BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG
A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum
Pengangkutan merupakan bidang yang sangat vital dalam kehidupan masyarakat. Hal ini disebabkan karena peran pengangkutan itu sendiri yang sangat
penting dalam memperlancar arus lalulintas barang dan orang yang timbul sejalan dengan meningkatnya perkembangan masyarakat, sehingga menjadikan
pengangkutan sebagai suatu kebutuhan bagi masyarakat. Dengan meningkatnya kebutuhan akan sarana pengangkutan, maka
semakin meningkatlah perkembangan di bidang pengangkutan yang mendorong perkembangan di bidang teknologi, sarana dan prasarana pengangkutan, ilmu
pengetahuan tentang pengangkutan serta hukum pengangkutan. Mengenai pengertian pengangkutan, ada beberapa pendapat dari para
sarjana yakni sebagai berikut : 1.
Abdulkadir Muhammad Pengertian “angkutan” berasal dari kata “angkut” yang berarti mengangkat
atau membawa, memuat dan membawa atau mengirim.
8
8
Abdulkadir Muhammad, Op. Cit, hal. 19.
Dengan kata lain angkutan adalah proses kegiatan memuat barang atau penumpang ke
dalam alat tempat pemuatan ke tempat tujuan dan menurunkan barang atau penumpang dari alat pengangkutan ke tempat yang telah ditetapkan.
Universitas Sumatera Utara
2. R. Soekardono
Pengangkutan pada pokoknya berisikan perpindahan tempat baik mengenai benda-benda maupun mengenai orang-orang, karena
perpindahan ini mutlak serta efisien.
9
3. Sri Rejeki Hartono
Pengangkutan dapat memberikan kemanfaatan terhadap nilai dan penggunaan suatu barang, yang pada dasarnya dapat dikemukakan dua
nilai kegunaan pokoknya, antara lain : a.
Kegunaan tempat place utility Dengan adanya pengangkutan berarti perpindahan barang dari suatu
tempat, di mana barang tadi dirasakan kurang berguna atau bermanfaat, ke tempat lain yang menyebabkan barang tadi menjadi
lebih berguna dan bermanfaat bagi manusia. Jadi dilihat dari kegunaan dan manfaatnya bagi manusia maka barang tadi sudah bertambah
nilainya. b.
Kegunaan waktu time utility Dengan adanya pengangkutan berarti dapat memungkinkan terjadinya
suatu perpindahan barang dari suatu tempat ke tempat lain dimana barang itu lebih diperlukan tepat pada waktunya. Jadi nilai barang itu
dapat dilihat dari faktor waktu barang itu dapat lebih dimanfaatkan oleh manusia atau tidak.
9
R. Soekardono, SH., Hukum Dagang Indonesia, CV Rajawali, Jakarta, 1981, hal. 5.
Universitas Sumatera Utara
Jika dilihat dari berbagai pengertian dan definisi pengangkutan di atas, maka dapat diketahui berbagai aspek pengangkutan, yaitu sebagai berikut :
a. Pelaku, yaitu pihak yang melakukan pengangkutan. Pelaku ini ada yang
berupa badan hukum yang melaksanakan pengangkutan seperti perusahaan pengangkutan, baik berupa orang secara alamiah maupun orang dalam arti
badan hukum seperti Perseroan Terbatas PT atau Koperasi. Orang secara alamiah sebagai pelaku misalnya buruh di pelabuhan yang mengangkut dan
mengangkat barang-barang dari dan ke kapal. b.
Alat pengangkutan, yaitu alat yang digunakan untuk menyelenggarakan pengangkutan. Alat ini digunakan secara mekanik atau elektronik dengan
teknologi tinggi yang harus memenuhi persyaratan keamanan dan keselamatan yang ditetapkan oleh peraturan perundang-undangan yang
berlaku seperti kendaraan bermotor, kapal laut, kapal udara, derek crene dan lain-lain.
c. Barang danatau penumpang, yaitu objek yang dimuat dan diangkut.
Barang muatan yang diangkut adalah barang yang dapat diperdagangkan atau tidak dapat diperdagangkan dan berbagai jenis yang yang diklasifikasikan
sebagai barang umum general good, barang-barang berbahaya dangerous good, barang yang mudah rusak perishable good, barang beracun termasuk
pula animal product, jenazah, hewan, ikan, tumbuh-tumbuhan dan lain-lain. d.
Perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang mengangkut barang atau penumpang sejak pemuatan atau boarding sampai dengan penurunan di tempat tujuan
dengan selamat.
Universitas Sumatera Utara
e. Fungsi pengangkutan, yaitu meningkatkan nilai tambah atau kegunaan barang
yang diangkut di tempat tujuan. f.
Tujuan pengangkutan, yaitu barang danatau orang dapat selamat sampai di tempat tujuan.
10
A.2. Jenis-Jenis Pengangkutan dan Pengaturannya
Pengangkutan secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1.
Pengangkutan Darat a.
Pengangkutan melalui jalan raya, yaitu pengangkutan dengan menggunakan kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang ada
pada kendaraan itu dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang yang dijalankan di setiap jalan dalam bentuk apapun yang
terbuka untuk lalu lintas umum. Adapun pengangkutan melalui jalan raya diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu Lintas
dan Angkutan Jalan. b.
Pengangkutan dengan kereta api, yaitu pengangkutan dengan menggunakan kendaraan yang digerakkan oleh peralatan tehnik yang ada
pada kendaraan itu dan biasanya dipergunakan untuk pengangkutan orang atau barang yang dijalankan di atas rel. Adapun pengangkutan dengan
kereta api diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.
10
H.K. Martono, Eka Budi Tjahyono, Transportasi di Perairan berdasarkan Undang- Undang Nomor 17 Tahun 2008, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 6.
Universitas Sumatera Utara
2. Pengangkutan Laut
Khusus mengenai pengangkutan laut tidak dijumpai definisinya dalam KUHD, yang ada yaitu pengertian pengangkutan yang terdapat di dalam Pasal 466
dan Pasal 521 KUHD yakni : Pasal 466 KUHD :
“Pengangkutan adalah barang siapa yang baik dalam persetujuan charter menurut perjalanan, baik dengan persetujuan lain, mengikatkan diri untuk
menyelenggarakan pengangkutan yang seluruhnya atau sebagian melalui lautan” Pasal 521 KUHD :
“Pengangkutan dalam arti bab ini adalah barang siapa yang baik dengan charter menurut waktu atau charter menurut perjalanan, baik dengan persetujuan
lain, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan angkutan orang penumpang, seluruhnya atau sebagian melalui lautan”
Sedangkan menurut Pasal 1 butir 3 Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran menyebutkan bahwa Angkutan di Perairan adalah kegiatan
mengangkut danatau memindahkan penumpang danatau barang dengan menggunakan kapal.
Pengaturan pengangkutan laut di Indonesia diatur dalam berbagai macam peraturan antara lain :
a KUHD, Buku II Bab V, tentang perjanjian charter kapal.
b KUHD, Buku II Bab Va, tentang pengangkutan barang-barang.
c KUHD, Buku II Bab Vb, tentang pengangkutan orang.
d Peraturan di luar KUHD yaitu Undang-Undang No. 17 Tahun 2008
tentang Pelayaran. 3.
Pengangkutan Udara
Universitas Sumatera Utara
Menurut Pasal 1 butir 13 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menjelaskan bahwa Angkutan Udara adalah setiap kegiatan dengan
menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo danatau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain
atau beberapa bandar udara. Pasal 1 butir 14 sampai dengan butir 18 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2009 tentang Penerbangan menjelaskan mengenai jenis-jenis angkutan udara yang meliputi:
1 Angkutan Udara Niaga, yaitu angkutan udara untuk umum dengan memungut
pembayaran. 2
Angkutan Udara Bukan Niaga, yaitu angkutan udara yang digunakan untuk melayani kepentingan sendiri yang dilakukan untuk mendukung kegiatan
yang usaha pokoknya selain di bidang angkutan udara. 3
Angkutan Udara Dalam Negeri, yaitu kegiatan angkutan udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu bandar udara ke bandar udara lain di dalam
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4
Angkutan Udara Luar Negeri, yaiut kegiatan angkutan udara niaga untuk melayani angkutan udara dari satu bandar udara di dalam negeri ke bandar
udara lain di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebaliknya.
5 Angkutan Udara Perintis, yaitu kegiatan angkutan udara niaga dalam negeri
yang melayani jaringan dan rute penerbangan untuk menghubungkan daerah
Universitas Sumatera Utara
terpencil dan tertinggal atau daerah yang belum terlayani oleh moda transportasi lain dan secara komersial belum menguntungkan.
A.3. Perjanjian Pengangkutan dan Pengaturannya
Pengangkutan barang di dalam pelaksanaannya didahului dengan adanya kesepakatan antara pihak-pihak yang ingin mengadakan pengangkutan barang.
Kesepakatan tersebut tertuang dalam bentuk perjanjian pengangkutan yang akan menimbulkan hak dan kewajiban serta tanggung jawab yang berbeda dari masing-
masing pihak. Mengenai pengertian perjanjian pengangkutan, tidak diberikan definisinya
dalam Buku II KUHD. Perjanjian pengangkutan itu sendiri bersifat konsensuil, sehingga untuk terciptanya perjanjian pengangkutan tidak diperlukan adanya
syarat tertulis. Di dalam Pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebutkan
tentang syarat sahnya perjanjian : Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat :
1. Sepakat mereka yang mengikat dasarnya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab halal
Menurut H.M.N. Purwosutjipto, Perjanjian Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut
mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan atau orang
Universitas Sumatera Utara
dari suatu tempat ke tempat tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.
11
Sedangkan Perjanjian Pengangkutan menurut Subekti yaitu suatu perjanjian dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang
atau barang dari suatu tempat ke tempat lain, sedangkan pihak lainnya menyanggupi akan membayar ongkos.
12
1. Asas Konsensual
Ada empat asas pokok yang mendasari perjanjian pengangkutan :
Asas ini tidak mensyaratkan bentuk perjanjian angkutan secara tertulis, sudah cukup apabila ada persetujuan kehendak antara pihak-pihak. Dalam
kenyataannya, hampir semua perjanjian pengangkutan darat, laut dan udara dibuat secara tertulis, tetapi selalu didukung dokumen pengangkutan. Dokumen
pengangkutan bukan perjanjian tertulis melainkan sebagai bukti bahwa persetujuan diantara pihak-pihak itu ada. Alasan perjanjian pengangkutan tidak
dibuat tertulis karena kewajiban dan hak pihak-pihak telah ditentukan dalam Undang-Undang. Mereka hanya menunjuk atau menerapkan ketentuan Undang-
Undang. 2.
Asas Koordinasi Asas ini mensyaratkan kedudukan yang sejajar antara pihak-pihak dalam
perjanjian pengangkutan.
11
HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang, Hukum Pengangkutan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1981, hal. 2.
12
Subekti, IV, Hukum Perjanjian, Cetakan XI, Penerbit PT. Intermasa, Jakarta, 2010, hal. 69.
Universitas Sumatera Utara
3. Asas Campuran
Perjanjian pengangkutan merupakan campuran dari tiga jenis perjanjian, yaitu pemberian kuasa dari pengirim kepada pengangkut, penyimpan barang dari
pengirim kepada pengangkut, dan melakukan pekerjaan pengangkutan yang diberikan oleh pengirim kepada pengangkut. Jika dalam perjanjian pengangkutan
tidak diatur lain, maka diantara ketentuan ketiga jenis perjanjian itu dapat diberlakukan. Hal ini ada hubungannya dengan asas konsensual.
4. Asas Tidak Ada Hak Retensi
Penggunaan hak retensi bertentangan dengan fungsi dan tujuan pengangkutan. Penggunaan hak retensi akan menyulitkan pengangkut sendiri,
misalnya penyediaan tempat penyimpanan, biaya penyimpanan, penjagaan dan perawatan barang.
13
B. Pihak-pihak yang Terlibat di dalam Pengangkutan Barang