendukung pertumbuhannya, biasanya hidup diperairan yang dangkal dan jernih pada kedalaman berkisar antara 2-12 meter, dengan sirkulasi air yang baik. Substrat lumpur-berpasir merupakan substrat yang paling disukai oleh lamun dan
berada diantara ekosistem mangrove dan terumbu karang (Koch and Gust 1999) .
Secara ekologis, padang lamun mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pulau-pulau kecil yaitu sebagai produsen detritus dan zat hara, mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak dengan sistem perakaran yang padat dan saling menyilang, sebagai tempat berlindung, mencari makan, tumbuh besar, dan memijah bagi beberapa jenis biota laut, terutama yang melewati masa dewasanya di lingkungan ini serta sebagai tudung pelindung yang melindungi
penghuni padang lamun dari sengatan matahari (Koc h and Gust 1999). Di
samping itu, padang lamun juga dapat dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan budidaya berbagai jenis ikan, kerang-kerangan dan tiram, tempat rekreasi dan sumber pupuk hijau.
Di kawasan pulau-pulau kecil banyak dijumpai lamun dari jenis Enhalus
dan Thalassia, karena di kawasan ini kandungan sedimen organiknya relatif rendah da n dido minasi oleh substrat pa sir.
2.2.3 Hutan Mangrove
Hutan mangrove mempunyai fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien bagi
(40)
13
abrasi, amukan angin, taufan dan tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya. Sedangkan secara ekonomis berfungsi sebagai penyedia kayu, bahan baku obat-obatan dan lain- lain. Disamping itu, ekosistem hutan
mangrove juga memberikan manfaat tidak langsung, terutama sebagai habitat bagi bermacam- macam binatang seperti binatang laut (udang, kepiting, dan beberapa jenis ikan), dan binatang melata lainnya.
Di kawasan pulau-pulau kecil jenis mangrove yang banyak ditemukan
adalah jenis Avicennia, karena wilayah pulau-pulau kecil merupakan daerah yang
ketersediaan air tawarnya terbatas, pasokan sedimen (bahan or ganiknya) relatif rendah da n memiliki substrat pa sir (Dahuri 2003).
2.2.4 Sumberdaya Perikanan
Secara ekologis, pulau-pulau kecil di daerah tropis dan sub-trop is berasosiasi dengan terumbu karang. Dengan demikian di kawasan ini memiliki spesies-spesies yang menggunakan karang sebagai habitatnya yaitu ikan ekonomis
penting seperti kerapu, napoleon, kima raksasa (Tridacna gigas), teripang dan
lain- lain sehingga komoditas seperti ini dapat dikatakan sebagai komoditas spesifik pulau kecil. Ciri utama komoditas tersebut adalah memiliki sifat penyebaran yang bergantung pada terumbu karang sehingga keberlanjutan stoknya dipengaruhi oleh kesehatan karang.
2.3 Potensi Sumberdaya Nir Hayati 2.3.1 Pertambangan
Aktivitas pertambangan banyak dilakukan di negara-negara pulau kecil, di dunia maupun di Indonesia pada propinsi-propinsi tertentu. Dalam pemanfaatan potensi mineral di kawasan pulau-pulau kecil harus dilakukan dengan perencanaan yang ketat dan dilakukan secara berkelanjutan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Struktur batuan da n geologi pulau-pulau kecil di Indonesia adalah struktur batuan tua yang diperkirakan mengandung deposit bahan-bahan tambang/ mineral penting seperti emas, mangan, nikel dan lain- lain.
(41)
14
Beberapa aktivitas pertambangan baik pada tahap penyelidikan umum, eksplorasi maupun eksploitasi di pulau-pulau kecil antara lain ; timah di Pulau Kundur, Pulau Karimun (Riau); nikel di Pulau Gag (Papua), Pulau Gebe (Maluku Utara), Pulau Pakal (Maluku); batubara di Pulau Laut, Pulau Sebuku (Kalsel); emas di Pulau Wetar, Pulau Haruku (Maluk u) da n migas di Pulau Natuna (Riau).
2.3.2 Energi Kelautan
Dengan luas wilayah laut yang lebih besar dibandingkan darat maka potensi energi kelautan memiliki prospek yang baik sebagai energi alternatif untuk mengantisipasi berkurangnya minyak bumi, LNG, batubara, dan lain- lain sepanjang kemampuan negara diarahkan untuk pemanfaatannya. Sumberdaya kelautan yang mungkin digunakan untuk pengelolaan pulau-pulau kecil adalah
Konversi Energi Panas Samudera/ Ocean Thermal Energy Conversion (OTEC),
Panas Bumi (Geothermal), Ombak dan Pasang Surut (Bengen and Retraubun
2006).
2.4 Jasa-jasa Lingkungan
Pulau-pulau kecil memberikan jasa-jasa lingkungan yang tinggi nilai ekonomisnya yaitu sebagai kawasan berlangsungnya kegiatan kepariwisataan, media komunikasi, kawasan rekreasi, konservasi dan jenis pemanfaatan lainnya
(Yulianda 2007). Jenis-jenis pariwisata yang dapat dikembangkan di kawasan
pulau-pulau kecil adalah :
2.4.1 Wisata Bahari
Kawasan pulau-pulau kecil merupakan aset wisata bahari yang sangat besar yang didukung oleh potensi geologis dan karaktersistik yang mempunyai
hubungan sangat dekat dengan terumbu karang (Coral Reef), khususnya hard
corals. Disamping itu, kondisi pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni secara
logika akan memberikan kualitas keindahan dan keaslian dari bio-diversity yang
dimilikinya.
Berdasarkan rating yang dilakukan oleh lembaga kepariwisataan internasional, beberapa kawasan di Indonesia dengan sumberdaya yang
(42)
15
dimilikinya mempunyai rating tertinggi bila ditinjau dari segi daya tarik wisata bahari dibandingkan dengan kawasan-kawasan lain di dunia. Beberapa kawasan
wisata bahari yang sangat sukses di dunia antara lain adalah kawasan Great
Barrier Reef, ka wasan negara- negara di Karibia, seperti Bahama, Kawasan Pasifik seperti Hawai serta Kawasan Meditterrania. Belajar dari pengalaman di kawasan tersebut, ternyata negara-negara tersebut merupakan “Negara Pulau-pulau Kecil (Small Islands State)”, kecuali di Great Barrier Reef dan Meditterrania.
Sebagian besar pulau-pulau kecil di Indonesia memiliki potensi wisata bahari yang cukup potensial (DKP 2008). Beberapa diantaranya telah dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata bahari seperti Taman Nasional (TN) Taka Bone Rate (Sulawesi Selatan), Taman Nasional Teluk Cendrawasih, Taman Nasional Kepulauan Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Taman Wisata Alam (TWA) Kepulauan Kapoposang (Sulawesi Selatan), Taman Wisata Alam Tujuh Belas Pulau (N usa Tenggara Timur), Taman Wisata Alam Gili Meno, Ayer, Trawangan (Nusa Tenggara Barat), Taman Wisata Alam Pulau Sangiang (Jawa Barat) dan lain- lain.
2.4.2 Wisata Terestrial
Pulau-pulau kecil mempunyai potensi wisata terestrial yaitu wisata yang merupakan satu kesatuan dengan potensi wisata perairan laut. Wisata terestrial di pulau-pulau kecil misalnya Taman Nasional Komodo (NTT), sebagai lokasi Situs
Warisan Dunia(World Herritage Site) merupakan kawasan yang memiliki potensi
darat sebagai habitat komodo, serta potensi keindahan perairan lautnya di Pulau Rinca dan Pulau Komodo. Contoh lain adalah Pulau Moyo yang terletak di NTB sebagai Taman Buru (TB), dengan kawasan hutan yang masih asri untuk wisata
berburu dan wisata bahari (diving). Kondisi Pulau Moyo tersebut dimanfaatkan
oleh para pengusaha pariwisata sebagai kawasan “Ekowisata Terestrial”. Dikawasan tersebut terdapat resort yang tarifnya relatif mahal, dengan fasilitas
yang ditawarkan berupa tenda-tenda, sehingga merupakan “wisata camping” yang
dikemas secara mewah. Paket wisata di Kawasan Pulau Moyo ini suda h sanga t terkenal di mancanegara sehingga dapat memberikan devisa bagi negara.
(43)
16
2.4.3 Wisata Kultural
Pulau-pulau ke cil merupaka n suatu prototipe konkrit dari suatu unit
kesatuan utuh dari sebuah ekosistem yang terkecil. Salah satu komponennya yang sangat signifikan adalah komponen masyarakat lokal. Masyarakat ini sudah lama sekali berinteraksi dengan ekosistem pulau kecil, sehingga secara realitas di lapangan, masyarakat pulau-pulau kecil tentunya mempunyai budaya dan
kearifan tradisional (local wisdom) tersendiri yang merupakan nilai komoditas
wisata yang tinggi.
Kawasan yang dapat dijadikan sebagai obyek wisata kultural, misalnya, di Pulau Lembata. Masyarakat suku Lamalera di Pulau Lembata mempunyai budaya
heroik “Berbur u Paus secara tradisional” (traditional whales hunter). Kegiatan
berbur u paus secara tradisional tersebut dilakukan setelah melalui ritual- ritual buda ya yang sangat khas, yang hanya di miliki oleh suku Lamalera tersebut. Keunika n buda ya da n kearifan tradisional tersebut, menjadi daya tarik bagi para wisatawan.
2.5 Pengelolaa n Pulau-pulau Kecil dalam Konteks Pengelolaan Wilaya h Pesisir Terpadu (PWPT)
Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu dahulu dikenal istilah Integrated
Coastal Zone Management (ICZM) pertama kali dikemukakan pada Konferensi
Pesisir Dunia (World Conference of Coast) yang digelar pada tahun 1993 di
Belanda. Pada forum tersebut, PWPT diartikan sebagai proses paling tepat menyangkut masalah pengelolaan pesisir, baik untuk kepentingan saat ini maupun jangka panjang, termasuk di dalamnya akibat kerugian habitat, degradasi kualitas air akibat pencemaran, perubahan siklus hidrologi, berkurangnya sumber daya pesisir, kenaikan muka air laut serta dampak akibat perubahan iklim dunia
(Suba ndo no et al. 2009). Lebih jauh, Subandono et al. (2009) juga menyatakan
bahwa konsep PWPT menyediakan suatu kerangka perencanaan dan pengelolaan yang tepat dalam menaklukkan berbagai kendala dan permasalahan dalam pengelolaan wilayah pesisir, seperti ada nya pe ngaturan institusi yang terpecah-pecah, birokrasi yang berorientasi pada satu sektor, konflik kepentingan,
(44)
17
kurangnya prioritas, kepastian hukum, minimnya pengetahuan kedudukan wilayah dan faktor sosial lainnya serta kurangnya informasi dan sumberdaya.
Dahuri et al. (2003) mendefenisikan PWPT seba gai suatu pendekatan
pengelolaan pesisir yang melibatkan dua atau lebih ekosistem, sumber daya, dan
kegiatan pemanfaatan (pembangunan) secara terpadu (integrated) guna mencapai
pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan.
Untuk mewujudka n hal itu maka ke terpaduan da lam perencanaan da n pengelolaan kawasan pesisir dan laut mencakup empat aspek, yaitu : (a) keterpaduan wilaya h/ ekologis; (b) keterpaduan sektoral; (c) keterpaduan kebijakan secara vertikal; (d) keterpaduan disiplin ilmu; dan (d) keterpaduan
stakeholder. Dengan kata lain, penetapan komposisi dan laju/ tingkat kegiatan pembangunan pesisir yang optimal akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi
yang dapat dirasaka n oleh segenap pemangku kepentingan (stakeholders) secara
adil dan berkelanjutan. Pengelolaan wilayah pesisir dan lautan secara terpadu pada dasarnya merupakan suatu proses yang bersifat siklikal. Dengan demikian terlihat bahwa pendekatan keterpaduan pengelolaan/ pemanfaatan kawasan pesisir
dan laut menjadi sangat penting, sehingga diharapkan dapat terwujud one plan
dan one management serta tercapai pembangunan yang berkelanjutan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Konsep batasan ekologis dalam pengelolaan wilayah pesisir harus berisikan upa ya mengi ntegrasika n empa t ko mpo nen pe nting yang merupaka n satu kesatuan
meliputi a) Batasan wilayah perencanaan : natural domain (bukan batasan
administratif) ; b) Kawasan pesisir sebagai dasar pengelolaan kawasan di hulunya ; c) Pendekatan Keterpaduan meliputi integrasi ekos istem darat- maritim, integrasi perencanaan sektoral (hor izontal), integrasi perencanaan vertikal dan integrasi sains dengan manajemen; dan d) Alokasi ruang proporsional, dimana 30% dari wilayah perencanaan merupakan lahan alami.
Prinsip ke terpaduan sangat penting dalam konteks pengelolaan pesisir
karena wilayah pesisir memiliki fungs i yang dinamik. Cicin-Sain and Knecht
(1998) in Adrianto (2005) memberikan acuan bahwa elemen keterpaduan dalam
(45)
18
pemerintahan, (3) keterpaduan spasial, (4) keterpaduan ilmu dan manajemen dan (5) keterpaduan internasional. Dalam penentuan wilayah pesisir, Indo nesia menggunakan batasan pengertian berdasarkan pendekatan secara ekologis yang digabungkan dengan pendekatan dari segi perencanaan untuk memperlihatkan batasan secara yuridis dari wilayah pesisir Indonesia.
Ditinjau dari pendekatan secara administratif, masalah batasan wilayah pesisir merupakan hal yang paling mendasar yang harus dipahami lebih dahulu, karena akan menunjukkan ruang lingkup berlakunya suatu perundang- undangan mengenai pengelolaan wilayah pe sisir. Di Indo nesia dalam konsep normatifnya, batasan wilayah pesisir yang digunakan dalam Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu yaitu wilayah peralihan ekosistem darat dan laut yang saling mempengaruhi dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai untuk Provinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu untuk kabupaten/ kota ke arah darat batas administrasi kabupaten/ kota. Berdasarkan Rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil tahun 2004, pengertian wilayah pesisir ialah satu kesatuan wilayah antara daratan dan lautan yang secara ekologis mempunyai hubungan keterkaitan yang di dalamnya termasuk ekosistem pulau kecil serta perairan di antara satu kesatuan pulau-pulau kecil.
Singh (1992) in Adrianto (2004) menjelaskan bahwa pulau-pulau kecil yang
merupakan wilayah pesisir yang memiliki karakteristik tambahan (1) relatif
terisolir, (2) memiliki keterbatasan secara geografis (smallness), (3)
keanekaragaman yang terbatas; dan (4) secara ekonomis maupun ekologis rentan terhadap faktor eksternal harus berbasis keberlanjutan dalam pengelolaannya. Artinya harus mempertimbangkan faktor keterpaduan antar komponen yang secara riil tidak dapat dipisahkan satu sama lain dalam perspke tif ekos istem wilayah. Wilayah pulau-pulau kecil dibagi menjadi beberapa sub wilayah dengan berbagai potensi dan potensi persoalan yaitu (1) wilayah perairan lepas pantai (coastal offshore zone), (2) wilayah pantai (beach zone), (3) wilayah dataran
rendah pesisir (coastal lowland zone), (4) wilayah pesisir pedalaman (inland
(46)
19
Prinsip keterpaduan untuk tercapainya keberlanjutan pembangunan dan pengelolaan wilayah pesisir dan laut dalam konteks pulau-pulau kecil antar sub wilayah di atas digambarkan seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka Berke lanjutan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut di
Pulau-Pulau Kecil (Sumber : Debance 1999 in Adrianto 2004)
2.6 Sistem Sosial Ekolog i dalam Pengelolaa n Pulau-pulau Kecil
Ghina (2003) merangkum dari berbagai sumber mengenai karakteristik pengelolaan pulau-pulau kecil berdasarkan sifat kerentanannya yaitu karena keterpencilan, ukuran fisik kecil, kerapuhan dan keunikan ekologis, pertumbuhan populasi manusia yang cepat dan kepadatan tinggi, sumberda ya alam yang terbatas terutama daratannya, ketergantungan tinggi pada sumberdaya laut, peka dan mudah terekspos akibat bencana alam, peka terhadap naiknya permukaan air laut dan perubahan iklim. Karakteristik lainnya yakni pasar domestik kecil, ketergantungan barang ekspor dan impor yang tinggi, ketidak- mampuan untuk mempengaruhi harga internasional, tingginya biaya/ unit pengangkutan, marginal, ketidakpastian persediaan barang, harus menyimpan sejumlah besar barang, kerentanan perdagangan : ketergantungan tinggi pada pajak perdagangan, industri domestik yang rentan, ketergantungan pada pilihan/ preferensi perdagangan, pembatasan pada kompetisi domestik, berbagai kesulitan dalam menarik investasi langsung dari luar, peluang investasi dan jasa komunikasi terbatas, permasalahan
(47)
20
(2004) menambahkan bahwa faktor- faktor yang menyebabka n kerentanan tersebut karena bencana alam, masalah perbatasan, migrasi, kerusuhan, pemisahan secara geografis, pemanfaatan ekonomi, pasar internal yang kecil dan kerusakan sumberdaya.
Prinsip utama pembangunan pulau-pulau kecil secara terpadu dan berkelanjutan, harus mempertimbangkan kriteria ekologi, ekonomi, dan sosial
(Kay and Alder 2005). Hal ini didasarkan pada karakteristik dan dinamika
pulau-pulau kecil yang merupakan suatu sistem dinamis saling terkait antara sistem komunitas manusia dengan sistem alam sehingga kedua sistem inilah yang bergerak dinamik dalam kesamaan besaran, untuk itu diperlukan integrasi pengetahuan dalam implementasi pengelolaan pulau-pulau kecil. Integrasi inilah
yang dikenal dengan paradigma Social Ecological System (SES) (Adrianto and
Aziz 2006). Pemikiran alternatif yang memberikan penjelasan bagaimana sistem ekonomi bekerja dalam sebuah delineasi ekosistem sangat diperlukan. Arus
pemikiran utama Ecological Economics (EE) yang berkaitan dengan nilai lebih
(surplus value) dalam konteks keterbatasan ekos istem yakni memfokuskan diri pada hubungan yang kompleks, non-linier dengan waktu yang lebih panjang antara sistem alam dan sistem ekonomi. Komitmen normatif dari arus pemikikan
utama Ecological Economics adalah berusaha mewujudkan terciptanya
“masyarakat yang bukan tanpa batas” (frugal society), dalam arti bahwa
kehidupan masyarakat berada dalam keterbatasan sistem alam baik sebagai penyedia sumberdaya maupun penyerap limbah (Adrianto 2004). Paradigma
Social Ecological System membicarakan unit ekosistem seperti wilayah pesisir
pulau-pulau kecil, ekosistem mangroves, terumbu karang dan lainnya berasosiasi
dengan struktur dan proses sosial yang ada di mana aspek sistem alam (ekosistem) dan sistem manusia tidak dapat dipisahkan (Adrianto 2004).
Pengelolaan pendekatan ekosistem di pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dinyatakan sebagai suatu simbiosis pandangan yang respek kepada sistem alam, yang mengintegrasikan pandangan ekonom, enjinir, dan ekolog, bersama-sama untuk melindungi fungsi sistem alam secara terus- menerus menghasilkan jasa-jasa ekosistemnya. Begitu pula sebaliknya para ekonom/ enjinir senantiasa
(48)
21
membutuhkan ekolog, dengan maksud jika terjadi penurunan jasa sumberdaya alam maka akan menghasilkan pula penurunan nilai ekonomi ekosistem tersebut dan berimplikasi pada penurunan kesejahteraan sosial. Pengelolaan pesisir pulau-pulau kecil dengan ’Konsep Ekosistem’ adalah lebih tepat dewasa ini digunakan sebagai falsafah dasar untuk pengelolaan sumberdaya alam di Indonesia, karena merupakan konsep induk dengan perspektif lebih luas, integratif, mencakup proses interaksi dinamika lingkungan hidup, ruang, wilayah, kawasan dan lain-lain, secara saintifik terukur dan terprediksi, dan telah diadopsi luas oleh negara-negara maju di dunia dan negara-negara-negara-negara lain anggota PBB, khususnya yang
tergabung dalam Small Islands Development States/ SIDS (Bass and
Dalal-Clayton 1995) in Adrianto (2005). Informasi ekologis dalam Tabel 1
menunjukkan bahwa di wilayah pesisir perairan laut dangkal (perairan teritorial) dari pantai sampai kedalaman 200 m, merupakan wilayah yang paling produktif karena pengaruh kontribusi interaksi dari darat, tetapi perairan ini sangat rentan dari dampak degradasi akibat aktivitas manusia. Adapun produktivitas di perairan laut Zona Ekonomi Eksklusif (kedalaman >200 m) sangat dipengaruhi oleh produktivitas perairan dangkal.
Holling (1986) menyatakan bahwa tantangan pengelolaan sumberdaya alam saat ini adalah semakin besarnya perubahan ekologis dan sosial yang menyebabkan munculnya kejutan-kejutan dan ketidakpastian yang semakin tinggi. Pesisir dan pulau kecil merupakan sebuah sistem dimana aspek ekologi dan aspek sosial terkait sangat erat dan merupakan sebuah sistem yang terintegrasi. Kedua aspek ini memiliki kompleksitas dan terus berubah dimana keduanya bersifat
(49)
22
Tabe l 1 Potensi Kemampuan, Pemanfaatan Jasa, dan Ancaman pada Ekos istem di Sub-Wilayah Pesisir Pulau-Pulau Kecil
Sub-wilayah Penjelasan Potensi Kemampuan
Jasa Ekosistem Pemanfaatan Jasa Ekosistem Ancaman 1) Pantai berpasir
di pantai terbuka, jauh dari muara sungai (estuari)
tempat bersarang penyu
rekreasi konservasi perusakan habitat, tambang pasir, tumpahan minyak 2) Pantai
berbatu
terbuka kena ombak Kaya biodiversitas Rekreasi Erosi pantai 3) Terumbu
karang
di perairan jernih, perairan dangkal, kedalaman 200 m; sangat peka kekeruhan, kenaikan suhu, pencemaran, sedimentasi; Jika terumbu karang hidup sehat meluas, pertandabanyak ikan tuna. sangat produktif, tempat berbiak, berlindung ikan kerapu, tuna, kakap, udang, penyu, biota laut lain, rumput laut
Konservasi, pariwisata, perikanan perlindungan pantai, pulau- pulau kecil dari gelombang besar dan kenaikan muka laut
tangkapan ikan berlebih, racun ikan, pemboman, penambangan karang, erosi dari penggundulan vegetasi di darat
4) Padang lamun rumput laut
terdapat di antara terumbu karang dan mangrove (bakau)
sangat produktif, tmpt berbiak,tumbuh, berlindung ikan, udang, kepiting dan biota laut lain,kaya nutrisi alami
sumber makanan, farmasi, kosmetik, industri biotek, dan sumber energi biofuel.
Tangkapan ikan berlebih, perusakan karang dan mangrove, pencemaran minyak, sedimentasi
5) Pantai berlumpur
terdapat di sekitar muara sungai (estuari),/ delta
produktivitas biologis tinggi, kaya siklus nutrisi.
Konservasi perusakan habitat, pencemaran minyak. 6) Estuari/
Delta
pertemuan air tawar dan laut (perairan payau)
sangat produktif, kaya nutrisi, berbiak ikan, udang, kepiting, jalur pelayaran, akuakultur, perikanan tradisionil sampah, pencemaran banjir, sedimentasi 7) Mangrove (hutan bakau)
terdapat di sekitar muara sungai, tempat berlumpur, bau sulfur, perangkap debris sampah, kaya nutrisi, pencegah erosi, pelindung pantai
kaya udang, kepiting, udang; tempat beberapa mamalia, reptil, burung; produksi primer sangat tinggi
sumber kayu untuk konstruksi, reklamasi lahan, akuakultur, pariwisata, industri biotek dan perlindungan bentuk pantai tumpahan minyak, pestisida-pupuk dari pertanian, pembabatan kayu mangrove, pembukaan tambak berlebihan 8) Hutan rawa pasang surut sepenuhnya mangrove atau didominasi tumbuhan nipah
siklus nutrisi tinggi, tempat makan ikan, udang, kepiting saat pasang naik, perangkap sedimen
sumber kayu, rumah tradisional, reklamasi lahan basah, tempat akuakultur dan sumber gula atau bioethanol
tumpahan minyak pestisida-pupuk berlebih dari pertanian, pembabatan nipah/ bakau
9) Laguna agak tertutup, sedikit terbuka, jalan masuk dari laut dapat berubah-ubah
produktivitas ikan, udang, kepiting, tempat berbiak secara alami biota laut lain
pariwisata, navigasi, tangkap ikan, budidaya. pencemaran 10) Pulau- Pulau Kecil
Terdiri dari gosong karang, pulau karang muncul, atol, vulkanik; pulau benua; ukuran luas kurang dari 2 000 km2
masing-masing pulau dianggap mempunyai ekosistem unik.
. Jumlah seluruh Indonesia > 17 000 ragam pulau-pulau.
pariwisata, pemukiman, stasiun pengamat, pertanian subsisten, marikultur sumber bioindustri masa depan, termasuk biofood & biofuel.
air tanah minim, intrusi air laut; limbah; penduduk padat; Penebangan vegetasi, pemanasan global, lenyapnya pulau- pulau kecil akibat kenaikan muka laut 15-19 mm/tahun.
(50)
23
Pengelolaan pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana dengan pengelolaan sumberdaya lain umumnya masih didasarkan pada asumsi adanya daya dukung ekosistem untuk menghasilkan produksi dan jasa lingkungan secara terus
menerus, dan kegiatan produksi dapat dikontrol sepenuhnya. Gunderson et al.
(1995) menyatakan bahwa simplifikasi lansekap darat dan laut untuk produksi sumberdaya tertentu dalam jangka pendek memang dapat menyuplai kebutuhan pasar, tetapi dengan pengorbanan penurunan diversitas umumnya pengelola sumberdaya berupaya untuk mengontrol proses perubahan pada lansekap tersebut
untuk menstabilisasi output dari ekosistem dan mempertahankan pola konsumsi
manusia (Holling and Meffe 1996).
2.7 Kerentanan Pulau-Pulau Kecil (PPK) 2.7.1 Konsep dan Definisi Ke rentanan
Kerentanan didefinisikan sebagai karakteristik spesifik atau kondisi yang akan meningkatkan kemungkinan bencana yang akan mengakibatkan kerusakan, kerugian dan kehilangan. Tingkat kerentanan bervariasi tergantung dari
karakteristik exposure, seperti tingkat desain, material konstruksi, demografi,
lokasi geografis, dan sebagainya (Noson 2000).
Seluruh ekosistem terus mengalami perubahan gradual berupa perubahan iklim, masukan nutrien, fragmentasi habitat atau eksploitasi biotik. Selama ini diasumsikan bahwa alam merespon perubahan gradual tersebut juga secara perlahan. Perubahan drastis dapat merubah ke keadaan yang sangat berbeda yang dapat menghambat proses perubahan alam yang perlahan tersebut sehingga menimbulka n ko nsekuensi sosial dan ekonomi yang besar. Peruba han dari satu keadaan ke keadaan lainnya merupakan salah satu karakteristik dari sistem adaptif yang kompleks. Teori sistem kompleks (Holland 1995) menyatakan bahwa alam berada dalam keadaan tetap atau mendekati keadaan seimbang, dimana perspektif ini mendominasi ilmu dan kebijakan pengelolaan sumberdaya alam yang
digunakan selama ini (Gunderson et al. 1995).
Pendefinisian Kerentanan muncul dengan asumsi (1) bahwa di alam, kondisi-kondisi bahaya da n be ncana merupaka n “kondisi luar“ da n tidak
(1)
(2)
201
Lampiran 6 Nilai Kemiringan Pulau di Lokasi Penelitian Tahun 2001 – 2010
Pulau 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 RAT A BADI 0,577 0,577 0,577 0,577 0,577 0,577 0,577 0,577 0,577 0,577 0,577 BADI 1,077 1,077 1,077 1,077 1,077 1,077 1,077 1,077 1,077 1,077 1,077 BADI 0,044 0,044 0,044 0,044 0,044 0,044 0,044 0,044 0,044 0,044 0,044 BADI 1,183 1,183 1,183 1,183 1,183 1,183 1,183 1,183 1,183 1,183 1,183 BALANG CADDI 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 0,020 BALANG CADDI 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 0,035 BALANG CADDI 0,165 0,165 0,165 0,165 0,165 0,165 0,165 0,165 0,165 0,165 0,165 BALANG CADDI 0,455 0,455 0,455 0,455 0,455 0,455 0,455 0,455 0,455 0,455 0,455 BALANG LOMPO 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 0,070 BALANG LOMPO 0,131 0,131 0,131 0,131 0,131 0,131 0,131 0,131 0,131 0,131 0,131 BALANG LOMPO 0,048 0,048 0,048 0,048 0,048 0,048 0,048 0,048 0,048 0,048 0,048 BALANG LOMPO 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 0,009 BONT USUA 0,702 0,702 0,702 0,702 0,702 0,702 0,702 0,702 0,702 0,702 0,702 BONT USUA 0,545 0,545 0,545 0,545 0,545 0,545 0,545 0,545 0,545 0,545 0,545 BONT USUA 1,876 1,876 1,876 1,876 1,876 1,876 1,876 1,876 1,876 1,876 1,876 BONT USUA 2,321 2,321 2,321 2,321 2,321 2,321 2,321 2,321 2,321 2,321 2,321 LANGKADEA 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 0,555 LANGKADEA 0,375 0,375 0,375 0,375 0,375 0,375 0,375 0,375 0,375 0,375 0,375 LANGKADEA 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 0,065 LANGKADEA 0,451 0,451 0,451 0,451 0,451 0,451 0,451 0,451 0,451 0,451 0,451 PAJENEKANG 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 0,012 PAJENEKANG 0,364 0,364 0,364 0,364 0,364 0,364 0,364 0,364 0,364 0,364 0,364 PAJENEKANG 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 0,008 PAJENEKANG 0,147 0,147 0,147 0,147 0,147 0,147 0,147 0,147 0,147 0,147 0,147 PANAMBUNGAN 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 0,006 PANAMBUNGAN 0,135 0,135 0,135 0,135 0,135 0,135 0,135 0,135 0,135 0,135 0,135 PANAMBUNGAN 0,029 0,029 0,029 0,029 0,029 0,029 0,029 0,029 0,029 0,029 0,029 PANAMBUNGAN 0,212 0,212 0,212 0,212 0,212 0,212 0,212 0,212 0,212 0,212 0,212 SANANE 0,019 0,019 0,019 0,019 0,019 0,019 0,019 0,019 0,019 0,019 0,019 SANANE 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 0,007 SANANE 0,221 0,221 0,221 0,221 0,221 0,221 0,221 0,221 0,221 0,221 0,221 SANANE 0,172 0,172 0,172 0,172 0,172 0,172 0,172 0,172 0,172 0,172 0,172
(3)
(4)
203
Lampiran 7 Nilai Kerentanan Ekonomi Sosial di Lokasi Penelitian
Pulau
SV CI
SV II
POPI
LTI
TKI
SLRI
ETI
EFI
ERI
Ba lang Lo mpo
0
0,131554595
0,69453823
0,789709
0,5
0
0,384733
1
1
Ba lang Caddi
0,1558088
0,010726932
0,14675205
0,805795
1
0,666666667
0,137471
0,630608
0,211388
Langkadea
1
0
-0,0958657
0,708977
0,3
0
0
0
0
Panambungan
0,726239
0,392995662
-0,0958657
0
0
0
0
0
0
Badi
0,2530544
0,883605114
0
1
0,8
0,666666667
1
0
0,500986
Pajenekang
0,5318847
0,673876479
1
0,593422
0,4
0,666666667
0
0,629679
0,233942
Bontosua
0,7515263
0,530624681
0,00688532
0,743859
0,1
1
0,115078
0,534175
0
Sanane
0,5168946
1
0,58283184
0,72285
0,6
0,666666667
0,689162
0,00295
0,011063
Pulau
cvi (e k)
cvi(en)
CVI (EE)
Ba lang Lo mpo
0,323948
0,646183
0,452842
Ba lang Caddi
0,326189
0,38877
0,351221
Langkadea
0,336967
0
0,20218
Panambungan
0,209467
0
0,12568
Badi
0,497332
0,533629
0,511851
Pajenekang
0,540166
0,360936
0,468474
Bontosua
0,384042
0,362313
0,37535
Sanane
0,589231
0,30968
0,477411
Keterangan : SV CI (Ke rentanan Pantai), SV II (Keterisolasian Pulau), Popi (indeks penduduk), Lt i (Degradasi Lahan), Tki (Degradasi Terumbu Karang), SLRi
(Da mpa k keaikan Muka Laut), Eti (Perdagangan Eksternal), EFi (Keuangan Eksternal), Eri (Keterpencilan Ekonomi), CVI Ek (Kerentanan Lingkungan), CVI En
(Kerentanan ekonomi), CVI EE (Ko mposit Kerentanan Lingkungan dan Kerentanan Ekono mi)
(5)
(6)
205
Lampiran 8 Standarisasi Alat Tangkap Pancing terhadap Penangkapan Ikan Kakap Merah (
Lutjanus camphechanus
)
Tahun
Produksi Effort CPUE Indeks STD Effort
Total effort
Produksi Total
Rawai Pancing Rawai Pancing Rawai Pancing Pancing Pancing
1994 1099,35 1168,70 214.145 160.752 0,005133671 0,007270205 0,706124667 151213,07 311965,07 2268,05
1995 1143,45 1219,33 221.244 166.283 0,005168276 0,00733286 0,704810344 155935,06 322218,06 2362,78
1996 1216,18 1291,1 224.667 191.927 0,005413256 0,006727037 0,804701415 180789,85 372716,85 2507,28
1997 1300,60 1536,58 232.390 200.904 0,005596626 0,00764833 0,731744929 170050,20 370954,20 2837,18
1998 1455,30 1671,73 260.509 182.968 0,005586371 0,009136734 0,61141882 159280,11 342248,11 3127,03
1999 1785,91 2099,45 301.487 193.807 0,005923672 0,010832684 0,546833235 164863,11 358670,11 3885,36
2000 2135,84 2313,80 291.161 197.738 0,007335598 0,011701342 0,626902258 182529,49 380267,49 4449,64
2001 2200,38 3053,38 302.791 203.387 0,007266993 0,015012661 0,484057619 146568,29 349955,29 5253,76
2002 2281,23 2390,77 304.618 208.983 0,007488822 0,011440021 0,654616087 199407,84 408390,84 4672,00
2003 2395,33 2826,22 318.774 208.743 0,007514195 0,013539232 0,554994165 176917,71 385660,71 5221,55
2004 2488,71 3263,15 313.147 243.449 0,007947418 0,013403834 0,592921221 185671,50 429120,50 5751,86
2005 2495,78 3678,8 334.268 249.340 0,007466404 0,014754151 0,506054481 169157,82 418497,82 6174,58
2006 2501,38 3549,88 343.376 230.662 0,007284668 0,015389965 0,473338812 162533,19 393195,19 6051,26
2007 2584,82 3540,05 372.164 264.909 0,006945379 0,013363268 0,519736553 193427,23 458336,23 6124,87
2008 2688,35 3582,28 382.333 272.177 0,007031436 0,013161582 0,534239407 204257,36 476434,36 6270,63
2009 2971,99 3830,68 422.289 325.024 0,007037811 0,011785837 0,597141331 252166,22 577190,22 6802,67
Rata-rata 2046,5375 2563,49375 302460,1875 218815,8125 0,006633787 0,011406234 0,603102209 178423 397238,82 4610,03125