d. Usaha penyewaan peralatan angkutan laut atau peralatan jasa terkait
dengan angkutan laut e.
Usaha tally mandiri f.
Usaha depo peti kemas g.
Usaha pengelolaan kapal ship management h.
Usaha perantara jual beli danatau sewa kapal ship broker i.
Usaha keagenan awak kapal ship maning agency j.
Usaha keagenan kapal k.
Usaha perawatan dan perbaikan kapal ship repairing and maintenance
C. Peran dan Tanggung Jawab Pengangkut Terhadap Barang Secara Umum
Di dalam pengangkutan barang, pengangkut mempunyai peranan penting sebagai pihak yang menyelenggarakan pengangkutan barang danatau orang dari
suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Sebagai pihak yang mengusahakan pengangkutan, pengangkut dibebani tanggung jawab tertentu
terhadap barang-barang muatan yang diserahkan dari pengirim untuk diangkut. Adapun tanggung jawab pengangkut menurut KUHD diatur dalam :
1. Pasal 468
Ayat 1 : “Persetujuan pengangkutan untuk menjaga keselamatan barang-barang yang
diangkutnya sejak dia terima dari pengirim sampai dia serahkan ke penerima”
Ayat 2 :
Universitas Sumatera Utara
“Si pengangkut diwajibkan mengganti segala kerugian yang disebabkan karena barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkannya,
atau karena terjadi kerusakan pada barang itu, kecuali apabila dibuktikannya bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan tadi disebabkan oleh
suatu malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah maupun dihindarkannya atau cacat daripada barang tersebut atau oleh kesalahan dari
si yang mengirimkannya” Ayat 3 :
“Ia bertanggungjawab untuk perbuatan dari segala mereka yang dipekerjakannya dan untuk segala benda yang dipakainya dalam
menyelenggarakan pengangkutan tersebut” Dalam ayat 1 ditetapkan kewajiban pengangkut untuk menjaga
keselamatan barang-barang selama dalam perwalian pengangkut. Dalam ayat 2 ditetapkan keharusan pengangkut mengganti kerugian atas
kehilangan dan kerusakan barang-barang seluruhnya atau sebagian, kecuali jika kehilangan dan kerusakan itu disebabkan oleh force majeure tidak dapat
dihindarkan. Tapi adanya force majeure tersebut harus dibuktikan oleh pengangkut. Jadi, pengangkut tidak mengganti kerugian jika kehilangan dan
kerusakan barang-barang disebabkan oleh force majeure. Demikian juga pengangkut tidak mengganti kerugian atas kerusakan barang-barang yang
disebabkan oleh sifat dan cacat barang itu sendiri dan karena kesalahan si pengirim.
Dalam ayat 3 ditetapkan bahwa pengangkut bertanggungjawab atas perbuatan orang-orang yang dipekerjakannya karena orang-orang tersebut bekerja
untuk pengangkut dan bukan untuk orang lain. Pengangkut bertanggungjawab atas kehilangan dan kerusakan barang-barang yang disebabkan oleh perbuatan dari
para karyawannya atau karena alat-alat yang digunakan dalam pengangkutan tidak
Universitas Sumatera Utara
memenuhi syarat, misalnya kapal tidak layak laut dan atau ruangan-ruangan tempat pemadatan barang-barang di dalam kapal tidak memenuhi syarat untuk
barang-barang, kecuali kalau pengangkut dapat membuktikan adanya force majeure.
24
a Mesin atau baling-baling rusak sehingga terpaksa pelayaran ditunda untuk
memperbaiki kerusakan tersebut. Bagian-bagian kapal yang rusak yang dapat diperbaiki sambil kapal berlayar tidak termasuk dalam kategori ini.
2. Pasal 477
“Si pengangkut adalah bertanggungjawab untuk kerugian yang disebabkan karena terlambat diserahkannya barang yang diangkutnya, kecuali apabila
dibuktikannya bahwa kelambatan itu disebabkan karena suatu malapetaka yang selayaknya tidak dapat dicegah atau dihindarkannya”
Dalam pasal ini ditetapkan bahwa pengangkut bertanggungjawab atas kerugian yang dialami oleh pemilik barang jika pengangkut terlambat
menyerahkan barang-barang kepada penerima, kecuali pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan oleh oleh force majeure.
Kejadian-kejadian yang memperlambat penyerahan barang-barang kepada penerima yang dapat dianggap sebagai force majeure antara lain disebabkan oleh
hal-hal berikut :
b Kapal melakukan penyimpangan pelayaran dari rute yang seharusnya
dilayari untuk menghindarkan topan. c
Kapal menolong orang yang dalam bahaya di lautan, misalnya penumpang kapal yang tenggelam atau orang-orang perahu.
24
Radiks Purba, Angkutan Muatan Laut, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hal. 143.
Universitas Sumatera Utara
d Kapal terpaksa memasuki suatu pelabuhan yang bukan pelabuhan yang akan
disinggahi untuk meminta pertolongan dokter atau untuk menurunkan penumpang atau awak kapal yang perlu segera mendapat pertolongan dokter
untuk menyelamatkan jiwanya. e
Kapal dihadang oleh kapal bajak laut, tetapi berhasil melepaskan diri melalui perjuangan dan pelayaran berat.
25
Menurut The Hague Rules 1924, di dalam Pasal 1 e ditetapkan bahwa pengangkutan barang-barang meliputi periode sejak saat barang-barang dimuat ke
dalam kapal sampai saat barang-barang telah dibongkar dari kapal. Periode tersebut dikenal dengan syarat Actual Carriage atau from end of tackle to end of
tackle. Jadi di luar periode tersebut, yaitu pada waktu barang-barang masih berada di pelabuhan pemuatan belum dimuat ke dalam kapal dan barang-barang yang
telah berada di pelabuhan pembongkaran telah dibongkar dari kapal, barang- barang tersebut dilindungi oleh undang-undang atau hukum negara yang
bersangkutan. Sedangkan dalam periode Actual Carriage, barang-barang dilindungi oleh Surat Muatan Bill Of Lading menurut ketentuan-ketentuan yang
tercantum dalam The Hague Rules dengan syarat bahwa pada Surat Muatan Bill Of Lading dicantumkan berlakunya The Hague Rules untuk kontrak
pengangkutan tersebut. Dengan demikian, semua masalah yang timbul kehilangan dan kerusakan barang-barang selama Actual Carriage diselesaikan
menurut ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam The Hague Rules.
26
25
Ibid, hal. 145.
26
Ibid, hal. 148.
Universitas Sumatera Utara
Dalam Pasal 3 ayat 2 ditetapkan bahwa pengangkut berkewajiban agar barang-barang yang diangkutnya dimuat, dirawat, dipadatkan, diangkut, dijaga,
dipelihara, dan dibongkar dengan sewajarnya. Pengangkut bertanggungjawab atas keselamatan dan keutuhan barang-
barang yaitu : a
Pada waktu pemuatan sejak barang-barang dikaitkan pada derek end of tackle di pelabuhan pemuatan
b Dalam pemadatannya di dalam palka-palka kapal
c Selama pengangkutan mulai dari pelabuhan pemuatan hingga tiba di
pelabuhan pembongkaran d
Pada waktu pembongkaran sampai barang-barang berada di atas dermaga atau perahu-perahu dalam posisi masih terkait pada derek end of tackle di
pelabuhan pembongkaran.
27
Jika pengangkut lalai atau salah dalam melakukan kewajibannya seperti yang telah disebutkan di atas, maka pengangkut wajib mengganti kerugian jika
pemilik barang menuntut kerugian atas kerusakan barang-barangnya. Namun, pengangkut dapat dibebaskan dari keajiban mengganti kerugian apabila terjadi
force majeure. Di dalam Pasal 4 ayat 1 The Hamburg rules 1978, pengangkut
bertanggungjawab atas barang sejak barang diserahkan dalam penguasaan pengangkut dan sampai saat penyerahan di pelabuhan tujuan kepada Consignee.
28
27
Ibid, hal. 149.
28
Tuti T. Gondhokusumo, Pengangkutan Melalui Laut Jilid II, Penerbit UNDIP, Semarang, 1986, hal. 71.
Universitas Sumatera Utara
Menurut pasal ini, tanggung jawab pengangkut pada saat penguasaannya yaitu di pelabuhan pemberangkatan, selama berlangsungnya pengangkutan hingga
sampai di pelabuhan pembongkaran atau sampai barang diserahkan kepada Consignee pihak yang mempunyai hak untuk menerima barang. Apabila barang
terlambat diserahkan, maka pengangkut juga bertanggungjawab untuk memberikan penggantian kerugian atas keterlambatan barang tersebut.
Dalam Undang-Undang No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, mengenai kewajiban pengangkut diatur dalam Pasal 40 yaitu :
1. Perusahaan angkutan di perairan bertanggungjawab terhadap keselamatan
dan keamanan penumpang atau barang yang diangkut. 2.
Perusahaan angkutan di perairan bertanggungjawab terhadap muatan kapal sesuai dengan jenis dan jumlah yang dinyatakan dalam dokumen muatan
atau perjanjian atau kontrak pengangkutan yang telah disepakati. Pada Pasal 41 ayat 1 Undang-Undang tentang Pelayaran memuat hal-hal
yang dapat menimbulkan tanggung jawab bagi pengangkut yaitu : a.
Kematian atau lukanya penumpang yang diangkut b.
Musnah, hilang atau rusaknya barang yang diangkut c.
Keterlambatan angkutan penumpang danatau barang yang diangkut d.
Kerugian pihak ketiga Pada ayat 2 Pasal 41 ini dijelaskan bahwa pengangkut dapat dibebaskan
dari seluruh atau sebagian tanggung jawabnya apabila pengangkut dapat membuktikan kerugian tersebut bukan disebabkan oleh kesalahannya.
Universitas Sumatera Utara
D. Prosedur Pengangkutan Barang Melalui Laut dan Darat