Analisis Yuridis Terhadap Pendelegasian Pemberian Izin Investasi Kepada Pemerintah Daerah Menurut Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 Penanaman Modal

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENDELEGASIAN PEMBERIAN IZIN INVESTASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH MENURUT UNDANG- UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015 SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir Dan Memenuhi Syarat – Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

NAMA : LILIANA TANADY

NIM : 090200052


(2)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENDELEGASIAN PEMBERIAN IZIN INVESTASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH MENURUT UNDANG-

UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 PENANAMAN MODAL

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat – Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum Oleh :

LILIANA TANADY

NIM : 090200052

DEPARTEMEN : HUKUM EKONOMI

Disetujui,

Ketua Departemen Hukum Ekonomi

(Windha, S.H., M. Hum.)

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

KATA PENGANTAR

Dengan segala kemurahan hati penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini, yang bertujuan untuk melengkapi tugas– tugas dalam rangka memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan, semangat, serta bimbingan dari berbagai pihak yang sangat tidak ternilai harganya. Dan pada kesempatan ini dengan penuh kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :

mengorbankan banyak waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

mengorbankan banyak waktu dan pikiran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Para Dosen, Asisten Dosen dan seluruh staf Administratif di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah berjasa mendidik dan membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Kedua orang tua (Ibunda Ng Bie Jan dan ayahanda Tan Tjoen An) penulis yang telah membesarkan dan membimbing penulis, terutama kepada Ibunda yang telah memberikan semangat dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini.


(4)

Oleh karena keterbatasan pembahasan dan pengetahuan serta pengalaman, penulis menyadari skripsi ini jauh dari sempurna. Namun penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna bagi yang membacanya.

Medan, 16 Oktober 2015 Penulis

Liliana Tanady NIM : 090200052


(5)

ABSTRAK

* Dr. Bismar Nasution, SH, M.Hum ** Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum *** Liliana Tanady

Era globalisasi memberikan dampak yang sangat besar bagi perkembangan perekonomian suatu negara, terutama kepada negara berkembang yang pada akhirnya menciptakan derajat keterbukaan ekonomi yang semakin tinggi di dunia dan menyebabkan banyak orang berlomba – lomba untuk menanamkan modalnya. Terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaanya, salah satunya masalah birokrasi. Masalah tersebu juga timbul dikarenakan adanya ketidakjelasan pendelegasian wewenang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Skripsi ini memiliki beberapa permasalahan. Pertama, perihal pendelegasian wewenang pemberian izin investasi kepada pemerintah daerah, kedua perihal akibat hukum pendelegasian pemberian izin terhadap investor, ketiga perihal pelaksanaan pendelegasian izin investasi kepada pemerintah daerah.

Metode penelitian yang digunakan untuk skripsi ini adalah penelitian yuridif normatif dan penelitian deskriptif, Penelitian yuridif normatif yaitu metode penelitian yang penelitian berupa inventarisasi perundang - undangan yang berlaku, berupaya mencari asas - asas atau dasar falsafah dari perundang - undangan tersebut atau penelitian yang berupa usaha penemuan hukum yang sesuai dengan suatu kasus tertentu. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin, mempertegas hipotesa - hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat teori - teori lama.

Pertama, Bentuk pendelegasian kewenangan perizinan dapat dilihat diberlakukannya sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Kedua, akibat hukumnya adanya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam hal pemberian izin investasi kepada investor. Ketiga, proses pelaksanaan pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah belum berjalan sesuai dengan undang – undang, sebab pada prakteknya segala urusan izin masih berpusat kepada pemerintah pusat.


(6)

ABSTRACT

* Dr. Bismar Nasution, SH, M.Hum ** Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum *** Liliana Tanady

In this era of globalization which provided enormous impact for the economic especially for developing country, which increase the degree of openness economics in the world and causing people to invest. There are several obstacles in its implementation, one of the problems is about bureaucracy. Those problems also arise due to the vagueness of the delegation of authority between the central government and local governments. In this essay have some issues. First, regarding the authority of investment license from the local government, second regarding the legal consequences of delegating the license of the investor, third the implementation of delegation to the local government for investment.

The method used for this research is juridical normative research and descriptive research, juridical normative research is methods that research the form of an inventory of laws which seeking the principles or basic philosophy of legislation or research in the form of business discovery law in accordance with a particular case. Descriptive research is research that is intended to provide data as accurately as possible, reinforce the hypothesis that can help in strengthening the theory.

First, Form of delegation for license authority can be seen by enactment One Door Services. Second, there are delegation of authority from central government to local governments regarding licensing investment to the investor. Third, the implementation process of authority delegation from the central government to the regions has not been run in accordance with the law, because all matters licenses is still centered by the central government.


(7)

DAFTAR ISI

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8

D. Keaslihan Penulisan ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan ... 11

F. Metode Penulisan... 16

G. Sistematika Penulisan ... 19

BAB II : BENTUK PENDELGASIAN PEMBERIAN IZIN INVESTASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH ... 21

A. Aspek Hukum Investasi Berdasarkan Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal ... 21

B..Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Dalam Perizinan Investasi... 39

C. Bentuk Pendelegasian Kewenangan Kepada Pemerintah Daerah ... 43

D. Bentuk – Bentuk Pendelegasian Kewenangan Perizinan Investasi dan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah ... 46


(8)

BAB III : AKIBAT HUKUM PENDELEGASIAN PEMBERIAN IZIN

TERHADAP INVESTOR ... 51

A. Prosedur Perizinan Investasi Berdasarkan Undang – Undang Nomor. 25 Tahun 2007 Dan peraturan Pelaksanaannya ... 51

B. Hak – Hak Investor Dalam Perizinan Investasi ... 63

C. Akibat Hukum Pendelegasian Izin Terhadap Investor ... 68

BAB IV : PELAKSANAAN PENDELEGASIAN IZIN INVESTASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH ... 80

A. Pengertian Pelaksanaan Pendelegasian Izin Investasi ... 80

B. Bentuk – Bentuk Izin Investasi ... 85

C. Proses Pelaksanaan Izin Investasi ... 91

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN ...113

A. Kesimpulan ...113


(9)

ABSTRAK

* Dr. Bismar Nasution, SH, M.Hum ** Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum *** Liliana Tanady

Era globalisasi memberikan dampak yang sangat besar bagi perkembangan perekonomian suatu negara, terutama kepada negara berkembang yang pada akhirnya menciptakan derajat keterbukaan ekonomi yang semakin tinggi di dunia dan menyebabkan banyak orang berlomba – lomba untuk menanamkan modalnya. Terdapat beberapa kendala dalam pelaksanaanya, salah satunya masalah birokrasi. Masalah tersebu juga timbul dikarenakan adanya ketidakjelasan pendelegasian wewenang antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Skripsi ini memiliki beberapa permasalahan. Pertama, perihal pendelegasian wewenang pemberian izin investasi kepada pemerintah daerah, kedua perihal akibat hukum pendelegasian pemberian izin terhadap investor, ketiga perihal pelaksanaan pendelegasian izin investasi kepada pemerintah daerah.

Metode penelitian yang digunakan untuk skripsi ini adalah penelitian yuridif normatif dan penelitian deskriptif, Penelitian yuridif normatif yaitu metode penelitian yang penelitian berupa inventarisasi perundang - undangan yang berlaku, berupaya mencari asas - asas atau dasar falsafah dari perundang - undangan tersebut atau penelitian yang berupa usaha penemuan hukum yang sesuai dengan suatu kasus tertentu. Penelitian deskriptif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin, mempertegas hipotesa - hipotesa agar dapat membantu dalam memperkuat teori - teori lama.

Pertama, Bentuk pendelegasian kewenangan perizinan dapat dilihat diberlakukannya sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Kedua, akibat hukumnya adanya penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam hal pemberian izin investasi kepada investor. Ketiga, proses pelaksanaan pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah belum berjalan sesuai dengan undang – undang, sebab pada prakteknya segala urusan izin masih berpusat kepada pemerintah pusat.


(10)

ABSTRACT

* Dr. Bismar Nasution, SH, M.Hum ** Dr. Mahmul Siregar, SH, M.Hum *** Liliana Tanady

In this era of globalization which provided enormous impact for the economic especially for developing country, which increase the degree of openness economics in the world and causing people to invest. There are several obstacles in its implementation, one of the problems is about bureaucracy. Those problems also arise due to the vagueness of the delegation of authority between the central government and local governments. In this essay have some issues. First, regarding the authority of investment license from the local government, second regarding the legal consequences of delegating the license of the investor, third the implementation of delegation to the local government for investment.

The method used for this research is juridical normative research and descriptive research, juridical normative research is methods that research the form of an inventory of laws which seeking the principles or basic philosophy of legislation or research in the form of business discovery law in accordance with a particular case. Descriptive research is research that is intended to provide data as accurately as possible, reinforce the hypothesis that can help in strengthening the theory.

First, Form of delegation for license authority can be seen by enactment One Door Services. Second, there are delegation of authority from central government to local governments regarding licensing investment to the investor. Third, the implementation process of authority delegation from the central government to the regions has not been run in accordance with the law, because all matters licenses is still centered by the central government.


(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Era globalisasi memberikan dampak yang sangat besar bagi perkembangan perekonomian suatu negara, terutama kepada negara berkembang. Meningkatnya perekonomian di banyak negara merupakan akibat dari adanya interdependensi yang pada akhirnya menciptakan derajat keterbukaan ekonomi yang semakin tinggi di dunia, yang terlihat pada adanya peningkatan arus barang, jasa, uang, dan modal.1

Seseorang dalam rangka meningkatkan atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money), peralatan (enquipment), asset tidak bergerak, hak atas kekayaan intelektual, maupun keahlian akan melakukan suatu bentuk penanaman modal atau menginvestasikan modal tersebut.2 Dalam menanamkan modalnya, investor membutuhkan iklim investasi yang kondusif yang sekaligus dapat meningkatkan kegiatan ekonomi, baik berskala besar maupun kegiatan ekonomi kerakyatan. Sehingga mendongkrak kemampuan pemerintah daerah, swasta dan masyarakat.3

1

Sentosa Sembiring, Hukum Investasi,(Bandung : Nuasa Aulia, 1999), hal. 2

2 Ana Rokhmatussa dan Suratman, Hukum Investasi & Pasar Modal, (Jakarta : Sinar

Grafika, 2009), hal. 3

3


(12)

Investasi yang ditanamkan oleh investor / usahawan mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat lokal karena investasi tersebut memberikan pengaruh dalam kehidupan masyarakat setempat maupun perekonomian suatu daerah tersebut.4

Oleh karena itu, kehadiran investor sangat dibutuhkan dalam mengelola potensi ekonomi yang ada. Kehadiran investor diharapkan dapat menggerakan roda perekonomian baik skala lokal maupun skala nasional. 5 Investor akan datang dengan sendirinya, bila berbagai hal (kepastian hukum dan jaminan keamanan, kondisi infrastruktur pendukung, serta birokrasi yang simple, cepat, dan transparan)6, yang dibutuhkan telah tersedia untuk menjalankan investasi.7 Sebab, keberadaan investasi yang ditanamkan oleh investor terutama modal asing, ternyata memberikan dampak positif di dalam pembangunan. Dampak – dampak positif itu adalah sebagai berikut :8

1. Menciptakan lowongan kerja bagi penduduk negara tuan rumah sehingga mereka dapat meningkatkan penghasilan dan standar hidup mereka.

2. Menciptakan kesempatan penanaman modal bagi penduduk negara tuan rumah sehingga mereka dapat berbagi dari pendapatan perusahan – perusahaan baru.

3. Meningkatkan ekspor dari negara tuan rumah, mendatangkan penghasilan tambahan dari luar yang dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan bagi kepentingan penduduknya.

4 Salim dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta : Rajawali Pers, 2007),

hal. 377

5

Sentosa Sembiring, Op.Cit., hal. 130

7 Sentosa Sembiring, Op.Cit., hal. 130 8 Salim dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hal. 86


(13)

4. Menghasilkan pengalihan pelatihan teknis dan pengetahuan yang dapat digunakan oleh penduduk untuk mengembangkan perusahaan dan industry lain.

5. Memperluas potensi keswasembadaan negara tuan rumah dengan memproduksi barang setempat, untuk menggantikan barang impor.

6. Menghasilkan pendapatan pajak tambahan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan, demi kepentingan penduduk negara tuan rumah.

7. Membuat sumber daya negara tuan rumah baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia, agar lebih baik pemanfaatannya daripada semula.

Dalam pelaksanaannya, untuk memulai investasinya, investor akan melaksanakan beberapa kegiatan pengelolaan modal, salah satunya menyangkut tentang kegiatan permohonan izin kepada pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.9 Dalam hal ini, bentuk investasi yang digunakan adalah bentuk investasi langsung. Hal ini sejalan dengan yang diatur dalam Undang – Undang Tahun 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, menurut Undang – Undang Tahun 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal pasal 1 angka 1, Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.10

Dalam hal pelaksanaan penanaman modal (investasi) di suatu negara, baik usahawan asing maupun usahawan dalam negeri yang akan menanamkan modalnya akan mempertimbangkan beberapa hal dalam melakukan suatu kegiatan investasi tersebut. Banyak faktor – faktor yang menjadi kendala seperti masalah

9 Ida Bagus Rahmadi Supanca, Kerangka Hukum &Kebijakan Investasi Lansung di Indonesia, (Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2006), hal. 53


(14)

politik, ekonomi negara yang bersangkutan, tempat usaha, perundang – perundang dan hukum yang mendukung jaminan usaha, mauapun masalah jalur birokasi.11

Birokasi yang terlalu panjang biasanya dapat menciptkan situasi yang kurang kondusif bagi kegiatan penanaman modal, sehingga dapat mengurungkan niat para pemodal untuk melakukan investasi. Birokasi yang panjang seringkali juga berarti adanya biaya tambahan yang akan memberatkan para calon pemodal karena dapat mengakibatkan usaha yang akan dilakukannya menjadi tidak feasible.12

Dalam masalah birokrasi yang terlalu panjang, hal ini disebabkan oleh karena adanya penumpukan kerja di pemerintah pusat. Oleh karena itu perlu adanya suatu pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka meringankan beban pemerintah, karena pemerintah pusat tidak mungkin mengenal seluruh dan segala kepentingan dan kebutuhan setempat dan tidak mungkin pula mengetahui bagaimana kebutuhan tersebut sebaik – baiknya. 13 Pemerintah daerahlah yang mengetahui sedalam – dalamnya kebutuhan daerah dan bagaimana memenuhinya. Dengan adanya pendelegasian wewenang (desentralisasi), maka akan dapat menghindari adanya beban yang melampaui batas dari pemerintah pusat yang disebabkan oleh adanya kelebihan beban kerja yang menyebabkan birokrasi administrasi semakin panjang.14

11

Ana Rokhmatussa dan Suratman, Op.Cit., hal. 6

12 Ibid., hal. 6

13 Faisal Akbar Nasution, Dimensi Hukum Dalam Pemerintah Daerah, (Medan : Pusaka

Bangsa Press, 2003), hal. 10


(15)

Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa salah satu keluhan yang paling sering dilontarkan oleh para investor asing selama ini adalah banyaknya jenis perizinan yang harus diperoleh, yang secara langsung dapat membuat initial cost yang harus dikeluarkan sebelum perusahaan tersebut beroperasi menjadi lebih banyak.15

Walaupun demikian untuk memacu kegiatan investasi, pemerintah dari waktu ke waktu terus berupaya, salah satunya adalah dengan perbaikan koordinasi antara instansi pemerintah pusat dan daerah, penciptaan birokasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim yang kondusif di bidang penanaman modal dan keamanan berusaha.16

Upaya untuk memotong rantai birokrasi investasi ini telah dilakukan oleh pemerintah dengan menerbitkan berbagai kebijakan sebagai berikut :17

1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 116 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1980 Tentang Pembentukan Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah.

2. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 2 Tahun 1998 Tentang Penghapusan Kewajiban Memiliki Rekomendasi Instansi Teknis Dalam Permohonan Persetujuan Penanaman Modal.

15 Ana Rokhmatussa dan Suratman, Op.Cit., hal. 6 16 Sentosa Sembiring, Op.Cit., hal. 26


(16)

3. Keputusan Menteri negara Investasi / Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 21/SK/1998 Tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian Persetujuan Dan Fasilitas Serta Perizinan Pelaksanaan Penanaman Modal Dalam Negeri Tertentu Kepada Gubenur Kepala Daerah Tingkat I.

Perbaikan koordinasi dari pemerintah pusat dan daerah terwujud dengan adanya desentralisasi dimana terjadi pelimpahan kekuasaan perundangan dan pemerintahan (regelende en besturende bevoerheid) kepada daerah – daerah otonom di dalam lingkungannya.18

Dengan adanya hubungan yang dependent antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat inilah, terdapat masalah kepastian dalam pemberian izin investasi, apakah ada pemberian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah sepenuhnya ataukah terdapat batasan – batasan yang perlu diperhatikan pendelegasian tersebut.19

Selain itu perlu adanya keserasian hubungan antara kedua tingkatan Pemerintah tersebut dalam pelaksanaanya di lapangan. Sebab apabila pendelegasian wewenang tersebut dilaksanakan dengan baik maka akan membawa manfaat kepada pembangunan nasional (pembagunan ekonomi).20

Namun dalam prakteknya, kedua lembaga pemerintah ini sering terjadi pertentangan maupun perselisihan, sehingga dalam proses pelaksanaan

18 Hanif Nurcholis, Teori dan Praktek Pemerintahan dan Otonomi Daerah, (Jakarta :

Grasindo, 2007), hal. 6

19 Ibid., hal. 7


(17)

pendelegasian wewenang ini akan menimbulkan masalah, dimana usaha tersebut hanya dijalankan oleh Pemerintah pusat, sehingga mengabaikan peranan dan inisatif yang dapat dibuat oleh pemerintah daerah yang besar sekali peranannya dalam menciptakan dan menggalakan pembangunan di daerah. Tetapi sebaliknya jika usaha tersebut hanya dijalankan oleh pemerintah daerah tanpa adanya koordinasi dengan pemerintah pusat maka akan menimbulkan persaingan yang tidak sehat diantara berbagai daerah dan akan menyebabkan pemborosan dalam penggunaan sumber – sumber daya (resources).21

Adanya kesan pemerintah pusat belum sepenuhnya mendelegasikan wewenang (desentralisasi) kepada pemerintah daerah dalam urusan investasi, dalam hal ini diwakili oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dengan adanya pengelolaan investasi yang bersifat sentralistik tentunya akan bersifat merugikan iklim investasi yang semakin liberal dan penuh persaingan dari negara – negara lain dalam era globalisasi ini.22

1. Bagaimana pendelegasian wewenang pemberian izin investasi kepada pemerintah daerah?

B. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dikemukakan beberapa permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut dalam skripsi ini, yaitu :

2. Bagaimana akibat hukum pendelegasian pemberian izin terhadap investor?

21 Ibid., hal. 16


(18)

3. Bagaimana pelaksanaan pendelegasian izin investasi kepada pemerintah daerah?

C. Tujuan Dan Manfaat Penulisan

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui apa saja bentuk – bentuk pendelegasian wewenang pemberian izin investasi yang diberikan kepada pemerintah daerah dalam Undang – Undang Tahun 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. b. Untuk mengetahui akibat hukum dari pendelegasian izin investasi dari

pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

c. Untuk mengetahui pelaksanaan pendelegasian izin investasi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut :

a. Secara Teori

1) Untuk menambah wawasan keilmuan bagi mahasiswa mengenai pendelegasian pemberian izin investasi kepada pemerintah daerah dari pemerintah pusat menurut Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007.


(19)

2) Sebagai bahan kajian secara sistematis dan mendalam tentang pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah menyangkut izin investasi .

b. Secara Praktis

1) Dapat dijadikan masukan kepada pemerintah baik pusat maupun daerah tentang pelaksanaan serta pembagian wewenang dalam hal pemberian izin investasi.

2) Dapat memberi masukan kepada masyarakat mengenai bagaimana proses pelaksanaan izin investasi bagi bagi para investor baik investor dalam negeri maupun luar negeri dalam memperoleh izin investasi bagi usaha mereka.

3) Dapat memberikan masukan kepada mahasiswa jurusan ekonomi berupa pengetahuan akan bentuk pendelegasian, akibat hukum dari pendelegasian tersebut serta proses pelaksanaannya.

D. Keaslihan Penulisan

Karya tulis yang berjudul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP PENDELEGASIAN PEMBERIAN IZIN INVESTASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007” adalah asli dari pemikiran ataupun usaha dari penulis tanpa adanya penipuan ataupun penjiplakan atau lainnya yang dapat merugikan pihak - pihak tertentu. Untuk itu saya bertanggung jawab sepenuhnya atas penulisan skripsi ini.


(20)

Karya tulis ini memiliki kemiripan judul dengan beberapa skripsi yang sudah diteliti oleh Mahasiswa terdahulu pada Fakultas Hukum, yaitu Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Perizinan Investasi Di Kabupaten Lombok Timur. Yang disusun oleh L. Herjan Saputra, Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Mataram; Kewenangan Pemberian Persetujuan dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang – Undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam). Yang disusun oleh Nasrianti, Mahasiswa Kenotariatan, Universitas Sumatera Utara; Pengaruh pendelegasian wewenang Ditinjau Dari Perpektif Hukum Administratif Negara (Studi Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Kota Medan) yang disusun oleh Rahman Hasibuan, Mahasiswa Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara.

Walaupun terdapat kesamaan pembahasan dalam hal pendelegasian wewenang, namun terdapat perbedaan dimana pembahasan yang dibahas diatas lebih kepada perizinan yang ada di daerah Kabupaten Lombok Timur, Medan dan Aceh Nanggroe Darussalam, dimana peraturan tiap – tiap pemerintah daerah berbeda pada setiap daerah.

Oleh karena alasan tersebut diatas maka pembahasan yang dibahas di dalam skripsi ini dikatakan murni hasil pemikiran penulis yang dikaitkan dengan teori-teori hukum yang berlaku maupun doktrin-doktrin yang yang ada, dalam rangka melengkapi tugas dan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara , dan apabila ternyata dikemudian hari terdapat judul yang sama dan permasalahan yang sama maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap skripsi ini.


(21)

E. Tinjauan Pustaka

1. Pendelegasian Wewenang

Delegasi adalah perwakilan at langsung maupun secara

perwakilan suat23

Sedangkan Wewenang adalah hak untuk melakukan sesuatu atau memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar mencapai tujuan tertentu.

24

Wewenang merupakan hasil delegasi atau pelimpahan wewenang dari atasan ke bawahan dalam suatu organisasi. Terdapat dua pandangan yang saling berlawanan tentang sumber wewenang, yaitu:25

a. Teori formal (pandangan klasik)

Wewenang merupakan anugrah, ada karena seseorang diberi atau dilimpahi hal tersebut. Beranggapan bahwa wewenang berasal dari tingkat masyarakat yang tinggi. Jadi pandangan ini menelusuri sumber tertinggi dari wewenang ke atas sampai sumber terakhir, dimana untuk organisasi perusahaan adalah pemilik atau pemegang saham.

b. Teori penerimaan (acceptance theory of authority)

Wewenang timbul hanya jika dapat diterima oleh kelompok atau individu kepada siapa wewenang tersebut dijalankan. Pandangan ini menyatakan kunci dasar wewenang oleh yang dipengaruhi (influencee) bukan yang mempengaruhi (influencer). Jadi, wewenang tergantung pada penerima (receiver), yang memutuskan untuk menerima atau menolak.

23

24

tanggal 4 Oktober 2015

25


(22)

Menurut Max Weber yang dianggap sebagai bapak birokrasi mengungkapkan tiga macam tipe ideal wewenang, yaitu :26

a. Wewenang Tradisional

Wewenang Tradisional adalah wewenang yang dapat dimiliki oleh manusia maupun kelompok manusia. Wewenang ini dimiliki oleh orang orang yang sudah lama sekali memiliki kekuasaan di dalam masyarakat. Wewenang ini dimiliki oleh seseorang atau kelompok orang bukan karena memiliki kemampuan khusus, namun wewenang ini dimiliki karena memiliki kekuasaan dan wewenang yang telah melembaga bahkan telah menjiwai masyarakat.

b. Wewenang Karismatik

Wewenang Karismatik adalah wewenang yang tidak diatur oleh kaidah atau aturan, baik yang tradisional maupun yang rasional. Sifat dari wewenang karismatik cenderung irasional atau tidak masuk akal. Terkadang karisma tersebut hilang karena masyarakat yang berubah dan memiliki paham yang berlainan. Namun perubahan inilah menjadi faktor yang tidak dapat diikuti oleh orang-orang yang memiliki wewenang karismatik, sehingga dia tertinggal oleh kemajuan dan perkembangan masyarakat.

c. Wewenang Legal-Rasional

Wewenang adalah wewenang yang disandarkan pada sistem atau aturan hukum yang berlaku di dalam masyarakat. Wewenang inilah yang menjadi basis wewenang pemerintahan. Oleh karena itu, birokrasi didominasi oleh semangat formalistic-impersonality. Segala kewenangan yang dimiliki oleh seseorang didasarkan pada hukum yang berlaku, hal ini diatur juga agar pemilik kewenangan itu tidak berlaku semena-mena.

Oleh karena itu, Pendelegasian wewenang adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam


(23)

kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Pendelegasian wewenang dapat disamakan dengan desentralisasi.27

Menurut Bagir Manan, wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan kekuasaan. Kekuasaan hanya mengambarkan hak untuk berbuat dan tidak berbuat. Dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban (rechten en plichten). Dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan untuk mengatur sendiri dan mengelola sendiri, sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Secara vertikal berarti kekuasaan untuk menjalankan pemerintahan dalam satu tertib ikatan pemerintahan negara secara keseluruhan.28

Didalam Kamus Hukum, izin (vergunning) dijelaskan sebagai :

2. Izin

29

“Overheidistoestemming door wet of verordening vereist gesteld voor tal van handling waarop in het algemeen belang special toezict vereist is, maar die, in het algemeen, niet als onwenselijk worden beschowd” ( perkenan/izin dari Pemerintah berdasarkan Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang sma sekali tidak dikehendaki).

28 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : UII Press Indonesia, 2002), hal. 73 29 repository.uin-suska.ac.id/1616/4/BAB%20III.pdf, diakses pada tanggal 4 Oktober 2015


(24)

Menurut Aminuddin Ilmar, Izin adalah kewenangan pemerintah untuk mengatur sesuatu hal yang berhubungan dengan peran dan tugasnya. Izin adalah suatu instrument yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warganya.30

Menurut Alvi Syarhrin, izin adalah perbuatan hukum administrasi negara bersegi satu yang mengaplikasikan peraturan hukum dalam hal konkreto berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketentuan perundang – undangan yang berlaku. Dengan kata lain izin berfungsi sebagai pengendali kegiatan agar kegiatan usaha tersebut tidak melanggar kepentingan yang dilindungi oleh hukum.31

Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.

3. Investasi

32

Menurut Ida Bagus Rahmadi Supancana, investasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan baik oleh orang pribadi (natural person) maupun badan hukum (juridical person), dalam upaya untuk meningkatkan dan atau mempertahankan

30

Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal Di Indonesia , (Jakarta : Prenada Media Group, 2007), hal. 131-132

31 Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan Dan Pemukiman Berkelanjutan, (Medan : Pustaka Bangsa Press, 2003), hal. 167


(25)

nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai (cash money), peralatan (equipment), asset tak bergerak, ha katas kekayaan intelektual, maupun keahlian.33

Investasi dibedakan menjadi investasi langsung dan investasi tidak langsung. Investasi langsung adalah investasi dimana investor berharap langsung memperoleh keuntungan atau kekayaan atas investasi yang dilakukannya. Contohnya pembelian saham, obligasi, sejumlah kekayaan riil atau mata uang langka dengan maksud untuk memelihara nilai atau atau memperoleh penghasilan. Investasi langsung landasan hukumnya adalah Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Investasi ini sering dikaitkan dengan keterlibatan pemilik modal secara langsung dalam kegiatan pengelolaan modal. Investasi tidak langsung adalah investasi yang dilakukan dalam suatu portofolio atau kelompok surat berharga atau kekayaan. Contohnya pembelian saham dari dan bersama (mutual fund), yaitu portofolio surat berharga yang dikeluarkan oleh berbagai perusahaan sehingga investor memiliki hak atas sebagian portofolio. Pada investasi tidak langsung, investor hanya menyediakan modal keuangan dan tidak terlibat dalam manajemen. Tujuan investor adalah bagaimana memperoleh hasil yang maksimal dengan rentan waktu yang tdak terlalu lama sudah bisa menikmati keuntungan.Landasan hukum investasi tidak langsung adalah Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.34

33 Didik J. Rachbini, Arsitektur Hukum Investasi Indonesia, (Jakarta : Macanan Jaya

Cemerlang, 2008), hal. 11


(26)

4. Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 35

Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.36

Metode adalah jalan atau cara yang harus ditempuh. Maksudnya adalah untuk mendapatkan suatu pengetahuan harus dilakukan dengan suatu jalan atau cara, dimana langkah - langkahnya harus ditentukan terlebih dahulu.

Menurut Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, disebutkan bahwa :

“Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”

F. Metode Penelitian

37

35

Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal pasal 1 point 13

36

10 Oktober 2015

37 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, (Bandung : Mandar Maju,


(27)

1. Sifat atau Jenis Penelitian

Skripsi ini merupakan penelitian hukum yang normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian berupa inventarisasi perundang - undangan yang berlaku, berupaya mencari asas - asas atau dasar falsafah dari perundang - undangan tersebut atau penelitian yang berupa usaha penemuan hukum yang sesuai dengan suatu kasus tertentu. 38

2. Data

Penelitian hukum normatif pada skripsi ini didasarkan pada bahan hukum sekunder yaitu inventarisasi peraturan - peraturan yang berkaitan dengan analisa hukum ekonomi, serta pendelegasian wewenang antara pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, serta proses pelaksanaannya berdasarkan Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Pada penelitian ini, data sekunder yang digunakan antara lain sebagai berikut :39

a. Bahan hukum primer (Undang – Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal; Undang Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah; Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Pedoman Dan Tata Cara Perizinan Dan Nonperizinan Penanaman Modal;

38 Ibid., hlm. 86


(28)

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pemberian Insentif Dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah; Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi Dan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota; Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota.

b. Bahan hukum sekunder (rancangan peraturan perundang – undangan, hasil karya ilmiah para sarjana hukum seperti disertasi, untuk S3, hasil penelitian Badan Litbang, Depkeh, dan HAM.

c. Bahan hukum tersier (bibliografi, indeks kumulatif, kamus).

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kepustakaan. Metode penelitian kepustakaan (library research) yang dilakukan dengan mempelajari buku - buku kepustakaan yang ada hubungannya dengan permasalahan Skripsi yang dibuat oleh penulis. 40

Seluruh data yang sudah diperoleh dan dikumpulkan selanjutnya akan ditelaah dan dianalisis. Analisis untuk data kualitatif dilakukan dengan pemilihan 4. Analisis Data

40 Bambang Soegono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 1998),


(29)

Pasal-Pasal yang berisis kaidah-kaidah hukum yang mengatur tentang pendelegasian wewenang dalam bentuk pelayanan terpadu satu pintu menurut Undang Undang No.25 Tahun 2007, kemudian membuat sistematika dari Pasal-Pasal tersebut sehingga akan menghasilkan klarifikasi tertentu sesuai dengan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini.

Pada bagian akhir, data yang berupa peraturan perundang-undangan ini diteliti dan dianalisis secara induktif kualitatif yang diselaraskan dengan hasil dari data pendukung sehingga sampai pada suatu kesimpulan yang akan menjawab seluruh pokok permasalahan dalam penelitian ini.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi dengan Judul Analisis Yuridis Terhadap Pendelegasian Pemberian Izin Investasi Kepada Pemerintah Daerah Menurut Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 meliputi :

Bab I merupakan Bab Pendahaluan. Pada bab pendahuluan ini menguraikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan latar belakang, Perumusan Masalah, Keaslihan Penulisan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan dan diakhiri dengan Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

Bab II merupakan Bab Pendelegasian Wewenang Pemberian Izin Investasi Kepada Pemerintah Daerah Pada bab ini berisi tentang pengertian investasi, bidang usaha, pemilikan saham asing, fasilitas penanaman modal, perizinan penanaman modal, penyelesaian sengketa.


(30)

Bab III merupakan Bab Akibat Hukum Pendelegasian Pemberian Izin Terhadap Investor. Pada bab ini berisi tentang prosedur perizinan investasi, hak – hak investor, akibat hukum pendelegasian pemberian izin terhadap investor.

Bab IV merupakan Bab Pelaksanaan Pendelegasian Izin Investasi Kepada Pemerintah Daerah. Pada bab ini berisi tentang pengertian pelaksanaan pendelegasian izin investasi, bentuk – bentuk investasi, proses pelaksanaan izin investasi.

Bab V merupakan Bab Kesimpulan Dan Saran. Pada bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran atas pendelegasian wewenang izin investasi kepada pemerintah daerah berdasarkan Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007.


(31)

BAB II

BENTUK PENDELEGASIAN PEMBERIAN IZIN INVESTASI KEPADA

PEMERINTAH DAERAH

A. Aspek Hukum Investasi Berdasarkan Undang- Undang No.25 Tahun

2007 Tentang Penanaman Modal

1. Pengertian Investasi

Dalam Kamus Istilah Keuangan dan Investasi digunakan istilah investment (investasi) yang mempunyai arti: “Penggunaan modal untuk menciptakan uang, baik melalui sarana yang menghasilkan pendapatan maupun melalui ventura yang lebih berorientasi ke resiko yang dirancang untuk mendapatkan modal. Investasi dapat pula menunjuk ke suatu investasi keuangan (di mana investor menempatkan uang ke dalam suatu sarana) atau menunjuk ke investasi suatu usaha atau waktu seseorang yang ingin memetik keuntungan dari keberhasilan perkerjaannya”.41

Dalam Kamus Hukum Ekonomi digunakan terminologi investment, penanaman modal, investasi yang berarti penamanan modal yang biasanya dilakukan untuk jangka panjang misalnya berupa pengadaan aktiva tetap

41 John dan Jordan Elliot Goodman, Kamus Istilah Keuangan dan Investasi, alih bahasa


(32)

perusahaan atau membeli sekuritas dengan maksud untuk memperoleh keuntungan.42

Dari berbagai pengertian investasi di atas, tampak bahwa tidak ada perbedaan yang prinsipal antara investasi dengan penanaman modal. Makna dari investasi atau penanaman modal adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau badan hukum, menyisihkan sebagian pendapatannya agar dapat digunakan untuk melakukan suatu usaha dengan harapan pada suatu waktu tertentu akan mendapatkan hasil ( keuntungan ).

Dalam Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dikemukakan, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal, asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.

43

Investasi dibedakan menjadi investasi langsung dan investasi tidak langsung. Investasi langsung adalah investasi dimana investor berharap langsung memperoleh keuntungan atau kekayaan dari investasi yang dilakukannya. Contohnya pembelian saham, obligasi, sejumlah kekayaan riil atau mata uang langka dengan maksud untuk memelihara nilai atau atau memperoleh penghasilan. Investasi langsung landasan hukumnya adalah Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Investasi ini sering dikaitkan dengan keterlibatan pemilik modal secara langsung dalam kegiatan pengelolaan modal. Investasi tidak

42 A.F Elly Erawaty dan J.S Badudu, Kamus Hukum Ekonomi Indonesia Inggris, edisi

pendahuluan, (Jakarta : ELIPS, 1996), hal.69


(33)

langsung adalah investasi yang dilakukan dalam suatu portofolio atau kelompok surat berharga atau kekayaan. Contohnya pembelian saham dari dan bersama (mutual fund), yaitu portofolio surat berharga yang dikeluarkan oleh berbagai perusahaan sehingga investor memiliki hak atas sebagian portofolio. Pada investasi tidak langsung, investor hanya menyediakan modal keuangan dan tidak terlibat dalam manajemen. Tujuan investor adalah bagaimana memperoleh hasil yang maksimal dengan rentang waktu yang tidak terlalu lama sudah bisa menikmati keuntungan.Landasan hukum investasi tidak langsung adalah Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.44

2. Bidang Usaha

Dari pembahasan di atas mengenai investasi langsung dan investasi tidak langsung, maka bentuk investasi yang digunakan adalah investasi langsung karena investor terlibat langsung dalam kegiatan pengelolaan modal seperti pemohonan izin investasi dimana pemberian izin investasi diatur di dalam Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

Berdasarkan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dan Peraturan Presiden Republik Indonesia No 76 Tahun 2007 Tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka Dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, maka bidang usaha dalam penanaman investasi digolongkan menjadi tiga macam. Ketiga macam bidang usaha itu meliputi:


(34)

a. bidang usaha terbuka;

b. bidang usaha yang dinyatakan tertutup; dan c. bidang usaha terbuka dengan persyaratan.

Bidang usaha terbuka merupakan bidang usaha yang diperkenankan untuk penanaman modal, baik untuk investasi domestik maupun investasi asing. Bidang usaha yang tertutup adalah jenis usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal oleh penanam modal. Bidang usaha terbuka dengan persyaratan adalah jenis usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan persyaratan tertentu.

Kriteria yang digunakan untuk menentukan bidang usaha yang dinyatakan tertutup dan bidang usaha terbuka dengan persyaratan diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 15 Peraturan Presiden Republik Indonesia No 76 Tahun 2007. Kriteria yang digunakan untuk menentukan bidang usaha yang tertutup untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri adalah didasarkan pada kriteria:

a. kesehatan; b. keselamatan;

c. pertahanan dan keamanan;

d. lingkungan hidup dan moral/ budaya (K3LM); dan

e. kepentingan nasional lainnya ( Pasal 12 ayat (3) Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007; Pasal 8 Peraturan Presiden Republik Indonesia No 76 Tahun 2007)


(35)

Bidang usaha yang dinyatakan tertutup berlaku secara nasional di seluruh wilayah Indonesia, baik untuk kegiatan penanaman modal asing maupun kegiatan penanaman modal dalam negeri ( Pasal 10 Peraturan Presiden Republik Indonesia No 76 Tahun 2007 ).

Dalam Pasal 12 ayat (5) Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dan Pasal 11 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2007 telah ditentukan kriteria bidang usaha terbuka dengan persyaratan. Adapun kriteria dalam penetapan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan, antara lain:

a. perlindungan sumber daya alam;

b. perlindungan pengembangan usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi (UMKMK);

c. pengawasan produksi dan distribusi;

d. peningkatkan kapasitas, teknologi, partisipasi modal dalam negeri; serta e. kerja sama dengan badan usaha yang ditunjuk pemerintah.

Dalam Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 ditambahkan Bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan adalah bidang usaha tertentu yang dapat diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal dengan syarat tertentu, yaitu bidang usaha yang dicadangkan untuk Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi, bidang usaha yang dipersyaratkan dengan kemitraan, bidang usaha yang dipersyaratkan kepemilikan modalnya, bidang


(36)

usaha yang dipersyaratkan dengan lokasi tertentu, dan bidang usaha yang dipersyaratkan dengan perizinan khusus.

3. Pemilikan Modal Asing

Dalam Pasal 1 angka 9 Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 ditentukan pengertian penanaman modal asing adalah: “kegiatan menanam untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri”.

Kegiatan penanaman modal ini dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan;

a. modal asing sepenuhnya; dan atau

b. modal asing berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.

Modal asing yang berpatungan merupakan modal asing yang bekerja sama dengan penanam modal Indonesia, di mana saham yang dimiliki oleh pihak asing maksimal 95%, sedangkan pihak penanam modal Indonesia, minimal modalnya sebesar 5%. 45

Prof. M. Sornarajah juga memberikan definisi tentang penanaman modal asing. Penanaman modal asing adalah transfer modal, baik yang nyata maupun yang tidak nyata dari suatu negera ke negara lain, tujuannya untuk digunakan di


(37)

negara tersebut agar menghasilkan keuntungan di bawah pengawasan dari pemilik modal, baik secara total atau sebagian.46

Negara asing merupakan negara yang berasal dari luar negeri, yang menanamkan investasinya di Indonesia. Perseorangan warga negara asing merupakan individu luar negeri yang menanamkan investasinya di Indonesia. Badan usaha asing merupakan lembaga asing yang tidak berbadan hukum. Badan hukum asing merupakan badan hukum yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang- undangan atau Act yang berlaku di negara- negara asing tersebut. Badan hukum Indonesia merupakan badan hukum yang berkedudukan di Indonesia, namun modal badan hukum tersebut sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh pihak asing.

Dalam Pasal 1 angka 8 Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal juga telah ditentukan pengertian modal asing. Modal asing adalah “ modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/ atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.”

47

Pengaturan mengenai pemilikan saham asing dapat dilihat Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 1994 Tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Pada

46 Salim dan Budi Sutrisno, Op.Cit., hal. 149 47 Ibid., hal. 151


(38)

Pasal 2 ayat (1) diatur bahwa penamanan modal asing dapat dilakukan dalam bentuk:

a. patungan antara modal asing dengan modal yang dimiliki warga negara Indonesia dan/ atau badan hukum Indonesia;

b. langsung, dalam arti seluruh modalnya dimiliki oleh warga negara dan/ atau badan hukum asing.

Dalam Pasal 5 diatur lebih lanjut mengenai kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh perusahaan dengan modal asing. Perusahaan yang didirikan dengan modal patungan, dapat melakukan kegiatan usaha yang tergolong penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak yaitu pelabuhan, produksi dan transmisi serta distribusi tenaga listrik untuk umum, telekomunikasi, pelayaran, penerbangan, air minum, kereta api umum, pembangkit tenaga atom dan mass media. Sedangkan untuk perusahaan yang modal seluruhnya berasal dari asing tidak boleh melakukan kegiatan usaha yang telah disebutkan di atas.

Selain adanya pembatasan mengenai kegiatan usaha, terdapat juga pembatasan pemilikan saham asing berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014. Pembatasan pemilikan saham asing dapat dilihat di dalam Pasal 6 dimana apabila terjadi perubahan kepemilikan modal akibat penggabungan, perambilalihan, atau peleburan dalam perusahan penanaman modal yang bergerak di bidang usaha yang sama, berlaku ketentuan:


(39)

a. batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang menerima penggabungan adalah sebagaimana yang tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut;

b. batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan penanaman modal yang mengambil alih adalah sebagaimana yang tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut;

c. batasan kepemilikan modal penanam modal asing dalam perusahaan baru hasil pelebpenanaman modal yang menerima penggabungan adalah sebagaimana yang tercantum dalam surat persetujuan perusahaan tersebut;

Dalam Pasal 7 juga diatur lebih lanjut mengenai penanaman modal asing yang melakukan perluasan kegiatan usaha yang sama, yaitu sebagai berikut:

a. Dalam hal penanaman modal asing melakukan perluasan kegiatan usaha dalam bidang usaha yang sama dan perluasan kegiatan usaha tersebut membutuhkan penambahan modal melalui penerbitan saham dengan hak memesan efek terlebih dahulu (rights issue) dan penanam modal dalam negeri tidak dapat berpartisipasi dalam penambahan modal tersebut, maka berlaku ketentuan mengenai hak mendahului bagi penanam modal asing, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perseroan terbatas.

b. Dalam hal penambahan modal yang mengakibatkan jumlah kepemilikan modal asing melebihi batasan maksimum yang tercantum dalam Surat Persetujuan, maka dalam jangka waktu 2 (dua) tahun, kelebihan jumlah


(40)

kepemilikan modal asing tersebut harus disesuaikan dengan batas maksimum yang tercantum dalam surat persetujuan, melalui cara:

1.) penanam modal asing menjual kelebihan saham yang dimilikinya kepada penanam modal dalam negeri;

2.) penanam modal asing menjual kelebihan sahamnya melalui penawaran umum yang dilakukan oleh perusahaan yang sahamnya dimiliki oleh penanam modal asing tersebut pada pasar modal dalam negeri; atau 3.) perusahaan yang membeli kelebihan jumlah saham yang dimiliki

penanam modal asing tersebut dan diperlakukan sebagai treasury stocks, dengan memperhatikan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

4. Fasilitas Penanaman Modal

Dalam rangka meningkatkan minat para calon investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia, pemerintah berupaya dengan menerbitkan serangkaian peraturan yang memberikan fasilitas kepada para investor. Fasilitas yang diberikan oleh pemerintah terdiri atas fasilitas fiskal dan fasilitas non fiskal.

Fasilitas fiskal yang diberikan oleh pemerintah dan pemerintah daerah kepada penanam modal antara lain dimaksudkan untuk meningkatkan daya asing, membantu investor dalam proses impor barang, mendorong pemerataan


(41)

pembangunan di seluruh wilayah Republik Indonesia, melindungi kegiatan usaha nasional dan industri dalam negeri dari masuknya barang sejenis yang diimpor.48

a. pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;

Dalam Pasal 18 Undang- Undang 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal dijelaskan beberapa fasilitas fiskal yang diberikan pemerintah kepada penanam modal untuk melakukan penanaman modal. Fasilitas yang diberikan berupa:

b. pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;

c. pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;

d. pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu;

e. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan

f. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.

48

Sri Retno Wahyuningsih dan Firadus Abdullah, Diklat PTSP Bidang Penanaman Modal Tingkat Pertama, (Jakarta : Fasilitas Fiskal Penanaman Modal Pusdiklat BKPM, 2012), hal 15


(42)

Fasilitas penanaman modal diberikan kepada penanaman modal yang melakukan perluasan usaha; atau melakukan penanaman modal baru. Penanaman modal yang mendapat fasilitas sebagaimana yang disebutkan adalah sekurang- kurangnya memenuhi salah satu kriteria berikut ini:

a. menyerap banyak tenaga kerja; b. termasuk skala prioritas tinggi; c. termasuk pembangunan infrastruktur; d. melakukan alih teknologi;

e. melakukan industri pionir;

f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain yang dianggap perlu;

g. menjaga kelestarian lingkungan hidup;

h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi; i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau

j. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang diproduksi dalam negeri.

Adapun wujud konkrit fasilitas fiskal yang dapat dinikmati oleh investor dijelaskan Muhammad Lutfi, yakni bentuk fasilitas tersebut dapat berupa:49

a. pengurangan penghasilan netto sampai tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;

b. pembebasan atau kerugian bea masuk atas impor barang modal, mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi dalam negeri;


(43)

c. pembebasan atau kerugian bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;

d. penyusutan Pajak Bumi dan Bangunan khususnya untuk bidang usaha tertentu pada wilayah atau kawasan tertentu;

e. pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan dalam jumlah dan waktu tertentu dengan catatan penanaman modal baru merupakan industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memiliki nilai tambah tinggi, memperkenalkan teknologi baru serta memiliki nilai strategi serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional;

f. bagi penanaman modal yang melakukan penggantian mesin atau barang modal lainnya dapat diberikan keringanan atau pembebasan bea masuk. Hak- hak dalam bentuk fasilitas seperti tersebut di atas tidak diberikan secara sekaligus tetapi melalui proses perpanjangan serta proses diperbaharui sesuai jumlah tahun.

Fasilitas non fiskal adalah kebijakan pemerintah untuk memberika kemudahan pelayanan kepada pihak- pihak tertentu di luar fiskal. Pelayanan fasilitas non fiskal di bidang penanaman modal terdiri atas Angka Pengenal Impottir Produsen (API-P), Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA), Rekomendasi Visa Untuk Bekerja (TA.01) dan Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA). Pelayanan non fiskal merupakan izin- izin pelaksanaan penanaman modal guna merealisasikan proyek penanaman modal.50

Jenis- jenis pelayanan non fiskal yang berkaitan dengan pelakasanaan penanaman modal:51

50

Tiny Moezahar Thaib dan Sudaryanto, Diklat PTSP Bidang Penanaman Modal Tingkat Pertama,(Jakarta : Fasilitas Non Fiskal Penanaman Modal Pusdiklat BKPM, 2012), hal 10

51


(44)

a. Angka Pengenal Importir (API) merupakan tanda pengenal yang harus dimiliki oleh importer dalam melakukan kegiatan importasi barang, yang digunakan oleh Pemerintah sebagai instrument penataan tertib impor dalam rangka pelakasanaan kebijakan perdagangan luar negeri di bidang impor. API terdiri Angka Pengenal Importir Umum (API-U) dan Angka Pengenal Importir Produsen (API-P).

b. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) adalah pengesahan rencana jumlah, jabatan dan lama penggunaan tenaga kerja asing yang diperlukan sebagai dasar untuk persetujuan pemasukan tenaga kerja asing yang diperlukan sebagai dasar untuk persetujuan pemasukan tenaga kerja asing dan penerbitan Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).

c. Rekomendasi Visa Untuk Bekerja (TA.01) adalah rekomendasi yang diperlukan guna memperoleh visa untuk maksud kerja bagi tenaga kerja warga negara asing.

d. Izin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) adalah izin bagi perusahaan untuk mempekerjakan tenaga kerja warga negara asing dalam jumlah, jabatan dan periode tertentu.

5. Perizinan Penanaman Modal

Izin merupakan kewenangan pemerintah untuk mengatur sesuatu hal yang berhubungan dengan peran atau tugasnya. Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum khususnya hukum administrasi.


(45)

Pemerintah menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengendalikan tingkah laku para warga.52 Pengertian izin menurut P.M. Hadjon53 adalah “suatu persetujuan pemerintah, untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan- ketentuan larangan perundangan”. Tujuan dari dikeluarkannya suatu izin adalah untuk mengendalikan sekaligus sebagai alat pengawasan bagi pemerintah terhadap kegiatan- kegiatan warga masyarakat. Utrecht54

52

Aminuddin Ilmar,Op.Cit., hal 131

53 Philipus M. Hadjon, Pengantar Hukum Perizinan, (Surabaya : Fakultas Hukum,

Universitas Airlangga, 1991), hal.3

54 E. Utrecht, Pengantar Hukum Administrasi Negara, (Bandung : Fakultas Hukum dan

Pengetahuan Masyarakat, Universitas Padjadjaran, 1960), hal.127.

mengartikan kata izin sebagai “perbuatan yang tidak tertuju kepada hal- hal bahaya, akan tetapi oleh karena undang- undang menyebutkan, maka harus ada izin”.

Salah satu bentuk aktivitas/ atau kegiatan yang membutuhkan pengaturan dengan sistem izin adalah investasi, karena investasi dalam pelaksanaannya akan memanfaatkan potensi sumber daya alam yang ada di wilayah tertentu untuk menghasilkan barang dan jasa yang bernilai ekonomis. Di samping itu, dengan kegiatan investasi akan berhubungan dengan aspek kehidupan masyarakat sehingga dibutuhkan keterlibatan pemerintah untuk mengatur masyarakat dan mengendalikannya dalam bentuk izin.

Berkaitan dengan perizinan penanaman modal telah diatur oleh pemerintah baik melalui Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal serta beberapa peraturan pelaksanaannya. Berdasarkan aturan yang ada, perizinan penanaman modal dilaksanakan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).


(46)

Untuk meningkat pelayanan kepada investor, dalam Pasal 25 ayat (5) Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal secara tegas dikemukakan, pelayanan dilakukan secara terpadu dalam satu pintu. Dalam Pasal 1 butir (10) disebutkan Pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.

Ini bertujuan agar mempermudah dalam mengurus berbagai perizinan dalam rangka menjalankan kegiatan penanaman modal, para calon investor tidak perlu mendatangi ke berbagai instansi pemberi izin.55

55 Sentosa Sembiring, Op.Cit., Hal 146

Sebagaimana yang dijabarkan dalam Pasal 26 ayat (1) Pelayanan terpadu satu pintu bertujuan membantu penanam modal dalam memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal. Hal ini cukup menggembirakan bagi calon- calon investor karena segala sesuatu yang menjadi kebutuhan penanam modal dapat dijelaskan secara konprehensif oleh petugas yang telah diberi kewenangan untuk itu. Hal ini juga dipertegas dalam Pasal 26 ayat (2) Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan nonperizinan di provinsi atau kabupaten/kota. Ketentuan mengenai tata cara dan pelaksanaan pelayanan terpadu


(47)

satu pintu diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014.

6. Penyelesaian Sengketa

Dalam Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, khususnya dalam Pasal 32 diatur mengenai penyelesaian sengketa. Dalam ketentuan tersebut diuraikan bagaimana cara penyelesaian sengketa yang digunakan apabila terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara pemerintah dengan penanam modal.

Secara umum penyelesaian sengketa di bidang penanaman modal dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:

a. penyelesaian melalui pengadilan; b. penyelesaian melalui arbritase; dan

c. penyelesaian melalui cara- cara penyelesaian sengketa alternatif (Alternative Dispute Resolution).

Biasanya dalam beberapa kontrak yang dibuat oleh para pihak dalam kerja sama patungan di bidang penanaman modal asing, terdapat klausula penyelesaian sengketa melalui pengadilan setempat jika cara- cara musyarawah yang ditempuh tidak berhasil menyelesaikan sengketa.56

56 Ana rokhmatussa, Op.Cit., hal 79.

Namun jika penyelesaian sengketa anatra investor dengan negara tuan rumah diselesaikan lewat lembaga peradilan, ada keraguan di kalangan calon investor asing mengenai tingkat obyektivitas lembaga penyelesaian sengketa tersebut. Oleh karena itu wajar jika investor asing


(48)

memiliki kecenderungan untuk memilih penyelesaian sengketa di luar pengadilan.57

Penyelesaian sengketa di bidang penanaman modal melalui arbritase tampaknya merupakan pilihan yang semakin populer. Hal ini dapat dimengerti, mengingat cara penyelesaian melalui arbritase dipandang lebih praktis, cepat dan murah, serta tertutup. Cara penyelesaian melalui lembaga arbritase ini dapat dilakukan baik melalui arbritase asing, seperti melalui ICSID (International Center for Settlement of Investment Disputes) maupun ICC (International Chamber of Commerce). Indonesia sendiri sudah meratifikasi New York Convention on Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Award of 1958.

58

B. Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam Perizinan

Investasi

Cara – cara penyelesaian sengketa lainnya yang semakin populer akhir- akhir ini adalah ADR (Alternative Dispute Resolution) yakni cara penyelesaian sengkata melalui Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa, yang dalam garis besarnya dapat dibagi atas: negosiasi, mediasi, dan konsiliasi.

57 Sentosa sembiring, Op.Cit., hal 177


(49)

Kewenangan pemerintah pusat dalam penanaman modal sesuai dengan Pasal 30 Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah sebagai berikut:

1. Menurut ayat (4), penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi menjadi urusan dan kewenangan pemerintah pusat.

2. Menurut ayat (7), Urusan penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah pusat adalah:

a. penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko kerusakan lingkungan yang tinggi;

b. penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;

c. penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung antarwilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi; d. penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi

pertahanan dan keamanan nasional;

e. penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing, yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain; dan

f. bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan Pemerintah menurut undang-undang.


(50)

3. Menurut ayat (8), urusan penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah pusat sebagaimana yang disebutkan di atas, dapat diselenggarakan sendiri oleh pemerintah pusat maupun didelegasikan ke gubernur sebagai wakil pemerintah atau menugaskan pemerintah kabupaten/ kota.

Kewenangan pemerintah daerah dalam penanaman modal sesuai dengan Pasal 30 Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah sebagai berikut:

1. Menurut ayat (2), pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan penyelenggaraan penanaman modal yang menjadi urusan pemerintah.

2. Menurut ayat (3), penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang penanaman modal merupakan urusan wajib pemerintah daerah didasarkan atas kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi kegiatan penanaman modal.

3. Menurut ayat (5), penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah provinsinya. 4. Menurut ayat (6), penyelenggaraan penanaman modal yang ruang

lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah kabupaten/ kota.

5. Penyelenggaraan urusan penanaman modal yang didelegasikan oleh pemerintah pusat sebagaimana yang diatur dalam ketentuan ayat (8).


(51)

Dalam kewenangan perizinan investasi, pemerintah pusat mendelegasikan kewenangan pemberian izin kepada pemerintah daerah dengan tujuan mempercepat pelayanan kepada masyarakat terutama pelaku usaha yang akan menanamkan modalnya di daerah secara lebih cepat dan efisien.

Kewenangan pemerintah pusat dalam penanaman modal sesuai dengan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut:59

1. Penetapan bidang usaha yang tertutup dan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan.

2. Penetapan pemberian fasilitas/insentif di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat.

3. Pembuatan peta potensi investasi nasional.

4. Pengembangan kemitraan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) bekerja sama dengan investor asing.

5. Pelayanan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas daerah provinsi.

6. Pelayanan penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat risiko kerusakan lingkungan yang tinggi.

7. Pelayanan penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional

8. Pelayanan penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan nasional.


(52)

9. Pelayanan penanaman modal asing.

Kewenangan pemerintah provinsi dalam penanaman modal sesuai dengan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut:60

1. Penetapan pemberian fasilitas/insentif di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan daerah provinsi.

2. Pembuatan peta potensi investasi provinsi.

3. Pelayanan perizinan dan nonperizinan secara terpadu satu pintu:

a. Penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas daerah kabupaten/kota. b. Penanaman Modal yang menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan menjadi kewenangan daerah provinsi.

Kewenangan pemerintah kabupaten/ kota dalam penanaman modal sesuai dengan Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut:61

1. Pelayanan perizinan dan nonperizinan secara terpadu 1 (satu) pintu di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.

2. Penyelenggaraan promosi penanaman modal yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.

60 Lampiran Undang Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah 61


(53)

3. Penetapan pemberian fasilitas/insentif di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota.

4. Pembuatan peta potensi investasi kabupaten/kota.

C. Pendelegasian Kewenangan Kepada Pemerintah Daerah

1. Pengertian Pendelegasian Kewenangan

Kewenangan pemerintah yang bersumber dari peraturan perundang-undangan, baik pada pemerintahan pusat maupun daerah terdiri dari tiga bentuk yaitu pelimpahan kewenangan dengan atribusi, pelimpahan kewenangan dengan delegasi dan pelimpahan kewenangan dengan mandat.

Pendelegasian merupakan bentuk desentralisasi yang dilakukan oleh pemerintah pusat ke pemerintah daerah dimana pembuatan keputusan dan kewenangan administratif diserahkan kepada organisasi- organisasi yang melakukan fungsi- fungsi tertentu, yang tidak berada di bawah pengawasan kementrian pusat. Pendelegasian itu menyebabkan pemindahan atau penciptaaan kewenangan yang luas pada suatu organisasi yang secara teknis dan administrasi mampu menanganinya, baik dalam merencanakan maupun melaksanakan.62

Unsur- unsur pendelegasian kewenangan adalah tugas, kekuasaan, dan pertanggungjawaban. Tugas adalah pekerjaan yang harus dilakukan oleh penerima delegasi. Kekuasaan adalah hak atau kewenangan yang diperoleh bersumber pada peraturan perundang-undangan. Sedangkan pertanggungjawaban adalah memberikan


(54)

laporan bagaimana seseorang melaksanakan tugasnya dan bagaimana dia memakai wewenang yang diberikan kepadanya.63

2. Sejarah Pendelegasian Kewenangan Perizinan Investasi

Dalam menarik investasi salah satu faktor yang menentukan adalah kemudahan dan kecepatan dalam pelayanan kepada para investor yang berminat melakukan investasi. Sementara kebijakan pelayanan perizinan penanaman modal di Indonesia selalu berubah-ubah sehingga dapat membingungkan penanam modal. Bila ditelusuri dalam kurun waktu 1993 sampai dengan tahun 2009 kebijakan pelayanan mengalami beberapa kali perubahan yaitu mulai dari Keppres No. 97/1993 yang diubah dengan Keppres No. 115/1998 jo. Keppres No. 117/1999 dan Keputusan Meninves/Kepala BKPM No.38/SK/1999 posisi provinsi adalah sebagai penyelenggara pelayanan administrasi pelayanan penanaman modal diberikan kewenangan mengeluarkan persetujuan penanaman modal dalam negeri Kebijakan tersebut diubah dengan Keppres No. 29/2004 tentang penyelenggaraan penanaman modal dalam rangka Penanaman modal asing dan Penanaman modal dalam negeri melalui sistem pelayanan terpadu satu atap yang pada intinya menarik kembali ke BKPM kewenangan persetujuan Penanaman modal dalam negeri yang telah dilimpahkan ke provinsi.

Dalam perjalanannya ternyata pelayanan perizinan tidak mampu bersaing dengan negara lain dalam kecepatan penyelesaian izin memulai usaha. Setelah

63


(55)

dievaluasi maka guna meningatkan daya saing dengan negara lain pemerintah mengeluarkan kebijakan pelayanan penanaman modal melalui sistem pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) berdasarkan Perpres No. 27 tahun 2009 dimana kewenangan perizinan dan non perizinan kembali menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/ Kota sebagai pelaksanaan Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007.64

Pembagian kewenangan urusan penanaman modal semakin jelas antara Pemerintah, Provinsi, Kabupaten dan Kota setelah dikeluarkanya Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah dimana di bagian Lampiran dicantumkan mengenai pembagian urusan pemerintahan di bidang penanaman modal dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007. Lingkup kewenangan pemerintah pusat (BKPM) dibidang perizinan dan non perizinan penanaman modal dilakukan apabila proyek penanaman modal berlokasi lintas provinsi dan penanaman modal yang hanya menjadi urusan pemerintah pusat sebagaimana diatur dalam pasal 30 ayat 7 Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007. Urusan pemerintah pusat tersebut meliputi penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan tingkat resiko kerusakan lingkungan yang tinggi, penanaman modal asing dan penanam modal yang Hal ini juga menyebabkan perubahan kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam perizinan investasi.

64


(56)

menggunakan modal asing yang berasal dari pemerintah negara lain didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain.65

D. Bentuk- Bentuk Pendelegasian Kewenangan Perizinan Investasi dari

Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah

Bentuk pendelegasian kewenangan perizinan dapat dilihat diberlakukannya sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu. Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan di tingkat pusat atau lembaga instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan nonperizinan di provinsi atau kabupaten/kota.66

Penjabaran lebih lanjut perihal pelayanan terpadu satu pintu diatur dalam Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal. Dalam pasal 1 butir 5 dijelaskan: Pelayanan Terpadu Satu Pintu di bidang penanaman modal adalah kegiatan penyelenggaraan perizinan dan nonperizinan berdasarkan pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dari tahap pemohonan sampai

65


(57)

dengan tahap terbitnya dokomen yang dilakukan dalam satu tempat. Dalam pasal 4 ayat (2) disebutkan bahwa pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota medelegasikan/ melimpahkan kewenangan dalam bentuk penyerahan tugas, hak, kewajiban dan pertanggungjawaban Perizinan dan Nonperizinan termasuk penandatanganannya kepada penyelenggara Pelayanan terpadu satu pintu.

Bentuk pendelegasian pemberian izin investasi kepada pemerintah daerah:67

1. Kewenangan untuk menetapkan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon perizinan untuk memperoleh suatu izin yang diperlukannya.

2. Pemerintahan Daerah dapat memberikan insentif dan/atau kemudahan kepada masyarakat dan/atau investor yang diatur dalam Perda.

Penyelenggara Pelayanan terpadu satu pintu yang memperoleh pendelegasian/ perlimpahan wewenang sesuai dengan Pasal 4 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal adalah sebagai berikut:


(58)

a. Kepala BKPM dari Menteri Teknis/ Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK)

b. Kepala PDPPM dari Gubernur

c. Kepala PDKPM dari Bupati/ Walikota

Penyelenggaraan Pelayanan terpadu satu pintu di bidang penanaman modal oleh Pemerintah berdasarkan Pasal 5 dilaksanakan oleh Pelayanan terpadu satu pintu BKPM (Badan Koordinasi Penanaman Modal) atas dasar pelimpahan/ pendelegasian wewenang dari Menteri Teknis/ Kepala LPNK yang memiliki kewenangan atas urusan pemerintah di bidang penanaman modal yang menjadi kewenanangan pemerintah.

Penyelenggaraan Pelayanan terpadu satu pintu di bidang penanaman modal oleh pemerintah provinsi berdasarkan Pasal 7 dilaksanakan oleh PDPPM/ instansi penyelenggara Pelayanan terpadu satu pintu bidang penanaman modal. Untuk penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu, gubernur memberikan pendelegasian wewenang pemberian perizinan dan nonperizinan atas urusan pemerintahan di bidang penamanan modal yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi kepada Kepala PDPPM/ intansi penyelenggara Pelayanan terpadu satu pintu. Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi yang diselenggarakan pemerintah provinsi yang diselenggarakan oleh PDPPM/ instansi penyelenggara Pelayanan terpadu satu pintu terdiri atas:


(59)

a. urusan pemerintah provinsi di bidang penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas Kabupaten/ Kota berdasarkan Peraturan Perundang- undangan mengenai pembagian urusan pemerintah antara Pemerintah dan pemerintah daerah provinsi;

b. urusan pemerintah di bidang penanaman modal yang diberikan pelimpahan wewenang kepada Gubernur;

c. urusan pemerintah provinsi yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang- undangan.

Penyelenggaraan Pelayanan terpadu satu pintu di bidang penanaman modal oleh pemerintah kabupaten/ kota berdasarkan Pasal 8 dilaksanakan oleh PDKPM/ instansi penyelenggara Pelayanan terpadu satu pintu bidang penanaman modal. Untuk penyelenggaraan Pelayanan terpadu satu pintu di bidang penanaman modal, bupati/ walikota memberikan pendelegasian wewenang pemberian perizinan dan nonperizinan atas urusan pemerintahan di bidang penamanan modal yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/ kota kepada Kepala PDKPM/ intansi penyelenggara Pelayanan terpadu satu pintu. Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi yang diselenggarakan pemerintah provinsi yang diselenggarakan oleh PDKPM/ instansi penyelenggara Pelayanan terpadu satu pintu terdiri atas:

a. urusan pemerintah kabupaten/ kota di bidang penanaman modal yang ruang lingkupnya dalam satu Kabupaten/ Kota berdasarkan Peraturan Perundang- undangan mengenai pembagian urusan pemerintah antara Pemerintah dan pemerintah daerah kabupaten/ kota;


(60)

b. urusan pemerintah di bidang penanaman modal yang ditugasperbantukan kepada pemerintah kabupaten/ kota;

BAB III

AKIBAT HUKUM PENDELEGASIAN PEMBERIAN IZIN TERHADAP


(61)

A. Prosedur Perizinan Investasi Berdasarkan Undang – Undang Nomor 25

Tahun 2007 dan Peraturan Pelaksanaannya

Sebelum menguraikan prosedur perizinan investasi, maka akan terlebih dahulu diuraikan tentang apa yang dimaksud dengan izin. Izin merupakan kewenangan pemerintah untuk mengatur sesuatu hal yang berhubungan dengan peran atau tugasnya. Izin merupakan salah satu instrument yang paling banyak digunakan dalam hukum khususnya hukum administrasi.68

Dari rumusan tentang apa yang dimaksud dengan izin, maka dapat disimpulkan bahwa pada prinsipnya izin merupakan kewenangan pemerintah, sehingga dalam hal pemberian izin peranan pemerintah sangat menentukan.

Menurut Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal pada ayat 1 point 6, perizinan adalah bentuk persetujuan untuk melakukan penanaman modal yang dikeluarkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah yang memiliki kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – perundangan.

69

Dalam pemberian izin investasi, pemerintah baik pusat maupun daerah bertujuan agar :70

68

Aminuddin Ilmar, Op.Cit., hal. 133

69 Ibid.,, hal. 132

70 Peraturan Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia

Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pedoman dan Tata Cara Perizinan dan Nonperizinan Penanaman Modal pasal 2


(1)

oleh pemerintah pusat dalam hal pelaksanaan maupun pemberian izin

investasi.

3. Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah yang berdasarkan

kriteria pembagian urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya,

pemerintahan daerah provinsi dapat menyelenggarakan sendiri, menugaskan

sebagian urusan pemerintahan tersebut kepada pemerintahan daerah

kabupaten/kota dan/atau pemerintahan desa berdasarkan asas tugas

pembantuan. Yang dapat dibagi kepada pemerintah daerah yang terdiri atas 31

(tiga puluh satu) bidang urusan pemerintahan, yaitu : Pendidikan, kesehatan,

pekerjaan umum, perumahan, penataan ruang perencanaan pembangunan,

perhubungan, lingkungan hidup, pertanahan, kependudukan dan catatan sipil,

pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak, keluarga berencana dan

keluarga sejahtera, sosial, ketenagakerjaan dan ketransmigrasian, koperasi dan

usaha kecil dan menengah, penanaman modal, kebudayaan dan pariwisata,

kepemudaan dan olah raga, kesatuan bangsa dan politik dalam negeri, otonomi

daerah, pemerintahan umum, administrasi, keuangan daerah, perangkat

daerah, kepegawaian, dan persandian, pemberdayaan masyarakat dan desa,

statistik, kearsipan, perpustakaan, komunikasi dan informatika, pertanian dan

ketahanan pangan, kehutanan, energi dan sumber daya mineral, kelautan dan


(2)

B. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan terhadap pembahasan tersebut diatas,

yaitu :

1. Diharapkan adanya pembagian wewenang serta beban kerja yang lebih

kondusif antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dalam hal

mengurus perizinan terutama untuk perizinan investasi, sehingga para investor

baik dalam negeri maupun luar negeri tidak mengalami kesulitan dalam

mengurus izin investasi.

2. Diharapkan agar pemerintah dapat membuat peraturan yang tidak tumpang

tindih antara peraturan yang satu dengan yang lain mengenai pendelegasian

wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Sehingga tidak

menimbulkan ketidakpastian hukum.

3. Birokasi yang terlalu panjang biasanya dapat menciptkan situasi yang kurang

kondusif bagi kegiatan modal, sehingga dapat mengurungkan niat para

pemodal untuk melakukan investasi. Diharapkan dengan adanya

pendelegasian wewenang dalam pengurusan izin investasi, para investor tidak

akan merasa terbebani dengan biaya tambahan dikarenakan adanya birokasi

yang panjang. Diharapkan dengan adanya kebijakan ekonomi Tahap II dari

pemerintah Indonesia, dapat memutus rantai birokrasi yang terkesan berbelit –


(3)

DAFTAR PUSAKA

A. Buku

Akbar Nasution, Faisal, Dimensi Hukum Dalam Pemerintah Daerah, Pusaka Bangsa Press, Medan, 2003.

Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2010.

Bagus Supancana Rahmadi, Ida, Kerangka Hukum & Kebijakan Investasi Langsung di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2006.

Elliot Goodman, Jordan dan John, Kamus Istilah Keuangan dan Investasi, alih bahasa oleh Soesanto Budhidarmo, Elex Media Komputendo, Jakarta, 1994. Erawaty, A.F Elly dan J.S Badudu, Kamus Hukum Ekonomi Indonesia Inggris,

edisi pendahuluan, ELIPS, Jakarta, 1996.

Hadjon, Philipus M., Pengantar Hukum Perizinan, Fakultas Hukum, Universitas Airlangga, Surabaya, 1991.

HR, Ridwan, Hukum Administrasi Negara, UII Press Indonesia, Jakarta, 2002. Ilmar, Aminuddin, Hukum Penamaman Modal Di Indonesia, Kencana, Jakarta,

2005.

J. Rachbini, Didik, Arsitektur Hukum Investasi Indonesia, Macanan Jaya Cemerlang, Jakarta, 2008.

Johan Nasution, Bahder, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, 2008.

Moezahar Thaib, Tiny dan Sudaryanto, Diklat PTSP Bidang Penanaman Modal Tingkat Pertama, Fasilitas Non Fiskal Penanaman Modal Pusdiklat BKPM, Jakarta, 2012. Nurcholis, Hanif, Teori Dan Praktek Pemerintahan Dan Otonomi Daerah,

Grasindo, Jakarta, 2007.

Retno Wahyuningsih, Sri dan Firadus Abdullah, Diklat PTSP Bidang Penanaman Modal Tingkat Pertama, Fasilitas Fiskal Penanaman Modal Pusdiklat BKPM, Jakarta, 2012.

Rokhmatussa, Ana Dan Suratman, Hukum Investasi & Pasar Modal, Sinar Grafika, Jakarta, 2009.


(4)

Salim Dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi Di Indonesia, Rajawali Pers, Jakarta, 2007.

Salim, Agus Andi Gadjong, Pemerintahan Daerah, Ghalia Indonesia, Bogor, 2007.

Sembiring, Sentosa, Hukum Investasi, Nuasa Aulia, Bandung, 1999.

Simarmata, Rikardo, Pembaharuan Hukum Daerah Menuju Pengembalian Hukum Kepada Rakyat, Yayasan Kemala Jakarta.

Soegono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1998, Hal 195, Sebagaimana Dikutip Dari Soerjono Soekanto Dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat , Rajawali Pers, Jakarta, 1990.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, 2006. Soejono dan H. Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta

,2003.

Supranto, J., Metode Penelitian dan Hukum statistik, Rineka Cipta, Jakarta, 2003. Syahrin, Alvi, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan Dan

Pemukiman Berkelanjutan, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2003. Utrecht, E., Pengantar Hukum Administrasi Negara, Fakultas Hukum dan

Pengetahuan Masyarakat, Universitas Padjadjaran, Bandung, 1960.

B. Peraturan Perundang - Undangan

Undang – Undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

Undang Undang No. 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah

Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2013 Tentang Pedoman Dan Tata Cara Perizinan Dan Nonperizinan Penanaman Modal.

Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 Tentang Pedoman Pemberian Insentif Dan Pemberian Kemudahan Penanaman Modal Di Daerah.


(5)

Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi Dan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota. Ketentuan Umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun

2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota

C. Internet

Boeyberusahasabar.wordpress.com/2013/12/10/sumber-kewenangan-atribusi-delegasi-dan-mandat


(6)

puslit2.petra.ac.id/gudangpaper/files/1957.pdf

repository.uin-suska.ac.id/1616/4/BAB%20III.pdf

D. Tesis, Disertasi

Nasrianti, Kewenangan Pemerian Persetujuan dan Perizinan Penanaman Modal Menurut Undang – Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (Studi Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam), Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan, 2008.


Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Joint Venture Agreement Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Dan Dikaitkan Dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2 57 158

ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ASING MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

0 7 18

KAJIAN YURIDIS TENTANG PRINSIP TRANSPARANSI DALAM KEGIATAN INVESTASI DI INDONESIA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

0 4 50

Tinjauan Hukum Perjanjian Nominee Terhadap Pemberian Kuasa Penanam Modal Asing Dalam Kepemilikan Perseroan Terbatas

2 28 0

Tinjauan hukum perjanjian nominee terhadap pemberian kuasa penanam modal asing dalam kepemilikan saham perseroan terbatas

8 75 87

Analisis Yuridis Terhadap Pendelegasian Pemberian Izin Investasi Kepada Pemerintah Daerah Menurut Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 Penanaman Modal

0 0 8

Analisis Yuridis Terhadap Pendelegasian Pemberian Izin Investasi Kepada Pemerintah Daerah Menurut Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 Penanaman Modal

0 0 2

Analisis Yuridis Terhadap Pendelegasian Pemberian Izin Investasi Kepada Pemerintah Daerah Menurut Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 Penanaman Modal

0 0 20

Analisis Yuridis Terhadap Pendelegasian Pemberian Izin Investasi Kepada Pemerintah Daerah Menurut Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 Penanaman Modal

0 0 30

Analisis Yuridis Terhadap Pendelegasian Pemberian Izin Investasi Kepada Pemerintah Daerah Menurut Undang- Undang Nomor 25 Tahun 2007 Penanaman Modal

0 0 4