KAJIAN KANDUNGAN MINYAK, MALONIL-KoA

BAB IV KAJIAN KANDUNGAN MINYAK, MALONIL-KoA

DAN ASETILKoA PADA BUAH ABNORMAL BEBERAPA KLON KELAPA SAWIT ABSTRAK Kelapa sawit hasil kultur jaringan memperlihatkan abnormalitas pada bunga dan buah. Abnormalitas pada jaringan bunga berkembang menjadi buah, diduga mempengaruhi kandungan minyak dari buah tersebut. Penelitian bertujuan menetapkan kandungan minyak pada beberapa tipe buah abnormal dan menganalisis kandungan malonil-KoA dan asetil-KoA pada buah-buah tersebut. Bahan tanaman terdiri atas tiga klon yaitu klon MK 152, MK 176 dan MK 209 dengan tingkat abnormal normal, abnormal ringan AbR, abnormal berat AbB, abnormal sangat berat 1 AbSB1 dan abnormal sangat berat 2 AbSB2. Estraksi minyak secara soxhlet dan pengukuran malonil-KoA dan asetil-KoA dengan HPLC High Performance Liquid Chromathography. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan minyak bervariasi dengan abnormalitas buah. Klon MK 152 dengan buah normal dan AbB mempunyai kandungan minyak pada fase agak matang 73.9-74.7 sedangkan buah AbSB2 lebih rendah 62. Klon MK 176 dengan buah normal, AbR dan AbB mempunyai kandungan minyak cenderung sama yaitu berkisar 77-81. Klon MK 209 dengan buah normal, AbR dan AbB mempunyai kandungan minyak 76-77.5, sedangkan buah AbSB2 63.2. Kandungan minyak yang tinggi pada buah normal klon MK 152, AbR klon MK 209 dan AbB klon MK 176 mempunyai kandungan malonil-KoA yang lebih tinggi 0.068, 0.069 dan 0.085 mgml dibandingkan dengan asetil- KoA 0.023, 0.036 dan 0.021 mgml. Terjadi sebaliknya pada buah AbSB1 dan AbSB2 klon MK 152 dengan kandungan asetil-KoA 0.087 dan 0.066 mgml lebih tinggi dibandingkan malonil-KoA 0.037 dan 0.022 mgml. Terdapat kecenderungan minyak yang tinggi pada buah normal, AbR dan AbB didukung oleh kandungan malonil-KoA yang tinggi dengan asetil-KoA yang rendah. Kata kunci: kelapa sawit, kultur jaringan, buah abnormal, minyak mesokarp, malonil-KoA, asetil-KoA PENDAHULUAN Di Indonesia, kelapa sawit merupakan salah satu tanaman perkebunan unggulan yang menjadi perhatian pemerintah maupun swasta untuk dikembangkan. Sebagai penghasil minyak nabati, tanaman ini mempunyai kekhasan tersendiri dari tanaman kelapa umumnya. Minyak dapat dihasilkan dari dua bagian buah yaitu dari mesokarp yang disebut crude palm oil CPO dan dari kernel yang disebut kernel palm oil KPO, dan minyak sawit berasal dari CPO. Rasio asam lemak jenuh dan tak jenuh seimbang pada minyak sawit, sedangkan minyak kernel didominasi 85 oleh asam lemak jenuh yang mirip dengan minyak kelapa coconut oil. Dibandingkan dengan minyak kedele, minyak sawit mempunyai asam lemak jenuh khususnya palmitat lebih banyak yang menyebabkan minyak sawit lebih stabil dan tidak mudah teroksidasi pada suhu tinggi Cheng Hai 2002. Pemanfaatan minyak sawit sangat beragam menyebabkan terjadi peningkatan permintaan. Permintaan minyak sawit dunia pada masa datang akan meningkat 2.8–3 juta tontahun Bangun 2005 sehingga memacu negara produsen kelapa sawit seperti Malaysia dan Indonesia untuk meningkatkan produksi. Di tahun 2006, kurang lebih dari 5.6 juta hektar ditanami kelapa sawit dan menghasilkan lebih dari 13 juta ton CPOtahun Asmono 2006. Namun salah satu keterbatasan peningkatan produksi di Indonesia adalah kurang tersedianya bibit unggul dibandingkan dengan luas lahan yang meningkat tiap tahun. Usaha penyediaan bibit kelapa sawit dilakukan dengan teknologi kultur jaringan namun mengalami masalah krusial yaitu buah abnormalmantel. Adanya fenotip buah mantel kira-kira 5.69 pada klon PPKS Fatmawati et al. 1997 atau 5-10 pada semua klon yang diregenerasi Corley et al. 1986 ; Tregear et al. 2002. Menurut Toruan-Mathius et al. 2001 terjadi abnormalitas pada organ reproduktif berkisar 10-40. Kejadian ini menyebabkan menurunnya produktivitas karena buah yang terbentuk biasanya gugur selama dalam perkembangan Eeuwens et al. 2002. Keabnormalan buah ini diduga dapat menurunkan produksi minyak namun berapa besar penurunan tersebut belum diketahui. Abnormal pada buah kelapa sawit ini menjadi faktor pembatas untuk penyediaan bibit unggul melalui teknologi kultur jaringan. Menurut Lubis 1983 buah sawit mulai aktif mensintesis minyak pada umur tiga bulan dan kandungan minyak terus meningkat mencapai maksimum pada umur 167 hari. Hasil penelitian Budiani 2005 menunjukkan bahwa ensim asetil-KoA karboksilase ACCase dan aktivitas ACP acyl carrier protein reduktase meningkat bertepatan saat buah memasuki periode aktif sintesis minyak. Minggu ke-16 setelah penyerbukan, minyak yang dihasilkan pada mesokarp kurang dari 2 dari berat kering. Namun kandungan minyak mencapai maksimum pada umur 20 minggu Hartley 1970. Menurut Lubis 1992 mesokarp berwarna hijau kekuningan menunjukkan bahwa minyak telah terbentuk. ACCase mengkatalisis tahap pertama biosintesis asam lemak dengan merubah asetil-KoA menjadi malonil-KoA Töpfer et al. 1995. Menurut Nikolau et al . 2003 secara in vivo ACCase mengregulasi biosintesis asam lemak pada tanaman, dengan mengukur kumpulan asetil-KoA, malonil-KoA, asetil-ACP, malonil-ACP dan acyl-ACP. Tingkat abnormal buah yang beragam ditemukan pada tanaman kelapa sawit hasil perbanyakan dari kultur jaringan dengan kondisi mesokarp yang berserat sampai berkayu. Karakteristik mesokarp demikian diduga mempengaruhi kandungan minyak, demikian juga malonil-KoA dan asetil-KoA yang merupakan metabolik pertama pada lintasan pembentukan asam lemak. Penelitian ini bertujuan 1 menetapkan kandungan minyak pada dua fase buah panen, 2 menganalisis kandungan minyak mesokarp pada tingkat abnormalitas buah berbeda, 3 menganalisis keberadaan minyak, malonil-KoA dan asetil-KoA mesokarp pada tingkat abnormalitas buah berbeda. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi tentang kandungan minyak dan hubungannya dengan keberadaan malonil-KoA dan asetil-KoA yang dihasilkan oleh buah abnormal sehingga diperoleh kepastian untuk menggunakan bibit kelapa sawit dari kultur jaringan. BAHAN DAN METODE Bahan Tanaman Penelitian dilaksanakan di Balai Penelitian Perkebunan Indonesia, SEAMEO BIOTROP-Bogor dan Laboratorium Analisis Balai Besar Pasca Panen -Cimanggu dari bulan September 2005 sampai Desember 2006. Bahan tanaman kelapa sawit merupakan koleksi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi BPPT di Ciampea-Bogor. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diperoleh tiga klon MK 152, MK 176 dan MK 209 mempunyai banyak tanaman yang berbuah abnormal dengan tingkat abnormalitas beragam. Klon MK 152 mempunyai tiga karakteristik buah yaitu tanaman berbuah normal, abnormal berat AbB dan abnormal sangat berat 2 AbSB2. Buah AbSB1 merupakan tanaman pinggiran dan tidak dijumpai pada tujuh klon yang dikoleksi. Klon MK 176 mempunyai tanaman berbuah normal, AbR dan AbB. Sedangkan klon MK 209 mempunyai empat karakteritik buah yaitu tanaman berbuah normal, AbR, AbB dan AbSB2. Sebelas tanaman dari tiga klon tersebut digunakan sebagai bahan tanaman untuk estraksi minyak. Sedangkan untuk pengukuran kandungan asetil- KoA dan malonil-KoA dilakukan pada fase buah agak matang. Tujuh tanaman dengan tingkat abnormalitas normal, AbR, AbB, AbSB1 dan AbSB2 digunakan untuk analisis kandungan asetil-KoA dan malonil-KoA dari mesokarp buah. Tanaman berbuah normal dan AbSB2 berasal dari klon MK 152, buah AbB dari klon MK 176, buah normal, AbR dan AbSB2 berasal dari klon MK 209, serta satu tanaman berbuah AbSB1 merupakan tanaman pinggiran. Metode Penelitian Penentuan Fase Buah Panen untuk Estraksi Minyak Penelitian ini menggunakan buah panen dari tandan buah segar. Kriteria panen tandan buah segar yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan adalah buah mentah, buah agak matang, buah matang dan buah lewat matang. Dengan demikian dua fase kematangan buah untuk estraksi minyak didasarkan pada kriteria di atas dengan mengacu pada warna buah yaitu 1 buah agak matang dengan ciri yaitu seperdua dari pangkal buah berwarna kuning orange dan ujung warna ungu gelap, dan 2 buah matang dengan ciri dua per tiga dari pangkal buah berwarna jingga, ujung buah warna orange kecoklatan serta belum lepas dari tandan buah segar. Sampel buah dari lapangan dibungkus dengan koran dan dimasukan ke plastik, selanjutnya disimpan dalam lemari es untuk dipakai hari berikutnya. Mesokarp untuk estraksi minyak dengan pengulangan dua kali. Sampel diambil dari dua tandan buah berbeda yang berasal dari tanaman yang sama. Setiap ulangan dibuat duplo untuk pengukuran bobot kering maupun kandungan minyak. Estraksi Minyak dari Mesokarp Buah Sawit Mesokarp disayat menjadi bagian-bagian yang tipis dipisahkan untuk bobot bahan kering BBK sebanyak 1.5 g dan untuk estraksi minyak 7 g. Sampel mesokarp ± 1.5 gr bobot basah diletakkan pada alumunium foil dan dikeringkan pada suhu 110 o C selama 24 jam kemudian ditimbang sebagai bobot bahan kering BBK dengan formula : Bobot Kering g BBK = x 100 Bobot Basah g Sampel ± 7 g diletakkan pada alumunium foil dikeringkan pada suhu 70 o C selama 3 hari. Sampel mesokarp yang telah kering, ditumbuk dalam lumpung porselin sampai halus dan berminyak. Sampel yang telah halus ditimbang sebagai bobot kering mesokarp yang siap diekstrak M kemudian diletakkan di kertas saring dan digulung, kedua ujungnya dilapisi dengan kapas kemudian diikat dengan tali kasur. Labu lemak yang akan digunakan dikeringkan bersama batu didih pada suhu 100 o C selama 1 jam kemudian didinginkan Y dalam desikator. Gulungan sampel dimasukan dalam tabung soxhlet kemudian dipasang ke labu lemak dan diisi dengan petroleum benzen titik didih 40 o -60 o C . Bentukan ini kemudian segera dipasang pada kondensor untuk memulai estraksi minyak, sebelumnya pengangas air water bath telah dipanaskan pada suhu 70 o C. Proses estraksi minyak Lampiran 1 melalui pemanasan suhu 70 o C sampai petroleum benzena dalam tabung menjadi jernih ± 5-8 jam. Labu lemak didestilasi untuk menyuling petroleum benzen terpisah dari minyak. Labu lemak dilepaskan dari kondensor, kemudian dikeringkan dalam oven suhu 70 o C selama 5-6 jam selanjutnya didinginkan semalam dalam desikator. Labu lemak yang berisi minyak ditimbang beberapa kali sampai bobotnya tidak berubah X. Kandungan minyak yang diperoleh dihitung berdasarkan formula sebagai berikut : X – Y KL = 100 M KL = Kandungan lemak X = bobot labu lemak dengan lemak g Y = bobot labu lemak kosong g M = bobot kering mesokarp siap diekstrak g Pengukuran kandungan Malonil-KoA dan Asetil-KoA Menyiapkan estraktan protein Santoso 1997 ; Budiani 2005 Sampel dari fase buah agak matang berasal dari tandan dan tanaman yang sama untuk minyak. Mesokarp buah sawit disayat tipis-tipis kemudian dipotong kecil-kecil. Mesokarp dihaluskan dengan cara merendamnya dengan nitrogen cair selama 30 detik kemudian digerus sampai menjadi tepung pada lumpung porselin. Tepung mesokarp 0.9 g dimasukan ke tabung volume 2 ml dan dihomogen dengan 1 ml bufer estraksi dingin es 0.1M Tris-HCl pH 8.2, 0.5M NaCl, 1mM EDTA, 2 β-merkaptoetanol, kemudian divorteks dan disentrifus dengan kecepatan 14.000 rpm pada suhu 4 o C selama 30 menit Lampiran 3. Supernatan sebagai estraktan protein crude protein diambil hati-hati untuk menghindari terikutnya debris mesokarp kemudian dipindahkan ke tabung baru. Mengukur kandungan malonil-KoA dan Asetil-KoA Levert et al. 2002 ; Budiani 2005 Pengukuran keberadaan asetil KoA dan malonil KoA dalam mesokarp buah agak matang dalam suatu reaksi untuk kerja ensim asetil-KoA karboksilase ACCase. Estraktan protein sebanyak 80 µl dipreinkubasi pada suhu 25 o C selama 30 menit dengan 2 mgml bovin serum albumin BSA dan 10 mM potassium sitrat. Reaksi dimulai dengan mentransfer 200 µl hasil preinkubasi ke dalam campuran reaksi 50 mM Tris pH 7.5; 6 µM asetil-KoA; 2 mM ATP, 7 mM KHCO 3 ; 8 mM MgCl 2 ; 1 mM ditiotreitol dan 1 mgml bovin serum albumin hingga volume total 800 µl, selanjutnya diinkubasi pada suhu 25 o C selama 10 menit. Reaksi dihentikan dengan menambahkan 200 µl 10 asam perklorat. Sampel disentrifus pada 14.000 rpm suhu 4 o C selama 3 menit dan supernatan dipindahkan ke Eppendorf baru dan disimpan pada suhu -20 o C untuk analisis HPLC Lampiran 3. Analisis menggunakan kolum C-18 dengan sistim Water HPLC dilengkapi dengan detector UV-visible dengan panjang gelombang 254 nm. Fase gerak berupa 10 mM KH2PO4 pH 6.7 dan metanol, kecepatan alir 1.0 mlmenit, waktu retensi untuk malonil KoA 1.04 menit dan asetil-KoA adalah 1.23 menit. Konsentrasi standar asetil-KoA SIGMA maupun malonil-KoA SIGMA yang digunakan 100 ppm. Pengukuran kandungan asetil-KoA dan malonil-KoA dengan formula sebagai berikut : luas areal sampel Konst.Sampel = x konsentrasi Standar luas areal standar Hubungan antara kandungan minyak dengan keberadaan malonil-KoA dan Asetil- KoA dalam mesokarp buah sawit pada beberapa tingkat abnormalitas dilakukan dengan uji korelasi : ∑ XY r n -2 r = t hit = ∑ X 2 ∑ Y 2 1-r 2 db = n - 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Mesokarp dan Karakteristik Minyak pada Buah Abnormal Minyak diekstrak dari mesokarp buah kelapa sawit pada beberapa tipe buah abnormal, berasal dari klon MK152, MK176 dan MK 209 dan satu tanaman pinggiran AbSB1. Pada penelitian sebelumnya diperoleh lima karakteristik buah hasil kultur jaringan yaitu normal, AbR, AbB, AbSB1 dan AbSB2 yang diklasifikasi berdasarkan kedudukan karpel tambahan terhadap karpel utama, tekstur mesokarp dan ada tidaknya biji. Buah kelapa sawit yang dicirikan dengan adanya karpel tambahan disebut buah mantel Hartley 1977. b a Gambar 20. Penampilan mesokarp pada dua fase buah matang. a Mesokarp buah fase agak matang, b Mesokarp buah fase matang c b a d e Gambar 21. Beberapa tingkat abnormalitas buah dan mesokarpnya. a Buah normal, b Buah AbR, c Buah AbB, d Buah AbSB1, e Buah AbSB2 Dua fase buah panen yaitu fase buah agak matang dan buah matang yang digunakan untuk estraksi minyak mempunyai tekstur dan warna mesokarp yang berbeda. Tekstur mesokarp pada buah agak matang adalah agak padat dan berwarna kuning Gambar 21a sedangkan mesokarp buah matang berwarna jingga, agak berminyak dan sedikit berserat Gambar 21b. Tekstur dan warna mesokarp pada buah normal, AbR, AbB dan AbSB1 hampir mirip Gambar 21a-d namun mesokarp AbSB1 lebih berserat dibandingkan dengan yang lain. Dua fase matang pada buah AbSB2 mempunyai mesokarp cenderung berkayu dan berwarna kuning pucat, berbeda dengan tipe abnormal yang lain. Didapatkan juga bahwa warna mesokarp menunjuk pada warna minyak yang dihasilkan. Tekstur minyak pada fase buah setengah matang dan buah matang adalah jernih pada semua tingkat abnormalitas buah, kecuali buah AbSB. Buah AbSB2 mempunyai minyak sangat keruh pada kedua fase tersebut, diduga dengan adanya hasil ikutan karena mesokarp yang berkayu. Kandungan Minyak Pada Beberapa Tingkat Abnormalitas Buah Hasil estraksi minyak dari mesokarp buah klon MK 152 menunjukkan bahwa kandungan minyak pada buah normal dan AbB berkisar 74-75 pada buah agak matang dan meningkat mencapai 78-81 pada buah matang 77.26 82.16 80.85 81.42 78.62 78.51 20 40 60 80 100 M inya k Normal AbR AbB Tingkat Abnormalitas Buah 74.66 81.18 73.89 77.62 61.99 61.33 20 40 60 80 100 M inya k Normal AbB AbSB2 Tingkat Abnormalitas Buah a 75.97 79.91 77.47 79.30 76.27 80.32 63.2265.56 20 40 60 80 100 M inya k Normal AbR AbB AbSB2 Tingkat Abnormalitas Buah Buah agak matang Buah matang b b Gambar 22. Kandungan minyak mesokarp pada dua fase buah panen dari tiga klon dengan tingkat abnormalitas berbeda. a Klon MK 152 , b Klon MK 176, c Klon MK 209. AbR abnormal ringan, AbB abnormal berat, AbSB1 abnormal sangat berat 1, AbSB2 abnormal sangat berat 2 Gambar 22a Tabel 1 pada Lampiran 2. Sedangkan buah AbSB2 mempunyai minyak lebih rendah 62 dan 61.3 dari tipe buah abnormal yang lain pada kedua fase buah panen tersebut karena mesokarpnya cenderung berkayu Gambar 21e. dan tekstur minyak yang keruh. Kandungan minyak pada buah matang relatif lebih tinggi dibandingkan buah agak matang. Buah AbSB1 Tabel 1 pada Lampiran 2 meskipun mempunyai mesokarp berdaging namun mesokarp yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan buah normal dan AbB karena tiap karpel tambahan dari AbSB1 terpisah satu dengan lain, terpisah juga dari karpel utama Gambar 21d. Klon MK 176 dengan tanaman berbuah normal, AbR dan AbB menunjukkan kandungan minyak buah agak matang 77-81 tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Demikian juga pada buah matang yang meningkat menjadi 79-82 Gambar 22b Tabel 1 pada Lampiran 2. Hasil ini menunjukkan bahwa abnormalitas pada buah dengan adanya karpel tambahan pada kasus ini tidak mengurangi kandungan minyak. Selain itu ukuran buah dari AbR dan AbB relatif lebih besar Gambar 21b dan 21c sehingga mesokarp yang dihasilkan lebih banyak merupakan suatu keunggulan dari dua tingkat abnormal buah ini. Besarnya ukuran buah AbR dan AbB karena batasan karpel tambahan hanya nampak pada bagian ujung buah sedangkan keseluruhan buah menyatu seperti halnya buah normal. Kandungan minyak pada tanaman berbuah normal, AbR dan AbB dari klon MK 209 cenderung sama yaitu berkisar 76-77.5 pada buah agak matang, dan meningkat mencapai 79-80 pada buah matang Gambar 22c Tabel 1 pada Lampiran 2. Sedangkan kandungan minyak pada buah AbSB2 lebih rendah yaitu 63 pada buah agak matang dan 65.5 pada buah matang. Kandungan minyak dari beberapa tingkat abnormal buah cenderung sama antara klon MK 152, klon MK 176 dan klon MK 209, kecuali buah AbSB. Nampak bahwa kandungan minyak dari buah normal, AbR dan AbB dari dari ketiga klon lebih dari 70. Didapatkan bahwa kandungan minyak pada fase buah matang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan buah agak matang. Seperti yang dikemukakan oleh Budiani 2005 bahwa semakin tua umur buah sawit maka semakin besar ukuran buah, semakin merah warnanya dan semakin tinggi kandungan minyaknya. Hasil penelitian Budiani 2005 menunjukkan bahwa kandungan minyak maksimum dari tanaman hasil kultur jaringan mendekati 60 sedangkan beberapa individu tanaman lain hanya 40. Namun dalam penelitian ini kandungan minyak relatif tinggi pada semua tingkat abnormalitas buah diduga adanya perbedaan pada fase buah matang yang digunakan. Menurut Price et al. 2007 kandungan minyak dari mesokarp kelapa sawit dapat mencapai 40-70, sedangkan minyak dari kernelbiji lebih rendah 43-51. Berdasarkan pola kandungan minyak pada beberapa tingkat abnormalitas dari ketiga klon tersebut di atas maka ditemukan suatu fenomena bahwa tanaman hasil kultur jaringan dengan karakteristik buah normal, AbR dan AbB mempunyai kandungan minyak yang cenderung sama. Ketiga karakteristik buah ini juga menghasilkan biji yang normal sehingga selain diperoleh CPO dari mesokarp dihasilkan juga KPO dari kernel. Ukuran buah lebih besar ditemukan pada buah AbR dan AbB dibandingkan dengan buah normal, AbSB1 dan AbSB2. Ukuran buah yang besar pada dua tipe buah abnormal tersebut karena mempunyai mesokarp yang tebal. Hasil yang diperoleh ini merupakan suatu informasi awal yang menggembirakan untuk menggunakan teknologi kultur jaringan dalam penyediaan bibit unggul meskipun buah yang dihasilkan abnormal, khususnya AbR dan AbB. Sebaliknya buah dari AbSB1 dan AbSB2 mempunyai kandungan minyak relatif sedikit karena karpel tambahan terpisah satu dengan lain dan mesokarp agak berserat AbSB1, serta keadaan mesokarp yang cenderung berkayu AbSB2. Selain itu, kedua tipe buah abnormal ini tidak mempunyai biji sehingga tidak dapat dihasilkan KPO. Bobot Bahan Kering Mesokarp dan Minyak pada Beberapa Tingkat Abnormalitas Buah Kandungan minyak yang dihasilkan oleh mesokarp didukung oleh bobot bahan kering BBK mesokarp. Bobot bahan kering yang tinggi kemungkinan karena mesokarpnya berserat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan kandungan minyak relatif lebih tinggi dan cenderung sama pada buah normal, AbR dan AbB secara berurutan 75.96, 79.2 dan 76.3 Gambar 23 75.96 74.31 79.16 69.77 76.26 65.57 69.53 63.67 62.61 51.3 20 40 60 80 100 M iny ak Bo bo t Ke ri n g Normal AbR AbB AbSB1 AbSB2 Tingkat Abnormalitas Buah Minyak BAM Bobot Kering Gambar 23. Rataan kandungan minyak dan bobot bahan kering mesokarp fase buah agak matang BAM pada beberapa tingkat abnormalitas dibandingkan dengan AbSB1 69.5 dan AbSB2 62.6. Sedangkan rataan BBK mesokarp pada buah normal cenderung lebih tinggi 74.3 dibandingkan dengan buah AbR, AbB dan AbSB1 yang berkisar 66 - 69.7. Hasil BBK yang rendah ditemukan pada mesokarp AbSB2 51.3 Gambar 23 Tabel 2 pada Lampiran 2. Bobot kering yang tinggi pada buah normal kemungkinan karena mesokarpnya berserat, namun karena mesokarpnya juga berdaging sehingga secara visual tidak nampak. Sedangkan mesokarp AbSB1 yang secara visual berserat mempunyai kandungan minyak cenderung rendah. Bobot bahan kering mesokarp yang tinggi pada buah normal ternyata mempunyai selisih dengan minyak hanya 1.65, lebih rendah dari semua tingkat abnormalitas buah. Sebaliknya buah AbSB2 mempunyai selisih antara kandungan minyak dan BBK lebih tinggi 11.3 diikuti oleh AbB 10.7, AbR 9.39 Gambar 23 Tabel 2 pada Lampiran 2 dan AbSB1 5.86. Buah AbSB2 mempunyai selisih kandungan minyak dan bobot bahan kering tinggi disebabkan oleh adanya komponen ikutan dalam minyak akibat dari mesokarp yang berkayu. Buah AbR dan AbB mempunyai bobot bahan kering mesokarp rendah dengan kandungan minyak yang tinggi karena mesokarpnya tebal berdaging. Tanaman berbuah AbB dan AbR berpotensi untuk menghasilkan minyak lebih banyak dibandingkan dengan tanaman berbuah normal. Namun keadaan fenotipik buah abnormal tidak ideal dan tidak diharapkan oleh perusahaan kelapa sawit. b a Gambar 24. Penampilan buah AbSB2 pada fase buah panen. a Buah AbSB2 yang mulai membusuk sebelum fase buah agak matang, b Buah AbSB2 telah membusuk pada tandan buah segar Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tandan buah segar panen jarang ditemukan pada tanaman berbuah AbSB karena sebagian besar buahnya busuk sebelum masuk pada fase buah agak matang ataupun buah matang Gambar 24. terutama pada buah AbSB2. Kematangan buah atau tidak matangnya buah sangat didukung oleh kerja hormon dalam tanaman. Banyak penelitian membuktikan bahwa matangnya buah sejalan dengan peningkatan produksi etilen. Beberapa faktor yang memacu produksi etilen adalah kelayuan bunga, kematangan buah, IAA, pelukaan secara fisik, chiling injury, cekaman kekeringan dan genangan Taiz Zeiger 1991. Namun penelitian ini menunjukkan suatu fenomena berbeda khususnya pada tanaman AbSB1 dan AbSB2 yaitu saat tanaman memasuki fase buah agak matang atau sebelum fase tersebut telah terjadi penghambatan kematangan pada sebagian besar buah dalam suatu tandan buah segar dan kemudian mulai membusuk. Tidak matangnya buah pada kedua tipe buah tersebut diduga karena penghambatan produksi etilen. Pengamatan di lapangan didapatkan juga bahwa tandan buah abnormal berukuran lebih besar karena terdiri atas buah-buah berukuran besar dengan bentuk yang tidak sempurna, serta pelepah daun yang cenderung tertutup ke arah batang terutama pada tanaman berbuah AbSB2. Karakteritik tandan buah dan pelepah daun seperti demikian menyebabkan tidak adanya sirkulasi udara dan ruang yang cukup untuk perkembangan tandan buah dan buah. Akibatnya kelembaban lebih tinggi disekitar tandan buah yang diduga sebagai penyebab busuknya buah bahkan seringkali ditemukan banyak cendawan pada buah-buah tersebut. Fenomena-fenomena tersebut menjadi pembatas untuk mendapatkan buah dengan minyak yang tinggi jika semua tanaman hasil kultur jaringan di lapangan didominasi oleh tanaman berbuah AbSB1 dan AbSB2. Kandungan Asetil-KoA dan Malonil-KoA pada Buah Abnormal Kandungan minyak, asetil-KoA dan malonil-KoA yang diukur berasal dari fase buah agak matang dengan tingkat abnormal buah yang berbeda. Hasil HPLC memperlihatkan pola kurva yang berbeda antara asetil-KoA dan malonil-KoA sesuai tingkat abnormalitas buah Lampiran 4. Kandungan minyak yang terkandung dalam mesokarp buah merupakan hasil dari aktivitas ensim asetil-KoA karboksilase ACCase yang dianalisis berdasarkan kandungan asetil-KoA dan malonil-KoA. Sasaki dan Nagano 2004 mengatakan bahwa biosintesis asam lemak pada tanaman berlangsung dalam plastid dan ACCase bekerja pada tahap pertama dengan mengkarbosilasi asetil-KoA menjadi malonil-KoA. Dua tanaman normal dari klon MK 152 dan MK 209 Tabel 4 memperlihatkan kandungan minyak yang tinggi 74.7 dan 78.6 dengan kandungan malonil-KoA 0.068 dan 0.052 mgml yang lebih tinggi dibandingkan dengan asetil-KoA 0.023 dan 0.041 mgml. Terdapat suatu kemiripan kandungan minyak buah AbR dan buah normal pada klon MK 209 dengan malonil-KoA yang tinggi 0.069 dan 0.052 dan asetil-KoA yang rendah Tabel 4. Kandungan asetil-KoA, malonil-KoA dan minyak pada beberapa klon dengan beberapa tingkat abnormal buah Keterangan : Tanaman untuk uji korelasi. NML normal, AbR abnormal ringan, AbB abnormal berat, AbSB1 abnormal sangat berat1, AbSB2 abnormal sangat berat 2 0.036 dan 0.041. Pola minyak dengan malonil-KoA yang tinggi diperlihatkan juga pada buah AbB Tabel 4 yang berasal dari klon yang berbeda MK 176. Buah AbSB2 yang berasal dari klon berbeda MK 152 dan MK 209 menunjukkan pola yang sama yaitu kandungan minyak 62 dan 63.2 dengan malonil-KoA yang rendah 0.022 dan 0.003 mgml dan asetil-KoA yang tinggi 0.067 dan 0.084 mgml. Hasil ini mengindikasikan bahwa buah normal, AbR dan AbB meskipun berasal dari klon berbeda namun menunjukkan kandungan minyak cenderung sama didukung oleh kandungan malonil-koA dan asetil-KoA, demikian juga pada buah AbSB1 dan AbSB2. Rasio produk dan substrat yakni malonil-KoA dan asetil-KoA mencapai 3-4 kali pada buah AbB dan normal MK 152 diikuti oleh buah AbR 1.9 kali dan pada buah normal MK 209 1.3 kali Tabel 4. Rasio yang tinggi menunjukkan bahwa malonil-KoA produk hasil dari aktivitas ensim asetil-KoA karboksilase berkontribusi menghasilkan minyak lebih banyak dibandingkan dengan rasio yang rendah. Rasio terendah diperoleh pada buah AbSB1 dan AbSB2. Kandungan minyak yang dihasilkan dari buah normal, AbR dan AbB berkisar 74.6-78.6 sedangkan AbSB1 dan AbSB2 relatif lebih rendah Tabel 4. Pada buah normal, AbR dan AbB terdapat kecenderungan minyak yang tinggi 74-78 didukung oleh kandungan malonil-KoA 0.05-0.085 mgml yang lebih tinggi dibandingkan dengan asetil-KoA 0.023-0.410 mgml. Namun terjadi sebaliknya pada buah AbSB1 terutama AbSB2 Tabel 4 dengan minyak yang relatif rendah 61.9-69.5, dan malonil-KoA 0.003 – 0.037 mgml yang lebih rendah dibandingkan dengan asetil-KoA 0.066-0.087 mgml. Hasil ini mengindikasikan bahwa buah normal, AbR dan AbB akan mengalami penambahan minyak sejalan dengan kematangan buah. Tingginya asetil-KoA dan rendah malonil-KoA pada buah AbSB1 dan AbSB2 menunjukkan kurang atau tidak aktifnya ensim ACCase untuk mengkatalisis asetil-KoA menjadi malonil- KoA dibandingkan dengan buah normal, AbR dan AbB. Hasil uji korelasi memperlihatkan adanya hubungan positif r = 0.97 antara malonil-KoA dan minyak yaitu bertambahnya minyak searah dengan meningkat kandungan malonil-KoA. Sedangkan terdapat hubungan negatif r = -0.78 tn antara kandungan asetil-KoA dan minyak namun hubungannya tidak nyata. Demikian juga hubungan negatif tidak nyata antara asetil-KoA dan malonil-KoA r = - 0.87 tn yaitu berkurangnya asetil-KoA menyebabkan bertambah malonil-KoA Lampiran 5. Fenomena lain dari dua tipe buah ini adalah sebagian besar buah dalam satu tandan tidak mencapai fase buah agak matang dan kemudian mulai membusuk namun buah tersebut tidak gugur atau jatuh. Diduga etilen yang berfungsi untuk memacu kematangan buah mengalami penghambatan dalam produksinya. Menurut Lubis 1992 minyak sudah mulai terbentuk pada buah muda umur tiga bulan dengan mesokarp berwarna kuning kehijauan. Budiani 2005 mendapatkan bahwa buah berumur 14 minggu telah menghasilkan minyak 0.23 nampak melalui peningkatan malonil-KoA dan penurunan asetil-KoA, dan mencapai 56.6 pada umur 24 minggu. Sedangkan Hartley 1970 menyatakan bahwa pada umur 20 minggu asam lemak mencapai maksimum yang didominasi asam palmitat 45.5, asam oleat 34 dan asam linoleat 11.8. Buah-buah AbSB dalam penelitian ini telah membentuk minyak sebelum masuk fase setengah matang namun kemudian terhambat diduga karena tidak aktifnya asetil-KoA karboksilase ACCase selaku ensim kunci pembentukan asam lemak. Pendugaan tersebut didukung oleh kandungan asetil-KoA yang tinggi dan malonil-KoA yang rendah pada tipe abnormal tersebut Tabel 4. Buah AbSB tidak berkembang dan selanjutnya membusuk kemungkinan aktivitas ensim ACCase terhambat pada kondisi tersebut. Penghambatan kematangan buah diikuti dengan penghambatan pembentukan minyak pada buah AbSB diduga distimuli oleh poliamin dan tidak tersedianya etilen. Kedua hormon ini mempunyai peranan antagonis dalam tanaman Kaur-Sawhney et al. 2003. Poliamin menghambat kematangan buah Kakkar Rai 1993 sedangkan etilen memacu proses tersebut. Beberapa peneliti mengatakan poliamin dapat menghambat biosintesis etilen, kemungkinan dengan menghalangi konversi SAM menjadi ACC 1-aminosiklopropan-1-asam karboksilat, dan ACC menjadi etilen Apelbaum et al. 1981 ; Suttle 1981 ; Even- Chen 1982 ; Fuhrer 1982. Sebaliknya etilen merupakan inhibitor efektif ensim SAMDC S-adenosilmetionin dekarboksilase dan ADC arginin dekarboksilase yang adalah ensim kunci dalam lintasan biosintesis poliamin Apelbaum et al. 1985 ; Icekson et al. 1985. SIMPULAN 1 Kandungan minyak pada fase buah matang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan buah agak matang. Pola kandungan minyak pada fase buah agak matang pada tiga klon MK 152, MK 176 dan MK 209 cenderung sama pada buah normal 74.66-77.26, AbR 77.47-80.85 dan AbB 73.89-78.62, dan pada fase buah matang berturut turut 79,91- 82.16, 79.30-81.42, dan 77.62-80.32. 2 Bobot bahan kering mesokarp lebih sedikit pada buah AbR dan AbB rataan 69.77 dan 65.57 dengan kandungan minyak yang tinggi dibandingkan dengan buah normal dengan bobot bahan kering mencapai 74.31. 3 Kandungan minyak yang tinggi pada buah normal klon MK 152, AbR klon MK 209 dan AbB klon MK 176 didukung oleh malonil-KoA yang tinggi berturut-turut 0.068, 0.069, 0.085 mgml dibandingkan dengan asetil-KoA berturut-turut 0.023, 0.036, dan 0.021 mgml pada fase buah agak matang. Namun terjadi sebaliknya pada buah AbSB1 dan AbSB2 Klon MK 152 dengan kandungan minyak relatif rendah 69.5 dan 61.9 didukung oleh malonil-KoA yang lebih rendah 0.037 dan 0.022 mgml dibandingkan dengan asetil-KoA 0.087 dan 0.066 mgml.

BAB V KUANTIFIKASI METILASI SITOSIN DNA GENOM PADA