kelompok sosial yang beragam. Dilihat dari aspek interaksi masyarakat dengan sumberdaya ekonomi yang tersedia di kawasan pesisir, masyarakat pesisir
terkelompok sebagai berikut: 1
Pemanfaatan langsung sumberdaya lingkungan, seperti nelayan yang pokok, pembudidaya ikan di perairan pantai dengan aring apung atau
keramba, pembudi daya rumput lautmutiara, dan petambak; 2
Pengolah hasil ikan atau hasil laut lainnya, seperti pemindang, pengering ikan, pengasap, pengusaha terasikrupuk ikantepung ikan dan sebagainya;
dan, 3
Penunjang kegiatan ekonomi perikanan, seperti pemilik toko atau warung, pemilik bengkel montir dan las, pengusaha angkutan, tukang perahu, dan
kuli kasar manol.
2.4. Sistem Patron Klien
Struktur sosial dalam komunitas nelayan dicirikan oleh kuatnya ikatan patron klien. Hubungan patron klien ini timbul sebagai konsekuensi dari sifat
penangkapan ikan yang penuh resiko dan ketidakpastian Satria, 2002, Koentjaraningrat 1990 dalam Satria 2002 melihat patron klien sebagai pola
hubungan yang didasarkan pada asas timbal balik. Scott 1981 juga melihat sistem patron klien sebagai mekanisme pertukaran antara patron dan klien, dimana
patron memberikan penghidupan subsisten dasar, memberikan jaminan krisis subsisten berupa pinjaman saat klien menghadapi kesulitan ekonomi, memberikan
perlindungan terhadap klien dari ancaman pribadi dan ancaman umum, memberikan jasa kolektif seperti mendukung festival serta perayaan desa,
sedangkan kliennya membalasnya dengan memberikan kesetiaan untuk bekerja pada patron. Dengan pola tersebut, maka klien akan terus memiliki keterikatan
dengan patron. Bagi klien sendiri, pemberian bantuan tersebut dianggap sebagai taktik patron untuk mengikat kliennya sehingga bisnisnya terus berjalan Satria,
2002. Kusnadi 2003 menyebutkan bahwa pola patron klien ini terjelma dalam
dua kelembagaan strategis komunitas nelayan, yaitu kelembagaan penangkapan ikan dan kelembagaan pemasaran.
2.5. Klasifikasi Nelayan
Satria 2002 mengklasifikasikan nelayan berdasarkan kapasitas teknologi, orientasi pasar, serta karakteristik hubungan pribadi dalam empat tingkatan, yaitu
peasant fisher , post peasant, commercial fisher, dan industrial fisher.
a. Peasant fisher merupakan nelayan yang masih berorientasi pada
pemenuhan kebutuhan sendiri, peasant fisher dicirikan oleh teknologi sederhana, ukuran perahu kecil, daya jelajah dan daya muat terbatas,
besaran modal usaha terbatas, jumlah anggota penangkapan kecil, pembagian kerja kolektif serta mengutamakan nlai-nilai kekeluargaan dan
kekerabatan. b.
Post peasant merupakan nelayan yang ‘lahir’ setelah terjadi modernisasi perikanan. Nelayan post peasant dicirikan dari penggunaan teknologi
tangkap yang lebih maju, berorientasi pasar, serta tidak lagi menggantungkan produksi pada tenaga kerja keluarga.
c. Commercial fisher merupakan nelayan yang berorientasi pada peningkatan
keuntungan. Commercial fisher dicirikan oleh banyaknya jumlah tenaga kerja yang digunakan, diferensiasi status awak kapal yang berbeda-beda
karena teknologi penangkapan membutuhkan spesialisasi dalam pengoperasiannya.
d. Industrial fisher mengorganisir produksinya yang padat modal dengan
manajemen yang mirip dengan perusahaan agroindustri. Pendapatan yang dihasilkan jauh lebih tinggi karena produk yang dihasilkan adalah ikan
kaleng dan ikan beku untuk ekspor Sementara Kusnadi 2002 mengklasifikasikan nelayan berdasarkan 1
penguasaan alat produksi atau peralatan tangkap, 2 investasi modal usaha serta 3 teknologi peralatan tangkap. Berdasarkan penguasaan alat produksi nelayan
dibagi menjadi nelayan pemilik dan nelayan kuli, berdasarkan investasi modal
usaha, nelayan dibagi menjadi nelayan besar dan nelayan kecil, sementara berdasarkan teknologi peralatan tangkap, nelayan dibagi menjadi nelayan modern
dan tradisional.
2.6. Stratifikasi Masyarakat