101
Jika dibandingkan dengan luas perairan dangkal pulau Tanakeke dan Lantangpeo 29,14 km
2
, maka persentase masing-masing kategori kesesuaian tersebut dapat dilihat pada Gambar 32. Perbedaan pemanfaatan lahan perairan ini disebabkan
oleh adanya faktor musim, dimana pada musim barat dan timur mempunyai arus dan gelombang yang cukup kuat sehingga lokasi perairan yang bisa dimanfaatkan
hanya di dalam teluk saja, sedangkan pada musim peralihan relatif lebih tenang sehingga pemanfaatannya bisa dilakukan di luar teluk di sekeliling pulau.
Gambar 32
Diagram persentase kesesuaian perairan budidaya rumput laut di Pulau Tanakeke
Analisis evaluasi kesesuaian lahan perairan tersebut dilakukan berdasarkan kriteria dari yang paling penting sampai yang kurang penting
Lampiran 1. Kriteria tersebut diperoleh dari hasil penilaian beberapa respoden yang berasal dari perguruan tinggi yang berkecimpung di bidang perikanan dan
kelautan, dinas perikanan dan kelautan, pakar budidaya rumput laut dan masyarakat petani rumput laut itu sendiri.
12.8 12.8 33.8
14.1 53.4
73.1
20 40
60 80
100
Sangat Sesuai Sesuai
Tidak Sesuai
Musim Peralihan Musim Barat-Timur
102
Dalam penentuan kesesuaian lahan ini dievaluasi 5 karakteristik perairan yaitu: i keterlindungan ii kedalaman perairan, iii kecepatan arus, iv substrat
dasar perairan, dan v kecerahan perairan. Sedangkan parameter lainnya seperti suhu, salinitas, dan pH perairan tidak dimasukkan dalam analisis spasial karena
pada umumnya masih dalam batas yang normal untuk pertumbuhan rumput laut. Dari lima parameter kesesuaian yang dievaluasi dalam penentuan
kesesuaian lahan perairan budidaya rumput laut tersebut terungkap parameter keterlindungan yang paling penting untuk menjamin pertumbuhan rumput laut,
sebab arus yang kuat akan dapat merusak atau menghambat pertumbuhan rumput laut. Kecepatan arus yang diperoleh di lapangan berkisar antara 10-50 cmdtk.
Kecepatan arus yang baik untuk lokasi budidaya rumput laut adalah antara 20-40 cmdtk, lokasi yang tidak memenuhi kriteria tersebut berada jauh dari pantai dan
kedalamannya lebih dari 5 m. Hal ini sesuai dengan pendapat Sulistijo 1997 bahwa kecepatan arus antara 20-30 cmdtk adalah sangat sesuai, sedangkan 30-40
cmdtk adalah kategori sesuai. Selanjutnya, parameter paling penting kedua adalah parameter kedalaman.
berdasarkan hasil pengukuran dilapangan menunjukkan bahwa kedalaman perairan umumnya berkisar antara 1,0 - 5,0 m. Kisaran tersebut merupakan
kisaran yang baik untuk pertumbuhan rumput laut jenis Eucheuma dengan metode long line
. Untuk budidaya rumput laut dengan metode rakit apung atau long line kedalaman 1,0-2,5 m termasuk kategori sesuai, sedangkan kedalaman 2,5-5,0 m
masuk dalam kategori sangat sesuai. Menurut Yulianda et al 2001 kedalaman perairan untuk jenis Eucheuma yaitu kedalaman air pada waktu surut terendah 50-
100 cm, dan tidak lebih dari 200-300 cm pada waktu pasang. Parameter
selanjutnya adalah subtrat dasar perairan, berdasarkan hasil
survey lapangan bahwa pada kedalaman antara 1,0 - 5,0 m umumnya bersubstrat pasir, lamun dan sedikit berkarang. Kondisi ini cukup layak bagi kelangsungan
pertumbuhan rumput laut karena terhindar dari kekeruhan yang menyebabkan terganggunya proses fotosintesis yang dapat menurunkan produktivitas perairan.
103
Karakteristik perairan berikutnya adalah kecerahan perairan, dimana berdasarkan hasil pengukuran di lapangan diperoleh nilai kecerahan berkisar
antara 60 -100. Kecerahan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kedalaman penetrasi cahaya di dalam laut, selain absorpsi cahaya itu sendiri oleh
air Nybakken, 1988. Selain kelima parameter tersebut di atas, parameter lain seperti suhu
perairan, salinitas air laut, derajat keasaman pH, dan oksigen terlarut masih pada batas yang wajar untuk pertumbuhan rumput laut. Suhu perairan di lokasi
penelitian berkisar antara 28-32 C, sedangkan salinitasnya berkisar antara
29-35 ‰, pH berkisar antara 7,0-8,5. Ini masih berada pada kisaran yang sesuai untuk pertumbuhan rumput laut jenis Eucheuma. Menurut Yulianda et al 2001
untuk rumput laut jenis Eucheuma kisaran suhu air laut antara 27-30 C, dan
salinitas perairan sekitar 30-37 ‰. Sedangkan menurut Sulistijo 1997 Eucheuma
akan tumbuh baik pada salinitas 28-34 ‰ dengan nilai optimum 33 ‰. Perairan budidaya sebaiknya mempunyai pH antara 7,8-8,2 Indriani dan
Sumiarsih, 1999. Keberhasilan suatu kegiatan budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh
faktor lahan perairan, oleh karena itu untuk memperoleh hasil yang optimal dari kegiatan tersebut hendaknya dipilih lokasi yang sesuai dengan aspek eko-
biologinya persyaratan tumbuhnya, seperti pemilihan bibit yang bagus, perairan yang cukup tenang dan terlindung dari pengaruh angin, ombak dan arus yang kuat
serta tingkat kecerahan perairan yang tinggi. Kondisi ini biasanya ditemukan pada
teluk-teluk yang agak tertutup dan di sekitar gugus pulau-pulau kecil.
Kebijakan pengembangan kegiatan budidaya rumput laut, khususnya di Kepulauan Tanakeke harus mempertimbangkan daya dukung lahan. Dimana
aspek ini sangat menentukan keberlanjutan kegiatan budidaya rumput laut tersebut. Daya dukung yang digunakan dianalisis dengan pendekatan luas areal
budidaya yang sesuai kategori sangat sesuai dan sesuai, kapasitas lahan dan metode budidaya yang diterapkan. Hasil analisis daya dukung lahan untuk
pengembangan budidaya rumput laut di Kepulauan Tanakeke dapat dilihat pada Tabel 35 dan Tabel 36.
104
Tabel 35 . Daya dukung lahan perairan untuk budidaya rumput laut musim
peralihan
Luas Lahan km
2
Kapasitas Lahan
km
2
Daya Dukung lahan jumlah unit budidaya rumput laut
No. Gugus
Pulau Sangat
Sesuai Sesuai
Sangat Sesuai
Sesuai Sangat
Sesuai Sesuai
1. Tanakeke 2. Lantangpeo
3,73 9,86 2.56 6.76 1067 2817
3. Bauluang -
- -
- -
- 4. Satangnga
- -
- -
- -
5. Dayang2an -
- -
- -
- Jumlah
3,73 9,86 2.56 6.76 1067 2817
Sumber : Hasil analisis 2003 Keterangan Tabel :
Kapasitas lahan perairan adalah 68.57 dari luas lahan yang sesuai sangat sesuai dan sesuai Luas satu unit budidaya dengan metode long line = 2400 m
2
atau 0,0024 km
2
DD lahan jumlah Unit = Kapasitas lahan luas unit budidaya rumput laut
Berdasarkan hasil analisis daya dukung lahan untuk kegiatan budidaya rumput laut pada musim peralihan didapatkan luas kapasitas lahan untuk kategori
sangat sesuai dan sesuai masing-masing sebesar 2.56 km
2
dan 6.76 km
2
sedangkan jumlah unit usaha budidaya rumput laut yang dapat didukung untuk kegiatan budidaya tersebut pada kategori sangat sesuai dengan sesuai masing-
masing sebanyak 1067 unit dan 2817 unit Tabel 35. Jika digabungkan jumlah unit usaha budidaya rumput laut tersebut maka total unit yang dapat diusahakan
pada musim peralihan yaitu sebesar 3.884 unit. Daya dukung lahan untuk kegiatan budidaya rumput laut pada musim
barat dan timur didapatkan luas kapasitas lahan untuk kategori sangat sesuai dan sesuai masing-masing sebesar 2.56 km
2
dan 2.82 km
2
sedangkan jumlah unit usaha budidaya rumput laut yang dapat didukung untuk kegiatan budidaya
tersebut pada kategori sangat sesuai dengan sesuai yaitu masing-masing sebanyak 1067 unit dan 1175 unit Tabel 36. Jika digabungkan jumlah unit usaha budidaya
rumput laut tersebut maka total unit yang dapat diusahakan pada musim barat dan timur yaitu sebesar 2242 unit.
105
Tabel 36 . Daya dukung lahan perairan untuk budidaya rumput laut Musim Barat
dan Timur
Luas Lahan km
2
Kapasitas Lahan
km
2
Daya Dukung lahan jumlah unit budidaya rumput laut
No. Gugus
Kepulauan Tanakeke
Sangat Sesuai
Sesuai Sangat
Sesuai Sesuai
Sangat Sesuai
Sesuai 1. Tanakeke
2. Lantangpeo
3,73 4,11 2.56 2.82 1067 1175
3. Bauluang -
- -
- -
- 4. Satangnga
- -
- -
- -
5. Dayang2an -
- -
- -
- Jumlah
3,73 4,11 2.56 1.32 1067 1175
Sumber : Hasil analisis 2003
Keramba Jaring Apung.
Hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan untuk kegiatan budidaya ikan kerapu dengan keramba jaring apung KJA di Kepulauan
Tanakeke disajikan pada Tabel 37, sedangkan peta kesesuaian lahannya dapat
dilihat pada Gambar 33. Tabel 37
. Hasil analisis evaluasi kesesuaian lahan untuk keramba jaring apung di Kepulauan Tanakeke
Kesesuaian Lahan km
2
Gugus Pulau Sangat Sesuai
Sesuai Tidak Sesuai
Jumlah total perairan yang sesuai km
2
Tanakeke Lantangpeo
1,22 1,47 26.45
2.69 Bauluang - -
- Satangnga - -
- Dayang2an -
- -
Total 1,22 1,47
26.45 2.69
Sumber : Hasil analisis 2003
Hasil evaluasi kesesuaian lahan yang didapatkan tersebut Tabel 37 terungkap bahwa lokasi yang sesuai untuk usaha keramba jaring apung hanya
diperairan sekitar gugus Pulau Tanakeke dan Lantangpeo. Hal ini disebabkan kedua pulau tersebut memiliki teluk yang agak tertutup sehingga cukup terlindung
dari gelombang dan arus dari lepas pantai. Jika dibandingkan dengan luas perairan dangkal Pulau Tanakeke dan
Lantangpeo 29,14 km
2
, maka lahan perairan yang dimanfaatkan untuk kegiatan keramba jaring apung hanya sekitar 9.23 Gambar 34.
106
Gambar 33.
Peta kesesuaian lahan keramba jaring apung KJA di perairan Kepulauan Tanakeke
742500
742500 750000
750000 757500
757500 93
900 00
93 90
00 93
975 00
93 97
50
PETA KESESUAIAN KJA
DI KEPULAUAN TANAKEKE
1000 1000
2000 Meter N
E W
S
5° 5°
3° 3°
118° 120°
120° 118°
122°
122° Prov. Sulawesi Selatan
Prov. Sulawesi Barat
Peta Indeks
Sesuai Sangat Sesuai
Legenda :
Sumber : - Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal
- Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Citra Satelit Landsat_TM 2003
PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bogor 2007
ABDUL RAUF PROGRAM S3
Pulau Dayang-dayangan
Pulau Satangnga Pulau Bauluang
Pulau Lantangpeo
Pulau Tanakeke
Penentuan lokasi tersebut dengan mempertimbangkan beberapa parameter dan salah satu diantaranya adalah parameter keterlindungan, dimana parameter ini
sangat menentukan tingkat keberhasilan kegiatan budidaya dengan KJA dan menduduki peringkat kategori yang sangat penting, seperti daerah teluk.
Gambar 34
Diagram persentase kesesuaian perairan budidaya KJA di Pulau Tanakeke
Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa di lokasi penelitian terdapat beberapa teluk yang berpotensi untuk pengembangan budidaya ikan
kerapu dengan sistem KJA Tabel 38.
Tabel 38 Luas teluk yang ada di sekitar Pulau Tanakeke dan Lantangpeo
No Nama Teluk
Luas km
2
1. Tompotanah 1,40
8.72 2. Rewataya
10,50 65.42
3. Balangloe 0,88
5.48 4. Kalukuang
0,92 5.73
5. Bangkotinggia 1,16
7.23 6. Lantangpeo
1,19 7.41
Total 16,05 100
Sumber: Data primer hasil analisis Citra Landsat TM Mei, 2003.
4 .19 5 .0 4
9 0 .7 7
10 20
30 40
50 60
70 80
90 100
P er
s en
tas e k
es e
s uai
an lahan
per a
ir an
Sangat Sesuai Sesuai
Tidak Sesuai
Selain daerah teluk yang relatif terlindung ini, parameter lainnya seperti kedalaman perairan, kecepatan arus, kecerahan perairan dan kualitas perairan juga
sangat menentukan dalam penentuan alokasi budidaya dengan sistem KJA. Hasil pengamatan lapangan pada daerah teluk di Pulau Tanakeke yang umumnya
terlindung dari arus dan gelombang besar, kedalaman 1-18 m, kecepatan arus 10-40 cmdtk dengan jenis subtrat dasar perairan berlumpur campur pasir, berpasir
dan berkarang, serta kecerahan perairan 40 – 100 memungkinkan untuk dikembangkannya budidaya ikan kerapu dengan KJA.
Berdasarkan hasil analisis tumpangsusun yang dilakukan didapatkan bahwa parameter keterlindungan masuk dalam kategori paling penting dalam
menentukan lokasi untuk budidaya ikan kerapu dengan KJA di laut. Lokasi ini umumnya dapat ditemukan di daerah teluk. Parameter penting selanjutnya adalah
kedalaman dimana sangat berperan dalam pengoperasian KJA karena dengan mengetahui kedalaman perairan berarti dapat mengetahui kedalaman jaring yang
akan digunakan dapat ditentukan. Parameter kecepatan arus juga tak kalah pentingnya dengan keriteria yang
lain, dimana sangat berperan untuk membawamembilas flushing sisa pakan atau kotoran ikan tetapi tidak sampai mengganggu jaring sehingga mengurangi
luasan ruang ikan dalam keramba Kusumastanto et al, 2000. Parameter kecerahan perairan juga mempengaruhi kegiatan budidaya dalam
KJA. Kecerahan perairan menunjukkan kemampuan cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu, faktor-faktor yang mempengaruhi kecerahan
adalah kandungan lumpur, plankton dan bahan-bahan yang terlarut lainnya. Keadaan tersebut dapat mengurangi laju fotosintesis serta mengganggu
pernapasan hewan di air dan bahkan tidak layak untuk kegiatan budidaya ikan. Parameter lainnya seperti suhu perairan, dari pengamatan lapangan bahwa
suhu perairan di sekitar Pulau Tanakeke berkisar antara 28-32 C. Suhu perairan
yang baik dan layak untuk budidaya ikan laut adalah 27-32 C Rachmansyah,
2004. Sedangkan salinitas perairan di Pulau Tanakeke dari pengamatan lapangan berkisar 29 - 35 ‰, pH air laut berkisar antara 7,0 - 8,5. Menurut Beveridge
1987 dalam pemilihan lokasi untuk pengembangan KJA di laut kriteria suhu
air, salinitas, DO, pH, kekeruhan, pencemaran, padatan terlarut, dan alga lebih diperuntukkan pada kondisi fisika-kimia air laut yang akan menentukan bagi
pemilihanperkembangan ikan budidaya. Analisis daya dukung lahan perairan Kepulauan Tanakeke untuk kegiatan
budidaya ikan dengan keramba jaring apung dilakukan dengan pendekatan luas areal kegiatan budidaya yang sesuai kategori sangat sesuai dan sesuai dan
kapasitas lahan. Hasil analisis daya dukung lahan untuk pengembangan kegiatan budidaya ikan dengan KJA di Kepulauan Tanakeke dapat dilihat pada Tabel 39.
Berdasarkan hasil analis daya dukung lahan tersebut diperoleh luas kapasitas lahan untuk kategori sangat sesuai dan sesuai masing-masing sebesar
0,36 km
2
dan 0,44 km
2
sedangkan jumlah unit KJA yang dapat didukung untuk kegiatan budidaya tersebut pada kategori sangat sesuai dengan sesuai yaitu
masing-masing sebanyak 2.500 unit dan 3.056 unit Tabel 39.
Tabel 39 Daya dukung lahan perairan untuk kegiatan budidaya ikan dengan
keramba jaring apung KJA
Luas Lahan km
2
Kapasitas Lahan km
2
Daya Dukung lahan Jumlah Unit KJA
No. Gugus
Pulau Sangat
Sesuai Sesuai
Sangat Sesuai
Sesuai Sangat
Sesuai Sesuai
1. Tanakeke 2. Lantangpeo
1,22 1,47 0,36 0,44 2.500
3.056
3. Bauluang
- -
- - - - 4.
Satangnga -
- - - - -
5. Dayang2an
- -
- - - - Jumlah
1,22 1,47 0,36 0,44 2.500
3.056
Sumber : Hasil analisis 2003
Keterangan Tabel : Kapasitas lahan perairan adalah 29.75 dari luas lahan yang sesuai sangat sesuai dan sesuai
Luas satu unit budidaya ikan dengan KJA = 12 x 12 m
2
= 144 m
2
= 0,00014 km
2
DD lahan jumlah Unit = Kapasitas lahan luas unit budidaya rumput laut
Perikanan Tangkap.
Berdasarkan hasil deliniasi dari lokasi penangkapan ikan yang sesuai baik untuk penangkapan ikan pelagis maupun ikan karang di
dapatkan luas masing-masing sebesar 354,04 km
2
dan 57,34 km
2
Gambar 35 dan
36.
Dalam penentuan kesesuaian daerah penangkapan ikan fishing ground, banyak aspek yang dapat menjadi indikator, seperti produktivitas perairan,
parameter oceanografi, ketersediaan makanan ikan, jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan, pencemaran dan lain-lain. Akan tetapi dalam studi ini penulis tidak
melakukan pengukuran terhadap kriteria-kriteria tersebut dengan alasan bahwa lokasi studi masih dalam kondisi lingkungan yang masih relatif alami dan semua
persyaratan lingkungan masih cukup mendukung untuk ketersediaan berbagai jenis ikan karang maupun pelagis ekonomis penting yang menjadi tujuan
penangkapan.
Penentuan daerah penangkapan ikan di daerah studi, baik ikan karang maupun ikan pelagis kecil dan cakalang didasarkan pada hasil wawancara dengan
nelayan yang menangkap di sekitar Kepulauan Tanakeke, baik nelayan pendatang maupun nelayan yang berdomisidi di Kepulauan Tanakeke sendiri. Berdasarkan
informasi yang diperoleh dari sekitar 93 responden dengan jenis alat tangkap yang berbeda, maka daerah penangkapan yang sesuai baik ikan karang maupun ikan
pelagis berada pada sekitar perairan Kepulauan Tanakeke. Untuk mendeliniasi sampai dimana batas daerah-daerah yang sesuai untuk penangkapan ikan tersebut,
didasarkan pada pengalaman-pengalaman nelayan dimana sering melakukan penangkapan secara turun temurun dengan kemampuan armada dan alat tangkap
yang dimiliki Lampiran 10. Disamping itu, yang sangat menentukan dalam penangkapan ikan adalah
faktor musim, dimana di Kawasan perairan Kepulauan Tanakeke pada musim barat dan timur tidak ada aktivitas penangkapan sama sekali karena tinggi
gelombang bisa mencapai 2 meter. Kedua musim tersebut umumnya terjadi pada bulan Nopember sampai dengan bulan Pebruari
111
Gambar 35 . Peta kesesuaian lokasi penangkapan ikan pelagis kecil dan cakalang di sekitar perairan Kepulauan Tanakeke
Pulau Tanakeke Pulau Lantangpeo
Pulau Bauluang Pulau Satangnga
Pulau Dayang-Dayangan
ABDUL RAUF PROGRAM S3
PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bogor 2007 Sumber :
- Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal
- Citra Satelit Landsat_TM 2003
Legenda :
Sesuai Daerah Penangkapan Ikan Pelagis
Peta Indeks
5° 5°
3° 3°
118° 120°
120° 118°
122°
122° Prov. Sulawesi Selatan
Prov. Sulawesi Barat
N E
W S
1000 1000
2000 Meter
PETA DAERAH PENANGKAPAN IKAN PELAGIS
DI PERAIRAN KEPULAUAN TANAKEKE
742500
742500 750000
750000 757500
757500 9390
000 9390
000 939
750 93
975 00
1
1
1 1
1 1
112
Gambar 36 . Peta kesesuaian lokasi penangkapan ikan karang dan demersal di sekitar perairan Kepulauan Tanakeke
Pulau Tanakeke Pulau Lantangpeo
Pulau Bauluang Pulau Satangnga
Pulau Dayang-Dayangan
ABDUL RAUF PROGRAM S3
PS. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan SPL
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Bogor 2007 Sumber :
- Peta LPI Skala 1:50.000, Bakosurtanal - Peta Rupa Bumi Skala 1:50.000, Bakosurtanal
- Citra Satelit Landsat_TM 2003
Legenda :
Peta Indeks
5° 5°
3° 3°
118° 120°
120° 118°
122°
122° Prov. Sulawesi Selatan
Prov. Sulawesi Barat
N E
W S
1000 1000
2000 Meter
PETA DAERAH PENANGKAPAN IKAN KARANG
DI KEPULAUAN TANAKEKE
742500
742500 750000
750000 757500
757500 939
000 93
900 00
93 975
00 939
750
Sesuai Daerah Penangkapan IKan Karang
1
1 1
1
113
Kesesuaian dan Daya Dukung Lahan Pariwisata
Berdasarkan hasil survei lapangan dan evaluasi kesesuaian lahan untuk kegiatan pariwisata di Kepulauan Tanakeke dikelompokkan kedalam dua kegiatan
wisata yaitu wisata pantai dan wisata bahari. Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai
seperti rekreasi, dan menikmati pemandangan wisata mangrove. Sedangkan wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya bawah
laut seperti selam dan snorkling.
Wisata Pantai. Berdasarkan hasil analisis spasial dengan pendekatan
Sistem Informasi Geografis SIG dengan memasukkan parameter kesesuaian lahan, maka daerah yang masuk kategori sangat sesuai dan sesuai untuk wisata
pantai kategori wisata mangrove di gugus Kepulauan Tanakeke berada di pulau Tanakeke, Lantangpeo dan Bauluang dengan panjang jalur tracking masing-
masing 2.88 km, 4.61 km dan 1.94 km. Hasil evaluasi kesesuaian lahan tersebut disajikan pada Tabel 40 dan Gambar 37. Sedangkan wisata pantai kategori wisata
rekreasi berada di pulau Bauluang, Satangnga dan sepanjang pantai Pulau Dayang-Dayangan, baik di daratan pantai pasir putih maupun di perairan pantai
dengan kedalaman 1 – 10 meter. Hasil evaluasi kesesuaian lahan tersebut disajikan pada Tabel 41 dan Gambar 38.
Tabel 40 Hasil evaluasi kesesuaian lahan perairan untuk wisata pantai kategori
wisata mangrove
Kelas kesesuaian Lahan No. Gugus
Kepulauan Tanakeke
Sangat Sesuai km Sesuai km
1. Pulau Tanakeke
- 2.88
2. Pulau Lantangpeo
Jalur 1 Jalur 2
Jalur 3 Jalur 4
4.61 2.10