Kriteria ketuntasan Minimal KKM Studi Komparasi Model Eliciting Activities

d. Bagi Sekolah Pembelajaran ini diharapkan memberi masukan yang baik bagi sekolah SMP Islam Sudirman Ambarawa dalam usaha perbaikan pembelajaran sehingga kualitas pendidikan dapat meningkat.

1.5 Penegasan Istilah

1.5.1 Kriteria ketuntasan Minimal KKM

Dalam penelitian ini Kriteria Ketuntasan Minimal KKM yaitu: 1 KKM individual siswa ditetapkan 75. Artinya, siswa dikatakan tuntas secara individual jika siswa memperoleh nilai sekurang-kurangnya 75, 2 KKM klasikal ditetapkan 75. Artinya, suatu kelas dikatakan tuntas secara klasikal jika banyaknya siswa yang tuntas secara individual sekurang- kurangnya 75 dari kelas tersebut.

1.5.2 Studi Komparasi

Winarno, sebagaimana dikutip oleh Hastuti 2009: 8, menyatakan bahwa “Konparasi adalah penyelidikan deskriptif yang berusaha mencari pemecahan melalui analisis tentang sebab akibat yakni memilih faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan situasi atau fenomena yang diselidiki dan membandngkan satu faktor dengan faktor yang lain. Dalam hal ini studi komparasi yang dimaksudkan adalah penelitian ilmiah untuk memperoleh informasi tentang perbandingan model pembelajaran manakah yang lebih baik diterapkan pada materi kubus dan balok antara model pembelajaran MEAs Model Eliciting Activities dengan ARIAS Assurance, Relevansi, Interest, Assessment, satisfaction.

1.5.3 Model Eliciting Activities

Menurut Widyastuti sebagaimana dikutip Santi 2013 menyatakan bahwa “Model Eliciting Activities MEAs merupakan pembelajaran yang didasarkan pada situasi kehidupan nyata siswa bekerja dalam kelompok kecil dan menyajikan sebuah model matematika sebagai s olusi”. Pembelajaran MEAs dilakukan dengan memberikan permasalahan yang bersifat realistik, tujuannya untuk meningkatkan ketertarikan siswa dalam pemecahan masalah. Hal itu tentu dapat membantu dalam menciptakan pembelajaran yang efisien dalam memecahkan masalah dan berarah pada peningkatan hasil belajar siswa. Penerapan Model Eliciting Activities MEAs dalam pembelajaran dapat menjadi katalisator yang dapat digunakan untuk mengembangkan daya nalar, kemampuan pemecahan masalah, dan berujung pada proses pembelajaran yang bermakna. Dengan mengaitkan pembelajaran pada situasi dunia nyata siswa, konsep-konsep yang bersifat abstrak dapat dijelaskan dengan baik dan siswa akan termotivasi untuk lebih aktif di dalam kelas dalam mengikuti pembelajaran. Selain itu juga permasalahan yang diberikan dengan masalah nyata memberikan dampak positif terhadap penguasaan konsep dan minat siswa, serta mendorong terjadinya perubahan belajar dari menghafal rumus menjadi belajar memahami konsep- konsep matematika dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

1.5.4 Model Pembelajaran ARIAS