Tinjauan Yuridis Joint Venture Agreement Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Dan Dikaitkan Dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

(1)

DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Ahmad Khamarudin, Dasar-dasarManajemen Investasi,(Jakarta, Rineka Cipta), 1996

Aminudin, Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia, Ujung Pandang: Lembaga Penerbit Universitas Hasanudin, 1990.

Anoraga, Panji. Perusahaan Multinasional dan Penanaman Modal Asing. Semarang: Pustaka Jaya, 1995.

Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007.

Fuady, Munir. Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis), Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007.

Munir Fuady, Arbitrase Nasional: Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2000.

Gautama, Sudargo. Capita Selecta Hukum Perdata Internasional, Bandung : Alumni, 1974.

Harahap, M. Yahya. Segi-segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986. Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia, Cetakan ke 17, Edisi Revisi Jakarta:

CV Taruna Grafica, 2006.

Hartono, Sunarjati. Beberapa Masalah Transnasional dalam Penanaman Modal Asing Di Indonesia, Bandung : Bina Cipta, 1972.

HS, Salim dan Budi Sutrisno. Hukum Investasi di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2008.


(2)

Khamarudin, Ahmad. Dasar-dasar Manajemen Investasi, Jakarta: Rineka Cipta, 1996.

Mahdi, Sri Soesilowati, Surini Ahlan Sjarif, dan Akhmad Budi Cahyono. Hukum Perdata: Suatu Pengantar, Jakarta: Gitama Jaya Jakarta, 2005.

Muhammad, Abdulkadir. Hukum Perdata Indonesia, Cetakan ke-2, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993.

Nasution, Asmin. Transparansi dalam Penanaman Modal, Medan: Pustaka Bangsa Press,2008.

Penjaitan, Hulman dan Anner Mangatur Sianipar. Hukum Penanaman Modal Asing, Jakarta: CV. Indhill Co, 2008.

Prasetya, Rudhi, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Cetakan ke 3, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2001.

Soekanto, Soerjono. Pengatar Metode Penelitian Hukum, Jakarta: UI Presss, 1984.

Sentosa Sembiring,”Hukum Investasi”, Bandung: Nuansa Aulia, 2010 Subekti. Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Itermasa, 2005.

Subekti. Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan XXXI, Jakarta: PT. Intermasa, 2003.

Suharnoko. Hukum Perjanjian, Teori dan Analisa Kasus, Jakarta: Kencana, 2004. Widjaya, I.G. Rai. Merancang Suatu Kontrak, Edisi Revisi, Jakarta: Kesaint


(3)

II. Internet

Aska, Erwin, Reformasi Lebih Agresif, http;//www.inilah.com/berita/galeri-opini/2010/07/28/49395/reformasi-ekonomi-lebih-agresif-(1)

Emmet Scully,”Shareholders Agreement: A Practical Analysis”, Diakses tanggal 28 Juli 2010

Diakses tanggal 10 Agustus 2010

2010

diakses

tanggal 27 Juli 2010

tanggal 10 Agustus 2010

2010

2010

www.kppod.com,

Yulianto, Syahyu. Pertumbuhan investasi asing di Kepulauan Batam: antara dualisme kepemimpinan dan ketidakpastian hukum,


(4)

Peraturan Perundang-undangan

BKPM, Keputusan Kepala BKPM Nomor ` 57/SK/2004, Tentang Pedoman Tata

Cara Permohonan Penanaman Modal Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing.

BKPM, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 1/P/2008,

Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 57/Sk/2004 Tentang Pedoman Dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal Yang Didirikan Dalam Rangka Penanaman Modal Dalam Negeri Dan Penanaman Modal Asing.

Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Dagang, Terjemahan R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Jakarta:Pradnya Paramita, 2002.

Indonesia, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, terjemahan R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: Pradnya Paramita, 2001.

Indonesia, Undang-undang Nomor. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal,

Lembar Negara Nomor 67 Tahun 2007, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4724.

Indonesia, Undang-undang No. 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Lembar Negara Nomor 1 Tahun 1967. Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 2818.


(5)

Indonesia, Undang-undang No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756

Indonesia, Undang-undang No. 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri. Lembar Negara Nomor 33 Tahun 1968, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 2853.

Indonesia, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan, Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974. Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 3019.

Indonesia, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas,

Lembar Negara 13 Tahun 1995, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 3587.

Indonesia, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1968, Tentang Penyelesaian Perselisihaan Antara Negara Dengan Warga Negara Asing Mengenai Penanaman Modal, Lembar Negara Nomor 32 Tahun 1968, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 2852.

Presiden, Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal dalam Rangka Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN).

Presiden, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1981 Tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal Sebagaimana Telah Beberapa


(6)

Kali Diubah, Terakhir Dengan Keputusan Presiden Nomor 120 Tahun 1999.

Presiden, Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004,

Tentang Penyelenggaraan Penanaman Modal Dalam Rangka Penanaman Modal Asing Dan Penanaman Modal Dalam Negeri Melalui Sistem Pelayanan Satu Atap.

Presiden, Perpres Nomor 11 Tahun 2007 Tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Dibidang Penanaman Modal.

Presiden, Perpres Nomor 76 Tahun 2007, Tentang Kreteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Dibidang Penanaman Modal.

Presiden, Perpres Nomor 77 Tahun 2007, Tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Dibidang Penanaman Modal.


(7)

BAB III

STRUKTUR DAN KETENTUAN DALAM JOINT VENTURE

AGREEMENT

A. Istilah dan Pengertian Joint Venture Agreement

Istilah kontrak patungan merupakan terjemahan dari kata joint venture contract atau joint venture agreement. Di dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil, disebut dengan istilah perjanjian kemitraan. Hakikat perjanjian kemitraan adalah kerja sama antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah dan besar. Kerja sama ini menyangkut tentang pemodalan maupun

skill.

Para ahli mencoba mengemukakan berbagai pandangannya tentang pengertian dan hakikat dari joint venture agreement.

Peter Mahmud mengemukakan bahwa kontrak joint venture adalah:

”Suatu kontrak antara dua perusahaan untuk membentuk suatu perusahaan baru. Perusahaan baru inilah yang kemudian disebut perusahaan joint venture.”43

”Suatu kerja sama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional berdasarkan suatu perjanjian (kontraktual).”

Erman Rajagukguk mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan joint venture agreement adalah:

44

43

Peter Mahmud dalam Salim HS, Budi Sutrisno,” Hukum Investasi di Indonesia”. (Jakarta: Rajawali Pers, 2008) hlm. 206


(8)

Inti dari kedua defenisi tersebut adalah bahwa joint venture agreement

merupakan:

1. Kerja sama antar Pemodal asing dengan pemodal dalam negeri;

2. Membentuk perusahaan baru, antara penusaha asing dengan pengusaha nasional;

3. Didasarkan pada kontraktual (perjanjian).

Joint venture agreement adalah suatu kontrak antara beberapa atau semua pemegang saham dalam suatu perseroan. Tujuan dasarnya adalah untuk menetapkan bagaimana perusahaan dikelola dan jika dimungkinkan, mengatur hal-hal yang mungkin menjadi masalah dikemudian hari jika tidak disepakati sebelumnya,45

Joint venture agreement memiliki kedudukan yang sangat penting dalam proses pembentukan dan pengoperasian perusahaan patungan. Dalam banyak kasus perjanjian seperti ini dinegosiasikan dan dibuat sebelum pembentukan perusahaan yang bersangkutan.

dan diatur sesuai dengan ketentuan hukum perjanjian.

Perusahaan baru merupakan perusahaan yang dibentuk antara pengusaha asing dengan pengusaha nasional. Semula pengusaha asing mempunyai nama perusahaannya sendiri dan pengusaha nasional juga mempunyai nama perusahaanya sendiri-sendiri. Namun, dengan adanya perjanjian yang dibuat oleh para pihak, mereka sepakat untuk membentuk perusahaan baru. Hal ini dapat dicontohkan pada joint venture agreement antara PT. Vista Gold dengan PT. PAN Asia Resources.


(9)

Joint venture agreement mengandung pengertian yang lebih luas berkaitan dengan pendirian awal suatu perusahaan joint venture yang biasanya mencakupi kondisi preseden dan kontribusi modal para pihak. Agreement atau yang biasa disebut perjanjian menjadi jembatan pengaturan dari suatu aktifitas bisnis merupakan suatu hubungan hukum yang berisikan hak dan kewajiban yang mengikat dan wajib dipatuhi oleh para pihak yang telah bersepakat untuk terikat didalamnya dimana apabila ketentuan agreement dilaksanakan tepat seperti yang disepakati maka akanter capai target pencapaian keuntungan (profit) sesuai yang direncanakan sebelumnya.

B. Pengaturan dan Struktur Joint Venture Agreement

B.1 Pengaturan Joint venture Agreement

B.1.1 Pengaturan menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM)

UUPM secara langsung mengatur mengenai kerja sama antara modal asing dengan modal nasional dalam pasal 5 ayat 2 dan 3 UUPM yang berbunyi:46

45

Emmet Scully,”Shareholders Agreement: A Practical Analysis”,

2010


(10)

1. Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah Republik Indonesia, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang. 2. Penanaman modal dalam negeri dan asing yang melakukan

penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilakukan dengan:

a. Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas;

b. Membeli saham; dan

c. Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bentuk kerja sama tersebut dalam kepustakaan hukum disebut dengan perjanjian joint venture. Perjanjian tersebut bersumber kepada pasal 5 ayat 2 dan ayat 3 UUPM. Pembentukan Perseroan Terbatas (PT) oleh investor asing dan bekerjasama dengan investor lokal terutama bidang-bidang tertutup bagi kepemilikan saham penuh oleh pihak asing. Pasal 12 menjelaskan bidang usaha terbuka dan tertutup bagi penanaman modal asing.

Dalam UUPM ini mengatur tentang bidang usaha terbuka dengan persyaratan dimana di dalamnya terdapat ketentuan adanya batasan kepemilikan modal asing. Sehingga agar investor asing dapat menjalankan bisnisnya di Indonesia, maka investor asing tersebut melakukan joint venture dengan mitra lokal. Undang-undang ini


(11)

mendorong investor asing yang berminat menanamkan modalnya di Indonesia untuk melakukan joint venture.

B.1.2 PP Nomor 17 Tahun 1992 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1993 tentang Pemilikan Saham Perusahaan Penanaman Modal Asing

Peraturan pemerintah ini terdiri atas 13 bab. Didalam pasal 2 PP Nomor 17 Tahun 1992 disebutkan bahwa:

“Perusahaan yang didirikan dalam rangka penanaman modal asing, selanjutnya disebut PMA, pada dasarnya berbentuk usaha patungan dengan persyaratan bahwa kepemilikan modal saham peserta Indonesia dalam perusahaan patungan tersebut sekurang-kurangnya 20% dari seluruh nilai modal saham perusahaan pada waktu pendirian perusahaan patungan, dan ditingkatkan menjadi sekurang-kurangnya 51% dalam waktu 20 tahun terhitung sejak perusahaan beproduksi secara komersial sebagaimana yang tercantum dalam izin usahanya.”47

a. Adanya kerja sama joint venture antara perusahaan penanaman modal asing (PMA) dengan peserta Indonesia;

Dari Peraturan Pemerintah tersebut, ada 3 hal yang diatur dalam ketentuan tersebut, yaitu:

b. Komposisi saham pada saat pendirian perusahaan joint venture

adalah 80% PMA dan 20% perusahaan domestik;

47

Indonesia, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1993 tentang Pemilikan Saham Perusahaan Penanaman Modal Asing,Lembar Negara Nomor 3512 Tahun 1993.


(12)

c. Komposisi saham pada saat berproduksi secara komersial sampai denganwaktu 20 tahun, yaitu 49% PMA dan 51% perusahaan domestik.

B.1.3 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing.

Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 1994 ditentukan bahwa penanaman modal asing dapat dilakukan dalam bentuk:

a. Patungan antara modal asing dengan modal yang dimilik warga negara Indonesia dan atau badan hukum Indonesia, atau

b. Langsung, dalam arti seluruh modalnua dimiliki oleh warga negara dan/ atau badan hukum asing.

Komposisi sahamnya, diatur dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994, saham peserta Indonesia dalam perusahaan joint venture sekurang-kurangnya 5% dari seluruh modal yang disetor perusahaan pada surat pendirian, sedangkan warga negara dan/atau badan hukum asing sebesar 95%. Ini berarti bahwa PMA mempunyai saham maoritas dalam perusahaan joint venture tersebut, sedangkan peserta Indonesia dianggap sebagai peserta yang lemah dan tidak mempunyai kekuasaan secara langsung untuk mengurus perusahaan joint venture tersebut.


(13)

B.1.4 Surat Keputusan Menteri negara Penggerak Dana Investasi/Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor: 15/SK/1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Pemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing.

Surat keputusan ini telah mempertegas tentang joint venture

antara warga negara dan/atau badan hukum asing dengan modal yang dimiliki oleh warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia. Badan hukum Indonesia itu terdiri atas Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, perusahaan PMA, perusahaan PMDN, perusahaan Non-PMA/PMDN.

Apabila diperhatikan ketentuaan ini, maka badan usaha milik daerah dapat mengadakan kontrak joint venture dalam rangka penanaman modal asing. Bagi daerah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang banyak, dapat mengadakan kontrak joint venture dengan perusahaan PMA terutama kabupaten/kota dapat memiliki saham pada perusahaan PMA tersebut.

B.1.5 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Landasan pembentukan perusahaan joint venture adalah joint venture agreement yang merujuk kepada ketentuan umum hukum perjanjian yang diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).


(14)

KUHPerdata terutama Buku III mengenai perikatan yang erat kaitannya dengan joint venture agreement. KUHPerdata mengatur ketentuan dasar suatu perjanjian, yaitu pasal 1313 mengenai arti perjanjian, pasal 1320 mengenai persyaratan perjanjian, pasal 1338 mengenai pemberlakuan sebuah perjanjian yang mengikat para pihak.

Penanaman moal asing di Indonesia yang mensyaratkan adanya

joint venture antara pemodal asing dengan pemodal nasional, membentuk suatu perjanjian yang disebut joint venture agreement, pasal 1319 KUHPerdata menyatakan bahwa:

“Semua perjanjian baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak terkenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan-peraturan umum, yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu.”48

Struktur joint venture agreement harus mencerminkan hubungan yang jelas diantara para pihak dan dapat menggambarkan pengembangan hubungan tersebut dimasa yang akan datang. Struktur Joint Venture Agreement yang disepakati oleh para pihak menjadi kerangka penting untuk membentuk perusahaan joint venture sebagai wadah hukum menjalankan kesepakatan Buku III menjadi dasar hukumdalam mengadakan perikatan, termasuk perikatan antara pemodal asing maupun pemodal nasional dalam rangka penanaman modal di wilayah Republik Indonesia.


(15)

bisnis. Sehingga kesepakatan di antara para pihak di dalam joint venture agreement harus dibuat sejelas mungkin dan serinci mungkin. Ketentuan-ketentuan itu antara lain meliputi:

B.2.1 Ketentuan mengenai definisi kontrak (contractual definitions)

Persetujuan yang dibuat di dalam sebuah perjanjian, menggunakan beberapa terminologi yang mempunyai arti dan maksud khusus yang hanya digunakan semata-mata di dalam pasal-pasal perjanjian yang disetujui. Definisi tersebut menggambarkan maksud dan pengertian yang dimengerti oleh pihak-pihak yang membuat dan menyetujuinya. Sehingga tidak akan menimbulkan penertian dan penafsiran yang bertolak belakang dan bertentangan.

Sebagaimana dapat dilihat pada pasal berikut: ARTICLE I

DEFINITIONS

1.1 “ Affiliate ” means any person, partnership, limited liability company, joint venture, corporation or other form of enterprise which directly or indirectly controls, is controlled by, or is under common control with, a Party. For purposes of the preceding sentence, “control” means possession, directly or indirectly, of the power to direct or cause direction of management and policies through ownership of voting securities, contract, voting trust or otherwise.

1.2 “ Agreement ” means this Joint Venture Agreement, including all amendments and modifications thereof, and all schedules and exhibits, which are incorporated herein by this reference.


(16)

1.3 “ AMDAL ” means the environmental impact assessment required under the Contract of Work.

1.4 “ Area of Interest ” means the area described in Part 2 of Exhibit A.

1.5 “ Assets ” means the Property, Products and all other real and personal property, tangible and intangible, held by PT Masmindo.

1.6 “ Awak Mas Project ” means the mineral project located on the Property and governed by the Contract of Work.

1.7 “ Board of Directors ” means the board of directors of PT Masmindo. 1.8 “ Budget ” means a detailed estimate of all costs to be incurred by PT Masmindo with respect to a Program and a schedule of cash advances to be made by Pan Asia with respect to such Program (which, for the avoidance of doubt, shall include the initial budget appended at Exhibit C hereto.

1.9 “ Business Day ” means a day on which chartered banks are open for the transaction of regular business in the cities of Denver, Colorado and Vancouver, British Columbia.

1.10 “ Confidential Information ” means all information, data, knowledge and know-how (including, but not limited to, formulas, patterns, compilations, programs, devices, methods, techniques and processes) that derive independent economic value, actual or potential, as a result of not being generally known to, or readily ascertainable by, third parties and which are the subject of efforts that are reasonable under the circumstances to maintain their secrecy, including without limitation all analyses, interpretations, compilations, studies and evaluations of such information, data, knowledge and know-how generated or prepared by or on behalf of either Party, Salu Siwa or PT Masmindo.

1.11 “ Constating Documents ” means the articles of association of PT Masmindo, as amended from time to time.


(17)

1.12 “ Continuing Obligations ” means obligations or responsibilities that are reasonably expected to continue or arise after Operations on a particular area of the Properties have ceased or are suspended, such as future monitoring, stabilization or Environmental Compliance.

1.13 “ Contract of Work ” means the contract of work between the Governments of the Republic of Indonesia and PT Masmindo dated January 19, 1998 (as may be amended from time to time).

1.14 “ Development ” means all preparation for the removal and recovery of Products, including the construction or installation of a mill or any other improvements to be used for the mining, handling, milling, processing or other beneficiation of Products.

1.15 “ Effective Date ” means the date first written above.

1.16 “ Encumbrance ” means any mortgage, charge, pledge, lien or other security interest, or any right or privilege capable of becoming any of the foregoing. 1.17 “ Environmental Compliance ” means action performed during or after Operations to comply with the requirements of all Environmental Laws or contractual commitments related to reclamation of the Properties or other compliance with Environmental Laws.

1.18 “ Environmental Laws ” means Laws aimed at reclamation or restoration of the Properties; abatement of pollution; protection of the environment; protection of wildlife, including endangered species; ensuring public safety from environmental hazards; protection of cultural or historic resources; management, storage or control of hazardous materials and substances; releases or threatened release of pollutants, contaminants, chemicals or industrial, toxic or hazardous substances as wastes into the

environment, including without limitation, ambient air, surface water and groundwater; and all other laws relating to the manufacturing, processing,


(18)

distribution, use, treatment, storage, disposal, handling or transport of pollutants, contaminants, chemicals or industrial, toxic or hazardous substances or wastes.

1.19 “ Environmental Liabilities ” means any and all claims, actions, causes of action, damages, losses, liabilities, obligations, penalties, judgments, amounts paid in settlement, assessments, costs, disbursements, or expenses (including, without limitation, attorneys’ fees and costs, experts’ fees and costs, and consultants’ fees and costs) of any kind or of any nature whatsoever that are asserted against PT Masmindo or either Party, by any person or entity other than the other Party, alleging liability (including, without limitation, liability for studies, testing or investigatory costs, cleanup costs, response costs, removal costs, remediation costs, containment costs, restoration costs, corrective action costs, closure costs, reclamation costs, natural resource damages, property damages, business losses, personal injuries, penalties or fines) arising out of, based on or resulting from (i) the presence, release, threatened release, discharge or emission into the environment of any hazardous materials or substances existing or arising on, beneath or above the Properties and/or emanating or migrating and/or threatening to emanate or migrate from the Properties to off-site properties; (ii) physical disturbance of the environment; or (iii) the violation or alleged violation of any Environmental Laws.

1.20 “ Escrow Agreement ” means the escrow agreement to be entered into among Vista Barbados, Pan Asia and Computershare Trust Company of Canada, or such other agent as is acceptable to the Parties acting reasonably, regarding the 2,000,000 ordinary shares of Pan Asia to be issued to Vista in accordance with Section 3.2(i).

1.21 “ Expenditures ” has the meaning ascribed thereto in Section 3.2.

1.22 “ Exploration ” means all activities directed toward ascertaining the existence, location, quantity, quality or commercial value of deposits of Products.


(19)

1.23 “ Feasibility Study ” has the meaning ascribed thereto in Canadian National Instrument 43-101 Standards of Disclosure for Mineral Projects, as amended from time to time.

1.24 “ Interim Period ” has the meaning ascribed thereto in Section

1.25 “ Joint Venture ” has the meaning ascribed thereto in Recital B to this Agreement.

1.26 “ Letter Agreement ” has the meaning ascribed thereto in Recital B to this Agreement.

1.27 “ Mining ” means the mining, extracting, producing, handling, milling or other processing of Products.

1.28 “ Operations ” means the activities to be carried out by PT Masmindo under this Agreement.

1.29 “ Option ” has the meaning ascribed thereto in Section 1.30 “ Pan Asia ” means Pan Asia Resources Corp.

1.31 “ Party ” and “ Parties ” mean Vista Barbados and Pan Asia, and any other person or entity admitted as a substituted or additional Party under this Agreement.

1.32 “ Products ” means all ores, minerals and mineral resources produced from the Property under this Agreement.

1.33 “ Power of Attorney ” means the power of attorney in the form appended at Exhibit D.

1.34 “ Program ” means a description in reasonable detail of Operations to be conducted and objectives to be accomplished by Pan Asia for a year or any longer period (which, for the avoidance of doubt, shall include the initial program appended at Exhibit C hereto).

1.35 “ Property ” means those interests described in Part I of Exhibit A and all other interests in real property within the Area of Interest which are acquired and held subject to this Agreement.


(20)

1.36 “ PT Masmindo ” means PT Masmindo Dwi Area.

1.37 “ Representative ” means Pan Asia’s nominee to the Board of Directors, and, during the Interim Period, means the person to whom the Power of Attorney is granted.

1.38 “ Salu Siwa ” means Salu Siwa Ltd.

1.39 “ Shareholders’ Agreement ” means the shareholders’ agreement among Vista Barbados, Pan Asia and Salu Siwa, substantially in the form as attached at Exhibit B.

1.40 “ Transfer ” means to sell, grant, assign, encumber, pledge, or otherwise commit or dispose of.

1.41 “ Vista ” means Vista Gold Corp.

1.42 “ Vista Barbados ” means Vista Gold (Barbados) Corp.49

Bagaimanapun, pasal yang berkaitan dengan tujuan perjanjian tidak boleh bermaksud untuk menciptakan batasan-batasan yang tidak B.2.2 Tujuan Perjanjian (object of the Joint Venture)

Sangat penting bagi para pihak memberikan pertimbangan secara hati-hati terhadap objek yang diperjanjikan dalam sebuah joint venture agreement. Pertimbangan yang diberikan tersebut merupakan gambaran lingkup usaha bersama yang menjadi acuan bagi para pemengang saham dan manajemen perusahaan joint venture yang sekaligus merupakan bentuk perlindungan atas hak-hak pemegang saham minoritas.

49


(21)

diinginkan atau tidak jelas bagi perkembangan usaha perusahaan joint venture di masa yang akan datang.

Sebagaimana terlihat dalam pasal perjanjian berikut:

ARTICLE IV PURPOSES 4.1 Purposes

. During the term of this Agreement, Salu Siwa shall be limited to the following purposes, and shall serve as the exclusive means by which the Parties, or either of them, accomplish such purposes:

(a) to hold shares in PT Masmindo; and

(b) to cause PT Masmindo to:

(i) conduct Exploration within the Area of Interest;

(ii) evaluate the possible Development of the Properties;

(iii) complete and satisfy all Environmental Compliance obligations and Continuing Obligations affecting the Properties;

(iv) complete and satisfy all Environmental Compliance obligations and Continuing Obligations affecting the Properties;


(22)

Properties; and

(vi) perform any other activity necessary, appropriate, or incidental to any of the foregoing.

4.2

Unless the Parties otherwise agree in writing, the Operations shall be limited to the purposes described in Section

Limitation

purposes.50

Jika para pihak telah memiliki sebuah nama untuk perusahaan

joint venture, maka sebaiknya dinyatakan secara tegas namanya. Apabila terdapat pembatasan jangka waktu berdirinya perusahaan joint venture

yang disepakati atau atas dasar adanya pembatasan peraturan perundang-undangan, misalnya perusahaan didirikan untuk jangka waktu 30 tahun, B.2.3 Pendirian, pemodalan dan kedudukan perusahaan joint venture

Struktur ke tiga ini mengambarkan perhubungan dengan berbagai peraturan-peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia sebagai tempat dimana perusahaan joint venture tersebut akan didirikan. Seperti Perizinan, Undang- undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Undang-undang Penanaman Modal Nomor 25 Tahun 2007, Undang-undang Tenaga Kerja, Perpajakan, Peraturan Export Import, Peraturan Pertanahan, peraturan Badan Koordinasi Penanaman Modal dan lain-lain.

50


(23)

maka pembatasan tersebut harus juga dinyatakan secara jelas. Perjanjian yang disepakati oleh para pihak juga memuat ketentuan kebutuhan modal awal yang dibutuhkan sebuah joint venture, dan kemungkinan pengembangan di masa yang akan datang.

B.2.4 Pasal Kontribusi Para Pihak Terhadap Perusahaan Joint Venture

Pendirian sebuah perusahaan membutuhkan kontribusi permodalan yang perlu diatur sedemikian rupa dalam pasal ini, atas dasar kemampuan dan kesanggupan pihak yang membuat perjanjian. Kontribusi para pihak merupakan modal awal bagi perusahaan untuk melaksanakan aktivitasnya.

Kontribusi para pihak dapat ditentukan dalam beberapa bentuk, diantaranya dalam bentuk saham-saham, kontribusi bersifat tunai, hak tanah, hak patent, keterampilan teknis, peralatan, jasa distribusi, atau penggunaan suatu merek dagang. Pemberian kontribusi tersebut biasanya disertai perhitungan-perhitungan secara jelas dan rinci, sehingga tidak akan menyebabkan kerugian bagi perusahaan dikemudian hari. Jika itu terjadi maka dibutuhkan jaminan untuk mengganti kerugian yang ditimbulkan.

Berikut salah satu contoh pasal dalam Joint Venture Agreement

yang mengatur kontribusi para pihak: ARTICLE III


(24)

3.1 Grant of Option

. Vista Barbados hereby gives and grants to Pan Asia the sole, exclusive and irrevocable right and option (the “ Option ”), on and subject to the terms of this Agreement, to acquire a 60% undivided beneficial interest in the Property via ownership of 60.6% of the issued and outstanding shares of Salu Siwa.

3.2 Conditions to Exercise of Option

. Pan Asia may exercise the Option by (and only after) completing the following matters to the reasonable satisfaction of Vista Barbados:

(i) issuing to Vista within 30 days of the Effective Date, 2,000,000 (two million) ordinary shares in Pan Asia free and clear of any encumbrances, to be held in

escrow until an extension to the Contact of Work is granted by the Government of Indonesia in accordance with the terms of the Escrow Agreement;

(ii) granting to Vista, within 30 days of the Effective Date, the right to purchase up to 2,000,000 (two million) ordinary shares in Pan Asia free and clear of any encumbrance (except a hold period required by a regulatory authority or by a stock exchange on which such securities are listed) on the same terms as such shares are issued in connection with an initial public offering thereof, such right to be effective for the term of this Agreeement;


(25)

30 months from the Effective Date, a minimum of $3,000,000 (the “ Expenditures ”) to further define, explore and develop the Properties, less a management fee equal to up to 10% of the value of all Expenditures actually incurred by Pan Asia; and

(iv) directing and implementing the Operations of PT Masmindo in accordance with Article IX for a period of 30 months following the Effective Date (unless extended in accordance with the prior written agreement of Vista Barbados).

3.3 Notice of Exercise

. Pan Asia shall give notice to Vista Barbados forthwith upon Pan Asia having complied with the conditions contemplated in Section 3.2.

3.4

. Upon Pan Asia exercising its Option in accordance with Sections

Shareholders’ Agreement

Barbados shall cause Salu Siwa to issue to Pan Asia from treasury, for no additional consideration, such number of shares as results in Pan Asia owning 60.6% of the then issued and outstanding shares of Salu Siwa, and the Parties shall enter into the Shareholders’ Agreement, substantially in the form attached hereto at Exhibit B. The Shareholders’ Agreement shall govern the relationship of Pan Asia and Vista in respect of Salu Siwa, PT Masmindo and the Properties and, as of the date the Shareholders’ Agreement becomes effective, this Agreement shall cease to apply.

3.5

. Upon the execution of the Shareholders’ Agreement, the Parties shall be deemed to have made the following contributions to their respective Tracking Account (as defined in the


(26)

Shareholders’ Agreement) and to respectively have the following Proportionate Share (as defined in the Shareholders’ Agreement):51

Initial Contribution to Tracking Account

Initial Proportionate Share

Pan Asia $6,000,000 60%

Vista Barbados $4,000,000 40%

B.2.5 Penambahan permodalan perusahaan joint venture, penerbitan saham baru dan penjaminan (Additonal Funding, Issues of Share and Guaratees)

Penambahan modal untuk perusahaan joint venture melalui penerbitan dan penjaminan saham-saham baru harus diatur dengan jelas dan dimengerti oleh para pihak. Jika ada keharusan untuk memberikan penambahan modal bagi keberlangsungan aktivitas perusahaan, maka harus melalui mekanisme yang disepakati.

B.2.6 Pasal melakukan langkah-langkah administrasi, perhitungan biaya pengeluaran sebelum pengabungan kerjasama.

Dalam mendirikan sebuah perusahaan joint venture, dipastikan melewati berbagai proses sebagai tahapan pendirian. Proses tersebut merupakan langkah-langkah umum yang dilakukan oleh para pihak

51


(27)

untuk mewujudkan pendirian perusahaan. Pada setiap tahap dan prosesnya membutuhkan tenaga, biaya dan pemikiran.

Para pihak dalam perjanjian, harus menentukan siapa yang akan melaksanakan dan bertanggungjawab terhadap setiap proses yang harus dilalui. Di dalam kondisi yang seperti itu, perlu dipikirkan oleh para pihak apakah biaya-biaya atau ongkos yang telah dikeluarkan dalam tahap-tahap administrasi tersebut akan dibebankan kepada perusahaan yang nantinya akan terbentuk, jika dibebankan kepada perusahaan, bagaimanakah prosedur pelaksanaanya.

Dengan pemikiran yang sama, jika terdapat penyerahaan hak-hak (patent, merek, lisensi dan atau yang lain) oleh pemegang saham sebelum perusahaan terbentuk, harus mendapatkan persetujuan para pihak dalam perjanjian.

B.2.7 Pasal Anggaran Dasar Perusahaan Joint Venture.

Pasal ini mengatur tentang anggaran dasar perusahaan joint venture. Perusahaan joint venture membutuhkan instrumen untuk menjalankan aktivitasnya. Instrumen tersebut adalah sebuah organisasi perusahaan yang terwujud dalam anggaran dasar (statute) dan dokumen-dokumen legal lainnya. Pembentukan anggaran dasar dan dokumen-dokumen legal lainnya diatur di dalam ketentuan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, Wajib daftar perusahaan, dan akta pendirian yang dibuat oleh notaris.


(28)

Sebuah anggaran dasar haruslah dipersiapkan dalam format yang kosisten dengan joint venture agreement. Pembentukan anggaran dasar sebaiknya menggunakan terminologi yang sesuai dengan joint venture agreement yang telah disepakati bersama.

B.2.8 Rapat Pemegang Saham

Otoritas pengambilan keputusan tertinggi sebuah perusahaan patungan dipegang oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai organ perusahaan, pada hakekatnya, para pihak dalam perjanjian adalah pemegang saham dari perusahaan yang akan dibentuk, sehingga pertemuan atau rapat umum pemegang saham merupakan suatu kesatuan forum dengan diri mereka sendiri. Artinya kesepakatan yang diambil atau persetujuan yang akan dicapai, telah dipahami atau dimegerti antara para pihak.

B.2.9 Dewan Komisaris dan Direksi

Dewan Komisaris dan Direksi adalah organ perusahaan, dalam banyak perusahaan, dewan komisaris dan direksi memiliki tanggungjawab melakukan pengawasan dan pengurusan perusahaan. Berikut ketentuan yang selalu ada dalam joint venture agreement:

1) Nominasi: biasanya para pihak diberikan hak untuk mengajukan beberapa calon yang akan duduk dalam dewan komisaris dan direksi yang akan mewakili kepetingan para pihak. Dalam beberapa


(29)

ketentuan, penunjukan dewan direksi harus melalui mekanisme rapat pemegang saham.

2) Tanggungjawab: penentuan nominasi siapa yang akan menempati posisi di dalam dewan komisaris dan dewan direksi, disertai kejelasan mengenai peran dan fungsi serta tanggungjawab utama dari posisi-posisi tersebut. Peran dan fungsi erat kaitanya dengan otoritas yang akan digunakan dalam menjalankan perusahaan. Mengingat adanya perbedaan pemahaman dalam culture pengelolaan perusahaan

(company management approach) diantara para pihak, sehingga diperlukan pembatasan yang jelas “clear term of reference” atas fungsi dan tugas Dewan Direksi dan Komisaris.

3) Informasi: Penunjukan kandidat oleh salah satu pihak, harus dilakukan secara terbuka dan dapat diketahui oleh pihak yang lain. Sehingga nantinya, para pihak yang ada dalam perjanjian memiliki gambaran pasti mengenai pelaksana dan pegurusan manajemen perusahaan.

Berikut ini merupakan contoh pasal yang mengatur tentang Dewan Komisaris dan Direksi:

ARTICLE VIII

REPRESENTATION ON BOARD OF DIRECTORS

8.1 Pan Asia Representative

. During the term of this Agreement, Pan Asia shall be entitled to appoint one nominee (“ Representative) as an executive member of the Board of Directors. Pan Asia’s Representative will be entitled to receive notice of every meeting of the Board of Directors in accordance with the Constating Documents and shall be entitled to one vote on every question submitted at a meeting of the Board of Directors. For greater certainty, each of the other members of the Board of Directors is also entitled to one vote on every question submitted at a meeting of the Board of Directors. Pan Asia’s


(30)

Representative will also be entitled to be included in the quorum required under the Constating Documents in order to approve a written consent resolution of the Board of Directors.

8.2 Representative’s Expenses

. Pan Asia shall bear the expenses incurred by its Representative in attending meetings of the Board of Directors and otherwise with respect to the role of such Representative as an executive member of the Board of Directors.

8.3 Powers of Representative

. Subject to the Constating Documents and applicable law, Pan Asia’s Representative shall have the powers and duties to implement and undertake the matters described in Section 9.2.

8.4 Resignation of Representative

. Pan Asia shall cause its Representative to resign immediately upon the termination of this Agreement.

8.5

. The Parties acknowledge that due to Indonesian regulatory requirements it may take up to a few months from the Effective Date to appoint Pan Asia’s Representative to the Board of Directors (the “ Interim Period ”). The Parties agree that Pan Asia shall conduct Operations during the Interim Period pursuant to the Power of Attorney, which Power of Attorney shall be caused to be granted by Vista Barbados to a nominee of Pan Asia, and which Power of Attorney shall, for greater certainty, expire immediately upon the appointment of Pan Asia’s Representative to the Board of Directors.

Interim Period

52

52

B.2.10 Auditor dan Ahli Independen

Dalam internasional Joint Venture, dimana salah satu pihak datang dari negara dan culture serta hukum yang berbeda, maka perifikasi perhitungan keuangan yang dilakukan oleh auditor independen, memiliki sebuah arti penting untuk membagun kepercayaan dan perlindungan diantara para pihak.


(31)

Kebutuhan Auditor dan atau ahli independen untuk membantu penilaian, pengawasan dan penelitian jalannya perusahaan Joint Venture didasari atas kebutuhan para pihak yang harus diperjanjikan sebelumnya.

B.2.11 Pasal Pembukuan dan pembagian keuntungaan (Dividends)

Syarat dasar yang berlaku universal dalam menjalankan sebuah usaha adalah adanya pembukuan yang jelas, pembukuan harus dilakukan berdasarkan atas standar legal dan dikerjakan secara profesional, dengan prinsip-prinsip akuntansi yang benar (good accounting practice and international accounting standards).

Dalam pembukuan perusahaan joint venture, penting untuk mendefinisikan ketentuan tahun mengenai tahun fiscal atau financial untuk tujuan akuntansi. Auditan keuangan menjadi dasar bagi perusahaan untuk menyatakan bahwa perusahaan berhasil mendapatkan keuntungan atau mengalami kerugian. Jika perusahaan mendapatkan keuntungan atas usahanya, maka dikeluarkan pembangian deviden bagi para pemegang saham. Pembayaran keuntungan bagi pemegang saham biasanya diatur dalam keputusan rapat pemegang saham.

Para pihak dalam perjanjian, memiliki keleluasaan atau akses terhadap pembukuan perusahaan dan berhak untuk mendapatkan laporan berkala atas posisi dan keadaan finansial perusahaan.

Berikut salah satu contoh pasal yang mengatur mengenai pembagian pembukuan dan keuntungan:


(32)

B.2.12 Kepemimpinan (Leadership)

Dalam sebuah perusahaan joint venture internasional, salah satu pihak dapat diminta untuk menjadi “sponsor” dan “pemimpin” untuk melakukan hubungan hukum dengan pihak ketiga, biasanya orang yang ditunjuk tersebut adalah orang yang akan di nominasikan menjadi direktur utama. Namun dalam beberapa keadaan, orang yang akan menjadi sponsor atau pemimpin dapat juga dinominasikan menjadi Chief Excecutive perusahaan seperti General Manager, Deputy Leader yang disetujui bersama-sama.

B.2.13 Bantuan teknis dan administrasi untuk Perusahaan Joint Venture (Technical and administrative)

Pasal bantuan teknis dan administrative merupakan sebuah legal frame work bagi salah satu pihak untuk melakukan kewajiban kepada perusahaan joint venture. Pada tahap-tahap awal pendirian sebuah perusahaan, dibutuhkan beberapa bantuan teknis manajemen, baik bersifat administratif, teknis, bantuan peralatan dan sebagainya.

Pihak yang memberikan bantuan teknis tersebut, dapat memasukan bantuan yang diberikan sebagai kontribusi modal perusahan yang diperhitungkan dalam kepemilikan saham (jika diperjanjikan).


(33)

Pasal yang mengatur mengenai hak kekayaan intelektual seperti know-how, paten, merek dan hak kekayaan intelektual lainnya, adalah bagian yang penting bagi sebuah perusahaan joint venture, terutama yang menyangkut:

1) Hak-hak komersial dari kekayaan intelektual tersebut dapat digunakan secara bebas oleh perusahaan joint venture atau melalui perhitungan tersendiri.

2) Apakah salah satu pihak mengizinkan penggunaan Hak Kekayaan Intelektualnya untuk kepentingan perusahaan joint venture secara bebas, dan merupakan bagian dari kontribusi yang diberikan kepada perusahaan joint venture. Apakah hal tersebut tidak menyebabkan munculnya persaingan antara pihak pemilik dengan perusahaan joint venture, apakah tidak berbenturan dengan ketentuan tidak boleh bersaing yang biasanya diatur dalam pasal tersendiri.

3) Apakah hak kekayaan intelektual yang digunakan dan dikembangkan oleh perusahaan joint venture sepanjang aktivitas bisnisnya dapat juga digunakan oleh para pihak dalam aktivitas bisnis mereka sendiri. Biasanya pasal ini mengatur hak ekslusivitas perusahaan

joint venture untuk menggunakan hak kekayaan intelektual secara penuh, para pihak tidak diperbolehkan untuk menggunakannya, kecuali dengan persetujuan khusus dari para pihak.

4) Apakah setelah pemberhentian dan atau keluar dari perusahaan joint venture salah satu pihak boleh mempergunakan hak kekayaan


(34)

intelektual tersebut. Jika diperbolehkan biasanya diatur dalam pasal tersendiri.

Jika perusahaan joint venture menggunakan merek dagang atau nama dagang salah satu pihak, maka biasanya akan dibuat perjanjian merek atau nama dagang(trademark licence agreement) tersendiri, landasan yang digunakan dalam perjanjian tersebut adalah Undang-undang Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).

B.2.15 Pengalihan Saham (Transfer of Share)

Saham dalam sebuah perusahaan dapat dialihkan (transfer) tanpa mengubah kepemilikan hukum dan bisnis dasar perusahaan. Bagaimanapun, penjualan saham dalam sebuah perusahaan patungan adalah umum dan tunduk kepada ketentuan-ketentuan dan pembatasan yang diperlukan. Tidak semua pengalihan saham dapat dilakukan begitu saja oleh salah satu pihak, melainkan harus memenuhi ketentuan-ketentuan dan pembatasan yang disepakati.

B.2.16 Masuknya pihak baru/Investor baru

Joint venture harus merupakan perjanjian yang fleksible dan secara normal mengizinkan pihak yang baru untuk bergabung dalam usaha bersama. Dalam pasal ini diatur bagaimana proses dan syarat apabila ada investor baru yang ingin bergabung untuk menanamkan modalnya dalam perusahaan joint venture. Masuknya investor baru salah


(35)

satunya adalah peralihan kepemilikan saham melalui transaksi penjualan saham kepada pihak lain diluar perusahaan atau melalui penerbitan saham baru untuk perkembangan modal dan perluasan usaha. Masuknya pihak yang baru sebagai investor, secara sederhana harus mendapatkan persetujuan para pihak.

B.2.17 Pelanggaran perjanjian, perubahan kontrol, keadaan memaksa (force majeure) dan ketidak mampuan membayar hutang (insolvency).

Pasal ini mengatur tentang kemungkinan akan sesuatu yang tidak diharapkan terjadi, beberapa situasi yang akhirnya menyebabkan salah satu pihak keluar dari joint venture, meskipun semua pihak tidak berharap dan tidak mau adanya situasi seperti itu, tetapi perlu untuk mengantisipasi jika permasalahan tersebut terjadi, beberapa penyebabnya antara lain adalah Pelanggaran perjanjian, perubahan kendali, keadaan memaksa, dan ketidak mampuan membayar hutang.

B.2.18 Penarikan diri salah satu pihak dari perjanjian (withdrawal)

Dalam pasal ini diatur bagaimana proses penarikan diri salah satu pihak yang berkeinginan untuk menarik diri dari perusahaan joint venture. Penarikan diri merupakan satu keadaan penting yang pengaturannya harus diatur secara jelas dalam sebuah joint venture agreement.


(36)

B.2.19 Kematian salah satu pihak

Pasal ini hanya berlaku jika salah satu pihak sebagai individu meninggal dunia. Saham yang dimiliki tersebut dapat diwariskan kepada ahli warisnya, namun pewarisan itu harus disetujui oleh para pihak sebelumnya, jika tidak perbolehkan, maka perlu diatur mengenai pengembalian harga saham yang dimiliki pihak yang meninggal kepada ahli warisnya.

B.2.20 Berakhirnya Joint Venture (Termination)

Masuk akal untuk mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan tidak tercapainya tujuan pendirian usaha bersama (joint venture), kemudian mengakhirinya.

Terminasi perjanjian dapat disebabkan adanya pelanggaran perjanjian oleh salah satu pihak, adanya keadaan memaksa, ketidak mampuan membayar hutang, perubahan pengendalian perusahaan dan atau akibat-akibat lainnya.

Sebagaimana tercantum dalam pasal berikut ini: ARTICLE VII TERMINATION

7.1 Termination


(37)

(a) if Pan Asia gives written notice of termination to Vista Barbados, which Pan Asia shall be at liberty to do at any time after the execution of this Agreement and prior to its exercise of the Option pursuant to Sections

(b) if any of the following shall occur:

(i)

Pan Asia fails to pay or contest in good faith bills or debts of PT Masmindo within 60 days after they are due; or

(ii)

a receiver, liquidator, assignee, custodian, trustee, sequestrator or similar official for a substantial part of its assets is appointed and such appointment is neither made ineffective nor discharged within 60 days after the making thereof, or such appointment is consented to, requested by, or acquiesced in by Pan Asia; or

(iii)

Pan Asia commences a voluntary case under any applicable bankruptcy, insolvency or similar law now or hereafter in effect; consents to the entry of an order for relief in an involuntary case under any such law or to the appointment of or taking possession by a receiver, liquidator, assignee, custodian, trustee, sequestrator or other similar official of any substantial part of its assets; makes a general assignment for the benefit of creditors; fails generally to pay its, or PT Masmindo’s debts as such debts become due; or takes corporate or other


(38)

action in furtherance of any of the foregoing; or

(iv)

entry is made against Pan Asia of a judgment, decree or order for relief affecting a substantial part of its assets by a court of competent jurisdiction in an involuntary case commenced under any applicable bankruptcy, insolvency or other similar law of any jurisdiction now or hereafter in effect; or

(c)

if Pan Asia defaults with respect to any of its material covenants and agreements contained herein, Vista delivers notice to Pan Asia specifying the nature of such default and Pan Asia does not rectify such default within 60 days of the receipt of notice of such default from Vista, upon Vista giving written notice of termination to Pan Asia.

7.2

. Upon termination of this Agreement pursuant to Subsection

Termination without Exercise of Option

shall:

(a)

cease to be liable to Vista Barbados under or in relation to this Agreement, except as provided in this Section 7.2 and for the performance of those of its agreements or covenants under this Agreement which should have been performed prior to such termination; and

(b)

deliver at no cost to Vista Barbados, not later than 90 days after the termination of this Agreement, copies of all


(39)

information and data in its possession pertaining to the Property, PT Masmindo, Vista Barbados, Salu Siwa or any of their Affiliates, or results of operations on the Property not already provided to Vista Barbados, including maps, surveys, reports, records, studies, assays, core samples or logs in electronic or printed form, as applicable and available.

7.3 Termination on Exercise of Option

. Upon the exercise by Pan Asia of the Option pursuant to Sections the Parties entering into the Shareholders’ Agreement pursuant to Section 3.4, this Agreement shall terminate and, thereafter, the relationship of the Parties shall be governed by the Shareholders’ Agreement.53

53

B.2.21 Kerahasian (confidentiality)

Sangat penting bagi setiap pihak dalam joint venture untuk berkomitmen dan bertanggung jawab terhadap kerahasian informasi aktivitas perusahaan joint venture yang didirikan. Kewajiban menjaga rahasia penting perusahaan tidak terbatas sampai waktu tertentu saja, bahkan setelah kerjasama berakhir kerahasian tetap harus dijaga oleh para pihak.

Akan tetapi, sesuatu yang menjadi hak publik perlu dilakukan keterbukaan, dan hal tersebut biasanya berkaitan dengan peraturan-peraturan yang ada.


(40)

Berikut salah satu contoh pasal yang mengatur kerahasian: ARTICLE XVI

CONFIDENTIALITY

16.1 General

. Subject to applicable law, each Party will keep confidential and not use, reveal, provide or transfer to any third party any Confidential Information it obtains or has obtained concerning PT Masmindo, SaluSiwa, the Properties or the other Party without the prior written consent of the other Party, which consent shall not be unreasonably withheld.

16.2

. Subject to applicable law, the consent required by Section

Exceptions

disclosure:

(a)

to a consultant, contractor, subcontractor, officer, director, professional advisor or employee of PT Masmindo, Salu Siwa, Pan Asia or any Party or any of their respective Affiliates that has a bona fide need to be informed;

(b)

to any third party to whom the disclosing Party contemplates a Transfer of all or any part of its rights or obligations under this Agreement, provided that such Transfer is in accordance with this Agreement;

(c)

to any actual or potential lender, underwriter or investors for the sole purpose of evaluating whether to make a loan to or investment in the disclosing Party, PT Masmindo, Salu Siwa or any of their Affiliates; or


(41)

(d)

to a governmental or regulatory agency which the disclosing Party believes in good faith requires the disclosure of such information pursuant to pertinent law or regulation or the rules of any stock exchange.

In any case to which this Section notice to the other Party concurrently with the making of such disclosure. As to any disclosure pursuant to Section as such third party has a legitimate business need to know shall be disclosed and such third party (other than governmental or regulatory agencies) shall first agree in writing to protect the Confidential Information from further disclosure to the same extent as the Parties are obligated under thi shall be responsible and liable for any use or disclosure of the Confidential

Information by such parties in violation of this Agreement and such other writing.

16.3 Duration of Confidentialit

. The provisions of this

years after the termination of this Agreement in accordance with Article VII or the Transfer by such Party of its rights and obligations hereunder; provided that with respect to any Confidential Information that constitutes “trade secrets” of a Party (or of PT Masmindo, Salu Siwa or the Properties to the extent distributed or otherwise assigned to a Party pursuant to this Agreement) under applicable law, the provisions of

this54

54


(42)

B.2.22 Itikad baik, konsultasi, non kompetitif dan kewajiaban mempromosikan tujuan perusahaan joint venture

Pasal ini menggambarkan prinsip universal yang berlaku dalam sebuah Joint Venture Agreement, yaitu Itikad baik, mengedepankan kepercayaan, keyakinan untuk mencapai tujuan terbaik bagi perusahaan.

B.2.23 Evaluasi dan perubahan (ammademen)

Perubahan situasi dan keadaan memungkin perjanjian yang dibuat untuk dilakukan evaluasi, landasan utama dalam pasal yang mengatur tentang evaluasi adalah itikad baik dari para pihak.

Apabila dalam sebuah evaluasi yang dilakukan, terdapat kententuan perjanjian yang perlu dirubah untuk kepentingan bersama, maka perubahan yang akan diputuskan tersebut diambil dengan cara-cara yang telah disetujui dan disepakati. Perubahan yang diambil hanya dilakukan untuk tujuan yang lebih baik bagi perkembangan perusahaan.

B.2.24 Force Majeure

Pasal force majeure adalah klausa yang selalu digunakan dalam kontrak internasional. Dalam pasal force majeure mengantisipasi kemungkinan yang akan terjadi dan menyebabkan ketentuan dalam perjanjian tidak dapat laksanakan oleh salah satu pihak. Penyebabnya adalah keadaan memaksa diluar kemampuannya. Seperti bencana alam,


(43)

perperangan, kebijakan pemerintah dan lain-lain yang dipertegaskan secara rinci dalam perjanjian.

B.2.25 Keadaan-keadaan tertentu (Partial invalidity)

Merupakan ketetapan standar dalam perjanjian untuk memperjelas jika dalam perjanjian ditemukan ketetapan yang tidak sah, hal itu tidak akan membawa efek bagi keseluruhan perjanjian, atau tidak terpenuhinya kewajiban tertentu, bukan berarti tidak berlakunya semua ketentuan-ketentuan di dalam perjanjian.

B.2.26 Pemberitahuan (notices)

Merupakan ketentuan standar dalam pelayanan formal, tetapi menjadi penting bagi para pihak untuk selalu memperhatikannya. Seperti ketentuan pemanggilan rapat pemengang saham diumumkan melalui surat kabar.

B.2.27 Amendemen

Amademen terhadap perjanjian hanya efektif jika ditanda tangani oleh para pihak, dan melalui proses-proses yang telah ditentukan berdasarkan kesepakatan.


(44)

Pasal ini membuat jelas bahwa hak dan kewajiban berdasarkan perjanjian tidak bisa di alihkan begitu saja kepada pihak lain. Peralihan akan memberikan pengaruh kepada hak dan kewajiban di dalam perusahaan joint venture.

B.2.29 Pilihan Hukum (applicable law)

Ini merupakan ketentuan yang harus benar-benar dipertimbangkan secara mendalam dan spesifik mengenai pilihan hukum dalam perjanjian. Biasanya pilihan hukum diambil dari pertimbangan dimana nantinya perusahaan joint venture akan didirikan dan melakukan operasinya.

B.2.30 Penyeseleaian sengketa (resolustion of disputes)

Para pihak perlu menentukan dan memperkenal cara-cara yang dapat dipergunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah utama yang timbul dan mampu untuk dicari jalan keluarnya (problem solving), termasuk pada saat tidak adanya titik temu antara para pihak ketika pengambilan sebuah keputusan dalam sebuah rapat umum pemegang saham (RUPS) atau rapat-rapat Dewan Direksi.

B.2.31 Penandatangan dan pengesahan Perjanjian

Setelah tercapainya kesepakatan antara para pihak mengenai pasal-pasal dan ketentuan yang tuangkan dalam perjanjian, maka


(45)

kesepakatan tersebut harus ditandatangani oleh para pihak dan dibuat dalam beberapa rangkap, baik untuk kepentingan para pihak yang menandatangani maupun pihak ketiga yang terkait, seperti BKPM, Departemen Hukum dan HAM dan atau departemen terkait lainya.

D. Para Pihak dan Objek dalam Joint Venture Agreement

Berdasarkan kajian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang kontrak. Joint venture maupun kontrak-kontrak yang dibuat oleh para pihak. Maka para pihak yang terkait dalam kontrak itu adalah perusahaan penanaman modal asing (PMA) dengan warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia. Badan hukum Indonesia ini terdiri dari Badan Usuha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah. Koperasi, perusahaan PMA, perusah; PMDN, perusahaan Non-PMA/PMDN

Objek dari kontrak joint venture adalah adanya kerja sama patungan antara perusahaan penanaman modal asing (PMA) dengan warga negara Indonesia di atau badan hukum Indonesia. Hal-hal yang diatur dalam kerja sama ini adalah berkaitan dengan kepemilikan saham atau modal yang disetor oleh para pihak terhadap perusahaan yang baru dibentuk. Komposisi sahamnya, diatur dalam Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994. Saham peserta Indonesia dalam perusahaan joint venture sekurang-kurangnya 5% dari seluruh modal yang disetor perusahaan pada saat pendirian. sedangkan warga negara dan/atau badan hukum asing sebesar 95%.


(46)

BAB IV

ASPEK HUKUM DALAM JOINT VENTURE AGREEMENT

A. Aspek Hukum Perjanjian

Perjanjian joint venture bersumber kepada pasal 5 ayat 2 dan ayat 3 Undang-undang Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Pembentukan Perseroan Terbatas (PT) oleh investor asing dan bekerjasama dengan investor lokal terutama bidang-bindang investasi tertutup bagi kepemilikan saham penuh oleh pihak asing. Pasal 12 UUPM menjelaskan bidang usaha terbuka dan tertutup, terbuka dengan persyaratan, ketentuan tersebut kemudian diperjelas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2007 yang kemudian terkenal dengan Perpres Daftar Negatif Investasi (DNI).

Disamping itu juga terdapat pengaturan terhadap Bidang usaha terbuka dengan pesyaratan dimana di dalamnya terdapat ketentuan adanya Batasan Kepemilikan Modal Asing. Sehingga sebagai upaya menjalankan bisnisnya di Indonesia, investor asing melakukan joint venture dengan mitra lokal. Undang-undang mendorong investor asing yang berminat menjalankan bisnisnya di Indonesia untuk melakukan joint venture, tetapi dibalik itu terdapat alasan lain yang mendorong investor asing untuk melakukan joint venture, yaitu:

1. Investor lokal telah menguasai pasar di dalam negeri dan dianggap berpengalaman serta memiliki jaringan distribusi atau penjualan pada pasar lokal


(47)

produksi

3. Kerjasama dengan investor lokal dapat mempermudah dalam hubungan dengan masyarakat dan dengan pihak pemerintah.

Perjanjian Joint Venture atau Joint Venture Agreement dalam rangka penanaman modal asing termasuk perjanjian perdata international, karena mengandung unsur perbedaan kewarganegaraan, asal modal dan tunduk pada hukum nasional yang berbeda. Kata internasional memberikan pengertian keterlibatan antar negara ataupun antar warga negara, Hukum perdata internasional ialah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan hukum yang bersifat perdata yang melintasi batas negara. Hubungan-hubungannya mengandung unsur internasional.

A.1 Pengaturan Menurut Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (UUPM)

A.1.1 Bentuk Badan Hukum

UUPM secara tegas mengatur bentuk badan usaha bagi usaha patungan antara asing dengan pihak nasional (joint investment), badan usaha tersebut berbentuk perseroan terbatas yang dapat dilakukan dengan:

1) Mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas; 2) Membeli saham;


(48)

3) Melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.55

Ketentuan tersebut, mengharuskan perjanjian joint venture antara penanam modal asing dan penanam modal nasional tidak dapat menyimpangi kententuan yang diatur secara khusus dalam Undang-undang Nomor 40 tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas. Dalam memenuhi keharusan membentuk sebuah badan usaha perseroan terbatas, terutama bentuk dan standar anggaran dasar perseroan, dianjurkan mengikuti model atau standar yang telah ditetapkan oleh Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, tetapi dalam beberapa hal masih dapat diatur dan disesuaikan dengan kebutuhan.56

55 Indonesia, Undang-undang No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Lembar Negara Nomor 67. Tahun 2007, pasal 5 ayat 3.

56

Rudhi Prasetya, ”Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas”, (Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2001), Cetakan Ketiga, hlm 69.

Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) No. 10/SK/1985 jo Keputusan Kepala BKPM No. 6/SK/1987 jo Keputusan BKPM No. 57/SK/2004 jo Peraturan Kepala BKPM No. 1/P/2008, mensyaratkan bahwa salah satu syarat permohonan penanaman modal asing adalah Arrangement of Joint Venture Agreement yang harus disertakan dalam permohonan. Perjanjian tersebutlah menjadi dasar bagi para pihak yang akan membentuk badan hukum perseroan terbatas.


(49)

A.1.2. Perizinan Usaha

Sebelum melakukan invetasi di Indonesia, investor asing dalam melakukan kerjasama dengan investor lokal, harus memahami dan memperhatikan ketentuan-ketentuan bidang usaha terbuka, bidang usaha terbuka dengan persyaratan dan bidang usaha yang tertutup. Perizinan akan sangat tergantung kepada jenis dan bentuk usaha yang akan dijalankan. Masing-masing jenis dari usaha tersebut akan terkait dengan departemen atau institusi yang membawahi bidang usaha yang dipilih.

Melalui sebuah Badan Koordinasi Penanaman Modal telah mengeluarkan ketentuan prosedur perizinan usaha yang dapat ditempuh. Dalam penyusunan joint venture agreement, meskipun didasarkan atas asas kebebasan berkontrak (Freedom of Contract), rambu-rambu sebagai persyaratan perizinan bidang usaha yang diperjanjikan tidak boleh disimpangi.

UUPM mengatur beberapa hal yang menjadi landasan sebuah perjanjian antara pihak asing dengan pihak lokal, diantaranya berkaitan dengan:

a. Bentuk badan usaha dan kedudukan; b. Ketanagakerjaan;

c. Bidang usaha;

d. Hak, kewajiban dan Tanggungjawab Penanaman Modal; e. Pengesahaan dan perizinan Perusahaan;


(50)

Investor asing dan investor lokal yang mengadakan usaha patungan dapat mengajukan pendirian badan usaha penanaman modal asing yang berbentuk perseroan terbatas yang dilakukan sesuai kententuan peraturan perundang- undangan, yaitu peraturan yang mengatur pendirian perseroan terbatas (UUPT). Setelah memperoleh pengesahan perusahaan, perusahaan tersebut wajib memperoleh izin dari instansi yang berwenang, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Izin sebagaimana yang dimaksud diperoleh melalui pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang memperoleh kewenangan dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan di tingkat pusat maupun di provinsi atau kabupaten/kota.

A.1.3. Jangka Waktu Usaha

Dalam UUPM jangka waktu usaha erat kaitanya dengan pemberian fasilitas- fasilitas kepada penanaman modal asing, terutama ketentuan hak atas tanah yang diatur dalam pasal 22 UUPM, namun ketentuan pasal 22 telah dirubah dengan keputusan Makamah konstitusi No. 21-22/PUU-V/2007, sehingga kembali kepada ketentuan yang berlaku sebelumnya, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor40 Tahun 1996. Menurut Prof. Boedi Harsono, pengaturan pengunaan hak atas tanah diatur menurut PP Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, yakini:


(51)

a. Hak Guna Usaha diberikan dalam jangka waktu 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 25 tahun.

b. Hak Guna Bangunan diberikan dalam jangka waktu paling lama 30 tahun, dan dapat diperpanjang dalam jangka waktu paling lama 20 tahun.

c. Hak Pakai diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan dapat diperpanjang kembali dalam jangka waktu tidak ditentukan selama tanahnya digunakan untuk kepentingan tertentu.57

Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 tentang Pemilikan Saham Dalam Perusahaan yang Didirikan dalam Rangka Penanaman Modal Asing, telah ditentukan bahwa kepada perusahaan diberikan izin usaha untuk jangka waktu 30 tahun terhitung sejak perusahaan berproduksi komersial. Tahap eksplorasi, studi kelayakan, dan konstruksi belum diperhitungkan mulai berlakunya izin usaha, namun baru mulai diperhitungkan setelah perusahaan melakukan kegiatan produksi secara komersial.58

Walaupun perusahaan asing hanya diberikan jangka waktu investasi 30 tahun, namun perusahaan tersebut dapat memperbaharui izin usahanya, dengan syarat perusahaan masih tetap menjalankan usahanya yang bermanfaat bagi perekonomian dan pembangunan nasional. Terutama dalam hal: ekspor, tenaga kerja, penerimaan pajak, lingkungan


(52)

hidup, dan perekonomian nasional. Jangka waktu pembaharuan itu adalah 30 tahun. Jadi total waktu penanaman modal asing menanamkan modalnya di Indonesia adalah selama 60 tahun, yang terdiri dari jangka izin produksi komersial 30 tahun, dan izin pembaharuan 30 tahun.59

(3) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal dalam negeri, para pihak dapat

A.1.4. Penyelesaian Sengketa

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal memberikan penjelasan mengenai penyelesaian sengketa yang mungkin akan timbul dalam pelaksanaan penanaman modal di Indonesia. Dalam Bab XV pasal 32 UUPM, terdapat empat pasal yang menjelaskan hal tersebut, yaitu:

Pasal 32

(1) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui musyawarah dan mufakat. (2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat 1 tidak tercapai, penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternative penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

57 Boedi Harsono, ”Hukum Agraria Indonesia”, (Jakarta: CV Taruna Grafica, 2006), cetakan ke 17 Edisi Revisi, hlm 70.

58

Salim HS dan Budi Sutrisno, Op.cit., hlm 214. 59 Ibid.


(53)

menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di pengadilan.

(4) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.60

Prinsip-prinsip utama dalam hukum kontrak menurut KUHPerdata yang juga terdapat dalam joint venture agreement meliputi: Kebebasan Berkontrak, Prinsip Konsensual; Asas Kepribadian; Prinsip Obligatoir; Prinsip Pacta Sun Servada.

Dengan pasal tersebut UUPM menentukan penyelesaian sengketa melalui pilhan perundingan (musyawarah dan mufakat atau negosiasi), melalui badan arbitrase yang disepakati atau pengadilan. Dalam setiap perjanjian joint venture dalam rangka penanaman modal asing pasti selalu memasukan klausa penyelesaian sengketa, biasanya yang dipilih adalah Arbitrase.

A.2. Asas-asas Perjanjian

61


(54)

A.2.1. Kebebasan Berkontrak (contractvrijheid)

Kebebasan Berkontrak merupakan asas demikian penting dalam hukum perjanjian. Dalam ketentuan pasal 1338 ayat 1 KUHPerdata menyatakan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, pernyataan “semua perjanjian” mengandung arti bahwa semua perjanjian baik yang telah ada dan diatur dalam KUHPerdata maupun perjanjian yang baru muncul dengan suatu nama yang mungkin belum dikenal dapat saja dibuat oleh para pihak asalkan tidak bertentangan dengan undang-undang, kepatutan dan kesusilaan. Kata semua perjanjian juga mengandung pengertian bahwa siapapun boleh memperjanjikan apapun asal tidak melanggar undang-undang, kesusilaan baik, dan ketertiban umum.

Hukum perjanjian berfungsi sebagai aanvullend recht atau pelengkap saja. Apabila para pihak tidak menetapkan secara khusus atau menyimpangi dari ketentuan yang berlaku, maka ketentuan yang tidak diatur oleh para pihak tersebut akan diatur menurut ketentuan umum yang ada dalam hukum perjanjian.

Prinsip kebebasan berkontrak (freedom of contract) adalah prinsip yang memperbolehkan para pihak dalam suatu kontrak bebas

61

Munir Fuady, ”Hukum Kontrak (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis)”, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007), hlm 50.


(55)

membuat atau tidak membuat kontrak,62

Prinsip Konsensual erat kaitannya dengan asas kebebasan berkontrak, konsensual berasal dari kata latin consensus yang berarti sepakat, asas konsensual bukanlah berarti suatu perjanjian disyaratkan adanya kesepakatan, tetapi sudah semestinya ada kesepakatan, suatu demikian juga kebebasan untuk mengatur apa saja yang hendak diatur dalam kontrak sepanjang tidak bertentangan dengan undang- undang, kesusilaan baik dan ketertiban umum. Pasal 1339 KUHPerdata menyatakan bahwa perjanjian tidak hanya mengikat hal-hal dengan tegas dinyatakan di dalamnya, tetapi juga segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan dan undang-undang.

Freedom of contract juga memiliki sebuah arti penting yang berhubungan dengan kesetaraan posisi antara para pihak (equalty),

perjanjian joint venture merupakan perjanjian timbal balik, dimana para pihak memiliki hak dan kewajiban yang disepakati. Pada kenyataannya kesetaraan hak dan kewajiban pada saat proses awal perjanjian amat sangat tergantung kepada kemampuan negosiasi para pihak dalam menentukan hak dan kewajiban masing-masing. Pemodal lokal biasanya memiliki bargaining position yang lebih lemah dan selalu menganggap pihak asing memiliki posisi yang lebih kuat.

A.2.2 Konsensual


(56)

perjanjian juga dinamakan persetujuan dimana dua pihak atau lebih telah setuju terhadap sesuatu hal.

Arti asas konsensualisme ialah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidak diperlukan suatu formalitas.63

1.Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya (de toestemming);

Asas konsensual terkandung di dalam pasal 1320 KUHPerdata yang berbunyi:

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan (de bekwaamheid); 3.Suatu hal tertentu (een bepald onderwerp);

4.Suatu sebab yang halal (eene geoorloofde oorzaak).64

Pasal 1320 KUHPerdata menetapkan, sahnya suatu perjanjian harus adanya kesepakatan antara para pihak yang mengikatkan dirinya atau terdapat“consensus”. Sebagaimana diketahui, tidak ada formalitas tertentu yang menyatakan suatu perjanjian harus tertulis atau tidak, bahkan suatu perjanjian bisa tercapai secara verbal atau lisan saja. Terhadap asas konsensual itu, ada juga kekecualiannya, yaitu adanya ketentuan yang harus dijalankan oleh undang-undang, ditetapkan formalitas-formalitas tertentu untuk beberapa perjanjian, salah satunya perjanjian joint venture yang harus dalam bentuk akta perjanjian.


(57)

Keharusan tersebut diatur dalam pengajuan persyaratan kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atas dasar UUPM. Jadi perjanjian joint venture tersebut bukan hanya memenuhi asas konsensualitas saja melainkan juga memenuhi ketentuan undang-undang dan peraturan yang berlaku.

A.2.3. Asas Kepribadian

Menurut pasal 1315 KUHPerdata mengadung pengertian bahwa tiada seorang pun dapat mengikat diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkanya suatu janji, melainkan untuk dirinya sendiri, asas ini dinamakan asas kepribadian. Mengikat diri ditujukan kepada memikul kewajiban-kewajiban atau menyanggupi melakukan sesuatu, sedangkan meminta ditetapkannya suatu janji ditujukan pada memperoleh hak-hak atas sesuatu atau dapat menuntut sesuatu.65

Berdasarkan asas ini suatu perjanjian hanya meletakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara pihak yang membuatnya, sedangkan pihak ketiga yang tidak ada kaitannya dengan perjanjian tersebut tidak terikat. Terhadap asas kepribadian ini terdapat suatu pengecualian, yaitu dalam bentuk yang dinamakan janji untuk pihak ketiga. Dalam janji untuk pihak ketiga ini, seseorang membuat suatu perjanjian dimana perjanjian tersebut memperjanjikan hak-hak bagi orang lain. Hal tersebut diatur dalam pasal 1317 KUHPerdata, yang berbunyi:


(58)

“Lagi pun diperbolehkan untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna kepentingan seseorang pihak ketiga apabila suatu penentapan janji yang dibuat oleh seseorang untuk dirinya sendiri atau suatu pemberian yang dilakukannya kepada seseorang lain memuat suatu janji seperti itu. Siapa yang telah memperjanjikan sesuatu seperti itu, tidak boleh menariknya kembali apabila pihak ketiga tersebut telah menyatakan kehendak muntuk mempergunakannya”.66

“Meskipun demikian adalah diperbolehkan untuk menanggung atau menjamin seseorang pihak ketiga, dengan menjanjikan bahwa orang ini akan berbuat sesuatu, dengan tidak mengurangi tuntutan pembayaran ganti rugi terhadap siapa yang telah menanggung pihak ketiga itu atau yang telah berjanji, untuk menyuruh pihak ketiga tersebut menguatkan sesuatu, jika pihak ini menolak memenuhi perikatannya”.

Pengecualian lain dari asas kepribadian dapat ditemukan dalam pasal 1316 KUHPerdata, yang dikenal dengan nama Perjanjian Garansi. Pasal 1316 KUHPerdata ini berbunyi:

67

Perjanjian Garansi adalah suatu perjanjian yang berdiri sendiri, sedangkan perjanjian penanggungan atau jaminan perorangan merupakan suatu perjanjian accesoir artinya ada dan tidaknya tergantung

65 Soesilowati Mahdi, Surini Ahlan Sjarif, dan Akhmad Budi Cahyono, “Hukum Perdata :Suatu Pengantar”, (Jakarta: Gitama Jaya Jakarta, 2005). hlm. 149.

66

Indonesia, Op.cit., Pasal 1317. 67 Indonesia, Op.cit., Pasal 1316.


(59)

pada perjanjian pokok. Sehingga dalam suatu perjanjian penanggungan ada perjanjian pokoknya yaitu hutang-piuntang dan perjanjian ikutannya yaitu perjanjian penanggungannya.

Pengecualian yang lain adalah apa yang diatur menurut pasal 1318 KUHPerdata, dimana suatu perjanjian meliputi juga para ahli waris dari pihak- pihak yang mengadakan perjanjian. Adapun bunyinya adalah:

“Apabila seseorang meminta diperjanjikan sesuatu hal, maka dianggap itu adalah untuk para ahli warisnya dan orang-orang yang memperoleh hak daripadanya, kecuali apabila dengan tegas ditetapkan atau dapat disimpulkan dari sifat perjanjian, bahwa tidak sedemikianlah maksudnya.”68

Prinsip Obligatoir adalah suatu prinsip yang mengajarkan bahwa jika suatu kontrak telah dibuat, maka para pihak telah terikat, tetapi keterikatan tersebut hanya sebatas timbulnya hak dan kewajiban semata-mata, dan haknya belum beralih sebelum dilakukannya penyerahaan

(levering). Dalam sebuah perjanjian yang telah disepakati, harus Dari pasal 1318 terlihat bahwa segala hak dan kewajiban yang timbul dari suatu perjanjian, diwarisi oleh para ahli waris dari masing-masing pihak yang mengadakan perjanjian.

A.2.4. Prinsip Obligatoir


(1)

TINJAUAN YURIDIS JOINT VENTURE AGREEMENT MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN

MODAL DAN DIKAITKAN DENGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

SKRIPSI OLEH:

MUHAMMAD HAFIDH 060 200 010

DEPARTEMEN HUKUM PERDATA Disetujui oleh;

Ketua Departemen

(Prof. Dr. Tan Kamello, SH. MS) NIP.1962042119988031004

Pembimbing I Pembimbing II

(Asmin Nasution, SH. M.Hum) (Zulkifli Sembiring, SH) NIP : 195912011986011002 NIP : 196101181988031010

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayahNyalah penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan keharibaan nabi besar Muhammad SAW, yang telah membimbing umat manusia dari masa kegelapan menuju jalan yang terang benderang.

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk menyelesaikan pendidikan S-1 di Fakultas hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis tercatat menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sejak Agustus 2006, sejak itulah penulis mendapatkan banyak pelajaran berharga dari pengalaman selama mengenyam pendidikan hukum. Ada suka, ada duka, ada berbagai prestasi yang diraih serta segala macam kesulitan yang merupakan tantangan dari perjalanan hidup selama menjadi mahasiswa S-1.

Penulis merasa banyak pihak-pihak yang berperan dalam membantu dan mensuport penulis dalam rangka menyelesaikan skripsi ini serta membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan S-1 di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis tidak dapat membalas semua kebaikan pihak-pihak yang selama ini telah banyak membantu penulis, Allah lah yang kelak kan membalas kebaikan tersebut dengan kebaikan yang berlipat ganda, amin. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga tidak lupa penulis sampaikan kepada :

1. Allah Swt, Tuhan semesta alam yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,. Atas izinnya lah penulis dapat menghadapi segala tantangan yang ada, atas izinnyalah penulis dapat mnyelesaikan skripsi ini. Puji syukur tak terhingga kepada Allah Swt.

2. Ayahanda, H. Samsudin, S.T dan Ibunda, Hj. Midarwati atas perjuangan dan pengorbanannya selama bertahun-tahun untuk mendidik dan mengasuh penulis selama ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sangat luas kepada kedua orang tua, kepada seluruh anggota keluarga yaitu


(3)

3. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) .

4. Bapak Asmin Nst, S.H, M.Hum. dan Bapak Zulkifli Sembiring, S.H., selaku dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Keduanya juga merupakan dosen pebimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Bapak Asmin Nst. dan Bapak Zulkifli Sembiring telah banyak membantu dalam bentuk arahan dan bimbingan. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih buat Bapak- Bapak yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Civitas Akademika Fakultas Hukum USU, atas segala dukungan dan doanya yang telah diberikan kepada penulis.

6. Kepada para sahabat dan teman-teman yang selama ini telah banyak membantu dan mensuport penulis, yaitu Ahmad Fadil, Mirna Sari Rangkuti, Muhammad Iqbal, M. Fachrurrozi, Vikky Andiansyah, Ridho Erudika, dan Wina Febriani.

7. Kepada teman Tim MCC UNDIP Semarang, dan seluruh teman-teman mahasiswa difakultas hukum USU maupun yang diluar fakultas Hukum USU yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Sebagai manusia biasa penulis menyadari segala kekurangan dalam penulisan tulisan ini, maka apabila ada kesalahan dalam penulisan ini kepada Allah penulis mohon ampun dan kepada pembaca penulis mohon maaf. Penulis juga sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar penulisan selanjutnya bisa lebih baik lagi.

Medan, Maret 2010


(4)

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 8

D. Keaslian Penulisan ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan ...10

F. Metode Penelitian ...15

G. Sistematika Penulisan ...16

BAB II

TINJAUAN UMUM PENANAMAN MODAL

MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 25

TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

A. Sejarah Penanaman Modal di Indonesia ………. 18

B. Pengaturan Penanaman Modal di Indonesia ……….... 26

C. Jenis-Jenis Penanaman Modal ……….…… 34


(5)

BAB III

STRUKTUR DAN KETENTUAN DALAM JOINT

VENTURE AGREEMENT

A. Istilah dan Pengertian Joint Venture Agreement …….……… 43

B. Pengaturan dan Struktur Joint Venture Agreement …………. 45

C. Para Pihak dan Objek dalam Joint Venture Agreement ….…. 81

BAB IV

ASPEK HUKUM JOINT VENTURE AGREEMENT

DALAM PENANAMAN MODAL ASING

A. Aspek Hukum Perjanjian dalam Joint Venture Agreement .... 82

B. Masalah-masalah Kontraktual dalam Joint Venture Agreement ……….106 C. Penyelesaian Sengketa ... 128

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ……….... 142

B. Saran ………. ...…. 144


(6)

ABSTRAKSI

*MUHAMMAD HAFIDH **ASMIN NASUTION, SH, M.Hum

***ZULKIFLI SEMBIRING, SH

Penanaman modal asing langsung di Indonesia diwujudkan dalam bentuk pendirian perusahaan Joint Venture yang berbadan hukum Perseroan Terbatas. Untuk dapat membentuk suatu perusahaan joint venture penanam modal asing dan penanam modal nasional terlebih dahulu membuat suatu kesepakatan kerja sama yang dituangkan dalam bentuk Joint Venture Agreement. Joint Venture Agreement merupakan suatu perjanjian yang menjadi landasan dalam membentuk suatu perusahaan joint venture. Pengaturan Joint Venture Agreement di Indonesia tunduk pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM). UUPM ini mengatur beberapa hal yang menjadi landasan dalam membuat JVA seperti yang berkaitan dengan bentuk badan usaha, kedudukan, bidang usaha, perizinan perusahaan, dan penyelesaian sengketa. Dalam UUPM terdapat ketentuan mengenai pembatasan bidang usaha bagi penanaman modal asing maka agar penanam modal asing dapat menanamkan modal di bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing diperlukan adanya kerja sama dengan penanam modal nasional. JVA juga tunduk pada ketentuan hukum perjanjian yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata) dimana JVA harus memenuhi ketentuan sahnya sebuah perjanjian yang diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata. JVA sebagai kesepakatan antara penanam modal asing dengan penanam modal nasional harus dibuat secara hati-hati, rinci dan komprihensif serta aspek-aspek hukum harus sangat diperhatikan agar celah-celah kekosongan hukum dalam JVA dapat dihindari sehingga tidak menimbulkan suatu permasalahan salah satunya masalah kontraktual diantara para pihak. Dalam hal terjadi suatu sengketa sehubungan dengan realisasi dari JVA maka acuan pertama adalah melihat kepada hukum yang berlaku (applicable law/governing law) dan penyelesaian sengketa yang telah disepakati oleh para pihak dalam JVA. Masalah penyelesaian sengketa penanaman modal di Indonesia telah diatur secara tegas dalam pasal 32 UUPM. Jika diperhatikan secara seksama dalam UUPM, tampak bahwa Pemerintah Republik Indonesia memberikan ruang untuk penyelesaian segketa penanaman modal melalui lembaga arbitrase.

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

∗∗

Pembimbing I Dosen Departemen Hukum Perdata Fakultas Hukum USU


Dokumen yang terkait

Joint Venture Agreement Dalam Tinjauan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

8 96 109

Analisis Yuridis Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap Perusahaan Asing Dalam Bentuk Joint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

0 33 121

ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ASING MENURUT UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2007 TENTANG PENANAMAN MODAL

0 7 18

Tinjauan Hukum Perjanjian Nominee Terhadap Pemberian Kuasa Penanam Modal Asing Dalam Kepemilikan Perseroan Terbatas

2 28 0

Tinjauan hukum perjanjian nominee terhadap pemberian kuasa penanam modal asing dalam kepemilikan saham perseroan terbatas

8 75 87

Analisis Yuridis Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap Perusahaan Asing Dalam Bentuk Joint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

0 0 13

Analisis Yuridis Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap Perusahaan Asing Dalam Bentuk Joint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

0 0 2

Analisis Yuridis Pemberian Hak Guna Usaha Terhadap Perusahaan Asing Dalam Bentuk Joint Venture Setelah Undang Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

0 0 28

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Joint Venture Agreement Dalam Tinjauan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

0 1 17

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Joint Venture Agreement Dalam Tinjauan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal.

0 0 17