Pengembangan Model Bioekonomi untuk Pengelolaan Perikanan Udang

16 bisa lebih besar atau lebih kecil dari MEY dan MSY, tergantung dari pilihan intertemporal dalam pemanfaatan sumber daya. Menurut Clark 1976; 1985, dalam model dinamik nilai optimal untuk biomas x dan panen optimal h mengikuti persamaan sebagai berikut: 2 8 1 1 4 K c c c x pqK r pqK r pqK r d d d é ù æ ö æ ö ê ú ÷ ÷ ç ç = + - + + - + ÷ ÷ ç ç ê ú ÷ ÷ ÷ ÷ ç ç ç ç è ø è ø ê ú ë û …............................2.18 1 2 1 x h x pqx x r c K δ = − − − ………..………………2.19 δ = discount rate atau interest rate. Model bioekonomi tersebut akan digunakan untuk mengetahui kondisi perikanan udang di Laut Arafura berdasarkan data hasil penelitian. Menurut Purwanto 1984, kondisi perikanan lemuru di Selat Bali telah dianalisis dengan model dinamik dan menghasilkan kesimpulan bahwa dengan produksi lestari sebesar 80 ribu ton per tahun, tingkat rente ekonomi maksimum dicapai pada tingkat produksi 74 ribu ton per tahun. Hal ini membuktikan bahwa dengan model dinamik dapat diketahui tingkat produksi optimal yang menghasilkan rente ekonomi tertinggi, namun masih berada di bawah tingkat produksi lestari.

2.2 Pengembangan Model Bioekonomi untuk Pengelolaan Perikanan Udang

Model bioekonomi di atas adalah model bioekonomi generik yang sering digunakan untuk menganalisis berbagai tipe perikanan baik demersal maupun pelagis. Dalam kasus perikanan udang, ada beberapa penelitian yang menggunakan bioekonomi dengan mengembangkan model sederhana di atas 17 melalui pengembangan model bioekonomi yang lebih kompleks. Griffin 1983 misalnya, menggunakan General Bioeconomic Fishery Simulation Model GBFSM untuk menganalisis enam alternatif pengelolaan udang di Texas. Model bioekonomi yang dikembangkan adalah pengembangan model diskrit dari dasar model bioekonomi di atas dengan penambahan struktur mortalitas dan struktur biaya yang lebih kompleks. Model bioekonomi tersebut dianalisis untuk melihat dampak enam alternatif pengelolaan yakni dampak terhadap produksi total, jumlah yang terbuang discard, biaya dan penerimaan, dan jumlah effort yang digunakan. Model Griffin 1983 dikombinasikan dengan model simulasi untuk mengetahui beberapa skenario perubahan parameter pengelolaan seperti biaya dan penerimaan serta skenario penutupan seasonal closure. Hasil model Griffin 1983 menunjukkan bawah alternatif pengelolaan dengan menutup perairan offshore dan secara simultan menutup perairan teritorial berakibat terhadap penurunan hasil tangkapan pada tahun pertama, namun kemudian meningkat pada tahun-tahun berikutnya. Demikian juga penutupan perairan pesisir pada musim semi hanya berakibat sedikit terhadap keseimbangan bioekonomi. Dari model Griffith 1983 dapat diketahui bahwa alternatif pengelolaan yang dapat meningkatkan produksi udang adalah penutupan pada bulan Juni dan Juli serta penghapusan batasan ukuran size restriction. Pendekatan bioekonomi untuk pengelolaan perikanan udang juga telah digunakan untuk menganalisis alternatif pengelolaan udang di Teluk Meksiko oleh Ward dan Sutinen 1994. Dalam kasus tersebut, model bioekonomi digunakan untuk memprediksi perilaku masuk entry dan keluar exit dari para pelaku perikanan udang yang heterogen, berdasarkan pola keuntungan yang 18 myopic tidak jelas. Ward dan Sutinen 1994 menggunakan model kontinyu dengan menggunakan pendekatan analitik dan ekonometrik. Ward dan Sutinen 1994 menemukan bahwa perilaku keluar dan masuk tidak dipengaruhi oleh keragaman stok. Namun demikian, ekternalitas yang ditimbulkan oleh kepadatan crowding out externality menimbulkan dampak negatif terhadap kemungkinan entry terlepas dari perubahan kelimpahan stok, harga dan biaya. Dari studi ini juga dapat diketahui bahwa pengelolaan berdasarkan kuota pembatasan tangkapan total yang dibagi per kapal cenderung akan meningkatkan harga dan mengarah ke peningkatan armada dalam ukuran besar dan meningkatkan kecenderungan entry ke perikanan. Salah satu pengembangan terkini menyangkut model bioekonomi untuk perikanan udang juga dilakukan oleh Chapman dan Beare 2001. Kedua peneliti tersebut menganalisis efektivitas pengelolaan Individual Transferable Quota ITQ dan pengendalian input input control dalam kerangka pendekatan biologi dan ekonomi yang terintegrasi. Kerangka analisis yang digunakan adalah optimisasi stokastik untuk mengakomodasai ketidakpastian biologi. Sedikit berbeda dengan model konvensional, model persamaan biologi yang digunakan oleh Chapman dan Beare 2001 adalah model Ricker. Hasil studi Chapman dan Beare 2001 menunjukkan bahwa ITQ menjadi instrumen pengelolaan yang efektif dalam kasus di Norther Prawn Fishery NPF, terutama pada saat terjadinya peningkatan upaya penangkapan secara kontinyu effort creep. Namun demikian, keuntungan dalam penerapan ke arah sistim ITQ sangat tergantung dari keberhasilan dalam merasionalisasi struktur kapital. Lebih dari itu strategi pengelolaan alternatif seperti pengaturan musim dan penutupan area tertentu akan 19 memperkuat pengelolaan berbasis ITQ dan menambah manfaat pengelolaan perikanan udang itu sendiri. Chapman dan Beare 2001 lebih jauh juga menyimpulkan bahwa pengelolaan yang optimal untuk NPF dilakukan dengan kombinasi input control dan output control . Hal ini ditarik dari simulasi yang dilakukan dengan tiga pilihan pengelolaan yaitu: penutupan musim penangkapan; penerapan kuota dan kombinasi kuota dengan penutupan setengah musim. Hasil simulasi ketiga alternatif untuk kurun waktu 30 tahun dengan asumsi tidak terjadi peningkatan effort secara signifikan ditampilkan dalam logical framework sebagai berikut. Tabel 1. Logical Framework Simulasi Peningkatan Effort Chapman and Beare, 2001 Struktur Kapital Penutupan Musim Penerapan Kuota Kombinasi Kuota-Musim Struktur kapital tetap Jumlah kapal 115 115 115 TAC - 3812 ton 7651 ton Lama musim 26 minggu 23.8 minggu 28 minggu Effort tahunan 8706 hari 10960 hari 9440 hari Tangkapan tahunan 2416 ton 2198 ton 2479 ton Pendapatan bersihth 483 juta 426 480 juta Struktur kapital flexible Jumlah kapal 90 62 86 TAC - 4084 ton 5370 ton Lama musim 31 minggu 39.1 minggu 32 minggu Effort tahunan 8921 hari 8852 hari 8968 hari Tangkapan tahunan 2408 ton 2334 ton 2419 ton Pendapatan bersihth 489 juta 480 juta 489 juta Sejarah pengelolaan udang di Laut Arafura dimulai sejak ditemukannya lokasi penangkapan udang yang kaya pada tahun 1964 oleh kapal riset Baruna Jaya dan 20 diyakinkan dengan riset berikutnya tahun 1967. Sejak tahun 1969 mulai beroperasi penangkapan udang oleh dua perusahaan patungan dengan 9 sembilan kapal pukat udang, terus meningkat pada tahun 1978 beroperasi 120 kapal pukat udang berukuran antara 90 GT sampai dengan 594 GT oleh 17 perusahaan patungan Bailey et al., 1987. Gulland 1973 menilai pada saat itu sumberdaya udang di Laut Arafura mengalami tekanan dan terjadi penurunan tangkapan per unit upaya catch per unit effort dan merekomendasikan penangkapan dibatasi 90 kapal pukat udang. Uktoselja 1978 mengestimasi MSY udang di Laut Arafura adalah 5200 tontahun dan melaporkan pada tahun 1974 sumberdaya udang sudah overexploited. Naamin dan Noer 1980 mengestimasi MSY udang di Laut Arafura antara 6000 sampai dengan 6170 ton per tahun. Pada tahun 1970 kapal-kapal Taiwan mulai beroperasi dengan menggunakan pair trawl , juga dalam usaha patungan dengan perusahaan Indonesia. Naamin 1984 mengadakan penelitian untuk mengidentifikasi dinamika populasi udang Jerbung di Laut Arafura, khusus aspek biologi antara lain umur, pertumbuhan serta densitasnya. Hasil studi Naamin 1984 tersebut merekomendasikan pengelolaan dengan instrumen kebijakan input control dengan mengatur jumlah armada, penutupan musim penangkapan dan pengaturan ukuran mata jaring. Hasil studi Naamin 1984 tersebut dijadikan dasar pengelolaan dengan tingkat effort optimal berdasarkan biologi. Sejak dibukanya Laut Arafura untuk penangkapan udang tahun 1969 sampai sekarang, instrumen kebijakan yang diterapkan adalah input control, meliputi pengaturan jumlah armada dan pembatasan alat tangkap gear restriction. Instrumen kebijakan tersebut dibarengi dengan pemberlakuan pungutan yang 21 disebut Pungutan Hasil Perikanan PHP, yang merupakan resource fee ongkos sumber daya karena pemanfaatan sumber daya ikan milik negara. PHP tersebut merupakan pendapatan negara bukan pajak PNBP yang dikembalikan lagi untuk DKP dalam bentuk APBN anggaran dan pendapata belanja negara dalam rangka pengelolaan perikanan. Dalam prakteknya, kelemahan pengelolaan berdasarkan input control tersebut mendorong terjadinya peningkatan upaya untuk meningkatkan hasil tangkapan sebanyak-banyaknya. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan peningkatan mesin karena yang dibatasi dalam aturan GT nya dan peningkatan teknologi yang lebih canggih satelit, fish finder dll. Peningkatan kapasitas penangkapan tersebut secara perlahan berakibat kepada terjadinya overcapacity. Pada tahun 2001, Widodo et al. 2001 mulai memperkenalkan konsep pengelolaan berdasarkan bioekonomi dengan instrumen kebijakan input control dalam bentuk pengaturan jumlah kapal effort dan ukuran mata jaring gear restriction . Rekomendasi hasil penelitian tersebut adalah dikuranginya armada penangkapan udang hingga tingkat upaya penangkapan tahun 1995. Studi tersebut menghasilkan instrumen kebijakan dengan penentuan effort optimal berdasarkan bioekonomi. Dalam penelitian kali ini, penulis mengadakan pengkajian bioekonomi dan kapasitas sekaligus, untuk menentukan status terkini perikanan udang di Laut Arafura. Penulis tidak mengadakan pengkajian biologi, namun analisis pada dinamika populasi secara total dengan pendekatan surplus produksi. Instrumen kebijakan sebagai alternatif yang dikembangkan adalah pengurangan jumlah kapal, penerapan kuota dan penutupan musim penangkapan. 22

2.3 Pengelolaan Perikanan Fishery Management