53
3.8 Asumsi Dasar
Model-model bioekonomi baik statik maupun dinamik serta model DEA untuk pengukuran kapsitas penangkapan dalam penelitian ini dapat diterapkan
dalam pengelolaan ke depan jika dipenuhi beberapa asumsi dasar sebagai berikut: 1 Kegiatan illegal fishing di daerah operasi kapal-kapal pukat udang tidak
berpengaruh signifikan terhadap produktivitas. 2 Variasi dalam distribusi spasial stok sumber daya udang di Laut Arafura
diabaikan, terutama dalam perhitungan produksi penangkapan. 3 Kondisi lingkungan Laut Arafura relatif stabil dalam jangka sedang dan tidak
mengakibatkan perubahan K carrying capacity dan r pertumbuhan instrinsik.
4 Parameter-parameter ekonomi menyangkut harga dan biaya diasumsikan tidak berubah selama periode analisis.
5 Interaksi antar spesies seperti predator-prey tidak diperhitungkan dalam model ini votka-voltera effect.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Perikanan Udang di Wilayah Studi
Laut Arafura termasuk paparan Sahul yang memiliki kedalaman perairan berkisar antara 5-60m atau rata-rata 30m dengan lapisan tebal berupa lumpur dan
sedikit pasir yang mencakup hampir 70 persen dari luas wilayah perairannya. Di daerah pantai Irian Jaya banyak terdapat hutan mangrove yang merupakan faktor
utama dalam produktivitas primer dan juga sebagai daerah penyangga potensi sumberdaya ikan khususnya sumberdaya udang. Wilayah perairan ini pernah
menjadi daerah operasi armada kapal pair-trawl Taiwan yang mencari ikan dasar Hsia-Chiang, 1976; wilayah ini terletak mulai dari 132°BT hingga 139°BT yang
mencakup wilayah perairan Nusantara, ZEE Indonesia, perairan teritorial dan ZEE Australia dengan total luas sebesar 434.011 km
2
Gambar 10. Dalam periode 1972-1974, jenis ikan yang paling umum atau paling tinggi persentase
tertangkapnya adalah golden thread fin Nemipterus spp..
Gambar 10. Daerah operasi armada kapal pair-trawl Taiwan periode 1972- 1974
55 Beberapa wilayah perairan yang merupakan basis armada trawl yang
beroperasi di Laut Arafura adalah Benjina, Wannam, Agats, Avona Maparpe dan Merauke. Beberapa basis penangkapan tersebut diantaranya dibangun oleh
perusahaan penangkapan udang, seperti PT Daya Guna Samudera, anak perusahaan dari PT. Djajanti Group Gambar 11.
Gambar 11. Basis Armada Kapal Trawl Pt Darma Guna Samudera, Anak Perusahaan dari Djajanti Group, di Benjina, Kepulauan Aru
Daerah penangkapan pukat udang di L. Arafura bisa juga dipantau dari layar monitor Vessel Monitoring System VMS yang baru dioperasikan oleh DKP mulai
tahun 2004, dimana kapal-kapal yang dipasang transmitter VMS dapat dipantau gerakannya selama 24 jam. Data terakhir Februari 2005 di Ditjen Perikanan
Tangkap menunjukkan bahwa kapal pukat udang yang diberikan izin di L. Arafura berjumlah 355 kapal yang berkisar besarnya antara 31 GT sampai dengan
515 GT, sebagian besar didominasi kapal antara 100 sd 200 GT. Gambar 12
56 berikut menunjukkan daerah penangkapan fishing ground yang merupakan
daerah operasi penangkapan kapal pukat udang, berarti daerah yang potensial.
Gambar 12. Mobilitas kapal pukat udang di Laut Arafura berdasarkan pemantauan
VMS Sumber: Direktorat Jenderal Pengendalian dan Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
Menurut Sumiono 2003, hasil penelitian pada tahun 2000 menunjukan bahwa komposisi rata-rata hasil tangkapan trawl di Laut Arafura terdiri dari ikan
demersal sebanyak 38,45 87,07 kgjam dari total hasil tangkapan, ikan rucah trash fishes sebanyak 31,53 71,40 kgjam, ikan pelagis 8,63 19,54
kgjam, udang 8,11 18,36 kgjam, cumi-cumi 2,06 2,96 kgjam, rajungan 4,59 10,39 kgjam dan lainnya 6,63. Kontribusi ikan demersal yang cukup
menonjol adalah famili Synodontidae beloso sebesar 30,20 kgjam, Leiognathidae petek 20,88 kgjam dan Nemipteridae kurisi 5,53 kgjam.
Menurut Sumiono 2003, penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya oleh Iskandar pada tahun 1993 menghasilkan prediksi bahwa prosentase produksi
57 udang ukuran besar yang berasal dari Laut Arafura sejak tahun 1985 sampai 1990
cenderung menurun. Sebaliknya udang yang berukuran kecil cenderung meningkat. Hal ini mirip dengan hasil penelitian Sumiono sebelumnya pada tahun
1998 di perairan Kaimana, bahwa laju tangkap udang berukuran kecil lebih banyak daripada udang berukuran besar.
Hasil penelitian Naamin 1984 menunjukkan bahwa tingkat pengusahaan udang jerbung di perairan Arafura sudah melampui MSY over-exploited. Lebih
lanjut Naamin berpendapat bahwa dalam rangka menjamin keuntungan perusahaan dan kelestarian sumberdaya, maka alternatif pengelolaan yang dapat
dikembangakan adalah: 1 penutupan musim dan daerah penangkapan; 2 penentuan ukuran udang terkecil yang boleh ditangkap; 3 pengaturan jumlah
upaya penangkapan.
4.2 Analisis Penangkapan Lestari Sustainable Yield