Analisis Hidrograf Satuan Sintetik di DAS Wampu Kab. Langkat
ANALISIS HIDROGRAF SATUAN SINTETIK
DI DAS WAMPU KAB. LANGKAT
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Memenuhi ujian sarjana Teknik Sipil
08 0404 028
RAHMAD SIDDIK NASUTION
BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER DAYA AIR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
ABSTRAK
Daerah Sungai Wampu merupakan suatu Daerah Aliran Sungai yang terletak di Kabupaten Karo dan Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Daerah rawan banjir berpotensi mencakup daerah muara sungai. Faktor-faktor penyebab potensi banjir antara lain adalah perubahan tata guna lahan di sebagian wilayah. Untuk pengamanan potensi bahaya banjir di muara Daerah Aliran Sungai Wampu perlu diadakan penelitian untuk menentukan debit banjir di Daerah Aliran Sungai tersebut dan membandingkannya dengan debit observasi di lapangan atau debit observasi yang telah diteliti oleh badan yang berwenang, sehingga metode penulisan ini bisa digunakan untuk kepentingan penentuan data debit banjir beberapa waktu ke depan.
Metode penelitian yang digunakan yaitu metode pengumpulan dan analisa data. Pengumpulan data primer dan data sekunder, merupakan langkah awal dalam penelitian ini. Kemudian dianalisa dengan metode Analisa Intensitas Curah hujan jam-jaman dari tiga stasiun hujan yang selanjutnya parameter tersebut menjadi pendukung untuk menentukan debit banjir dari Metode Hidrograf Satuan Sintetik.
Nilai curah hujan yang digunakan untuk perhitungan intensitas curah hujan adalah nilai curah hujan Distribusi Log Person III periode ulang 5 tahun. Hasil debit puncak banjir Hidrograf Satuan Sintetik Snyder 854,07099 m3/detik pada t = 29 jam, Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu 2028,645848 m3/detik pada t = 10 jam dan Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I sebesar 2253,38 m3/detik pada t = 3,183 jam.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa metode Hidrograf Satuan Sintetik Snyder menunjukkan hasil yang lebih mendekati data debit observasi sebesar 792,114 m3/detik dibandingkan dengan metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu dan Gamma I yang sangat jauh dari debit observasinya. Hidrograf Satuan Sintetik Snyder adalah metode yang dapat digunakan untuk pengukuran debit di DAS Wampu.
(3)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum.Wr.Wb.
Alhamdulillah, segala puji syukur bagi Allah SWT yang telah memberi karunia kesehatan dan kesempatan kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Shalawat dan salam ke atas Baginda Rasullah Muhammad SAW yang telah memberi keteladanan tauhid, ikhtiar dan kerja keras sehingga menjadi panutan dalam menjalankan setiap aktifitas kami sehari-hari, karena sungguh suatu hal yang sangat sulit yang menguji ketekunan dan kesabaran untuk tidak pantang menyerah dalam menyelesaikan penulisan ini.
Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Studi Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Adapun judul skripsi yang diambil adalah “Analisis Hidrograf Satuan Sintetik di DAS Wampu Kab. Langkat”.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada beberapa pihak yang berperan penting yaitu :
1. Ibunda saya Painem. Spd dan Ayahanda saya Drs. Reflin Nasution tercinta yang telah banyak berkorban, memberikan motivasi hidup, semangat dan nasehat.
2. Kedua adik saya tercinta, Asyifah Regina Finkan Nasution dan Pristia Juli Astuti Nasution yang selalu mendoakan dan mendukung saya.
3. Bapak Ir. Syahrizal, MT dan Bapak Ivan Indrawan, ST, MT, selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak memberikan bimbingan yang sangat bernilai,
(4)
masukan, dukungan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membantu penulis menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Bapak Ir. Terunajaya, M.Sc selaku Dosen Koordinator Teknik Sumber Daya Air Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Bustami Syam, MSME selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak Ir. Syahrizal, MT selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
8. Bapak Dr. Ir. Ahmad Perwira Mulia, M.Sc dan Bapak Ir. Alferido Malik, selaku Dosen Pembanding, atas saran dan masukan yang diberikan kepada penulis terhadap Tugas Akhir ini.
9. Bapak/Ibu seluruh staff pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
10.Seluruh pegawai administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada penulis. (Kak Lince, Kak Dina, Kak Dewi, Bang Zul, Mas Bandi, Bang Edi dan Bang Amin).
11.Pak Arisman Hidrologi, Kak Dewi, dan Bg Diva di BWSS II yang sudah sangat membantu seluruh data debit observasi di DAS Wampu.
12.Pak Manat Panggabean di BMKG Sampali yang sudah membantu seluruh data Curah Hujan di Tugas Akhir ini.
13.Kawan-kawan seperjuangan angkatan 2008, Berry, Alfrendi, M. Hafiz ,Riza , Fadil, Aris, Imam, Muazzi, Dedial, Khatab, Khaidir, Ahmad, Deni, Indra, Maulana, Fadlan, Arifin, Galih, Roemanto, Sam, Boy, Johan, Topan, Ibnu, Harry Ucup, Ozi, dan
(5)
adik-adik angkatan 2011 serta teman-teman angkatan 2008 yang tidak dapat disebutkan seluruhnya, terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.
14.Dan segenap pihak yang belum penulis sebut di sini atas jasa-jasanya dalam mendukung dan membantu penulis dari segi apapun, sehingga Tugas Akhir ini dapat diselesaikan dengan baik.
Mengingat adanya keterbatasan-keterbatasan yang penulis miliki, maka penulis menyadari bahwa laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca diharapkan untuk penyempurnaan laporan Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, Desember 2014 Penulis,
08 0404 028 Rahmad Siddik Nst
(6)
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR NOTASI... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat ... 4
1.5 Pembatasan Masalah ... 4
1.6 Sistematika Penulisan ... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Hidrologi ... 7
2.1.1 Curah Hujan ... 10
2.1.2 Distribusi Frekuensi Curah Hujan ... 13
2.1.3 Uji Distribusi Frekuensi Curah Hujan ... 16
2.1.4 Uji Smirnov Kolmogorof ... 20
2.2 Hidrograf Satuan Sintetik ... 21
2.2.1 Hidrograf Satuan Sintetik Snyder ... 21
2.2.2 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ... 25
2.2.3 Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I ... 27
BAB III METODE PENELITIAN ... 32
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 32
3.2 Rancangan Penelitian ... 32
(7)
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 36
3.5 Variabel yang Diamati ... 37
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 38
4.1 Analisa Hidrologi ... 38
4.1.1 Curah Hujan Harian Maksimum ... 38
4.1.2 Penentuan Pola Distribusi Hujan ... 41
4.1.2.1 Parameter Statistik Sebaran Normal... 42
4.1.2.2 Analisa Curah Hujan Distribusi Log Normal ... 44
4.1.2.3 Analisis Curah Hujan Dengan Distribusi Log Pearson III ... 46
4.1.2.4 Analisa Curah Hujan Distribusi Gumbel... 48
4.2 Analisa Hidrologi ... 50
4.2.1 Analisa Frekuensi Curah Hujan ... 50
4.2.2 Jenis Distribusi ... 52
4.2.3 Uji Sebaran Smirnov-Kolmogorov ... 53
4.2.4 Koefisien Pengaliran ... 56
4.2.5 Perhitungan Intensitas Hujan Jam-jaman ... 57
4.3 Hidrograf Satuan Sintetik ... 60
4.3.1 Hidrograf Satuan Sintetik Snyder ... 60
4.3.2 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ... 70
4.3.3 Hidrograf Satuan Sintetik Gamma-I ... 81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93
5.1 Kesimpulan ... 93
5.2 Saran ... 94
DAFTAR PUSTAKA ... 95
(8)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Nilai Variabel Reduksi Gauss ... 13
Tabel 2.2 Nilai K untuk Distribusi Log Normal ... 14
Tabel 2.3 Nilai K untuk distribusi Log-Pearson III ... 16
Tabel 2.4 Standar Deviasi (Yn) untuk distribusi Gumbel... 18
Tabel 2.5 Reduksi Variat (YTr) sebagai fungsi periode ulang Gumbel ... 19
Tabel 2.6 Reduksi Standar Deviasi (Sn) untuk distribusi Gumbel ... 19
Tabel 4.1 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Teluk ... 39
Tabel 4.2 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Perdamean ... 40
Tabel 4.3 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Padang Brahrang ... 40
Tabel 4.4 Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan ... 41
Tabel 4.5 Analisa Curah Hujan Distribusi Normal ... 42
Tabel 4.6 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Normal ... 43
Tabel 4.7 Analisa Curah Hujan dengan Distribusi Log Normal ... 44
Tabel 4.8 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Log Normal ... 44
Tabel 4.9 Analisa Curah Hujan dengan Distribusi Log Pearson III ... 46
Tabel 4.10 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Log Pearson III ... 47
Tabel 4.11 Analisa Curah Hujan dengan Distribusi Gumbel ... 48
Tabel 4.12 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Gumbel ... 49
Tabel 4.13 Analisa Frekuensi Curah Hujan ... 50
(9)
Tabel 4.15 Perhitungan Uji Smirnov Kolmogorov ... 54
Tabel 4.16 Nilai D kritis untuk Uji Keselarasan Smirnov-Kolmogorov ... 55
Tabel 4.17 Nilai Koefisien Run Off (C) ... 56
Tabel 4.18 Analisa Perhitungan Intensitas dan Waktu Konsentrasi ... 58
Tabel 4.19 Parameter Untuk Menghitung HSS Snyder ... 60
Tabel 4.20 Tabel Hasil Perhitungan HSS Snyder ... 63
Tabel 4.21 Zona Penggunaan Lahan DAS Wampu ... 71
Tabel 4.22 Nilai Koefisien Pengaliran di DAS Wampu ... 72
Tabel 4.23 Parameter Untuk Menghitung HSS Nakayasu... 73
Tabel 4.24 Hujan Efektif Daerah Pengaliran ... 73
Tabel 4.25 Tabel Hasil Perhitungan HSS Nakayasu ... 77
Tabel 4.26 Parameter untung menghitung HSS Gamma I ... 81
Tabel 4.27 Tabel Hasil Perhitungan HSS Gamma I ... 83
(10)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1 Peta DAS Wampu ... 2
Gambar 2.1 Siklus Hidrologi ... 9
Gambar 2.2 Poligon Thiessen pada DAS ... 11
Gambar 2.3 Peta Isyohet ... 12
Gambar 2.4 Model Hidrograf Nakayasu ... 26
Gambar 2.5 Model Parameter Karakteristik DAS Metode Gamma I ... 28
Gambar 3.1 Tahapan Rencana Pelaksanaan Tugas Akhir ... 34
Gambar 4.1 Peta Lokasi Stasiun Hujan pada DAS Wampu ... 38
Gambar 4.2 Grafik Intensitas Curah Hujan ... 59
Gambar 4.3 Grafik Hidrograf Satuan Sintetik Snyder ... 69
Gambar 4.4 Peta Daerah Aliran Sungai Wampu ... 70
Gambar 4.5 Grafik Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu ... 80
Gambar 4.6 Grafik Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I ... 85
(11)
DAFTAR NOTASI
XT = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dalam periode ulang T tahunan
KT =Faktor frekuensi (nilai variabel reduksi Gauss)
X =Nilai varian pengamatan
YT =Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T- tahunan
Y = Nilai rata-rata hitung variat S = Deviasi standar nilai variat X = Harga rata-rata sampel
Yn =Reduced mean yang tergantung jumlah sampel/data ke-n
Sn =Reduced standard deviation, yang tergantung pada jumlah sample/data ke-n
YTr =Reduced variated
I = Intensitas Hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan maksimum harian (selama 24 jam) (mm)
Qp = Debit puncak banjir (debit maksimum) (m3/detik)
C = Koefisien aliran Permukaan A = Luas daerah Pengaliran (Km2). tc = Waktu Konsentrasi (jam)
to =Inlet time ke saluran terdekat (menit)
n = Angka kekasaran manning L = panjang aliran utama
Lc = panjang aliran utama dari titik berat DAS ke pelepasan DAS (km)
V = Kecepatan aliran didalam saluran (m/detik) R = Jari-jari hidraulis (m)
S = Kemiringan Dasar Saluran n = Koefisien kekasaran Manning
m = Koefisien kekasaran, harganya tergantung jenis bahan saluran
Tp = Tenggang waktu (time lag) dari permulaan hujan sampai puncak banjir tg = waktu konsentrasi hujan
(12)
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit Ro = hujan satuan (mm)
α = parameter hidrograf
qp = puncak hidrograf satuan (m3/det/mm/km2)
tp = waktu mulai titik berat hujan sampai debit puncak (mm) Tb = waktu dasar hidrograf (jam)
TR = waktu naik hidrograf K = tampungan (jam)
(13)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hidrograf Satuan Sintetis merupakan suatu metode yang digunakan untuk memperkirakan penggunaan konsep hidrograf satuan dalam suatu perencanaan pada daerah yang data observasi debitnya kurang atau tidak tersedia. Berdasarkan cara-cara untuk mendapatkan hidrograf satuan pengamatan, diperlukan serangkaian data antara lain data tinggi muka air (rekaman AWLR), data pengukuran debit, data hujan harian dan data hujan jam-jaman dari ARR.
Sungai Wampu adalah salah satu sungai besar dengan panjang sekitar 127 km yang terdapat di Sumatra Utara. Sungai ini terletak di dua kabupaten dimana bagian hulu terletak di Kabupaten Karo dan lintasannya melalui Kabupaten Langkat dan bermuara di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut. Sungai inilah yang menjadi bahan untuk melakukan pengamatan karena pada sebagian kawasan tidak tersedia pengukuran-pengukuran langsung mengenai hidrograf banjirnya.
Untuk membuat hidrograf banjir pada sungai-sungai yang tidak ada atau sedikit sekali dilakukan pengamatan (observasi) hidrograf banjirnya, maka perlu dicari karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut terlebih dahulu. Karakteristik atau parameter tersebut antara lain waktu untuk mencapai puncak hidrograf, lebar dasar, luas, kemiringan, panjang alur terpanjang, koefisien limpasan dan sebagainya. Untuk sungai-sungai yang tidak mempunyai hidrograf banjir pengamatan biasanya digunakan hidrograf-hidrograf sintetis yang telah dikembangkan di negara-negara lain, yang parameter-parameternya harus disesuaikan terlebih dahulu dengan karakteristik daerah pengaliran yang ditinjau. Hidrograf
(14)
Satuan Sintetis (HSS) yang telah dikembangkan oleh para pakar antara lain HSS Snyder, HSS Nakayasu, HSS SCS, HSS Gama I, HSS Limantara dan lain-lain. Berikut ini merupakan Gambar (1.1) Peta DAS Wampu.
(15)
1.2 Perumusan Masalah
Secara umum perumusan masalah pada tugas akhir ini dapat dinyatakan sebagai berikut:
1. Perlunya analisa hujan jam-jaman untuk parameter pendukung Hidrograf Satuan Sintetik (HSS).
2. Penggunaan metode Hidrograf Satuan Sintetik sebagai cara praktis dalam menentukan debit banjir DAS Wampu.
3. DAS Wampu adalah Daerah Aliran Sungai di Sumatera Utara dimana dibagian hilir sungai terjadi peningkatan jumlah penduduk yang pesat yang menyebabkan terjadinya perubahan tata guna lahan sehingga berpotensi banjir.
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari tugas akhir saya ini adalah sebagai berikut:
1. Memperoleh model Hidrograf Satuan Sintetik yang paling sesuai dan mendekati data observasi pada DAS Wampu.
2. Mengetahui parameter-parameter yang menunjang akurasi Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) yang sesuai pada DAS Wampu.
1.4 Manfaat
Manfaat penulisan Tugas Akhir Analisis Hidrograf Satuan Sintetik di DAS Wampu Kabupaten Langkat adalah:
1. Dapat membantu pemerintah terkait yang menangani permasalahan debit puncak banjir di DAS Wampu.
(16)
2. Mendapat pengalaman dan wawasan terhadap penulis sendiri tentang analisis debit puncak banjir pada Daerah Aliran Sungai.
3. Hasil pada Tugas Akhir ini diharapkan bisa menjadi acuan praktis tanpa survey langsung ke lapangan dalam menentukan debit puncak banjir khususnya untuk Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
1.5 Pembatasan Masalah
Agar pembahasan tugas akhir ini tidak terlalu meluas sehingga dapat mengaburkan masalah yang sebenarnya maka perlu dibuat pembatasan masalah. Adapun permasalahan yang akan dibahas antara lain:
1. Penggunaan data curah hujan 10 tahun terakhir untuk perhitungan debit banjir sungai Wampu berdasarkan analisis hidrologi.
2. Penelitian berada di DAS Wampu Kabupaten Langkat Sumatera Utara. 3. Curah hujan dianggap merata pada seluruh bagian wilayah DAS.
4. Analisis distribusi hujan yang digunakan merupakan distribusi frekuensi.
5. Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) yang digunakan untuk menganalisis DAS Wampu adalah:
• HSS Snyder • HSS Nakayasu • HSS Gama I
6. Analisis perbandingan penggunaan model hidrograf satuan sintetik yang diterapkan dengan data debit observasi di DAS Wampu (data debit puncak banjir dari BWSS II sebagai perbandingan yang sesuai).
(17)
Adapun tahapan sistematika penulisan tugas akhir ini :
Bab I Pendahuluan
Merupakan bingkai studi atau rancangan yang akan dilakukan meliputi tinjauan umum, latar belakang, ruang lingkup permasalahan, pembatasan masalah, tujuan, manfaat ,dan sistematika penulisan.
Bab II Tinjauan Pustaka
Bab ini menguraikan tentang teori yang berhubungan dengan penelitian agar dapat memberikan gambar model dan metode analisis yang akan digunakan dalam menganalisa masalah.
Bab III Metodologi Penelitian dan Karakteristik Lokasi Penelitian
Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dan rencana kerja dari penelitian serta mendeskripsikan lokasi penelitian.
Bab IV Analisis Pembahasan
Bab ini merupakan analisa tentang permasalahan, evaluasi, dan perhitungan terhadap masalah yang ada di lokasi penelitian.
Bab V Kesimpulan dan Saran
Merupakan kesimpulan dari butir-butir kesimpulan hasil analisa dan pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan rekomendasi saran yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau untuk penerapan hasil penelitian di lapangan.
(18)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hidrologi
Hidrologi merupakan tahapan awal perecanaan suatu rancang bangunnan dalam suatu DAS untuk memperkirakan besarnya debit banjir yang terjadi didaerah tersebut. Pada saat air hujan jatuh ke bumi, sebagian air jatuh langsung ke permukaan bumi dan ada juga yang terhambat oleh vegetasi (Intersepsi). Intersepsi memiliki 3 macam, yaitu interception loss,
through fall, dan stem flow. Interception loss adalah air yang jatuh ke vegetasi tetapi belum sampai mencapi tanah sudah menguap. Through fall adalah air hujan yang tidak langsung jatuh ke bumi, tetapi terhambat oleh dedaunan terlebih dahulu. Stem flow adalah air hujan yang jatuh ke vegetasi dan mengalir melalui batang vegetasi tersebut.
Air hujan yang terhambat vegetasi sebagian ada yang menguap lagi atau mengalami evaporasi ada juga yang kemudian jatuh ke permukaan tanah (through fall). Air hasil through fall ini mengalir di permukaan dan berkumpul di suatu tempat menjadi suatu run off seperti sungai, danau, dan bendungan apabila kapasitas lengas tanah sudah maksimal yaitu tidak dapat menyerap air lagi. Dalam lengas tanah, ada zona aerasi yaitu zona transisi dimana air didistribusikan ke bawah (infiltrasi) atau keatas (air kapiler). Semakin besar infiltrasi, tanah akan semakin lembab dan setiap tanah memiliki perbedaan kapasitas penyimpanan dan pori-pori tanah yang berbeda-beda. Vegetasi mengalami fotosintesis pada saat siang hari dan mengalami transpirasi. Peristiwa berkumpulnya uap air di udara dari hasil evaporasi dan transpirasi disebut evapotranspirasi. Evapotranspirasi dikontrol oleh kondisi atmosfer di muka bumi. Evaporasi membutuhan perbedaan tekanan di udara. Potensi evapotranspirasi adalah kemampuan atmosfer memindahkan air dari permukaan ke udara, dengan asumsi tidak ada batasan kapasitas.
(19)
Air yang jatuh di permukaan sebagian ada yang mengalami infiltrasi atau diserap oleh tanah. Kapasitas infiltrasi tergantung dari tekstur tanah, vegetasi, lengas tanah, kemiringan lereng, dan waktu. Air tersebut memasuki celah-celah batuan yang renggang di dalam bumi atau mengalami perkolasi untuk mengisi persediaan air tanah. Air tanah dapat muncul ke permukaan tanah karena air memiliki kapilaritas yang tinggi. Dalam air tanah ada zona aquifer (zona penahan air) yaitu menyediakan simpanan air yang besar yang mengatur siklus hidrologi dan berpengaruh pada aliran air. Air tanah juga dapat menyuplai debit air sungai apabila jalur air tanah terputus oleh jalur sungai. Air tanah dapat berkurang apabila digunakan manusia untuk keperluan sehari-hari.
Selain itu, air yang langsung jatuh ke permukaan tanah langsung mengisi channel storage contohnya sungai, danau, dan bendungan lalu menjadi run off. Tipe-tipe aliran adalah over land flow, through flow, dan base flow. Over land flow terjadi apabila ketika kapasitas presipitasi melebihi batas infiltrasi. Through flow adalah air perkolasi yang bergerak di zona perkolasi yang bergerak pada horizon tanah. Baseflow adalah air yang bergerak di atas aliran air untuk pengukuran muka air. Channel storage ini mengalami infiltrasi untuk mengisi persediaan air tanah apabila dasar suatu channel storage jaraknya jauh dari tempat persediaan air tanah. Sebagian air pada channel storage mengalami evaporasi kembali karena pengaruh panas matahari.
Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi-penguapan, presipitasi dan pengaliran keluar (outflow). Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. Tidak semua bagian hujan yang jatuh ke permukaan bumi mencapai permukaan tanah. Sebagian akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan di mana sebagian akan menguap dan sebagian lagi akan jatuh atau mengalir
(20)
melalui dahan-dahan ke permukaan tanah. Gambar (2.1) berikut merupakan gambar siklus hidrologi.
Gambar 2.1 Siklus Hidrologi
2.1.1 Curah Hujan
Data curah hujan yang tercatat diproses berdasarkan areal yang mendapatkan hujan sehingga didapat tinggi curah hujan rata-rata dan kemudian diramalkan besarnya curah hujan pada periode tertentu. Berikut dijabarkan tentang cara menentukan tinggi curah hujan arel. Dengan melakukan penakaran atau pecatatan hujan, kita hanya mendapat curah hujan di suatu titik tertentu (point rainfall). Jika di dalam suatu areal terdapat beberapa alat penakar
(21)
atau pencatat curah hujan, maka dapat diambil nilai rata-rata untuk mendapatkan nilai curah hujan areal.
Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan rata-rata pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos penakar atau pencatat.
1. Rata-rata aljabar
Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata hitung (arithmatic mean) pengukuran hujan di pos penakar-penakar hujan di dalam areal studi.
d = d1+d2+d3+ … + dn
n = ∑
di n n
i=1 (2.1)
di mana d = tinggi curah hujan rata-rata, d1, d2 . . . dn = tinggi curah hujan pada pos penakar
1, 2, . . . , n, dan n = banyak pos penakaran.
Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos penakarnya ditempatkan secara merata di areal tersebut, dan hasil penakaran masing-masing pos penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh areal.
2. Cara Poligon Thiessen
Cara ini berdasarkan rata-rata timbang (weighted average). Masing-masing penakar mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung di antara dua buah pos penakar. Gambar (2.2) menunjukkan contoh posisi stasiun 1, 2, dan 3 dari skema poligon Thiessen dalam Daerah Aliran Sungai (DAS).
(22)
Gambar 2.2 Poligon Thiessen pada DAS Curah hujan pada suatu daerah dapat dihitung dengan persamaan berikut:
(2.2) (2.3) dimana d = tinggi curah hujan rerata daerah (mm), dn = hujan pada pos penakar hujan (mm),
An = luas daerah pengaruh pos penakar hujan (km2), dan A = luas total DAS (km2).
3. Cara isohyet
Dalam hal ini kita harus menggambarkan dulu kontur dengan tinggi curah hujan yang sama (isohyet), seperti terlihat pada Gambar (2.3) berikut.
Gambar 2.3 Peta Isohyet n 2 1 n n 2 2 1 1 A ... A A d . A ... d . A d . A d + + + + + + = A d . A ... d . A d . A
(23)
Kemudian luas bagian di antara isohyet-isohyet yeng berdekatan diukur, dan nilai rata-ratanya dihitung sebagai berikut:
(2.4)
(2.5)
di mana d = tinggi curah hujan rata-rata areal, A = luas areal total = A1 + A2 + A3 + ...+ An,
dan d0, d1, ..., dn = curah hujan pada isohyet 0, 1, 2, ..., n.
Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata, tetapi memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan untuk membuat isohyet. Pada waktu menggambar garis-garis isohyet sebaiknya juga memperhatikan pengaruh bukit atau gunung terhadap distribusi hujan (hujan orografik).
2.1.2 Distribusi Frekuensi Curah Hujan
Untuk menganalisis probabilitas curah hujan biasanya dipakai beberapa macam distribusi yaitu: (A) Distribusi Normal, (B) Log Normal, (C) Gumbel, (D) Log Pearson Type III.
A. Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut pula distribusi Gauss. Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Normal, dengan persamaan sebagai berikut:
XT = X + k.Sx (2.6)
Dimana:
XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah
hujan rencana untuk periode ulang T tahun. n 2 1 n n 1 n 2 1 1 0 ...A A A A 2 d d ... A 2 d d A 2 A d d d + + + + + + = −
∑
∑
+ = − i i i 1 i A A 2 d d d(24)
X : Harga rata–rata dari data n X n 1 i
∑
=K : Variabel reduksi
Sx : Standard Deviasi
1 n X X n 1 i n 1 2 i − − =
∑
∑
Tabel 2.1 Nilai Variabel Reduksi Gauss
B. Distribusi Log
Normal
Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode distribusi Log Normal, dengan persamaan sebagai berikut:
Log XT = Log X + k.Sx Log X (2.7)
Dimana:
Log XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan
rancangan untuk periode ulang T tahun. Log X : Harga rata – rata dari data
n ) (X log n 1 i
∑
=SxLog X : Standard Deviasi
1 n ) X Log (LogX n 1 i n 1 2 i − − =
∑
∑
K : Variabel reduksi
Tabel 2.2 Nilai K untuk Distribusi Log Normal
(25)
Sumber: Buku Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan hal 37
C. Distribusi Log Person III
Untuk analisa frekuensi curah hujan dengan menggunakan metode Log Person Type III, dengan persamaan sebagai berikut:
Log XT = LogX + Ktr. S1 (2.10)
Dimana:
Log XT : Variate diekstrapolasikan, yaitu besarnya curah hujan
rancangan untuk periode ulang T tahun.
Log X : Harga rata – rata dari data, LogX
n X Log n 1 i i
∑
= =S1 : Standard Deviasi, S1 =
(
)
1 n X Log X Log n 1 i 2 i − −∑
=dengan periode ulang T
(
)
3 i n 1 i 3 i S . ) 2 n ( ) 1 n ( X Log X Log . n Cs − − − =∑
=(26)
Dimana:
Cs = Koefisien kemencengan
Tabel 2.3 Nilai K untuk distribusi Log Pearson III
2.1.3 Uji Distribusi Frekuensi Curah Hujan
Untuk mengetahui apakah data tersebut benar sesuai dengan jenis sebaran teoritis yang dipilih maka perlu dilakukan pengujian lebih lanjut. Untuk keperluan analisis uji kesesuaian dipakai dua metode statistik sebagai berikut:
(27)
1. Uji Chi Kuadrat
Uji Chi Kuadrat digunakan untuk menguji apakah distribusi pengamatan dapat disamai dengan baik oleh distribusi teoritis. Perhitungannya dengan menggunakan persamaan berikut:
(2.11)
di mana k = 1 + 3,22 Log n, OF = nilai yang diamati, dan EF = nilai yang diharapkan.
Agar distribusi frekuensi yang dipilih dapat diterima, maka harga X2 hitung < X2Cr.
Harga X2Cr dapat diperoleh dengan menentukan taraf signifikan α dengan derajat kebebasan. Batas kritis X2 tergantung pada derajat kebebasan dan α. Untuk kasus ini derajat kebebasan mempunyai nilai yang didapat dari perhitungan sebagai berikut:
DK = JK - (P + 1) (2.12)
Dimana :
DK = derajat kebebasan JK = jumlah kelas
P = faktor keterikatan (untuk pengujian Chi-Square mempunyai keterikatan 2)
D. Distribusi Gumbel
Untuk analisa frekuensi curah hujan menggunakan metode E.J. Gumbel, dengan persamaan sebagai berikut:
XT= X + K.Sx (2.8)
Dimana:
XT : Variate yang diekstrapolasikan, yaitu besarnya
curah hujan rencana untuk periode ulang T (tahun). X : Harga rata – rata dari data
n X
n
1 i
∑
=
∑
== k
1 i
2 2
hit
EF ) OF -(EF X
(28)
Sx : Standard Deviasi
1 n
X X
n
1 i n
1 2 i
− −
=
∑
∑
K : Variabel reduksi
Untuk menghitung variabel reduksi E.J. Gumbel mengambil harga: K
n n T
S Y
Y −
= (2.9)
Dimana:
YT : Reduced variate sebagai fungsi dari periode ulang T
Yn : Reduced mean sebagai fungsi dari banyak data (N)
Sn : Reduced standard deviation sebagai fungsi dari banyak data N
Tabel 2.4 Standar Deviasi (Yn) untuk Distribusi Gumbel
Tabel 2.5 Reduksi Variat
(YTR) sebagai fungsi periode ulang Gumbel
Sumber: Buku Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan hal 51
(29)
Tabel 2.6 Reduksi Standard Deviasi (Sn) untuk Distribusi Gumbel
2.1.4 Uji Smirnov Kolmogorof
Tahap-tahap pengujian Smirnov Kolmogorof adalah sebagai berikut:
a. Plot data dengan peluang agihan empiris pada kertas probabilitas, dengan menggunakan persamaan Weibull:
(
n 1)
x 100%m P
+
= (2.13)
Dimana:
m = nomor urut dari nomor kecil ke besar n = banyaknya data
b. Tarik garis dengan mengikuti persamaan:
LogXT =logX+G .Sd (2.14)
(30)
Dari grafik ploting diperoleh perbedaan perbedaan maksimum antara distribusi teoritis dan empiris:
∆max = Pe-Pt (2.15)
Dimana:
max
∆ = selisih maksimum antara peluang empiris dengan teoritis, Pe = peluang empiris, dan Pt = peluang teoritis
c. Taraf signifikan diambil 5% dari jumlah data (n), didapat ΔCr dari tabel.
Dari tabel Uji Smirnov Kolmogorof, bila Δ maks < ΔCr, maka data dapat
diterima.
2.2 Hidrograf Satuan Sintetik
Di daerah di mana data hidrologi tidak tersedia untuk menurunkan hidrograf satuan, maka dibuat hidrograf satuan sintetis yang didasarkan pada karakteristik fisik dari DAS. Berikut ini diberikan beberapa metode yang biasa digunakan dalam menurunkan hidrograf banjir.
2.2.1. Hidrograf satuan Sintetik Snyder
Dalam permulaan tahun 1938, F.F. Snyder dari Amerika Serikat telah mengembangkan rumus empiris dengan koefisien-koefisien empiris yang menghubungkan unsur-unsur hidrograf satuan dengan karakteristik daerah pengaliran.
Unsur-unsur hidrograf tersebut dihubungkan dengan : A= Luas daerah pengaliran (km2)
(31)
L= Panjang aliran utama (km)
LC= Jarak antara titik berat daerah pengaliran dengan pelepasan (outlet) yang diukur sepanjang aliran utama
Dengan unsur-unsur tersebut Snyder membuat rumus-rumusnya sebagai berikut :
tp = Ct (L. Lc) (2.28)
5, 5
p r
t
t = (2.29)
.A 2, 78 p p
p
C Q
t
= (2.30)
72 3
b p
T = + t (2.31)
dimana:
tp : Waktu mulai titik berat hujan sampai debit puncak dalam jam
tr : Lama curah hujan efektif
Qp : Debit maksimum total Tb : Waktu dasar hidrograf
Koefisien-koefisien Ct dan Cp harus ditentukan dengan rumus sebagai berikut : Keterlambatan DAS (basin lag)
(32)
dimana :
Ct : Koefisien yang diturunkan dari DAS yang memiliki data pada daerah yang
sama
Menghitung debit puncak per satuan luas dari hidrograf satuan standar : (2.33)
dimana :
Cp : Koefisien yang diturunkan dari DAS yang memiliki data pada daerah yang
sama
Harga L dan Lc diukur dari peta DAS untuk menghitung Ct dan Cp pada DAS yang terukur. Berdasarkan hidrograf satuan yang diturunkan dapat diperolrh durasi efektif tR dalam jam,
kelambatan DAS tpR dalam jam. Jika maka :
tr = tR
tp = tpR dan qp = qpR
Jika tpR jauh dari 5,5 tR, maka kelambatan DAS standar adalah :
(2.34)
Dan persamaan (2.29) dan (2.33) diselesaikan untuk mendapatkan nilai tr dan tp. Nilai Ct dan Cp kemudian dihitung dari persamaan (2.32) dan (2.33).
Lamanya hujan efektif tr ‘=tp/5,5 dimana tr diasumsi 1 jam. Jika tr’ > tr ( asumsi), dilakukan
koreksi terhadap tp 2, 75.Cp q =p
tp
t = 5, 5 tp r
t tr- R t = t R +p p
(33)
'p p 0, 25( 'r R)
t = +t t −t (2.35)
' 2
tr Tp=t p+
maka : ' 2 r P p t
T =t + (2.36)
Jika tr’ < tr (asumsi), maka :
2 r
p p
t
T = +t (2.37)
Menentukan grafik hubungan antara Qp dan t (UH) berdasarkan persamaan Alexseyev sebagai berikut :
.
Q=Y Qp (2.38)
dimana : 2 (1 ) 10 x a x Y − −
= (2.39)
R t X T = (2.40) 2
1, 32 0,15 0, 045
a= λ + λ + (2.41)
( . ) ( . )
p R
Q T h A
λ = (2.42)
dimana:
(34)
Y : Perbandingan debit periode hidrograf dengan debit puncak
X : Perbandingan waktu periode hidrograf dengan wktu mencapai puncak banjir Setelah λ dan a dihitung, maka nilai y untuk masing-masing x dapat dihitung (dengan membuat table), dari nilai-nilai tersebut diperoleh t=xTp dan Q=y.Qp , selanjutnya dibuat
grafik hidrograf satuan.
2.2.2 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Perhitungan debit banjir rancangan menggunakan metode Nakayasu. Persamaan umum Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu adalah sebagai berikut:
) T T (0,3 3,6 R . A . C Q 0,3 P 0
p = + (2.43)
Tp = tg + 0,8 tr (2.44)
tg = 0,21 x L0,7 (L < 15 km) (2.45)
tg = 0,4 + 0,058 x L (L > 15 km) (2.46)
T0,3= α x tg (2.47)
p 4 , 2
p
t x Q
T t
Q
= (2.48) dimana:
Qp = debit puncak banjir (m3/det)
C = koefisien pengaliran R0 = hujan satuan (mm)
(35)
A = luas DAS (km2)
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai menjadi
30% dari debit puncak, tg= waktu konsentrasi (jam),
tr = satuan waktu hujan, diambil 1 jam, α = parameter hidrograf, bernilai antara
1.5 – 3.5, Qt = debit pada saat t jam (m3/det), dan L = panjang sungai (m).
Gambar (2.5) merupakan contoh gambar hidrograf nakayasu berupa hubungan antara waktu dengan debit puncaknya.
Gambar 2.4 Model Hidrograf Nakayasu
0,3 Qp
0,32 Qp
0,8 Tr tg
Qp
LengkungNaik Lengkung Turun
Tp T0,3 1,5 T0,3
Tr
Q
t (j )
(36)
Persamaan-persamaan yang digunakan dalam hidrograf nakayasu adalah: a. Pada kurva naik, 0 ≤ t ≤ Tp,
maka: p 4 , 2 p
t x Q
T t
Q
=
b. Pada kurva turun, Tp < t ≤ (Tp + T0,3),
maka:
= T0,3
Tp -t p
t Q x 0,3
Q , untuk (Tp + T0,3) ≤ t ≤ (Tp + T0,3 + 1,5T0,3),
maka:
+ = 0,3 0,3 1,5T 0,5T Tp -t p t Q x 0,3
Q , dan untuk t > (Tp + T0,3 + 1,5T0,3),
maka
+ = 0,3 0,3 2T 1,5T Tp -t p t Q x 0,3
Q .
di mana Qt = debit pada saat t jam (m3/det) 2.2.3 Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I
Kajian sifat dasar Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gamma I adalah hasil penelitian 30 buah daerah aliran sungai di Pulau Jawa. Sifat-sifat daerah aliran sungai dalam metode HSS Gamma I adalah sebagai berikut:
a. Faktor sumber (source factor, SF) adalah perbandingan antara jumlah panjang sungai-sungai tingkat satu dengan jumlah panjang sungai semua tingkat.
b. Frekuensi sumber (source frequency, SN) ditetapkan sebagai perbandingan antara jumlah pangsa sungai semua tingkat.
(37)
c. Faktor simetri (symmetry factor, SIM), ditetapkan sebagai hasil kali antara faktor lebar (WF) dengan luas relatif DPS sebelah hulu (RUA).
d. Faktor lebar (width factor, WF) adalah perbandingan antara lebar DAS yang diukur dari titik di sungai yang berjarak ¾ L dan lebar DPS yang diukur dari titik di sungai yang berjarak ¼ L dari tempat pengukuran.
e. Luas relatif DPS sebelah hulu (relative upper catchment area), yaitu perbandingan antara luas DPS sebelah hulu garis yang ditarik terhadap garis yang mengubungkan titik tersebut dengan tempat pengukuran dengan luas DPS.
Jumlah pertemuan sungai (number of junction, JN). Gambar (2.4) berikut merupakan model parameter karakteristik DAS Metode Gamma I. Untuk X ~ A = 0,25 L, X ~ B = 0,75 L, dan WF = WU/WL
Gambar 2.5 Model Parameter Karakteritik DAS Metode Gamma I
Rumus-rumus yang digunakan dalam metode HSS Gamma I adalah sebagai berikut: B = 1,5518 N-0,14991 A-0,2725 SIM –0,0259 S-0,0733 (2.49) dimana :
N = jumlah stasiun hujan, A = luas DAS (km2)
A
B WL
WU X
(38)
SIM = faktor simetri, S = landai sungai rata-rata B = koefiesien reduksi.
Menghitung waktu puncak HSS Gamma I (tr) dengan rumus berikut:
tr = 0.43 ( L/ 100 SF) 3 + 1.0665 SIM + 1.277 (2.50)
dimana :
tr = waktu naik (jam)
L = panjang sungai induk (km) SF = faktor sumber
SIM = faktor simetri.
Menghitung debit puncak banjir HSS Gamma I (Qp) dengan rumus berikut:
Qp = 0,1836 A0,5884 JN0,2381 tr-0,4008 (2.51)
dimana :
Qp = debit puncak (m3/det), dan JN = jumlah pertemuan sungai.
Menghitung waktu dasar pada metode HSS Gamma I (tb) dengan rumus berikut:
tb = 27,4132 tr0,1457 S-0,0986 SN0,7344 RUA0,2574 (2.52)
dimana :
S = landai sungai rata-rata SN = frekuensi sumber
(39)
RUA = luas relatif DPS sebelah hulu (km2).
Menghitung koefisien tampungan (K) pada metode ini dihitung dengan rumus: K = 0,5671 A0,1798 S-0,1446 SF-1,0897 D0,0452 (2.53) dimana :
K = koefisien tampungan (jam) A = luas DPS (km2)
S = landai sungai rata-rata SF = faktor sumber (km/km2)
D = kerapatan jaringan kuras (km/km2). Menghitung aliran dasar sungai dihitung dengan rumus:
QB = 0,4751 A0,6444 D0,9430 (2.54)
dimana :
QB = aliran dasar (m3/det)
A = luas DPS (km2)
D = kerapatan jaringan kuras (km/km2).
Selanjutnya hasil akhir dari masing-masing metode Hidrograf Satuan Sintetik dibandingkan dengan data debit Daerah Aliran Sungai Wampu yang diperoleh dari Balai Wilayah Sungai Sumatera II untuk menentukan metode Hidrograf Satuan Sintetik yang paling sesuai dari ketiga metode yang digunakan.
(40)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian untuk penulisan skripsi ini berlangsung pada semester A Tahun ajaran 2014-2015 sampai dengan selesai yang dilakukan di Sungai Wampu yang terletak di Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara terletak pada 03° 44’ 25” LU – 98° 26’ 49” BT.
3.2 Rancangan Penelitian
Studi penelitian dilakukan sesuai urutan di bawah ini: 1. Studi Literatur
Pertama dalam penulisan ini yaitu melakukan studi literatur yang berisi konsep-konsep teoritis dari berbagai literatur yang dipelajari dan dipahami agar landasan teoritis terpenuhi dalam mengembangkan konsep penelitian mengenai hidrograf satuan sinetik.
2. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi: a. Data Primer
Data Primer adalah data yang diperoleh dengan pengamatan dan pengukuran di lapangan. Secara umum pengertian data primer adalah data yang diperoleh dari sumber pertama/sumber data atau data yang dikumpulkan peneliti secara langsung melalui obyek penelitian.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang mendukung penelitian dan memberikan gambaran umum tentang hal-hal yang mencakup penelitian. Pengumpulan data sekunder
(41)
didapatkan melalui instansi-instansi yang terkait dalam permasalahan ini, seperti jurnal, buku literatur, internet dan data-data yang digunakan. Secara umum pengertian data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak kedua, data ini biasanya sudah dalam keadaan diolah.
c. Pengolahan Data
Setelah semua data yang dibutuhkan diperoleh, langkah selanjutnya adalah pengolahan data. Data-data yang diperoleh dari hasil survei lapangan, hasil analisa dan data-data yang telah diolah oleh suatu pusat penelitian akan di hitung dengan menggunakan suatu metode.
3. Analisis Data
Dari hasil pengolahan akan dilakukan analisa data sehingga dapat diperoleh kesimpulan akhir yang berarti. Beberapa analisa tersebut berupa:
a. Analisis curah hujan
Data ini berguna untuk mengetahui intensitas curah hujan jam-jaman dalam kala ulang tahunan untuk digunakan sebagai bagian dalam parameter perhitungan Hidrograf yang akan ditentukan.
b. Analisis debit puncak Hidrograf Satuan Sintetik
Data ini berguna untuk mengetahui debit puncak dari masing-masing metode Hidrograf Satuan Sintetik di Sungai Wampu yang terletak pada Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.
c. Analisa Pemodelan hidrograf satuan sintetik dengan debit observasi
Menghitung debit menggunakan metode HSS Snyder, HSS Nakayasu, HSS Gamma-I yang berguna untuk perbandingan pada debit observasi.
(42)
Penarikan kesimpulan dapat dilakukan setelah hasil pengolahan data diperoleh, ditambah dengan uraian dan informasi yang diperoleh di lapangan.
3.3 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan Tugas Akhir ini adalah: 1. Pendahuluan
Gambar 3.1 Tahapan Rencana Pelaksanaan Tugas Akhir
Analisis pemodelan hidrograf banjir rencana - HSS Snyder - HSS Nakayasu - HSS Gama I
Debit Observasi
Analisis perbandingan debit model dengan debit observasi
Analisis kesesuian dan akurasi (pemilihan hidrograf yang sesuai)
Analisis penentuan parameter yang berpengaruh pada pemilihann HSS
Kesimpulan dan Saran
Selesai Mulai
Studi Literatur
Pengumpulan data
- Data DAS
- Peta DAS
- Peta Tata Guna Lahan
- Data Curah Hujan
- Data Debit
Analisa Distribusi Hujan
(43)
Pada bab ini akan dibahas latar belakang masalah, maksud dan tujuan penelitian, ruang lingkup atau batasan pembahasan, metodologi penulisan serta sistematika penulisan tugas akhir ini.
2. Tinjauan Pustaka
Pada bab ini akan diuraikan berbagai literature yang berkaitan dengan penelitian/pembahasan. Di dalamnya termasuk paparan tentang hidrologi, hidrograf satuan sintetik, analisis curah hujan, serta rumus-rumus yang berkaitan dengan judul tugas akhir ini.
3. Metodologi Penelitian
Bab ini akan menjelaskan mengenai metodologi yang digunakan penulis yang akan menampilkan bagaimana kerangka pemikiran dari keseluruhan penelitian ini dengan membahas semua tahapan secara umum yang dilakukan dari awal penelitian sampai dengan penarikan kesimpulan.
4. Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini berisi spesifikasi data yang akan digunakan dalam penelitian yaitu mencakup data curah hujan, data debit observasi, dan data-data lingkungan lainnya yang mendukung. Kemudian membandingkan antara data debit observasi dengan debit yang didapat dari metode HSS.
5. Kesimpulan dan Saran
Bab ini menjelaskan mengenai hasil dan kesimpulan yang dapat ditarik setelah dilakukan penelitian sehubungan dengan masalah yang telah ditentukan pada bab sebelumnya. Selain itu juga akan diberikan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya atau untuk pengembangan lokasi penelitian di masa mendatang.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
(44)
1. Penentuan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan langsung di daerah aliran Sungai Wampu di Kabupaten Langkat yang berada di tiga stasiun pengamatan hujan yaitu, Stasiun Teluk di kecamatan Secanggang, Stasiun Perdamean di Kecamatan Stabat, dan Stasiun Padang Brahrang di Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat Sumatera Utara. Selain itu, data-data pelengkap diambil di Kantor Badan Wilayah Sungai Sumatera (BWSS II) untuk menunjang penulisan tugas akhir ini.
2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode analisis hidrologi berupa analisis curah hujan sebagai pendukung untuk mendapatkan debit banjir yang paling mendekati dari ketiga metode Hidrograf Satuan Sintetik.
3.5 Variabel yang diamati
Beberapa variabel dalam penelitian ini adalah intensitas curah hujan, daerah aliran sungai, debit banjir dan topografi.
(45)
BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Hidrologi
4.1.1 Curah Hujan Harian Maksimum
Data curah hujan merupakan banyaknya hujan yang jatuh di suatu tempat. Curah hujan mempengaruhi debit dan aliran permukaan pada suatu sungai. Data curah hujan diambil di 3 stasiun pengamatan yang ditunjukkan pada gambar (4.1).
Sumber: Balai Wilayah Sungai Sumatera II
(46)
Penelitian ini menggunakan data curah hujan selama sepuluh tahun yang tercatat mulai 2003 sampai dengan 2012 pada 3 stasiun penangkaran hujan yaitu Teluk, Perdamean dan Padang Brahrang Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.
Dengan metode aljabar (rata-rata) dipilih curah hujan tertinggi setiap tahun.Data hujan yang terpilih setiap tahun merupakan hujan maksimum harian DAS untuk tahun yang bersangkutan.
Tabel 4.1 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Teluk
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Har.Maks
2003 29 35 28 58,5 65 29 70 82 46 53 120 68,5 120 2004 40 85 59 70 24 76 75 30 100 72 61 43,5 100 2005 21 45 65 80 21 34 34 43 42 35 55 32 80 2006 20 85 24,5 99 53 44 23 22 78 79 49 37,5 99 2007 23 40 92 52 60,5 29 44 92 26 76,5 43,5 94 94 2008 77 69 59 43 34 61,5 34 69 75 55 49 96 96 2009 32 47 76 88 24 54 63 23 22 32 67 45 88 2010 62 25 24 70 50 60 65 50 34 45 94 50 94 2011 78 105 41 130 49,5 82 114 72 115 29 41 85 130 2012 45 52 75 55 67 50 58,5 25 47 52 65 71 75
Sumber: Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan
Tabel 4.2 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Perdamean
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Har.Maks
2003 46 85 36 74 68,5 66 75 33,5 58 61 36 53 85 2004 44 45 36 58 44 40 27 46 38 77 65 54 77 2005 51 44 80 107 40 34 59 31 54 73 35 31 107 2006 43 50 97 51 42 77 47,5 30 42 77 85 94 97 2007 37 53 73 55 46 66 43 61 62 56 47 79 79 2008 41 16,5 33 42 15 56 29 44 42 62 86 84 86 2009 22 34 53 43 45 31 46 35 60 53 21 45 60 2010 78 25 44 46 48 122 32 40 77 34 45 78 122 2011 54 55 77 74 36 36 89 32 84 43 33 63 89 2012 66 30 84 87 95 49 15 52 39 25 51 75 95
(47)
Tabel 4.3 Data Curah Hujan Harian Maksimum Stasiun Padang Brahrang
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Har.Maks
2003 40 43 51 39 49 34 30 50 79 46 115 88 115 2004 106 65 64 72 25 83 68 65 75 52,5 76 125 125 2005 49 29 90 76 35 36 20 54,5 42 31 80,5 44 90 2006 44 53 106 75 29 45 23 43 67 68 75 37,5 106 2007 50 12 41 92 88 45 74 28 64 33,5 29 82,5 92 2008 22 30,5 73 74 76 36 180 140 110 25 29 88 180 2009 80 104 126 81 111 76 35 75 31 105 75 121,5 126 2010 58 32,5 30 60 61 53 22,5 20,5 20,5 93 16 31 93 2011 32 87 58 19 25 26,2 70,5 64 66,8 68,5 72,5 57,8 87 2012 109 55 52 73 41 42 75,5 59 79,5 75 85 37 109
Sumber:Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Sampali Medan
Curah Hujan tertinggi pada tahun 2008 sebesar 120,67 mm. Data urut hujan maksimum harian secara lengkap ditunjukkan pada tabel4.4 di bawah ini:
Tabel 4.4 Curah Hujan Harian Maksimum Tahunan (mm/jam)
Tahun Rmax
2007 88,33
2009 91,33
2005 92,33
2012 93,00
2004 100,67 2003 100,67 2011 102,00 2010 103,00 2003 106,67 2008 120,67
Sumber: Hasil perhitungan
4.1.2 Penentuan Pola Distribusi Hujan
Penentuan pola distribusi atau sebaran hujan dilakukan dengan menganalisa data curah hujan harian maksimum yang diperoleh dengan menggunakan analisis frekuensi. Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan dalam menetapkan periode ulang/returny
(48)
(analisa frekuensi) maka dicari parameter statistik dari data curah hujan wilayah baik secara normal maupun secara logaritmatik.
Langkah yang ditempuh adalah dengan menggunakan data-data mulai dari terkecil sampai terbesar. Dari hasil analisis diperoleh nilai untuk masing-masing parameter statisik. Untuk menganalisis probabilitas curah hujan biasanya dipakai beberapa macam distribusi yaitu: (A) Distribusi Normal, (B) Log Normal, (C) Log Pearson Type III, (D Gumbel).
4.1.2.1 Parameter Statistik Sebaran Normal
Data-data yang digunakan dalam perhitungan parameter statistik sebaran normal dapat dilihat pada tabel 4.5.
Tabel 4.5 Analisa Curah Hujan Distribusi Normal No Curah hujan (mm) Xi
1 88,33 -11,53 133,02
2 91,33 -8,53 72,82
3 92,33 -7,53 56,75
4 93 -6,87 47,15
5 100,67 0,80 0,64
6 100,67 0,80 0,64
7 102 2,13 4,55
8 103 3,13 9,82
9 106,67 6,80 46,24
10 120,67 20,80 432,64
Jumlah 998,67 804,27
X 99,87
S 9,45
Sumber: Hasil Perhitungan
Dari data-data diatas didapat: X 998, 67 99,87 mm 10
= =
Standar deviasi:
2 i
(X X) 804, 27
S 9, 45
n 1 10 1
−
= = =
− −
i (X −X)
(49)
Selanjutnya pada analisa curah hujan rencana dengan distribusi normal diperlukan nilai KT (variabel reduksi) yang diperoleh dari tabel 2.1 untuk menentukan analisa curah hujan rencana dengan Distribusi Normal seperti pada tabel 4.6 dibawah ini.
Tabel 4.6 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Normal No Periode ulang (T)
tahun
KT S Curah Hujan (XT)
(mm)
1 2 0 99,87 9,45 99,87
2 5 0,84 99,87 9,45 107,81
3 10 1,28 99,87 9,45 111,96
4 25 1,64 99,87 9,45 115,37
5 50 2,05 99,87 9,45 119,24
6 100 2,33 99,87 9,45 121,89
Sumber: Hasil Perhitungan
Berikut hasil analisa curah hujan rencana dengan Distribusi Normal: Untuk periode ulang (T) 2 tahun
= 99,87 + (0 x 9,87) = 99,87 mm Untuk periode ulang (T) 5 tahun
= 99,87 + (0,840 x 9,45) = 107,81 mm
4.1.2.2 Analisa Curah Hujan Distribusi Log Normal
Data-data yang digunakan dalam perhitungan parameter statistik dengan sebaran logaritmatik dapat dilihat pada tabel 4.7.
Tabel 4.7 Analisa Curah Hujan dengan Distribusi Log Normal
No Curah hujan (mm) Xi Log Xi 2
i
(Log X −Log X)
1 88,33 1,95 -0,05 0,00
2 91,33 1,96 -0,04 0,00
3 92,33 1,97 -0,03 0,00
4 93 1,97 -0,03 0,00
(50)
6 100,67 2,00 0,00 0,00
7 102 2,01 0,01 0,00
8 103 2,01 0,01 0,00
9 106,67 2,03 0,03 0,00
10 120,67 2,08 0,08 0,01
Jumlah 998,67 20,0 0,01
X 99,87 2
S 0.03
Sumber: Hasil perhitungan
Dari data-data diatas didapat :X 20 2 mm 10
= =
Standar deviasi :S = (Xi X) 0, 01 0, 03 n -1 10 -1
− = =
Tabel 4.8 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Log Normal No Periode ulang
(T) tahun KT Log X Log S Log XT Curah hujan ( XT)
1 2 0 2.00 0.03 2.00 99.48
2 5 0.84 2.00 0.03 2.03 105.97
3 10 1.24 2.00 0.03 2.04 108.94
4 20 1.64 2.00 0.03 2.05 112.00
5 50 2.05 2.00 0.03 2.06 115.21
6 100 2.33 2.00 0.03 2.07 117.46
Sumber: Hasil Perhitungan
Berikut adalah hasil analisa curah hujan rencana dengan Distribusi Log Normal:
Log X
T=
T = 2 tahun
Log X2 = 2+ (0 × 0,03)
Log X2 = 2
X2 = 99,48 mm
Log X
T=
T = 5 tahun
Log X2 = 2 + (0.84 × 0,03)
Log X2 = 2,025
T
LogX (K+ ×S)
T
(51)
X2 = 105,97 mm
Log X
T=
T = 10 tahun
Log X2 = 2 + (1.24 × 0,03)
Log X2 = 2,037
X2 = 108,94 mm
Log X
T=
T = 20 tahun
Log X2 = 2 + (1.64 × 0,03)
Log X2 = 2.04
X2 = 112 mm
Log X
T=
T = 50 tahun
Log X2 = 2 + (2.05× 0,03)
Log X2 = 2.062
X2 = 115.21 mm
Log X
T=
T = 100 tahun
Log X2 = 2 + (2.33× 0,03)
Log X2 = 2.07
X2 = 117.46mm
4.1.2.3 Analisa Curah Hujan Dengan Distribusi Log Pearson III T
LogX (K+ ×S)
T
LogX (K+ ×S)
T
LogX (K+ ×S)
T
(52)
Berikut ini adalah tabel 4.9 yang menunjukkan data analisa curah hujan dengan distribusi Log Pearson III.
Tabel 4.9 Analisa Curah Hujan dengan Distribusi Log Pearson III
No Curah hujan (mm) Xi Log Xi Log(Xi−X) Log(Xi−X)2 Log(Xi−X)3
1 88,33 1,95 -0,05 0,0028 -0,0002
2 91,33 1,96 -0,04 0,0015 -0,0001
3 92,33 1,97 -0,03 0,0012 0,0000
4 93 1,97 -0,03 0,0010 0,0000
5 100,67 2,00 0,00 0,0000 0,0000
6 100,67 2,00 0,00 0,0000 0,0000
7 102 2,01 0,01 0,0001 0,0000
8 103 2,01 0,01 0,0002 0,0000
9 106,67 2,03 0,03 0,0008 0,0000
10 120,67 2,08 0,08 0,0068 0,0006
Jumlah 998,67 20,0 0,0143 0,0030
X 99,87 2,00
S 0,04
G 0,10
Sumber: Hasil Perhitungan
Dari data-data diatas didapat: X 20 2 mm 10
= =
Standar deviasi:
2 i
(X X) 0, 0143
S 0, 04
n 1 10 1
− = = = − − Koefisien kemencengan:
(
)
n 3 i i 1 3 3 X X G(n 1)(n 2)S 10 0.003
G 0,1012 0,1
9 8 0, 04
= − = − − × = = ≈ × ×
∑
Selanjutnya pada analisa curah hujan rencana dengan distribusi Log Pearson III diperlukan nilai K yang diperoleh dari tabel 2.3 seperti yang terdapat pada tabel 4.10 dibawah ini.
(53)
Tabel 4.10 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Log Pearson III No Periode ulang (T) tahun K Log
X Log S Log XT Curah hujan ( XT)
1 2 -0.017 2 0.04 2.00 99.84
2 5 0.836 2 0.04 2.03 *108.00
3 10 1.292 2 0.04 2.05 112.64
4 25 2.785 2 0.04 2.11 129.24
5 50 2.107 2 0.04 2.08 121.42
6 100 2.400 2 0.04 2.10 124.74
Tanda * merupakan parameter Curah Hujan (h) pada HSS Snyder Sumber: Hasil Perhitungan
Berikut hasil analisa curah hujan rencana dengan Distribusi Log Person III:
Log X
T=
T = 2 tahun
Log X2 = 2 + (-0,017× 0,04)
Log X2 = 2
X2 = 99.84 mm
Log X
T=
T = 5 tahun
Log X2 = 2 + (0,8 × 0,04)
Log X2 = 2,03
X2 = 107,45 mm
4.1.2.4 Analisa Curah Hujan Distribusi Gumbel
Tabel 4.11 Analisa Curah Hujan dengan Distribusi Gumbel
No
Curah hujan (mm) Xi
m P n 1 = + Periode Ulang 1 T P
= (Xi−X)
2 i (X −X)
1 88,33333333 0,09 11,11 -11,53 133,0177778
2 91,33333333 0,18 5,56 -8,53 72,81777778
3 92,33333333 0,27 3,70 -7,53 56,75111111
T
LogX (K+ ×S)
T
(54)
4 93 0,36 2,78 -6,87 47,15111111
5 100,6666667 0,45 2,22 0,80 0,64
6 100,6666667 0,54 1,85 0,80 0,64
7 102 0,64 1,56 2,13 4,551111111
8 103 0,73 1,37 3,13 9,817777778
9 106,6666667 0,82 1,21 6,80 46,24
10 120,6666667 0,91 1,10 20,80 432,64
umla 998,67 804,27
X 99,87
S 9.45
Sumber: Hasil Perhitungan
Dari data-data diatas didapat: X 998, 67 99,867 mm 10
= =
Standar deviasi:
2 i
(X X) 804, 27
S 9, 45
n 1 10 1
−
= = =
− −
Dari tabel 2.4 dan tabel 2.6 untuk n = 10 n
n
Y 0.4952 S 0.94
= =
Untuk periode ulang (T) 2 tahun TR
Y =0.3668
TR n
n
Y Y 0.3668 0.4952
K 0,14
S 0,94
− −
= = = −
T
(55)
Di bawah ini merupakan tabel 4.12 yang berisikan data analisa curah hujan rencana dengan Distribusi Gumbel. Nilai YTR diperoleh dari tabel 2.5 Yn dari tabel 2.4, dan Sn
diperoleh dari tabel 2.6 seperti yang tertera di bawah ini.
Tabel 4.12 Analisa Curah Hujan Rencana dengan Distribusi Gumbel No Periode ulang
(T) tahun YTR Yn Sn X S K
Curah hujan (XT)
1 2
0,366 8
0,495
2 0,94 99,87 9,45
-0.14 98.547
2 5
1,500 4
0,495
2 0,94 99,87 9,45 1.06 109.87
3 10
2,251 0
0,495
2 0,94 99,87 9,45 1.85 117.34
4 20
2,970 9
0,495
2 0,94 99,87 9,45 2.61 124.50
5 50
3,902 8
0,495
2 0,94 99,87 9,45 3.59 133.78
6 100
4,601 2
0,495
2 0,94 99,87 9,45 4.32 140.73
Sumber: Hasil Perhitungan 4.2 Analisa Hidrologi
4.2.1 Analisa Frekuensi Curah Hujan
Frekuensi hujan adalah besarnya kemungkinan suatu besaran hujan disamai atau dilampaui.Analisa frekuensi diperlukan seri data hujan yang diperoleh dari penakar hujan, baik yang manual maupun otomatis. Analisa frekuensi ini didasarkan pada sifat statistik data kejadian yang telah lalu untuk memperoleh probabilitas besaran hujan di masa yang akan datang. Dengan anggapan bahwa sifat statistik kejadian hujan yang akan datang masih sama dengan sifat statistik kejadian hujan masa lalu. Analisa frekuensi curah hujan diperlukan untuk menentukan jenis sebaran (distribusi).Berikut analisa frekuensi curah hujan pada tabel 4.13
(56)
Tabel 4.13 Analisa Frekuensi Curah Hujan
No. Xi P
1 88,33333 0.09 -11,53 133,02 -1534,14 17693,83
2 91,33333 0.18 -8,53 72,82 -621,38 5302,47
3 92,33333 0.27 -7,53 56,75 -427,53 3220,72
4 93 0.36 -6,87 47,15 -323,77 2223,24
5 100,6667 0.45 0,80 0,64 0,51 0,41
6 100,6667 0.55 0,80 0,64 0,51 0,41
7 102 0.64 2,13 4,55 9,71 20,71
8 103 0.73 3,13 9,82 30,76 96,39
9 106,6667 0.82 6,80 46,24 314,43 2138,16
10 120,6667 0.91 20,80 432,64 8998,94 187178,13
Total 998,7 804,27 6448,04 217874,47
Rata-rata 99,87
Dari hasil perhitungan diatas selanjutnya ditentukan jenis sebaran yang sesuai, dalam penentuan jenis sebaran diperlukan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Koefesien Kemencengan (Cs)
n 3 i i 1 S 3 S 3
n (X X)
C
(n 1)(n 2) S 10 6448, 04
C 1, 06
9 8 9, 4 5
= − = − − × = = × ×
∑
2. Koefesien Kurtosis (Ck)
x
xi − 2
)
(x x
i −
3
)
(xi −x 4
)
(x x
(57)
n 2 4 i i 1 k 4 2 k 4
n (X X)
C
(n 1)(n 2)(n 3)S
10 217874, 47
C 5, 42
9 8 7 9, 45
= − = − − − × = = × × ×
∑
3. Koefesien Variasi (Cv)
v v S C X 9, 45 C 0.09 99,87 = = =
4.2.2 Jenis Distribusi
Untuk menentukan jenis sebaran yang akan digunakan, maka parameter statistik data curah hujan wilayah diperiksa terhadap beberapa jenis sebaran sebagai berikut :
1. Distribusi Gumbel 2. Distribusi Log Normal 3. Distribusi Log Pearson III 4. Distribusi Normal
Berikut ini adalah perbandingan syarat-syarat distribusi dan hasil perhitungan analisa frekuensi hujan.
Tabel 4.14 Uji parameter statistik untuk menentukan jenis sebaran
No Jenis Sebaran Syarat Hasil
Perhitungan Keterangan
1 Normal Cs ≈ 0 1,06 tidak sesuai
Ck ≈ 3 5,42 tidak sesuai
2 Log Normal
CS≈CV3 + 3CV 0,27 tidak sesuai
CK ≈ CV8+6CV6 +15CV4 +
16CV2 +3
3,13 tidak sesuai
(58)
CK≈5.4 5,42 tidak sesuai
4 Log Pearson
III Selain dari nilai di atas Sesuai
Sumber: Bambang Triadmojo, 2008: 250
Berdasarkan tabel 4.14, maka distribusi Log Pearson III dapat digunakan sebagai metode perhitungan curah hujan rancangan. Berdasarkan analisis frekuensi yang dilakukan pada data curah hujan harian maksimum diperoleh bahwa jenis distribusi yang paling cocok dengan sebaran data curah hujan harian maksimum di daerah aliran air adalah distribusi Log Pearson III.
4.2.3 Uji Sebaran Smirnov-Kolmogorov
Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov sering juga disebut uji kecocokan non parametrik (non parametric test), karena pengujiannya tidak menggunakan fungsi distribusi tertentu.Adapun hasil perhitungan uji Smirnov-Kolmogorov dapat dilihat pada tabel 4.15 berikut ini.
(59)
Tabel 4.15 Perhitungan Uji Smirnov Kolmogorov
No Tahun Curah Hujan (mm)
Xi
m P(X) m
N 1 =
+ P(X )< X
X X
k S
−
= P '(X) m
N 1 =
− P '(X )< D=P(X )< −P '(X )<
1 2007 88.33333333 1 0.091 0.909 -1.221 0.111 0.889 0.020
2 2009 91.33333333 2 0.182 0.818 -0.903 0.222 0.778 0.040
3 2005 92.33333333 3 0.273 0.727 -0.798 0.333 0.667 0.061
4 2012 93 4 0.364 0.636 -0.727 0.444 0.556 0.081
5 2004 100.6666667 5 0.455 0.545 0.084 0.556 0.444 0.101
6 2003 100.6666667 6 0.545 0.455 0.084 0.667 0.333 0.121
7 2011 102 7 0.636 0.364 0.225 0.778 0.222 0.141
8 2010 103 8 0.727 0.273 0.331 0.889 0.111 0.162
9 2003 106.6666667 9 0.818 0.182 0.719 1.000 0.000 0.182
(60)
Dmax = 0,202
Dari table kritis Smirnov-Kolmogorov didapat Dcr (0,05) = 0,41 Dmax < Dcr
0,202 < 0,41 (memenuhi syarat)
(61)
4.2.4 Koefisien Pengaliran
Koefisien pengaliran adalah suatu variabel yang didasarkan pada kondisidaerah pengaliran dan karakteristik hujan yang jatuh di daerah tersebut. Adapunkondisi dan karakteristik yang dimaksud adalah:
Kondisi hujan
Luas dan bentuk daerah pengaliran
Kemiringan daerah aliran dan kemiringan dasar sungai Daya infiltrasi dan perkolasi tanah
Kebasahan tanah
Suhu udara dan angin serta evaporasi Tata guna lahan
Dalam hal ini telah ditentukan nilai dari koefisien limpasan terhadap kondisi karakter permukaannya yaitu:
Tabel 4.17 Nilai Koefisien Run Off (C)
Diskripsi lahan/karakter permukan Koefisien aliran, C
Industri
Ringan 0,55
Sedang 0,65
Berat 0,85
Perumahan
Multiunit, tergabung 0,60
Ruang Terbuka Hijau 0,28
(62)
4.2.5 Perhitungan Intensitas Hujan Jam-jaman
Waktu yang diperlukan oleh hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluarnya (titik control) disebut dengan waktu konsentrasi suatu daerah aliran dimana setelah tanah menjadi jenuh dan tekanan kecil terpenuhi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa jika durasi hujan sama dengan waktu konsentrasi maka setiap bagian daerah aliran secara serentak telah menyumbangkan aliran terhadap titik control.
Intensitas hujan adalah tinggi atau kedalaman air hujan persatuan waktu. Sifat umum hujan adalah semakin singkat hujan berlangsung, intensitasnya cendrung makin tinggi dan makin besarperiode ulangnya makin jauh pula intensitasnya.
Hubungan antara intensitas hujan, lamanya hujan dan frekuensi hujan biasanya dinyatakan dalam lengkung Intensitas Durasi Frekuensi (IDF) yaitu
intensity, duration, frequency Cureve.Diperlukan data hujan jangka pendek misalnya 5 menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman untuk membentuk lengkung IDF. Data hujan jenis ini hanya dapat diperoleh dari stasiun penangkar otomatis, selanjutnya berdasarkan hujan jangka pendek tersebut lengkung IDF dapat dibuat dari table dibawah dan divariasikan terhadap waktu.
Data yang digunakan adalah data 5 tahunan seperti yang tertera di intensitas dan waktu konsentrasi pada tabel 4.18 berikut ini.
(63)
No T (menit)
t (jam)
I (mm/jam)
R2 R5 R10 R20 R50 R100
1 5 0.08333 181.426 196.254 204.686 234.851 220.641 226.674 2 10 0.16667 114.287 123.627 128.939 147.941 138.989 142.790 3 20 0.33333 71.998 77.882 81.228 93.199 87.560 89.954 4 30 0.50000 54.944 59.435 61.988 71.124 66.820 68.647 5 40 0.66667 45.355 49.062 51.170 58.711 55.159 56.667 6 50 0.83333 39.086 42.281 44.097 50.596 47.534 48.834 7 60 1.00000 34.613 37.442 39.050 44.805 42.094 43.245 8 70 1.16667 31.232 33.785 35.236 40.429 37.983 39.021 9 80 1.33333 28.572 30.907 32.235 36.986 34.748 35.698 10 90 1.50000 26.414 28.573 29.801 34.193 32.124 33.002 11 100 1.66667 24.623 26.635 27.779 31.873 29.945 30.763 12 110 1.83333 23.107 24.995 26.069 29.911 28.101 28.870 13 120 2.00000 21.805 23.587 24.600 28.225 26.518 27.243 14 130 2.16667 20.672 22.361 23.322 26.759 25.140 25.827 15 140 2.33333 19.675 21.283 22.198 25.469 23.928 24.582 16 150 2.50000 18.791 20.326 21.200 24.324 22.852 23.477 17 160 2.66667 17.999 19.470 20.307 23.300 21.890 22.488 18 170 2.83333 17.286 18.699 19.503 22.377 21.023 21.598 19 180 3.00000 16.640 18.000 18.773 21.540 20.237 20.790
(64)
Sumber: Hasil Perhitungan
Gambar 4.2 Grafik Intensitas Curah Hujan
Intensitas Curah Hujan 2 tahun:
I = R24 24 (
24 tc
)2/3
I = 99,84
24 (
24 0.083)
2
3= 181 ,426 mm/jam
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 250 5
10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180
Int e ns it a s C ur a h H uj a n ( m m /j a m )
Waktu Konsentrasi (menit)
Grafik Intensitas Curah Hujan
R2 R5 R10 R20 R50 R100
(65)
4.3 Hidrograf Satuan Sintetik
4.3.1 Hidrograf Satuan Sintetik Snyder
Dalam permulaan tahun 1938, F.F.Snyder dari Amerika Serikat, telah menemukan tiga parameter hidrograf yaitu, lebar dasar hidrograf, debit puncak, dan kelambatan DAS (basin lag) yang cukup memadai untuk mendifinisikan hidrograf satuan.
Adapun parameter-parameter yang dibutuhkan dalam analisis HSS Snyder adalah sebagai berikut :
Tabel 4.19 Parameter Untuk Menghitung HSS Snyder
Parameter Nilai Satuan Keterangan
Luas DAS (A) 5930,2 Km2 Dari data BWS
Panjang Sungai Utama (L) 127 Km Dari data BWS Jarak antara titik berat DAS dan
outlet (Lc)
44,055 Km Dari Peta DAS Wampu
Koefisien Ct ? - Perhitungan
Koefisien Cp ? - Perhitungan
TR asumsi 1 Jam Asumsi
Curah Hujan (h) 0,108 m Log Pearson III
sumber: Hasil Perhitungan dan analisa data
Dari parameter diatas nilai Ct dan Cp harus diperoleh melalui perhitungan terlebih dahulu. Adapun parameter tambahan yang diperlukan adalah nilai tpR= 24 jam (Suripin,2003) dan debit rata rata sebesar 110,5055 m / det3 yang diperoleh dari BWS untuk DAS WAMPU.
R
(66)
Karena tpR jauh dari 5,5 tR, maka kelambatan DAS standar adalah:
(dikombinasikan ke pers 2.29)
Dapat diperoleh nilai tr dan tp sebagai berikut :
Menghitung nilai Ct dan Cp dengan rumus sebagai berikut :
Koefisien Cp dihitung dengan rumus sebagai berikut :
t tr- R t = t R +p p
4
tr -1 t = 24 +p
4
tr -1 5, 5 t = 24 +r
4
(5, 5 4) t = 24 4 + t× r × r−1 (22 1) t = 96 1− r −
t = 4, 5238r jam
t = 5, 5 tp r t = 24,88p jam
0,3
t = C (L.L )p t c 24,88 = C (127 . 44, 055)t 0,3 C = 1,868t
110, 5055 3
q = 0.018m / det.cm
pR 5930, 2 =
2, 75.Cp
q =
pR t
pR
2, 75.Cp 0, 018 =
24 C p= 0,157
t 1 r-t = 24 +p
4
(67)
Dari parameter diatas selanjutkan kita akan mencari hidrograf satuan dengan beberapa faktor-faktor, antara lain :
1. Mencari waktu mulai titik berat hujan sampai debit puncak (tp)
2.Mencari waktu mencapai puncak banjir (Tp’)
3. Mencari lama curah hujan efektif (tr’)
karena tr’>tr maka digunakan persamaan 2.33 antar lain :
4. Mencari debit puncak (Qp)
5. Memasukkan hasil perhitungan ke tabel
Ordinat hidrograf satuan dihitung dengan persamaan Alexeyev t = 24,88 jamp
tr 4, 5238
T ' = t +p p = 24,88 + = 27,1419 jam
2 2
tp 24,88
t ' =r = = 4, 5236 5, 5 5, 5
r R
t' = t + 0, 25 (t ' - t ) = 24.88 + 0.25 (4.5236 - 1) = 25, 7609 jamp p
3
Qp = qp x A = 0, 0175426 x 5930, 2 = 10, 40311532 m / det / mm
Cp 0,157
qp = 0, 278. = 0, 278 = 0, 0175426
tp 24,88
2
a = 1, 32.λ + 0,15λ + 0,045 2
= 1, 32(0, 455178609) + 0,15(0, 455178609) + 0, 045 = 0, 386764378
tr 4, 5238
T = t' +p p = 25, 7609 + = 28, 0228 jam
2 2
p p
= (Q T ) / (h A) (10, 40311532 28, 0228) / (0,108 5930, 2) 0, 455178609
(68)
Gambar 4.3 Skema Hidrograf Satuan Sintetik Snyder
Setelah itu hasilnya ditabelkan dengan keterangan sebagai berikut : Kolom (1) : Periode hidrograf dengan selang waktu 1 jam
Kolom (2) : X=t/Tp Kolom (3) :Y =10a.(1−x) /2 x
Kolom(4): Q=Y.Qp karenaY= Q/Qp
Tabel 4.20 Tabel Hasil Perhitungan HSS Snyder
t x y Q Akibat hujan (mm)
37,442 mm 23,587 mm 18,00 mm Total
0 0 0 0 0 0 0 0
1 0.035685228 8.34653E-11 8.68E-10 3.32993E-08 0 0 0.03568526 2 0.071370455 2.12234E-05 0.000221 0.008467273 2.09772E-08 0 0.08007976 3 0.107055683 0.001316386 0.013695 0.525184549 0.005334051 1.60262E-08 0.6525852 4 0.142740911 0.010203906 0.106152 4.070944989 0.330845724 0.00407511 4.66496305 5 0.178426139 0.03442514 0.358129 13.73423581 2.564536114 0.252759615 17.1225115 6 0.214111366 0.076621027 0.797097 30.56868466 8.652031364 1.959255063 42.2678009 7 0.249796594 0.134461847 1.398822 53.64482755 19.25707569 6.609981493 81.2949653 8 0.285481822 0.203393446 2.115925 81.14574204 33.79414312 14.71202641 132.256712 9 0.32116705 0.278654477 2.898875 111.1718431 51.11864359 25.81805951 191.607242 10 0.356852277 0.356195908 3.705547 142.1077314 70.03391283 39.05363653 255.613876 11 0.392537505 0.432928753 4.503808 172.7210271 89.52231248 53.50452954 321.077143 12 0.428222733 0.506666732 5.270912 202.1394922 108.8074913 68.3932829 385.546068 13 0.463907961 0.575965392 5.991834 229.786849 127.3399737 83.12677957 447.28531
Tb (jam)
3
Qp = 10, 40311532 m / det / mm
tr = 4, 5236jam
hujan efektif
Tp = 28, 0228 jam t'p = 25, 7609 jam
Q 0, 5 tr
(1)
Hasil dari perhitungan diatas kemudian dimasukkan ke dalam table, dengan keterangan sebagai berikut:
Kolom (1): Periode hidrograf dengan selang waktu 1 jam
Kolom (2): Debit dalam waktu tertentu . t K
Qt=Qp e
Tabel 4.27 Tabel Hasil Perhitungan HSS Gamma-I
T Q akibat hujan 37,442 akibat hujan 23,587 akibat hujan 18,00 Total
0 0 0 0 0 0
1 - - - - -
2 - - - - -
3 - - - - -
3.18305 28.1570009 1054.254426 664.1391793 506.8260155 2253.38 4 22.3387005 836.4056225 526.9029276 402.0966082 1787.74 5 17.7226808 663.5726138 418.0248716 319.0082541 1418.33 6 14.0605052 526.453436 331.6451363 253.0890938 1125.25 7 11.1550735 417.6682619 263.1147186 200.791323 892.729 8 8.85001377 331.3622157 208.7452749 159.3002479 708.258 9 7.02126649 262.8902601 165.6106128 126.3827969 561.905 10 5.57040751 208.567198 131.3892019 100.2673352 445.794 11 4.41935082 165.4693333 104.2392277 79.5483147 353.676 12 3.50614593 131.2771161 82.69946417 63.11062683 280.593 13 2.78164369 104.1503031 65.61062973 50.06958643 222.612 14 2.20685099 82.62891471 52.05299426 39.72331779 176.612 15 1.75083218 65.55465846 41.29687861 31.51497923 140.117 16 1.38904409 52.00858877 32.76338292 25.0027936 111.164 17 1.10201509 41.26164897 25.99322991 19.83627161 88.1932 18 0.87429713 32.73543305 20.62204635 15.7373483 69.9691 19 0.6936343 25.97105554 16.36075229 12.48541744 55.5109 20 0.55030324 20.60445404 12.9800026 9.905458383 44.0402 21 0.4365898 16.34679521 10.29784356 7.858616363 34.9398 22 0.34637385 12.96892959 8.169919938 6.234729252 27.72 23 0.27479992 10.28905865 6.481705745 4.946398584 21.992 24 0.21801587 8.162950322 5.1423404 3.924285717 17.4476 25 0.17296556 6.476176315 4.079738549 3.113379992 13.8423
(2)
26 0.13722434 5.13795356 3.236710395 2.470038034 10.9819 27 0.1088686 4.076258196 2.567883715 1.959634836 8.71265 28 0.08637223 3.233949214 2.037261902 1.554700226 6.91228 29 0.06852447 2.565693099 1.616286606 1.233440408 5.48394 30 0.05436472 2.035523949 1.282300715 0.978565009 4.35075 31 0.04313092 1.614907781 1.017328931 0.776356499 3.45172 32 0.03421844 1.281206807 0.80711033 0.615931909 2.73847 33 0.02714762 1.016461065 0.640330836 0.488657101 2.1726 34 0.02153789 0.806421798 0.508014287 0.387682078 1.72366 35 0.01708735 0.639784581 0.403039338 0.307572311 1.36748 36 0.01355646 0.507580909 0.31975618 0.244016248 1.08491 37 0.01075518 0.402695512 0.25368247 0.19359327 0.86073 38 0.00853275 0.319483402 0.201262085 0.153589585 0.68287 39 0.00676957 0.253466058 0.159673733 0.121852173 0.54176 40 0.00537072 0.201090392 0.126679106 0.096672909 0.42981 8649.93
(3)
Gambar 4.9 Hidograf Satuan Sintetik Gamma I
Gambar 4.10 Grafik HSS Gamma I Akibat Hujan 0
5 10 15 20 25 30 35
0 10 20 30 40 50
Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I
Hidrograf
0 500 1000 1500 2000 2500
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39
HSS Gamma I Akibat Hujan
(4)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisa pada bab sebelumnya didapatkan debit banjir dari ketiga metode Hidrograf Satuan Sintetik yaitu :
1. Debit banjir dari metode Hidrograf Satuan Sintetik Snyder adalah sebesar 854,07099 m3/detik pada t = 29 jam.
2. Debit banjir dari metode Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu adalah sebesar 2028,645848 m3/detik pada t = 10 jam.
3. Debit banjir dari metode Hidrograf Satuan Sintetik Gamma I adalah sebesar 2253,38 m3/detik pada t = 3,183 jam.
Berdasarkan hasil pembahasan dari tiga metode hidrograf Satuan Sintetik dengan menggunakan data sungai yang sama diperoleh kesimpulan bahwa Hidrograf Satuan Sintetik yang dapat diterapkan untuk kepentingan perhitungan dan perencanaan bangunan air di Daerah Aliran Sungai Wampu adalah Hidrograf Satuan Sintetik Snyder, karena nilai debit banjir observasi sebesar 792,114 m3/detik. Sedangkan untuk nilai hasil debit banjir HSS Gamma I sangat jauh dari debit observasi, hal ini disebabkan karena terdapat perbedaan sendiri di metode ini yaitu tidak adanya penggunaan parameter intensitas curah hujan jam-jaman seperti yang digunakan di dalam metode HSS Snyder dan HSS Nakayasu. Untuk HSS Nakayasu, penyebab data perhitungan jauh dari data observasi adalah dalam
(5)
5.2 Saran
1. Dari hasil penelitian diharapkan penelitian ini menjadi masukan yang berguna dalam proses pengambilan keputusan untuk kepentingan pengukuran debit pada DAS Wampu.
2. Dianjurkan minimal melakukan tiga kali pengukuran dalam menentukan parameter yang akurat dalam menentukan parameter pendukung metode HSS untuk analisa peta yang terukur.
3. Disarankan untuk pengukuran debit dengan metode Hidrograf Satuan Sintetik sebaiknya menggunakan Hidrograf Satuan Sintetik Snyder.
4. Untuk menggunakan metode Gamma I, disarankan penggunaan metode ini hanya cocok untuk Daerah Aliran Sungai di Pulau Jawa seperti yang telah dibuktikan oleh Sri Harto.
5. Untuk menggunakan metode Nakayasu, disarankan untuk menentukan nilai C harus sangat maksimal dalam menganalisis Peta tata guna lahan sebagai pendukung parameter metode tersebut.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Jayadi R, 1996, Optimasi Parameter Kalibrasi Model Hujan Aliran Menggunakan Algoritma Gauss-Newton, Media Teknik UGM Nomor 2 tahun XVIII Agustus, Yogyakarta.
Limantara Lily Montarich, 2006, Model Hidrograf Satuan Sintetis untuk DAS-DAS di Sebagian Indonesia, Desertasi, Tidak Diterbitkan, Universitas Brawijaya, Malang.
Montarcih Lily, 2010, Hidrologi Teknik Dasar, CV Citra, Malang.
Nandakumar N and R.G. Mein, 1997, Uncertainty in Rainfall-Runoff Model Simulations And The Implications for Predicting the Hydrologic Effect of Land-Use Change, Journal of Hydrology 192, 211-232.
Soemarto CD,1995, Hidrologi Teknik, Penerbit Erlangga, Jakarata.
Soewarno, 1991, Hidrologi – Pengukuran dan Pengolahan Data Aliran Sungai – Hidrometri, Penerbit Nova, Bandung.
Sosrodarsono Suyono, 1977, Hidrologi Untuk Pengairan, Pradnya Paramita,Jakarta.
Suripin, 2003, Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Andi Offset, Yogyakarta.
Sri Harto Br , 1995, Analisa Hidrologi, PAU Ilmu Teknik Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.