BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq sebagai penghasil minyak nabati mempunyai kekhasan tersendiri dari tanaman kelapa umumnya. Minyak dapat
dihasilkan dari dua bagian buah yaitu mesokarp yang disebut crude palm oil CPO atau minyak sawit, dan yang berasal kernel yang disebut kernel palm oil
KPO. Indonesia dan Malaysia sebagai penghasil terbesar minyak sawit pada tahun 2002 memasok 84 produksi minyak sawit dunia Basiron 2004. Data
minyak dunia menunjukkan volume produksi minyak sawit di Indonesia pada tahun 2005 diperkirakan 9.4 juta ton dan pada tahun 2020 mencapai 18 juta
ton atau melampui kapasitas produksi CPO dari Malaysia yang hanya 15.4 juta ton Cheng Hai 2002. Sebagian besar pertambahan produksi minyak sawit
tersebut dari Indonesia karena mempunyai tanah pertanian yang luas serta jumlah buruh lebih dari mencukupi dibandingkan dengan Malaysia.
Saat ini permintaan minyak sawit meningkat lebih dari 2.8 – 3 juta ton per tahun Bangun 2005 karena pemanfaatannya sebagai biodiesel. Usaha
peningkatan produksi telah dilakukan salah satunya melalui perluasan areal penanaman. Menurut Asmono 2006 permintaan benih sawit secara langsung
berhubungan dengan agenda perluasan dan penanaman kembali kebun kelapa sawit, jadi Indonesia memerlukan 70 juta benih setiap tahun. Namun sampai saat
ini hanya seperdua dari kebutuhan benih tersebut terpenuhi. Umumnya penyediaan benih kelapa sawit dilakukan secara konvensional
melalui biji. Perbanyakan dengan biji mempunyai beberapa kelemahan antara lain bibit yang dihasilkan tidak seragam akibat segregasi, memerlukan waktu relatif
lama, serta tidak menjamin kemurnian atau keunggulan dari bibit tersebut. Namun tersedianya teknologi kultur jaringan dengan berbagai kelebihannya menjadi dasar
untuk perbanyakan kelapa sawit melalui teknologi ini yang diharapkan dapat memenuhi permintaan bibit. Menurut Lubis 1992 tanaman hasil kultur jaringan
menghasilkan jumlah tandan buah lebih banyak, berat tandan lebih tinggi dan
memerlukan waktu relatif cepat. Namun beberapa klon asal kultur jaringan menghasilkan bunga-bunga mantel dengan feminisasi bagian dari bunga jantan
maupun betina 5-10 Corley et al. 1986. Pada bunga jantan abnormal, stamen berkembang sebagai struktur karpeloid sedangkan bunga betina abnormal,
staminodes vestigial stamen berkembang sebagai struktur pseudokarpel Tregear et al
. 2002. Fenotip bunga mantel pada klon-klon hasil perbanyakan kultur jaringan
menjadi permasalahan di negara-negara produsen selain menurunkan produktivitas tanaman melalui bunga abnormal, juga menghambat penggunaan
teknologi ini untuk perbaikan sifat tanaman. Identifikasi fenotip abnormalitas sejak dini pada kultur jaringan tidak dapat dilakukan karena fenotip tanaman sama
antara tanaman abnormal dan normal pada tingkat planlet maupun tanaman dewasa. Kejadian abnormalitas mulai nampak pada saat tanaman menghasilkan
bunga atau pada fase reproduksi. Dengan demikian diperlukan informasi abnormal secara umum pada tanaman dan khususnya pada jaringan bunga dan
buah sehingga dapat diketahui organ spesifik yang mengalami abnormal. Selain itu, tingkat keabnormalan pada suatu organ tanaman perlu diindentifikasi untuk
mengkaji hubungannya dengan penyebab keabnormalan tersebut. Seberapa berat abnormalitas pada bunga yang kemudian berkembang menjadi buah
mempengaruhi produksi minyak menjadi perhatian untuk dianalisis. Menurut Shah dan Ahmed-Parveez 1995 penelitian terhadap klon normal
dan abnormal dengan menggunakan marka biokimia dan sitogenetik belum memperlihatkan dasar terjadinya abnormalitas. Beberapa penelitian
mengungkapkan kejadian bunga mantel pada kelapa sawit tidak berhubungan dengan keragaman kandungan DNA Rival et al. 1997, pengaturan transposon
Kubis et al. 2003, perubahan dalam sekuens DNA pada jaringan abnormal Rival et al. 1998. Hasil-hasil tersebut menguatkan hipotesis adanya epigenetik
sebagai penyebab bunga mantel, dengan kenyataan bahwa fenotip ini dapat kembali menjadi normal di lapangan Treggear et al. 2002. Epigenetik adalah
suatu fenomena yang berhubungan dengan perubahan ekspresi gen yang dapat kembali pulih tetapi bukan karena perubahan sekuens DNA Kaeppler et al.
2000. Metilasi merupakan suatu modifikasi DNA yang berperan dalam regulasi
epigenetik Bellucci et al. 2002. Menurut Bender 2002 epigenetik melibatkan metilasi DNA dan atau modifikasi histon yang berhubungan dengan ekspresi
suatu gen. Beberapa peneliti membuktikan terjadi hipometilasi penurunan metilasi DNA genom pada tanaman berbuah mantel, yang dideteksi pada jaringan
kalus dan jaringan daun tanaman dewasa Jaligot et al. 2000 ; Jaligot et al. 2002; Kubis et al. 2003. Sedangkan Shah dan Ahmed-Parveez 1995 mendapatkan
adanya hipermetilasi pada kasus bunga yang sama. Perbedaan hasil penelitian ini menjadi menarik untuk dibuktikan pada jaringan yang mengalami abnormal
karena selama ini penelitian-penelitian untuk mengungkapkan abnormal pada bunga kelapa sawit dilakukan pada jaringan kalus dan daun. Selain itu tingkat
abnormal pada organ tanaman apakah berhubungan dengan perubahan metilasi dan perubahan struktur pada genom belum diketahui.
Perkembangan tanaman atau differensiasi organ diregulasi oleh metilasi sitosin yang berhubungan dengan ekspresi gen spesifik jaringan. Metilasi dan
demetilasi sitosin pada daerah promotor merupakan mekanisme penting mengregulasi ekspresi gen pada sel dan jaringan spesifik Boyes Bird 1991 ;
Renckens et al. 1992. Pola metilasi terjadi spesifik dengan spesies, jaringan dan bervariasi selama tahap perkembangan. Metilasi differensial dideteksi pada
jaringan tanaman berbeda pada tanaman tomat Messeguer et al. 1991 dan jagung Walker 1998. Metilasi DNA pada tanaman seperti halnya vertebrata
diimplikasikan pada pengaturan ekspresi gen Antequera Bird 1988 yaitu berpengaruh langsung terhadap transkripsi DNA atau tidak langsung melalui
perubahan struktur kromatin Adams 1990 ; Lewis Bird 1991 ; Razin Cedar 1991. Metilasi DNA dapat mengontrol aktivitas gen dalam jangkauan kecil yaitu
dengan mempengaruhi promotor dan enhancer, atau jangkauan luas melalui mekanisme global dengan mempengaruhi beberapa gen dalam seluruh kromosom
atau genom. Sejumlah studi menunjukkan bahwa ada korelasi antara level ekspresi gen dan derajat metilasi yaitu apabila metilasi rendah maka ekspresi gen
tinggi, metilasi tinggi maka ekspresi gen rendah Gardner et al. 1991. Perubahan metilasi DNA genom khususnya pada daerah promotor
memungkinkan tidak terekpresinya gen-gen sebagai suatu fenomena hipermetilasi, dan ekspresi gen-gen yang tidak seharusnya terekpresi sebagai
suatu fenomena hipometilasi. Perubahan metilasi DNA genom tersebut dapat diregulasi oleh cekaman lingkungan, salah satunya melalui kultur jaringan.
Kemungkinan perubahan metilasi seperti fenomena di atas mempengaruhi ekspresi gen untuk pembentukan organ bunga. Perubahan metilasi DNA genom
mempengaruhi juga struktur kromatin yang secara global melibatkan banyak gen, atau perubahan struktur kromatin pada daerah heterokromatin yang tidak
berhubungan dengan daerah suatu gen. Berdasarkan pertimbangan di atas maka perlu dilakukan penelitian terhadap status metilasi pada klon-klon kelapa sawit
berbunga abnormal mantel dengan menggunakan jaringan tanaman yang abnormal. Menurut Bellucci et al. 2002 untuk mendeteksi terjadi metilasi yaitu
dengan menganalisis DNA secara biokimia menggunakan Spektrofotometrik dan High Performance Liquid Chromatography HPLC.
Perubahan metilasi DNA berdampak pada perubahan ekspresi gen, pematahan kromosom, aktivitas transposon, kekompakan struktur kromosom.
Pematahan kromosom yang mengakibatkan perubahan struktur kromosom merupakan suatu fenomena mutasi dalam kultur jaringan. Kaeppler dan Phillips
1993b mengatakan bahwa metilasi DNA berakibat dalam perubahan struktur kromatin karena terlambatnya replikasi heterokromatin dalam kultur jaringan
sehingga terjadi pematahan kromosom, dan perubahan ekspresi gen. Aktivasi pergerakan transposon diinduksi juga oleh perubahan metilasi pada daerah
heterokromatin, sebagai penyebab mutasi Miura et al. 2001; Singer et al. 2001 ; Kato et al. 2003.
Pematahan kromosom dan aktivasi transposon menyebabkan perubahan sekuens DNA genom, dan perubahan pada suatu gen menyebabkan perubahan
ekspresi gen yang berakibat pada perubahan fenotipik. Kemungkinan bunga mantel berhubungan dengan perubahan sekuens pada gen-gen yang meregulasi
pembentukan bunga pada kelapa sawit. Meskipun Rival et al. 1998 menemukan bahwa tidak terjadi kerusakan genom pada tanaman berbunga mantel, dan
beberapa hasil penelitian mengarah pada fenomena epigenetik. Namun klon-klon kelapa sawit mempunyai sensitifitas berbeda dengan lingkungan tumbuh, dan
kekacauan di dalam genom terjadi secara random meliputi perubahan metilasi DNA maupun sekuens DNA selama kultur menjadi hal yang menarik untuk
dianalisis pada klon lain. Menurut Miklas et al. 1996 teknik RAPD dapat digunakan untuk mencirikan gen atau kromosom, sidik jari genom dan membuat
peta genom. Marka RAPD memperlihatkan sensitifitas untuk mendeteksi keragaman di antara individu, antara dan dalam spesies Carlson et al. 1991; Roy
et al . 1992.
Tujuan Penelitian
1 Mengkarakterisasi morfologi bunga dan buah abnormal, serta menetapkan
tingkat abnormalitas pada fase buah. 2
Menganalisis kandungan minyak pada tingkat abnormalitas buah berbeda, serta hubungannya dengan kandungan malonil-KoA dan asetil-KoA pada
mesokarp buah. 3
Menganalisis perubahan status metilasi DNA genom pada jaringan bunga dan buah yang abnormal, serta hubungannya dengan beberapa tingkat
abnormalitas pada bunga dan buah. 4
Menganalisis perubahan sekuens DNA genom antara tanaman dengan beberapa tingkat abnormal pada klon MK 152.
Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan sejumlah informasi tentang 1 perubahan morfologi yang spesifik pada tanaman-tanaman yang
berasal dari kultur jaringan, 2 kandungan minyak, malonil-KoA dan asetil-KoA pada beberapa tingkat abnormalitas buah, 3 perubahan status metilasi pada
jaringan daun, bunga dan buah pada beberapa tingkat abnormalitas, serta 4 perubahan sekuens DNA pada beberapa tingkat abnormal pada klon MK 152.
Strategi Penelitian
Berdasarkan tujuan dan manfaat penelitian tersebut maka strategi penelitian dilakukan dalam empat tahap Gambar 1 yaitu :
1 Karakterisasi morfologi bunga dan buah abnormal pada beberapa klon kelapa sawit.
2 Kajian kandungan minyak, malonil-KoA dan asetil-KoA pada buah
abnormal beberapa klon kelapa sawit.
3 Kuantifikasi metilasi sitosin DNA genom pada jaringan daun, bunga dan
buah kelapa sawit abnormal. 4
Pendeteksian perubahan sekuens DNA pada kelapa sawit abnormal dengan teknik RAPD.
1
2
3
4 KARAKTERISASI MORFOLOGI BUNGA DAN BUAH
ABNORMAL PADA BEBERAPA KLON KELAPA SAWIT Tujuan : Mengkarakterisasi morfologi bunga dan buah, serta
menetapkan tingkat abnormalitas pada fase buah
KAJIAN KANDUNGAN MINYAK, MALONIL-KoA DAN ASETIL-KoA PADA BUAH ABNORMAL
BEBERAPA KLON KELAPA SAWIT Tujuan : Menganalisis kandungan minyak pada tingkat abnormalitas
buah berbeda serta hubungannya dengan kandungan malonil-KoA dan asetil-KoA pada mesokarp buah
KUANTIFIKASI METIL SITOSIN DNA GENOM PADA JARINGAN DAUN, BUNGA DAN BUAH
KELAPA SAWIT ABNORMAL Tujuan : Menganalisis perubahan status metilasi DNA genom
pada jaringan bunga dan buah yang abnormal, serta hubungannya dengan beberapa tingkat abnormalitas
pada bunga dan buah
PENDETEKSIAN PERUBAHAN SEKUENS DNA PADA KELAPA SAWIT ABNORMAL
DENGAN TEKNIK RAPD Tujuan : Menganalisis perubahan sekuens DNA genom antara
tanaman dengan beberapa tingkat abnormal pada klon MK 152
ABNORMALITAS BUNGA DAN BUAH PADA KLON KELAPA SAWIT Elaeis guineensis Jacq BERDASARKAN
ANALISIS MORFOLOGI, BIOKIMIA DAN DNA GENOM
Gambar 1. Bagan alir penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA