Analisis Perbandingan Pada Area Image Dengan Metode Deteksi Tepi

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Kadir, 2001. Pemrograman Database Menggunakan Delphi Jilid 1. Salemba: Infotek. Achmad, B. dan K. Firdausy, 2005. Teknik Pengolahan Citra Digital menggunakan DELPHI.

Yogyakarta : Ardhi Publishing.

Ahmad, Usman. 2005. Pengolahan Citra Digital & Teknik Pemrogramannya. Graha Ilmu. Ahmad, Usman. 2005. Pengolahan Citra Digital dan Teknik Pemrogramannya. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Anggrahini, Sagita, 2004. Thresholding dalam Deteksi Tepi Sebuah Pendekatan

Statistik. Yogyakarta : Ilmu Komputer Universitas Gadjah Mada.

Balza, A. dan Firdausy, Kartika. 2004. Teknik Pengolahan Citra Digital Menggunakan Delphi. Yogyakarta: Ardi Publishing.

Fadliansyah, 2007. Computer Vision & Pengolahan Citra.

Fadlisyah, Fauzan, Taufiq, Zulfikar, 2008. Pengolahan Citra Menggunakan Delphi, Yogyakarta : Graha Ilmu.

Fisher, R, S. Perkins, A. Walker, and E. Wolfart, 2006. Grayscale Images http://homepages.inf.ed.ac.uk/rbf/HIPR2/gryimage.

Gonzalez, R., & Woods, R. 2002. Digital image processing (2nd ed.). Prentice-Hall Inc. 567-612.

LPKBM Madcoms Madium, 2001. Seri Panduan Lengkap : Pemrograman Borland Delphi

5.0, Yogyakarta: Penerbit Andi

Marvin, W dan A. Prijono, 2007. Pengolahan Citra DigitalMenggunakan Matlab, Bandung : Informatika.

Munir, Rinaldi, 2004. Pengolahan Citra Digital dengan Pendekatan Algoritma, Informatika, Bandung.

Riyanto, Sigit, dkk. 2005. Step by Step Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta: Penerbit Andi Usman, Ahmad, 2005. Pengolahan Citra Digital & Teknik Pemrogramannya, Yogyakarta :


(2)

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN APLIKASI

3.1 Analisis Operator Sobel

Tepi adalah perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang mendadak besar dalam jarak yang singkat. Perbedaan intensitas inilah yang memperlihatkan rincian pada gambar. Tepi dapat diorientasikan dengan suatu arah, dan arah ini berbeda-beda, tergantung pada perubahan intensitas.

Deteksi tepi merupakan langkah pertama untuk melingkupi informasi di dalam citra. Tepi mencirikan batas-batas objek dan karena itu tepi berguna untuk proses segmentasi dan identifikasi objek di dalam citra. Tujuan operasi deteksi tepi adalah untuk meningkatkan penampakan garis batas suatu daerah atau objek di dalam citra (Munir, 2004). Teknik mendeteksi tepi untuk analisis Sobel.

Operator gradien pertama, contoh beberapa gradien pertama yang dapat digunakan untuk mendeteksi tepi di dalam citra, yaitu operator gradien selisih-terpusat, operator Sobel, operator Prewitt, operator Roberts, operator Canny. Operator turunan kedua, disebut juga operator Laplace. Operator Laplace mendeteksi lokasi tepi khususnya pada citra tepi yang curam. Pada tepi yang curam, turunan keduanya mempunyai persilangan nol, yaitu titik di mana terdapat pergantian tanda nilai turunan kedua, sedangkan pada tepi yang landai tidak terdapat persilangan nol. Contohnya adalah operator Laplacian Gaussian, operator Gaussian.

Operator kompas, digunakan untuk mendeteksi semua tepi dari berbagai arah di dalam citra. Operator kompas yang dipakai untuk deteksi tepi menampilkan tepi dari 8 macam arah mata angin yaitu Utara, Timur Laut, Timur, Tenggara, Selatan, Barat, Barat Daya, dan Barat Laut. Deteksi tepi dilakukan dengan mengkonvolusikan citra dengan berbagai mask kompas, lalu dicari nilai kekuatan tepi (magnitude) yang terbesar dan arahnya.


(3)

Operator Sobel adalah salah satu operator yang menghindari adanya perhitungan gradient di titik interpolasi. Operator ini menggunakan kernel ukuran 3x3 piksel untuk perhitungan gradient sehingga perkiraan gradient berada tepat di tengah jendela. Misalkan susunan piksel-piksel disekitar piksel-piksel (x,y) adalah:

P1 P2 P3

P8 (x,y) P4

P7 P6 P5

Gambar 3.1 Piksel-piksel di Sekitar x,y

Operator Sobel merupakan pengembangan Operator robert dengan menggunakan filter HPF yang diberi satu angka nol penyangga. Operator ini mengambil prinsip dari fungsi laplacian dan gaussian yang dikenal sebagai fungsi untuk membangkitkan HPF. Kelebihan dari Operator sobel ini adalah kemampuan untuk mengurangi noise sebelum melakukan perhitungan deteksi tepi. Sehingga besar gradient dapat di hitung dengan menggunakan persamaan:

Sx = (p3+cp4+p5)-(p1+cp8+p7) Sy = (p1+cp2+p3)-(p7+cp6+p5) │G│= √� + �

Dengan nilai C konstanta bernilai dua, sehingga terbentuk matrik operator Sobel dapat di gambarkan seperti di bawah ini:

-1 0 1

GY

1 2 1

GX -2 0 2 0 0 0


(4)

Gambar 3.2 Matriks Sobel Gx Mask Horisontal, Gy Mask Vertikal

Pada gambar dapat dilihat sepasang matriks sobel yang digunakan untuk mendeteksi batas dari sebuah gambar. Untuk melakukan deteksi batas gambar (edge), dilakukan dengan melakukan perkalian terhadap matriks tersebut secara terpisah matrisk Gx, seperti terlihat pada gamabar, berfungsi untuk memperkirakan gradient arah sumbu x, sedangkan matriks Gy berfungsi untuk memperkirakan gradient pada arah sumbu y.

Adapun perhitungan Gx, Gy dan G[f(x,y)] untuk sobel operator dapat dituliskan sebagai berikut :

Gx = ( f(x+1,y-1) + 2.f(x+1,y) + f(x+1,y+1) ) ( f(x-1,y-1) + 2.f(x-1,y) + f(x-1,y+1) ) Gy = ( f(x-1,y+1) + 2.f(x,y+1) + f(x+1,y+1) )

( f(x-1,y-1) + 2.f(x,y-1) + f(x+1,y-1) )

G[f(x,y)] = | Gx | + | Gy |

Tampak bahwa operator Sobel menggunakan pembobotan pada piksel-pksel yang lebih dekat dengan titik pusat kernel. Oleh karena itu, pengaruh piksel-piksel tetangga akan berada sesuai dengan letakkanya terhadap titik di mana gradient dihitung. Dalam melakukan perhitungan gradient, operator ini merupakan gabungan dari posisi mendatar dan posisi vertical.

Biasanya operator sobel menempatkan penekanan atau pembobotan pada piksel-piksel yang lebih dekat dengan titik pusat jendela, sehingga pengaruh piksel-piksel tetangga akan berbeda sesuai dengan letaknya terhadap titik di mana gradien dihitung. Dari susunan nilai-nilai pembobotan pada jendela juga terlihat bahwa perhitungan terhadap gradien juga merupakan gabungan dari posisi mendatar dan posisi vertikal.

3.2 Analisis Operator Robert

Operator Robert adalah nama lain dari teknik differensial yang sedang dikembangkan, yaitu differensial pada arah horisontal dan differensial pada arah vertikal, dengan ditambahkan proses konversi biner setelah dilakukan differensial. Teknik konversi biner yang disarankan


(5)

adalah konversi biner dengan meratakan distribusi warna hitam dan putih. Operator Robert ini juga disamakan dengan teknik DPCM (Differential Pulse Code Modulation). Operator Robert Cross merupakan salah satu operator yang menggunakan jendela matrik 2x2, operator ini melakukan perhitungan dengan mengambil arah diagonal untuk melakukan perhitungan nilai gradiennya.

Gx 1 0 Gy 0 1

0 -1 -1 0

Gambar 3.3 Matriks Mask Robert

Dengan arah orientasi sebesar 45 dan 135 pada bidang citra. Operator ini menggunakan matrix mask berukuran 2x2, karena titik tengah yang digunakan untuk perhitungan adalah titik (x+x/2, y+y/2) yang terletak pada titik pusat dari bujursangkar yang dibuat oleh empat titik yang terlibat di dalamnya.

Roberts Operator dapat dirumuskan sebagai berikut :

D1(x,y) = f(x+x,y+y) – f(x,y) (2.9-1) D2(x,y) = f(x,y+y) – f(x+x,y) (2.9-2)

Karena citra digital nilai x dan y terkecil adalah 1, maka rumus 1) dan (2.9-2) dapat ditulis sebagai berikut :

D1(x,y) = f(x+1,y+1) f(x,y) (2.9-3)

D2(x,y) = f(x,y+1) f(x+1,y) (2.9-4)

G[f(x,y)] = | D1 | + | D2 | (2.9-5)

3.3 Analisis Operator Prewitt

Edge detection dengan Prewitt Operator merupakan suatu metode yang

menggunakan pengembangan dari rumus (2.6-17) dan rumus (2.6-18). Pada Prewitt Operator digunakan matrix neighbor berukuran 3x3 dengan titik yang sedang diperiksa sebagai titik tengah matrix. Prewitt Operator ini diterapkan dalam dua buah mask. Mask yang pertama (Mask Horisontal) digunakan untuk menghitung selisih antara titik pada sisi horizontal dan


(6)

mask yang kedua (Mask Vertikal) digunakan untuk menghitung selisih antara titik pada sisi vertikal.

(a) (b)

Gambar 2.4 Matrix mask untuk Prewitt Operator (a) Mask Horisontal.

(b)Mask Vertikal.

Adapun perhitungan yang akan dilakukan adalah mengalikan matrix neighbor dengan matrix mask horisontal yang hasilnya berupa penelusuran secara horisontal (Gx). Kemudian dilakukan perkalian antara matrix neighbor dengan matrix mask vertikal yang hasilnya berupa penelusuran secara vertikal (Gy). Hasil dari perkalian ini kemudian dijumlahkan sehingga menghasilkan penelusuran secara horisontal dan vertikal (G[f(x,y)]).

Perhitungan Gx, Gy dan G[f(x,y)] dapat dituliskan sebagai berikut : Gx = ( f(x+1,y-1) + f(x+1,y) + f(x+1,y+1) )

( f(x-1,y-1) + f(x-1,y) + f(x-1,y+1) ) (2.7-1) Gy = ( f(x-1,y+1) + f(x,y+1) + f(x+1,y+1) )

( f(x-1,y-1) + f(x,y-1) + f(x+1,y-1) ) (2.7-2)

G[f(x,y)] = | Gx | + | Gy | (2.7-3)

3.4 Analisis Kualitas Tepi

Dalam penelitian ini aka diberikan citra berformat bitmap, kualitas tepi dilihat secara kasat mata, yaitu dengan melihat apakah seluruh piksel tepi terdefenisi sebagai tepi atau tidak. Serta dapat dilihat juga kemampuan metode Sobel mengatasi noise yang ada pada imgae.

3.5 Analisi Citra

Analisis citra merupakan menganalisis citra sehingga menghasilkan informasi untuk menetapkan keputusan

-1 0 1

-1 0 1

-1 0 1

-1 -1 -1

0 0 0


(7)

Gambar 3.5 Proses Analisis Citra

3.6 Analisis Gray Sacale

Analisis Gray scale, dalam komputasi, suatu citra digital grayscale atau greyscale adalah suatu citra dimana nilai dari setiap pixel merupakan sampel tunggal. Citra yang ditampilkan dari citra jenis ini terdiri atas warna abu-abu, bervariasi pada warna hitam pada bagian yang intensitas terlemah dan warna putih pada intensitas terkuat. Citra grayscale berbeda dengan

citra ”hitam-putih”, dimana pada konteks komputer, citra hitam putih hanya terdiri atas 2

warna saja yaitu ”hitam” dan ”putih” saja. Pada citra grayscale warna bervariasi antara hitam dan putih, tetapi variasi warna diantaranya sangat banyak. Citra grayscale seringkali merupakan perhitungan dari intensitas cahaya pada setiap pixel pada spektrum elektromagnetik single band. Citra grayscale disimpan dalam format 8 bit untuk setiap sample pixel, yang memungkinkan sebanyak 256 intensitas. Format ini sangat membantu dalam pemrograman karena manipulasi bit yang tidak terlalu banyak. Pada aplikasi lain seperti pada aplikasi medical imaging dan remote sensing bisa juga digunakan format 10,12 maupun 16 bit.

3.7 Analisis Dengan Kompresi

Analisis kompresi, kompresi citra bertujuan untuk meminimalkan jumlah bit yang diperlukan untuk mempersentasikan citra. Apabila sebuah foto berwarna berukuran 3 inci x 4 inci diubah ke bentuk digital dengan tingkat resolusi 500 dot per inci (dpi), maka diperlukan 3 x 4 x 500 x 500 = 3.000.000 dot (piksel). Setiap piksel terdiri dari 3 byte dimana masing-masing byte mempersentasikan warna merah, hijau dan biru.

Sehingga citra digital tersebut memerlukan volume penyimpanan sebesar 3.000.000 x 3 byte + 1080 = 9.001.080byte setelah ditambahkan jumlah byte yang diperlukan untuk menyimpan format (header) citra.


(8)

3.8 Analisis Dengan Treatmen

Analisis dengan treatmen, teknik treatmen adalah dengan menyeleksi area frekuensi kontras tinggi yang muncul dengan sistem pengolahan citra sebagai daerah yang tidak diinginkan dan kemudian dieliminasi sehingga memungkinkan masing-masing piksel dalam gambar termasuk pixel di tepi gambar timbul noise. Setiap pengaruh lingkungan yang timbul dari piksel dekat tepi gambar tersebut tereliminasi karena piksel tepi muncul sebagai noise yang dieliminasi. Munculnya noise karena pergantian frekuensi tinggi yang kontras daerah yang diproses sebagai noise.

3.9 Analisis Dengan Invert

Analisis dengan invert, Logical NOT atau invert adalah sebuah operator yang membutuhkan citra biner atau graylevel sebagai masukan dan menghasilkan fotografi negatifnya, yaitu daerah gelap pada gambar input area terang dan terang menjadi gelap.

3.10 Alat dan Bahan Penelitian 3.10.1 Alat Penelitian

1. Spesifikasi komputer yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Processor Intel Pentium 1.73 Ghz, 533 Mhz FSB.

2. RAM 2 GB

3. Hardisk 60 GB dengan freespace 1 GB

4. Monitor dengan kemampuan resolusi 1024 x 768 piksel, 32 bit color 5. Perangkat mouse dan Keyboard

2. Sistem operasi menggunakan Microsof Windows XP Professional Version 2002 Service Pack 3 atau versi dan Microsof Windows yang lebih tinggi yang dapat mendukung Borlnd Delphi 7.0

3. Perangkat lunak untuk perancangan system 1 Borland Delphi 7.0

2 Photoshop CS3 3 Paint


(9)

3.10.2 Perancangan dan Pembangunan

Gambar 3.6 Perancangan Tampilan

3.11 Proses Perancangan Aplikasi

Rumusan Masalah

Image processing

Feture extraction

Implementasi pada Algoritma Sobel, Prewitt dan Robert

Studi literature

1Imgae

2Image processing 3Feature extraction 4Sobel,Prewitt dan Robert


(10)

Gambar 3.7 Proses Perancangan Aplikasi

Penjelasan mengenai gambar desain penelitian adalah sebagai berikut :

1. Rumusan masalah merupakan dasar pemikiran dan merupakan acuan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, permasalahan yang akan di anlisis adalah mengenai Bagaimana cara memperjelas edge dari penerapan Sobel, Robert dan Prewit akan menghasilkan efek

image yang dimaksud dan hasil image dari penerapan algoritma tersebut.

2. Studi literature dilakukan dengan mempelajari dan memahami teori-teori yang berkaitan

dengan penelitian ini.

3. Image Processing yang digunakan dalam penelitian ini adalah segmentasi dan deteksi

tepi.

4. Feature extraction yang digunakan adalah matriks 3x3, 5x5, 7x7, 10x10

5. Algoritma Sobel, Prewwit dan Robert yang berfungsi sebagai filter image

6. Dokumentasi berupa dokumen teknis perangkat lunak, paper dan document skripsi sebagai hasil dari penelitian.

Aplikasi pengenalan citra

Dokumentasi

Pendekatan Objek Orientid :

1. Desain : desain antar muka, desain data, desain prosedur

2. Coding 3. Pengujian


(11)

BAB 4

PEMBAHASAN

4.1 Uji Coba

Untuk melihat hasil dari perkembangan program yang dibuat, penulis menggunakan alat bantu berupa seperangkat 51omputer dengan spesifikasi Intel Core i3 CPU E2180 2.5GHz, Memori 2Gb DDR3, Video Graphic Accelerator Gforce 512Mb, system operasi Windows 7 dan untuk membangun aplikasi yang dibuat penulis menggunakan aplikasi Borland Delphi Enterprise versi 7.0.

4.2 Pembangunan Aplikasi

Gambar 4.1 Perancangan Tampilan

Dalam pembangunan aplikasi ini dibutuhkan beberapa script program yang digunakan untuk melengkapi kesempurnaan dari program deteksi tepi gambar ini. Adapun script yang


(12)

digunakan dalam pembuatan program ini seperti script untuk membuat tampilan utama, serta

script untuk memproses gambar dengan operator yang telah disiapkan. Begin

if not OpenPictureDialog1.Execute then exit else begin

Picture := TPicture.Create; try

Picture.LoadFromFile(OpenPictureDialog1.Filename); try

BmpAsli.Assign(Picture.Graphic); except

BmpAsli.Width := Picture.Graphic.Width; BmpAsli.Height := Picture.Graphic.Height; BmpAsli.PixelFormat := pf24bit;

BmpAsli.Canvas.Draw(0,0, Picture.Graphic) end;

finally Picture.Free end;

Image1.Picture.Graphic := BmpAsli; end;

Potongan program di atas merupakan potongan dari script pengambilan gambar yang diproses melalui perintah OpenPictureDialog1.Execute yang berarti menjalankan tombol

OpenPictureDialog untuk memanggil gambar, dan memasukkannya ke dalam variable

BmpAsli, untuk dihitung besar lebar dan tingginya serta berfungsi untuk mencari tahu bentuk format warna apakah yang terdapat pada gambar tersebut.

if Image1.Picture.Bitmap.Empty then exit else begin

OperatorGradien1.Visible := True; OperatorTurunan1.Visible := True; Tools1.Visible := True;

SpdBtnSave.Enabled := True; SpdBtnReset.Enabled := True;

Potongan program di atas merupakan potongan program yang berfungsi sebagai pengaktifasian setiap menu atau pilihan operator yang digunakan saat proses nanti. Dalam hal ini setiap menu akan tampil di saat telah memilih gambar yang akan diproses, adapun menu yang tampil diantaranya menu operator sobel, tombol save, dan tombol reset. Disaat semua menu telah tampil karena objek gambar yang telah di pilih itu muncul,maka dimulailah


(13)

pembentukan gambar menjadi tiga bagian termasuk pada variable penyimpanan gambar yaitu

BmpAsli serta BmpUndo, BmpKonv dengan potongan program berikut BmpAsli := TBitmap.Create;

BmpUndo := TBitmap.Create; BmpKonv := TBitmap.Create;

Berikut adalah potongan program untuk deteksi tepi gambar dengan operator Robert Cross pada menu program utama

procedure TfrMain.RobertsCross1Click(Sender: TObject); var

ray1, ray2: array[0..3] of Integer; begin

ray1[0] := 1; ray1[1] := 0; ray1[2] := 0; ray1[3] := -1; ray2[0] := 0; ray2[1] := 1; ray2[2] := -1; ray2[3] := 0;

Salin(BmpKonv, Image1.Picture.Graphic); Konv2Mask(ray1, ray2, 1, BmpKonv);

Label4.Caption := 'Roberts Cross operator:'; end;

ini hanya berupa program pemanggilan untuk memproses gambar dengan menggunakan metode robert cross. Pada procedure robert Cross ini terlihat bagaimana cara pembuatan sebuah matrik yang terdapat pada algoritma robert Cross dengan menggunakan fungsi array yang terdapat pada delphi. sedangkan untuk pemanggilan program untuk memproses operator Robert cross ini digunakan perintah Konv2Mask karena algoritma robert cross itu sendiri disimpan secara terpisah dari program utama yang berada di file yang bernama

Convolution.pas dengan nama prosedur Konv2Mask. Berikut potongan programnya. if Mode = 1 then

begin

HasilR1[y] := Set255(abs( (C[y].rgbtRed*ray1[0]) + (C[y+1].rgbtRed*ray1[1]) + (B[y].rgbtRed*ray1[2]) + (B[y+1].rgbtRed*ray1[3])) );

HasilB1[y] := Set255(abs( (C[y].rgbtBlue*ray1[0]) +


(14)

(C[y+1].rgbtBlue*ray1[1]) + (B[y].rgbtBlue*ray1[2]) + (B[y+1].rgbtBlue*ray1[3]))

22

);

HasilG1[y] := Set255(abs( (C[y].rgbtGreen*ray1[0]) + (C[y+1].rgbtGreen*ray1[1]) + (B[y].rgbtGreen*ray1[2]) + (B[y+1].rgbtGreen*ray1[3])) );

Potongan program di atas merupakan program utama dari proses konvolusi yang terdapat pada proses deteksi tepi dioperator robert cross dengan nama prosedur Konv2Mask. Proses konvolusi dilakukan untuk masing-masing warna yang terdapat pada gambar yang akan diproses. Program dimulai dengan memeriksa apakah mask konvolusi yang digunakan memiliki ukuran 2x2 dengan menyeleksi pada variable Mode sama dengan 1, jika setelah di lakukan pengecekan dan hasil konvolusinya berbeda dengan ukuran 2x2 maka dianggap nilai konvolusi berukuran 3x3. untuk program di atas memang di tujukan untuk operator robert cross karena jumlah perhitungan matriknya hanya untuk matrik 2x2. Perhitungan dilakukan dengan bantuan matrik pada operator robert cross dengan nilai dasar warna RGB yang terdapat pada settingan windows.pas pada aplikasi delphi. Untuk operator prewitt dan sobel juga menggunakan perhitungan yang sama yang terdapat pada Convolution.pas dengan nama prosedur Konv2Mask, yang membedakannya adalah perhitungan dengan matrik, karena matrik yang digunakan oleh operator prewitt dan sobel menggunakan matrik 3x3. berikut adalah potongan programnya.

HasilR1[y] := Set255(abs( (T[y-1].rgbtRed*ray1[0]) + (T[y].rgbtRed*ray1[1]) + (T[y+1].rgbtRed*ray1[2]) + (C[y-1].rgbtRed*ray1[3]) + (C[y].rgbtRed*ray1[4]) + (C[y+1].rgbtRed*ray1[5]) + (B[y-1].rgbtRed*ray1[6]) + (B[y].rgbtRed*ray1[7]) + (B[y+1].rgbtRed*ray1[8])) );

HasilB1[y] := Set255(abs( (T[y-1].rgbtBlue*ray1[0]) + (T[y].rgbtBlue*ray1[1]) +


(15)

23 (T[y+1].rgbtBlue*ray1[2]) + (C[y-1].rgbtBlue*ray1[3]) + (C[y].rgbtBlue*ray1[4]) + (C[y+1].rgbtBlue*ray1[5]) + (B[y-1].rgbtBlue*ray1[6]) + (B[y].rgbtBlue*ray1[7]) + (B[y+1].rgbtBlue*ray1[8])) );

HasilG1[y] := Set255(abs( (T[y-1].rgbtGreen*ray1[0]) + (T[y].rgbtGreen*ray1[1]) + (T[y+1].rgbtGreen*ray1[2]) + (C[y-1].rgbtGreen*ray1[3]) + (C[y].rgbtGreen*ray1[4]) + (C[y+1].rgbtGreen*ray1[5]) + (B[y-1].rgbtGreen*ray1[6]) + (B[y].rgbtGreen*ray1[7]) + (B[y+1].rgbtGreen*ray1[8])) );

Yang menjadi perbedaan antara operator prewitt dengan operator sobel adalah perdedaan dari angka-angka matrik yang di miliki oleh masing-masing operator. Sama halnya dengan proses perhitungan pada operator robert cross awalnya melakukan proses konvolusi pada masing-masing komponen warna, lalu setelah di lakukan pengecekan ukuran matrik dan dilakukan proses perhitungan dengan masing-masing matrik.

O[y].rgbtRed := trunc(sqrt((HasilR1[y]* HasilR1[y])+(HasilR2[y]*HasilR2[y]))*Mult); O[y].rgbtBlue:= trunc(sqrt((HasilB1[y]* HasilB1[y])+(HasilB2[y]*HasilB2[y]))*Mult); O[y].rgbtGreen:= trunc(sqrt((HasilG1[y]* HasilG1[y])+(HasilG2[y]*HasilG2[y]))*Mult);

Potongan program di atas merupakan proses akhir dari perhitungan konvolusi warna dengan perhitungan matrik pada masing-masing operator, selanjutnya nilai tersebut dijumlahkan kembali dengan nilai interval yang telah kita masukkan saat ingin menjalnkan proses deteksi tepi tersebut. Berikut akan dijelaskan tentang potongan program deteksi tepi dengan menggunakan operator laplace, operator laplace merupakan operator turunan di sini penulis melakukan penurunan proses operator laplace menjadi tiga turunan yaitu operator laplace 1,


(16)

laplace 2, dan laplace 3 berikut potongan programnya dari masing-masing operator laplace 1, 2, 3 yang terdapat pada prosedur Konv1Mask.

O[y].rgbtRed := Set255(trunc(abs( (T[y-1].rgbtRed*ray[0]) +

(T[y].rgbtRed*ray[1]) + (T[y+1].rgbtRed*ray[2]) + (C[y-1].rgbtRed*ray[3]) + (C[y].rgbtRed*ray[4]) + (C[y+1].rgbtRed*ray[5]) + (B[y-1].rgbtRed*ray[6]) + (B[y].rgbtRed*ray[7]) +

(B[y+1].rgbtRed*ray[8]))*Mult));

Potongan program di atas merupakan potongan di saat proses perhitungan nilai konvolusi pada warna merah. Pada dasarnya program untuk proses deteksi tepi gambar dengan operator laplace 1, 2 dan 3 memiliki program yang sama, yang membedakannya hanya nilai pada masing-masing matrik di setiap operator laplace, proses akhir dari potongan program di atas menghasilkan sebuah nilai yang bersal dari penjumlahan antar nilai warna dasar dengan penjumlahan matrik pada masing-masing operator, setelah dijumlahkan dengan komponen matrik selanjutnya nilai yang dihasilkan dijumlahkan kembali dengan inputan nilai interval yang telah ditentukan di awal proses.

4.3 Analisis Hasil

Dari uji coba dengan beberapa gambar serta menggunakan masing-masing operator pada tabel 4.1 di atas, maka penulis mencoba membuat sebuah perbandingan hasil dari gambar-gambar tersebut. Di sini penulis akan membandingkan semua operator dan memilih manakah gambar yang menurut penulis paling bagus dalam hasil deteksi tepi dengan beberapa operator tadi, penulis hanya mengambil 5 contoh gambar dari hasil deteksi tepi pada tabel 4.1, diantaranya


(17)

Dari gambar di atas disimpulkan bahwa operator Sobel menghasilkan garis-garis halus dan jelas. Untuk operator Prewitt dan operator Robert hasil yang di berikan masih memiliki warna dari gambar asli tetapi hasil deteksi tepinya masih bisa dilihat secara jelas dan tidak ada bintik atau titik yang melewati bentuk asli dari gambar tersebut.

Dari gambar di atas disimpulkan bahwa operator Sobel hasil deteksi tepi yang terlihat bukan saja bentuk dari kerangka apel itu sendiri namun pada hasil ini pula terlihat jelas proses deteksi tepi gambar yang di akibatkan oleh pencahayaan pada suatu sisi sehingga menghasilkan perpaduan antara deteksi tepi dengan bentuk kerangka beserta pencahayaannya. Sedangkan gambar yang lain kurang menampilkan hasil yang maksimal, contohnya pada gambar apel nomor urut satu (1) terlihat bahwa hasil deteksi tepi gambarnya masih memiliki noise yang hampir sesuai dengan gambar aslinya, mungkin itu terjadi karena warna yang ada sangat dominan serta pencahayaan yang merata.


(18)

memiliki perbedaan yang mencolok antara hasil segmentsi gambar dengan pencahayaannya. Sedangkan untuk gambar yang lainnya menghasilkan deteksi tepi yang menurut penulis cukup berantakan sehingga hampir semua gambar memiliki perubahan bentuk dari gambar aslinya, mungkin itu disebabkan karena saat diproses menggunakan program mengambil dari warna keabuan yang paling rendah sehingga hasil yang didapat berbeda bentuk dari gambar aslinya.

Dari gambar di atas untuk gambar ke empat (4) yaitu gambar pepaya memang menghasilkan gambar yang bagus namun terdapat banyak pembentukan titik-titik yang menghasilkan gambar menjadi sidikit buram, mungkin itu disebabkan karena gambar yang diambil memiliki lekukan-lekukan sehingga banyak terjadi perbedaan warna antar warna asli dengan warna hasil pencahayaan.

Dari gambar di atas untuk gambar pisang nomor lima (5) mempunyai ke pekatan warna yang sangat dominan seperti gambar apel nomor satu yang membuat hasil deteksi tepi tidak maksimal.


(19)

tampak jelas dimana hasilnya hampir sama dengan gambar apale no urut (2).

Dari beberapa contoh pada tabel 4.1 di atas, penulis akan memberi penomoran secara terurut dari mulai atas hingga bawah, agar tidak terjadi kekeliruan dalam melihat hasil deteksi tepi. Dimulai dari gambar paling atas dengan nomor urut satu (1), selanjutnya ke bawah dengan nomor urut enam (6). Penulis akan memulai dari operator Sobel, dari hasil deteksi tepi pada tabel 4.1 penulis lebih memilih hasil deteksi tepi pada gambar apel dengan nomor urut dua (2) dari atas karena dari hasil deteksi tepi yang terlihat bukan saja bentuk dari kerangka apel itu sendiri namun pada hasil ini pula terlihat jelas proses deteksi tepi gambar yang di akibatkan oleh pencahayaan pada suatu sisi sehingga menghasilkan perpaduan antara deteksi tepi dengan bentuk kerangka beserta pencahayaannya.

Sedangkan gambar yang lain kurang menampilkan hasil yang maksimal, contohnya pada gambar apel nomor urut satu (1) terlihat bahwa hasil deteksi tepi gambarnya masih memiliki noise yang hampir sesuai dengan gambar aslinya, mungkin itu terjadi karena warna yang ada sangat dominan serta pencahayaan yang merata. sedangkan untuk gambar semangka nomor urut tiga (3) menurut penulis tidak memiliki perbedaan yang mencolok antara hasil segmentsi gambar dengan pencahayaannya. Sedangkan untuk gambar ke empat (4) yaitu gambar pepaya memang menghasilkan gambar yang bagus namun terdapat banyak pembentukan titik-titik yang menghasilkan gambar menjadi sidikit buram, mungkin itu disebabkan karena gambar yang diambil memiliki lekukan-lekukan sehingga banyak terjadi perbedaan warna antar warna asli dengan warna hasil pencahayaan. Sedangkan untuk gambar pisang nomer lima (5) mempunyai ke pekatan warna yang sangat dominan seperti gambar apel nomor satu yang membuat hasil deteksi tepi tidak maksimal. Sedangkan untuk gambar terakhir belimbing nomor urut (6) juga terlihat tampak jelas dimana hasilnya hamper sama dengan gambar apale no urut (2). Untuk operator prewitt dan operator sobel penulis lebih memilih gambar apel nomer urut satu (1) karena walaupun hasil yang di berikan masih memiliki warna dari gambar asli tetapi hasil deteksi tepinya masih bisa dilihat secara jelas dan tidak ada bintik atau titik yang melewati bentuk asli dari gambar tersebut.

Sedangkan untuk gambar yang lainnya menghasilkan deteksi tepi yang menurut penulis cukup berantakan sehingga hampir semua gambar memiliki perubahan bentuk dari


(20)

gambar aslinya, mungkin itu disebabkan karena saat diproses program mengambil dari warna keabuan yang paling rendah sehingga hasil yang didapat berbeda bentuk dari gambar aslinya.


(21)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah melewati uji coba dan analisis serta melihat hasil dari aplikasi deteksi tepi gambar dengan menggunakan Delphi. Maka penulis menyimpulkan

1. Detekti tepi dengan Operator Sobel menghasilkan garis-garis yang halus dan jelas

2. Deteksi tepi dengan Operator Prewitt menghasilkan gambar yang hampir sama dengan Operator Sobel hal ini disebabkan karena Operator Prewitt merupakan turunan dari Operator Sobel

3. Deteksi tepi dengan Operator Robert Cross mengahasilkan gambar kurang jelas, dimana hasil gambar yang terang dan tidak terlihat titik-titik edgenya.

5.2 Saran

Masih banyak kekurangan yang dimiliki oleh program ini, salah satunya adalah keterbatasan menggunakan jenis gambar untuk diproses. Dimana gambar yang diproses harus dalam bentuk Bitmap, untuk itu diharapkan kepada para pembaca semuanya untuk bisa mengembangkan kembali seperti mengembangkan jumlah format gambar yang dapat diproses nantinya, seperti menggunakan gambar yang akan dideteksi berupa JPG, TIF dan sebagainya, serta dapat mengembangkan kekurangan-kekurangan lain yang ada diaplikasi ini, agar aplikasi ini menjadi sesuai dengan yang diharapkan menjadi lebih baik.


(22)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengenalan Citra

Citra, menurut kamus Webster, adalah suatu representasi, kemiripan, atau imitasi dari suatu objek atau benda, sedangkan secara harfiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber cahaya menerangi sebuah objek, dan objek tersebut memantulkan kembali sebagian dari berkas cahayanya. Pantulan cahaya ini ditangkap oleh oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga bayangan objek yang disebut citra tersebut terekam. Citra juga merupakan bentuk dari dua dimensi untuk dijadikan fisik nyata menjadi tiga dimensi. Dalam perwujudannya, citra dibagi menjadi dua yaitu still images (citra diam) dan moving images (citra bergerak). Citra diam adalah citra tunggal yang tidak bergerak, sedangkan citra bergerak adalah rangkaian citra diam yang ditampilkan secara beruntun (sekuensial) sehingga memberi kesan pada mata kita sebagai gambar yang bergerak.

Gambar atau citra dapat disebut sebagai sebuah bidang datar yang mempunyai fungsi dua dimensi f(x, y), dimana nilai x dan y merupakan koordinat pada sebuah bidang datar dan amplitudo dari f dapat disebut sebagai intensitas atau gray-level atau biasa disebut tingkat ke abu-abuan dari sebuah gambar pada koordinat x dan y.

Citra sebagai keluaran dari suatu sistem perekaman data dapat bersifat : 1. Optik berupa foto.

2. Analog berupa sinyal video seperti gambar pada monitor televisi. 3. Digital yang dapat langsung disimpan pada media penyimpan magnetik. Citra juga dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :


(23)

1. Citra tampak ( foto, gambar, lukisan ) apa yang nampak di layar monitor / televisi, hologram dan lain-lain.

2. Citra tidak tampak (data foto / gambar dalam file) citra yang direpresentasikan dalam fungsi matematis.

Citra digital adalah citra yang disimpan dalam format digital (dalam bentuk file). Hanya citra digital yang dapat diolah menggunakan komputer. Jenis citra lain jika akan diolah dengan komputer harus diubah dulu menjadi citra digital.

1. Pencitraan (imaging) adalah kegiatan mengubah informasi dari citra tampak/citra non digital menjadi citra digital. Beberapa alat yang dapat digunakan untuk pencitraan adalah : scanner, kamera digital, kamera sinar-x/sinar infra merah, dll

2. Pengolahan Citra adalah kegiatan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia / mesin (komputer). Inputannya adalah citra dan keluarannya juga citra tapi dengan kualitas lebih baik dari pada citra masukan misal citra warnanya kurang tajam, kabur (blurring), mengandung noise (misal bintik-bintik putih), dan lain - lain sehingga perlu ada pemrosesan untuk memperbaiki citra karena citra tersebut menjadi sulit diinterpretasikan karena informasi yang disampaikan menjadi berkurang.

3. Analisis Citra adalah kegiatan menganalisis citra sehingga menghasilkan informasi untuk menetapkan keputusan biasanya didampingi bidang ilmu kecerdasan buatan /AI yaitu pengenalan pola (pattern recognition) menggunakan jaringan syaraf tiruan, logika fuzzy, dll).

Gambar 2.1 Analisis Citra

Dalam ilmu komputer sebenarnya ada 3 bidang studi yang berkaitan dengan citra, tapi tujuan ketiganya berbeda, yaitu :

1. Grafika Komputer

Adalah proses untuk menciptakan suatu gambar berdasarkan deskripsi obyek maupun latar belakang yang terkandung pada gambar tersebut.


(24)

a. Merupakan teknik untuk membuat gambar obyek sesuai dengan obyek tersebut di alam nyata (realism).

b. Bertujuan menghasilkan gambar / citra ( lebih tepat disebut grafik / picture ) dengan primitif - primitif geometri seperti garis, lingkaran, dan sebagainya.

c. Primitif - primitif geometri tersebut memerlukan data deskriptif untuk melukis elemen-elemen gambar. Data deskriptif : koordinat titik, panjang garis, jari-jari lingkaran, tebal garis, warna, dsb.

d. Grafika komputer berperan dalam visualisasi dan virtual reality.

Data Deskriptif Citra

2. Pengolahan Citra

Operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila :

1. Perbaikan atau memodifikasi citra dilakukan untuk meningkatkan kualitas penampakan citra / menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung dalam citra (image enhancement) contoh : perbaikan kontras gelap / terang, perbaikan tepian objek, penajaman, pemberian warna semu, dan lain – lain.

2. Adanya cacat pada citra sehingga perlu dihilangkan / diminimumkan (image

restoration) contoh : penghilangan kesamaran (debluring) citra tampak kabur karena

pengaturan fokus lensa tidak tepat / kamera goyang, penghilangan noise.

3. Elemen dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokan atau diukur (image

segmentation). Operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola.

4. Diperlukannya ekstraksi ciri-ciri tertentu yang dimiliki citra untuk membantu dalam pengidentifikasian objek (image analysis). Proses segementasi kadang kala diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari sekelilingnya. Contoh : pendeteksian tepi objek.

Grafika

Komputer


(25)

5. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain (image reconstruction)

contoh : beberapa foto rontgen digunakan untuk membentuk ulang gambar organ tubuh.

6. Citra perlu dimampatkan (image compression) contoh : suatu file citra berbentuk BMP berukuran 258 KB dimampatkan dengan metode JPEG menjadi berukuran 49 KB.

7. Menyembunyikan data rahasia (berupa teks / citra) pada citra sehingga keberadaan data rahasia tersebut tidak diketahui orang (steganografi & watermarking)

Citra Citra

3. Pengenalan Pola

Pengelompokan pola adalah mengelompokkan data numerik dan simbolik (termasuk citra) secara otomatis oleh mesin ( computer ). Tujuan pengelompokkan adalah untuk mengenali suatu objek di dalam citra. Manusia bisa mengenali objek yang dilihatnya karena otak manusia telah belajar mengklasifikasi objek-objek di alam sehingga mampu membedakan suatu objek dengan objek lainnya. Kemampuan sistem visual manusia yang dicoba ditiru oleh mesin. Komputer menerima masukan berupa citra objek yang akan diidentifikasi, memproses citra tersebut dan memberikan keluaran berupa informasi / deskripsi objek di dalam citra.

Citra Informasi/deskripsi objek

2.2 Elemen Pada Citra

Citra mengandung sejumlah elemen dasar. Elemen dasar tersebut dimanipulasi dalam pengolahan citra, elemen tersebut adalah :

1. Citra Warna ( True Color ). Setiap titik (pixel) pada citra warna mewakili warna yang merupakan kombinasi dari tiga warna dasar yaitu merah hijau biru citra RGB

Pengolahan Citra

Pengenalan Pola


(26)

(Red Green Blue) Setiap warna dasar mempunyai intensitas sendiri dengan nilai maksimum 255 (8 bit) Red = warna minimal putih, warna maksimal merah Green = warna minimal putih, warna maksimal hijau Blue = warna minimal putih, warna maksimal biru Misal warna kuning = kombinasi warna merah dan hijau sehingga nilai RGB-nya = 255 255 0 Warna ungu muda = kombinasi warna merah dan biru sehingga nilai RGB-nya = 150 0 150 Contoh : bisa dilihat di Photoshop

Gambar 2.2 RGB

Jadi setiap titik pada citra warna membutuhkan data 3 byte. Jumlah kemungkinan kombinasi warna 224 = lebih dari 16 juta warna 24 bit disebut true color karena dianggap mencakup semua warna yang ada.

Gambar 2.3 Citra Warna

Ada perbedaan warna dasar untuk cahaya (misal display di monitor komputer) & untuk cat/tinta (misal cetakan di atas kertas). Citra cahaya menggunakan warna dasar RGB = Red Green Blue Citra cat menggunakan warna dasar CMY = Cyan Magenta Yellow.

2. Citra Warna Berindeks. Setiap titik (pixel) pada citra warna berindeks mewakili indeks dari suatu tabel warna yang tersedia (biasanya disebut palet warna). Keuntungan pemakaian palet warna adalah kita dapat dengan cepat memanipulasi warna tanpa harus mengubah informasi pada setiap titik dalam citra.


(27)

Gambar 2.4 Citra Warna Berindex

Keuntungan yang lain, penyimpanan lebih kecil. Setting warna display pada MS Window biasanya format 16 colors, 256 colors, high color, true color, yang merupakan citra warna berindeks dengan ukuran palet masing-masing 4 bit, 8 bit, 16 bit dan 24 bit.

3. Citra Kecerahan (brightness). Kecerahan disebut juga intensitas cahaya. Kecerahan pada sebuah piksel (titik) di dalam citra bukanlah intensitas yang rill, tetapi sebenarnya adalah intensitas rerata dari suatu area yang melingkupinya.

4. Citra Kontras. Kontras menyatakan sebaran terang dan gelap di dalam sebuah gambar. Citra dengan kontras rendah dicirikan oleh sebagian besar komposisi citranya adalah terang atau sebagian besar gelap. Pada citra dengan kontras yang baik, komposisi gelap dan terang tersebar secara merata.

5. Citra Kontur. Kontur adalah keadaan yang ditimbulkan oleh perubahan intensitas pada piksel yang bertetangga. Karena adanya perubahan intensitas, mata manusia dapat mendeteksi tepi objek di dalam citra.

6. Citra Bentuk (shape). Bentuk adalah properti intrinsik dari objek tiga dimensi, dengan pengertian bahwa shape merupakan properti intrinsik utama untuk sistem visual manusia. Pada umumnya citra yang dibentuk oleh mata merupakan citra

dwimatra (dua dimensi), sedangkan objek yang dilihat umumnya berbentuk trimatra

(tiga dimensi). Informasi bentuk objek dapat diekstraksi dari citra pada permulaan prapengolahan dan segmentasi citra.


(28)

7. Citra Tekstur. Tekstur diartikan sebagai distribusi spasial dari derajat keabuan di dalam sekumpulan piksel yang bertetangga. Jadi tekstur tidak dapat didefinisikan untuk sebuah piksel. Sistem visual manusia menerima informasi citra sebagai suatu kesatuan. Resolusi citra yang diamati ditentukan oleh skala pada mana tekstur tersebut dipersepsi.

8. Citra Biner atau Monokrom. Adalah citra jenis ini, setiap titik atau piksel hanya bernilai 0 tau 1. Dimana setiap titik membutuhkan media penyimpanan sebesar 1 bit. Bambar 2.1 merupakan contoh citra biner monokrom. Citra biner merupakan citra yang telah melalui proses pemisahan piksel-piksel berdasarkan derajat keabuan yang dimiliki. Citra biner adalah citra yang hanya direpresentasikan nilai tiap pikselnya dalam satu bit (satu nilai binary). Banyaknya warna yang terdapat pada citra biner adalah dua, yaitu hitam dan putih. Salah satu contoh dari gambar biner dapat dilihat pada Gambar 2.1. Dibutuhkan satu bit di memori untuk menyimpan kedua warna ini. Setiap piksel pada citra bernilai 0 untuk hitam dan 1 untuk putih (Hestiningsih, Idhawati. 2008).

Gambar 2.5 Citra Biner

9. Citra Grayscale (skala keabuan). Citra warna grayscale menggunakan warna tingkatan warna abu-abu. Warna abu - abu merupakan satu - satunya warna pada ruang RGB dengan komponen merah, hijau, dan biru mempunyai intensitas yang sama. Banyaknya warna yang ada tergantung pada jumlah bit yang disediakan di memori untuk menampung kebutuhan warna ini. Salah satu contoh gambar grayscale dapat dilihat pada Gambar 2.2. Contoh, citra dengan skala keabuan empat bit maka


(29)

jumlah kemungkinan warnanya adalah 24 = 16 warna dengan kemungkinan warna 0 (min) sampai 15 (max) (Hestiningsih, Idhawati., 2008).

Gambar 2.6 Citra Grayscale

10.Waktu dan Pergerakan. Respon suatu sistem visual tidak hanya berlaku pada faktor ruang, tetapi juga pada faktor waktu. Sebagai contoh, bila citra-citra diam ditampilkan secara cepat, akanberkesan melihat citra yang bergerak.

11.Deteksi dan Pengenalan. Dalam mendeteksi dan mengenali suatu citra, ternyata tidak hanya sistem visual manusia saja yang bekerja, tetapi juga ikut melibatkan ingatan dan daya pikir manusia.

2.3 Histogram Tingkat Keabuan (Gray level Histogram)

Informasi suatu citra dapat diwakili oleh histogram Histogram adalah suatu fungsi yang menunjukkan jumlah titik yang ada dalam suatu citra untuk setiap tingkat keabuan. Sumbu X (absis) menunjukkan tingkat warna Sumbu Y (ordinat) menunjukkan frekuensi kemunculan titik. Kegunaanya adalah :

1. Penentuan parameter digitasi dalam proses pencitraan perlu melihat apakah tingkat warna telah dipakai sesuai yang dibutuhkan. Contoh : tingkat keabuan dengan 8 bit apakah sudah memakai dari tingkat 0 sampai 256 warna tingkat keabuan.

2. Pemilihan batas ambang (threshold). Biasa digunakan untuk mengukur penonjolan objek dalam citra terhadap latar belakangnya termasuk dalam teknik pengambangan (thresholding).


(30)

3. Pengenalan / pencocokan citra adalah citra yang telah diubah / diupdate akan mempunyai histogram yang berbeda.

Gambar 2.7 Citra Beserta Histogramnya

2.4 Konversi Citra True Color menjadi Citra Keabuan (Grayscale) Operasi konversi citra true color ke keabuan dengan rumus :


(31)

Bisa juga dengan memberi bobot (w) pada RGB karena mata manusia lebih sensitif pada warna hijau, kemudian merah, terakhir biru. Ko = wr Ri + wg Gi + wb Bi berdasarkan NTSC (National Television System Committee), dimana :

wr = 0.299 wg = 0.587 wb = 0.144

Gambar 2.8 True Color Menjadi Grayscale

2.5 Pengambangan (Thresholding)

Operasi pengambangan digunakan untuk mengubah citra dengan format skala keabuan, yang mempunyai kemungkinan nilai lebih dari 2 ke citra biner yang memiliki 2 buah nilai (yaitu 0 dan 1).

1. Pengambangan Tunggal adalah memiliki sebuah nilai batas ambang Fungsi GST-nya 2. Pengambangan Ganda adalah memiliki ambang bawah dan ambang atas. Dilakukan


(32)

2.6 Representasi Citra Digital

Citra digital merupakan fungsi intensitas cahaya f (x,y), dimana harga x dan y merupakan koordinat spasial dan harga fungsi tersebut pada setiap titik (x,y) merupakan tingkat kecemerlangan citra pada titik tersebut. Citra digital adalah citra f (x,y) dimana dilakukan diskritisasi koordinat spasial (sampling) dan diskritisasi tingkat kecemerlangannya / keabuan (kwantisasi). Citra digital merupakan suatu matriks dimana indeks baris dan kolomnya menyatakan suatu titik pada citra tersebut dan elemen matriksnya ( yang disebut sebagai elemen gambar / piksel / pixel / picture element / pels ) menyatakan tingkat keabuan pada titik tersebut. Citra digital dinyatakan dengan matriks berukuran N x M (baris/tinggi = N, kolom/lebar = M)


(33)

Gambar 2.9 Representasi Citra

1. Format Citra adalah citra digital biasanya berbentuk persegi panjang, secara visualisasi dimensi ukurannya dinyatakan sebagai lebar x tinggi ukurannya dinyatakan dalam titik atau piksel ( pixel = picture element ) ukurannya dapat pula dinyatakan dalam satuan panjang (mm atau inci = inch). Resolusi adalah banyaknya titik untuk setiap satuan panjang (dot per inch). Makin besar resolusi makin banyak titik yang terkandung dalam citra, sehingga menjadi lebih halus dalam visualisasinya.

2. Resolusi Citra adalah resolusi spasial dan resolusi kecemerlangan, berpengaruh pada besarnya informasi citra yang hilang. Resolusi spasial halus / kasarnya pembagian kisi-kisi baris dan kolom. Transformasi citra kontinue ke citra digital disebut digitalisasi (sampling). Misal hasil digitalisasi dengan jumlah baris 256 dan jumlah kolom 256 resolusi spasial 256 x 256. Resolusi kecemerlangan (intensitas / brightness) = halus / kasarnya pembagian tingkat kecemerlangan. Transformasi data analog yang bersifat kontinue ke daerah intensitas diskrit disebut kuantisasi. Bila intensitas piksel berkisar antara 0 dan 255 resolusi kecemerlangan citra adalah 256

Defenisi citra menurut (Gonzalez, 2002) adalah suatu fungsi dua dimensi f (x,y) dimana x dan y adalah koordinat parsial dari setiap titik pada citra, serta nilai fungsi f pada kordinat (x,y) merupakan nilai intensitas atau gray level pada titik tersebut. Citra digital merupakan citra dengan nilai x , y, dan f yang berhingga dan diskrit, dimana kegiatan dan pemrosesannya dialakukan dengan komputer digital. Setiap pasangan nilai dan lokasi koordinat merupakan element pembentuk citra digital yang disebut dengan piksel.


(34)

Terdapat tiga jenis range nilai yang umumnya dipakai dalam mempresentasikan besarnya intensitas nilay garay level citra dalam matriks, yaitu :

1. Representasi data double dengan nilai jangkauan antara 0-1

2. Representasi data integer 8 bit dengan nilai jangkauan antara 0-255 dan 3. Representasi data integer 16 bit dengan nilai jangkauan antara 0-65535

Nilai minimal (0) merupakan representasi dari warna hitam, sedangkan nilai maksimal dari setiap jenis jangkauan data merupakan representasi dari warna putih. Berikut ini adalah cara mengkonversi ketiga jenis representasi data diatas.

2.6.1 Konversi Data Double Menjadi Integer

Untuk mengubah representasi data double menjadi integer 8 bit, nilai piksel dikalikan dengan 255 dan dikenakan pembulatan :

f(x,y)’= int[round( f(x,y)*255)] (1)

Untuk mengubah representasi data double menjadi integer 16 bit, nilai piksel dikalikan dengan 65535 dan dikenakan pembulatan :

f(x,y)’ =int[round( f(x,y)*65535] (2)

2.6.2 Konversi Data Integer Menjadi Double

Untuk mengubah representasi data integer 8 bit menjadi double, nilai piksel dibagi dengan 255 setelah format datanya diganti dengan double.

f(x,y)’ = double (� , ) (3)

Untuk mengubah representasi data integer 16 bit menjadi double, nilai piksel dibagi dengan 65535 setelah format datanya diganti dengan double .

f(x,y)’ = double (� , ) (4)

2.7 Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah kegiatan memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia / mesin (komputer). Inputannya adalah citra dan keluarannya juga citra tapi dengan kualitas lebih baik daripada citra masukan. Misal citra warnanya kurang tajam,kabur


(35)

(blurring), mengandung noise (misal bintik-bintik putih), dan lain - lain sehingga perlu ada pemrosesan untuk memperbaiki citra karena citra tersebut menjadi sulit diinterpretasikan sebab informasi yang disampaikan menjadi berkurang. Sedangkan pencitraan itu sendiri adalah kegiatan mengubah informasi dari citratampak /citra non digital menjadi citra digital. Beberapa alat yang dapat digunakan untuk pencitraan adalah scanner, kamera digital, kamera sinar-x/sinar infra merah, dan lain –lain.

Operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra apabila :

1. Perbaikan atau memodifikasi citra dilakukan untuk meningkatkan kualitas penampakan citra/menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung dalam citra (image enhancement). Contoh : perbaikan kontras gelap/terang, perbaikan tepian objek,penajaman, pemberian warna semu, dan lain-lain.

2. Adanya cacat pada citra sehingga perlu dihilangkan / diminimumkan (imagerestoration). Contoh : penghilangan kesamaran (debluring) citra tampak kabur karena pengaturan fokus lensa tidak tepat / kamera goyang, penghilangan noise3. Elemen dalam citra perlu dikelompokkan, dicocokan atau diukur (imagesegmentation). Operasi ini berkaitan erat dengan pengenalan pola.

3. Diperlukannya ekstraksi ciri-ciri tertentu yang dimiliki citra untuk membantu dalam pengidentifikasian objek (image analysis). Proses segementasi kadangkala diperlukan untuk melokalisasi objek yang diinginkan dari sekelilingnya. Contoh : pendeteksian tepiobjek

4. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain (imagereconstruction) contoh : beberapa foto rontgen digunakan untuk membentuk ulang gambar organ tubuh

5. Citra perlu dimampatkan (image compression). Contoh : suatu file citra berbentuk BMP berukuran 258 KB dimampatkan dengan metode JPEG menjadi berukuran 49 KB.

6. Menyembunyikan data rahasia (berupa teks / citra) pada citra sehingga keberadaan data rahasia tersebut tidak diketahui orang (steganografi & watermarking).

2.8 Metode Penggambaran

Image yang diciptakan berdasarkan dua macam tipe penggambaran yaitu : bitmap dan


(36)

seri garis, sedagkan penggambaran bitmap sebuah gambar dibuat berdasarkan kumpulan piksel didalam piranti penampil atau raster. Image digital disimpan dalam computer sebagai matriks. Ukuran matriks menentukan resolusi image. Sebagai contoh, jika sebuah image mempunyai ukuran 100 x 100 piksel, gray level 8 bit. Ini berarti 100 x 100 = 10.000 piksel mengambil 256 buah nilai. Pada umumnya nilai piksel dari image 8 bit bernilai antara 0 sampai 255, mewakili sekala keabuan dari hitam sampai putih. Jadi dalam sebuah image, kita perlu mengetahui ada 10.000 buah nilai untuk setiap 100 x 100 piksel dari image 100 x 100. Secara sistematis, sebuah image berukuran 100 x 100 dapat dijadikan vector berdimensi 10.000. Dimensi vector akan meningkat sejalan dengan semakin tinggi resolusi image.

Suatu image dibuat dengan menset posisi koordinat, intensitas, dan warna yang menyusun layar. Layar yang berfungsi sebagai media penampil dibayangkan sebagai potongan kisi-kisi atau grid atau lirik dari piksel-piksel. Nilai tingkat keabuan mempunyai harga integer, yaitu antara 0 sampai 2n – 1, dimana n adalah integer. Nilai 0 menunjukkan warna minimum yaitu warna putih.

2.9 Image Processing

Image processing adalah suatu metode yang digunakan untuk memproses atau memanipulasi

gambar dalam bentuk 2 dimensi (Gonzalez, 2002). Image processing adalah suatu bentuk pengolahan atau pemrosesan sinyal dengan input berupa gambar (image) dan ditransformasikan menjadi gambar lain sebagai keluarannya dengan teknik tertentu. Image processing dilakukan untuk memperbaiki kesalahan data sinyal gambar yang terjadi akibat transmisi dan selama akuisisi sinyal, serta untuk meningkatkan kualitas penampakan gambar agar lebih mudah diinterpretasi oleh sistem penglihatan manusia baik dengan melakukan manipulasi dan juga penganalisisan terhadap gambar. Image processingdapat juga dikatakan sebagai segala operasi untuk memperbaiki, menganalisa, ataumengubah suatu gambar. Konsep dasar pemrosesan suatu objek pada gambar menggunakan image processing diambil dari kemampuan indera penglihatan manusia yang selanjutnya dihubungkan dengan kemampuan otak manusia.


(37)

1. Image Enhancement (peningkatan kualitas gambar).

Pada operasi image processing yang pertama ini sering di kenal dengansebutan

pre-processing. Operasi image processing yang satu ini bertujuan untuk meningkatkan fitur

tertentu pada citra sehingga tingkat keberhasilan dalam pengolahan gambar berikutnya menjadi tinggi. Operasi ini lebih banyak berhubungan dengan penajaman dari fitur tertentu pada gambar. Selain untuk memperbaiki kontras diantara bidang-bidang yang terang dan yang gelap,metoda ini juga dapat menambahkan warna, menyaring ketidak seragaman sinyal kiriman yang membawa gambar, menghaluskan garis-garis yang bergerigi sehingga tampak lebih bersih, mempertajam sudut-sudut yang kabur dan mengkoreksi distorsi yang disebabkan alat optis atau tampilan. Untuk melakukan proses image enhancement, ada beberapa teknik yang dapat dicoba berdasarkan cakupan pada operasinya, diantaranya:

a. Operasi titik adalah dalam image enhancement dilakukan dengan memodifikasi histogram citra masukan agar sesuai dengan karakteristik yang diharapkan. Teknik yang dilakukan di bagi menjadi tiga bagian yaitu: Intensity Adjustment, Histogram

Equalization, Thresholding.

b. Operasi spasial adalah dalam pengolahan citra digital dilakukan melalui penggunaan suatu kernel konvolusi 2-dimensi.

c. Operasi transformasi adalah teknik ini dilakukan dengan cara mentransformasi citra asal ke dalam domain yang sesuai bagi proses enhancement, melakukan proses enhancement pada domain tersebut, mengembalikan citra ke dalam domain spasial untuk ditampilkan / diproses lebih lanjut

2. Image Restoration ( pemulihan gambar )

Operasi pemulihan gambar bertujuan untuk mengembalikan kondisi gambar yang telah rusak atau cacat (merekonstruksi gambar) yang sebelumnya telah diketahui menjadi gambar seperti pada kondisi awal, karena adanya gangguan yang menyebabkan penurunan kualitas gambar. 3. Image Compression (kompresi gambar)

Kompresi gambar bertujuan untuk meminimalkan jumlah bit yang diperlukan untuk merepresentasikan citra. Hal ini sangat berguna apabila ingin mengirimkan gambar berukuran besar. Gambar yang berukuran besar akan berpengaruh pada lamanya waktu pengiriman. Maka dari itu kompresi gambar akan memadatkan ukuran gambar menjadi lebih kecil dari


(38)

ukuran asli sehingga waktu yang diperlukan untuk transfer data jugaakan lebih cepat. Ada dua tipe utama kompresi data, yaitu kompresi tipe lossless dan kompresi tipe lossy. Kompresi tipe

lossy adalah kompresi dimana terdapat data yang hilang selama proses kompresi. Akibatnya

kualitas data yang dihasilkan jauh lebih rendah daripada kualitas data asli. Sementara itu, kompresi tipe lossless tidak menghilangkan informasi setelahproses kompresi terjadi, akibatnya kualitas citra hasil kompresi juga tidak berkurang. Ada beberapa hal yang mesti di perhatikan saat melakukan kompresi gambar, yaitu:

1. Resolusi. Resolusi merupakan ukuran panjang kali lebar dalam suatu gambar yang digambarkan dalam satuan pixel.

2. Kedalaman bit. Kedalaman bit merupakan banyak sedikitnya jumlah bit yang dibutuhkan untuk menggambarkan suatu citra (gambar) dalam satuan bit/pixel. Tentu saja bila dinalar, semakin banyak bit maka gambar yang dihasilkan akan lebih bagus. 3. Redundansi. Redundansi adalah keadaan di mana representasi suatu elemen data tidak

bernilai signifikan dalam menggambarkan keseluruhan data.

4. Image Refresention & Modelling (representasi dan permodelan gambar)

Pada operasi ini melakukan representasi yang mengacu pada data onversi dari hasil segmentasi ke bentuk yang lebih sesuai untuk proses pengolahan pada komputer. Keputusan pertama yang harus sudah dihasilkan pada tahap ini adalah data yang akan diproses dalam batasan-batasan atau daerah yang lengkap. Batas representasi digunakan ketika penekanannya pada karakteristik bentuk luar, dan area representasi digunakan ketika penekanannya pada karakteristik dalam, sebagai contoh tekstur. Setelah datatelah direpresentasikan ke bentuk tipe yang lebih sesuai, tahap selanjutnya adalah menguraikan data.

2.11 Deteksi Edge

Selain menggunakan metode segmentasi, ada cara lain untuk menyederhanakan bentuk image yaitu dengan melakukan pendeteksian terhadap edge atau garis di tepi image tersebut. Teknik yang demikian dinamakan edge detection filtering. Filter adalah salah satu jenis program pengolahan image (image processing) yang memanipulasi piksel-piksel image dengan cara melakukan perhitungan matematis.


(39)

Suatu garis atau edge didefenisikan sebagai sederetan piksel yang mempunyai intensitas antara piksel permulaan dan piksel akhir. Defenisi edge disini adalah kumpulan dari titik-titik atau plane point set. Karena jarak antara titik-titik yang sangat berdekatan membentuk edge dalam suatu objek.

Adapun dasar dari teknik ini adalah dengan melakukan penelusuran gambar secara vertical dan horizontal sambil melihat apakah terjadi perubahan warna mendadak yang melebihi suatu harga (sensitifitas) antara dua titik yang berdempetan. Jika ya, maka di tempat antara kedua titik tersebut dianggap pinggiran atau tepi sebuah objek.

Dalam kenyatannya edge yang didefenisikan terkadang ditemukan tidak sesuai dengan yang diharapkan, hal ini disebabkan karena : pertama, edge ini sering mempunyai intensitas yang lebih kecil sehingga terkadang edge tersebut tidak dapat dikenali. Kedua, edge sering tidak lengkap, hal ini dikarenakan warna background hampir seperti warna foreground. Ketiga, edge yang ditemukan pendek dan tidak terhubung saat dilakukan penelusuran.

Gambar 2.10 Proses Deteksi Tepi Citra

Tahap awal proses pendeteksian ini diawali dengan mengitung setiap piksel yang ada, sehingga menciptakan piksel tersebut menjadi bagian dari edge yang sesungguhnya dicari. Cara menghitung piksel ini yaitu dengan suatu perhitungan yang dinamakan gradient

magnitude

Untuk sebuah image diberikan fungsi f (x,y), gradient magnitude g (x,y) dan arah gradient


(40)

Gx = �

� ƒ(x,y) ………...………(1) Gy = �

� ƒ(x,y) ………...………(2) ||∇ƒ || = √� + � ………...………...(3)

θ=arctan (Gy , Gx) …………...………...(4)

Pendeteksian piksel dilakukan berdasarkan sesuai dengan arah penelusuran, bila arah penelusuran adalah vertical maka berada di sebelah kiri, sedagkan arah penelusuran kanan adalah horizontal.

2.12 Edge

Yang dimaksud dengan tepi (edge) adalah perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang mendadak (besar) dalam jarak yang singkat (Gambar 2.5). Perbedaan intensitas inilah yang menampakkan rincian pada gambar. Tepi biasanya terdapat pada batas antara dua daerah berbeda pada suatu citra. Tepi dapat diorientasikan dengan suatu arah, dan arah ini berbeda-beda pada bergantung pada perubahan intensitas.

Gambar 2.11 Model Tepi Satu-Matra

Perhatikan Gambar 2.11. Ada tiga macam tepi yang terdapat di dalam citra digital. Ketiganya adalah:

1. Tepi curam adalah tepi dengan perubahan intensitas yang tajam. Arah tepi berkisar 90°.


(41)

Tepi landai dapat dianggap terdiri dari sejumlah tepi-tepi lokal yang lokasinya berdekatan.

3. Tepi yang mengandung derau (noise). Umumnya tepi yang terdapat pada aplikasi

computer vision mengandung derau. Operasi peningkatan kualitas citra (image enhancement) dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum pendeteksian tepi.

Gambar 2.12 Jenis-jenis Tepi

2.13 Deteksi Titik

Pendeteksian titik yang terisolasi dari suatu citra secara prinsip berlangsung secara

straightforward. Kita dapat mengatakan bahwa suatu titik dinyatakan terisolasi jika

|R|≥ T

Di mana T adalah threshold positif dan R adalah nilai dari persamaan : � = ∑ ����

9 �=


(42)

Dengan demikian, titik yang terisolasi adalah titik yang berbeda (secara signifikan) dengan titik-titik di sekitarnya. Ada pun mask-nya adalah :

-1 -1 -1

-1 8 -1

-1 -1 -1

2.14 Deteksi Garis

Pendeteksian garis dari suatu citra dilakukan dengan mencocokkan dengan mask dan menunjukkan bagian tertentu yang berada secara garis lurus baik secara vetikal, horizontal, maupun miring 450 (baik kanan maupun kiri). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

|R|>|Rj| dimana i ≠ j

Ada pun masuk untuk mendeteksi garis adalah sebagai berikut :

Arah horizontal :

-1 -1 -1

2 2 2

-1 -1 -1

Arah vertical :

2 -1 -1

-1 2 -1

-1 -1 2

2.15 Tepi Objek

Pertemuan antara bagian objek dan bagian latar belakang disebut tepi objek. Dalam pengolahan citra, tepi objek ditandai oleh titik yang nilai keabuannya memiliki perbedaan


(43)

yang cukup besar dengan titik yang ada di sebelahnya. Bila dua buah objek atau lebih saling tumpang tindih maka objek tersebut akan meninggalkan jejak tepi apabila intensitas objek yang lain atau sebaliknya. Hal ini penting untuk memisahkan objek-objek yang tumpang tindih sehingga objek dapat dianalisis secara induvidu. Dengan demikian, tepi sebuah objek dapat juga digunakan untuk memisahkan objek-objek yang saling bersinggungan sehingga objek tidak dianggap sebagai satu objek yang besar, tetapi dapat dilacak atau dianalisis secara induvidu.

2.16 Deteksi Tepi dan Operator Deteksi Tepi

Deteksi tepi adalah proses untuk menemukan perubahan intensitas yang berbeda nayat dalam sebuah bidang citra. Sebuah operator deteksi tepi merupakan operasi bertetangga, yaitu sebuah operasi yang memodifikasi nilai keabuan sebuah titik berdasarkan nilai-nilai keabuan dari titik-titik yang ada disekitarnya (tetangganya) yang masing-masing mempunyai bobot tersendiri. Bobot-bobot tersebut nilainnya tergantung pada operasi yang akan dilakukan, sedangkan banyaknya titik tetangga yang terlibat biasanya adalah 2x2, 3x3, 3x4,7x7, dan sebagiannya.

Biasanya operator yang digunakan untuk mendeteksi tepi yang pertama adalah operator berbasis Gradient (turunan pertama), yaitu operator Robert, operator Sobel dan operator Prewitt. Yang kedua adalah operator berbasis turunan kedua, yaitu operator Laplacian dan operator Laplacian Gaussian.

2.17 Segmentasi

Segmentasi merupakan suatu proses pembagian image menjadi beberapa segmen dan diantaranya terhubung satu sama lain. Hubungan segmen ini adalah bila terdapatnya dua piksel yang saling kontak. Segmen disebut juga region atau area. Segmen yang terpisah dapat dipertimbangkan menjadi sebuah image tersendiri. Proses segmentasi merupakan proses identifikasi dan menjadi dasar untuk melakukan proses klasifikasi objek image. Proses klasifikasi sebenarnya diartikan sebagai proses pengenalan objek yang ada dengan cara memisahkannya menjadi segmen-segmen yang diharapkan merupakan objek-objek tersendiri.


(44)

Contohnya pada proses analisis suatu image dengan melihat grafik image histogramnya (histogram slicing). Tujuan analisis ini adalah untuk mengetahui objek dalam image tersebut dan memisahkannya untuk lebih lanjut melakukan proses pengenalan objek.

Ada beberapa teknik segmentasi, kesemuanya dapat digologkan dalam dua jenis berdasarkan cara kerjanya yaitu : pertama, segmentasi berdasarkan intensitas warna melalui identifikasi area atau region. Kedua, segmentasi berdasarkan karakteristik melalui identifikasi edge

Segmantasi citra membagi suatu citra menjadi wilahyah-wilayah yang homogen


(45)

Histogram dengan 4 objek segmentasi

Gambar 2.13 Image segmentation

Bila histogram citra terbagi menjadi dua wilayah seperti gamabr 2.5 maka thresholding bias digunakan untuk mendapatkan nilai threshold T yang tepat sehingga bagian Objek dan latar belakang citra bias ditentukan. Dengan metode ini, thresholding dimodifikasi secara berulang-ulang sampai ditemukan nilai yang cocok. Langkah-langkah dalam menentukan nilai

threshold adalah sebagai berikut :

1. Pilih nilai T awal, yaitu nilai rata-rata dari intensitas citra

2. Bagi citra menjadi dua daerah, misalnya R1 dan R2, menggunakan nilai T awal yang telah ditentukan

3. Hitung nilai rata-rata intensitas µ1 dan µ2 masing-masing untuk daerah R1 dan R2 4. Hitunglah nilai threshold yang baru dengan rumus T = µ1 + µ2 / 2

5. Ulangi langkah 2 sampai 4 hingga nilai-nilai µ1 dan µ2 tidak berubah lagi. Saat itulah nilai T merupakan nilai yang dicari.

Sedangkan bila histogram citra terbagi menjadi lebih dari dua wilayah seperti gambar 2.5 maka mean clustering bias digunakan sebagai pendekatan untuk mendapatkan wilayah-wilayah yang hamper homogen. Teknik ini brasumsi bahwa objek-objek yang akan dipisahkan cenderung memiliki intensitas yang berbeda-beda dan masing-masing objek memiliki intensitas yang hamper homogeny (seragam).


(46)

Operasi segmentasi citra ini bertujuan untuk memecah citra menjadi beberapa segment dengan kriteria tertentu. Biasanya berkaitan dengan pengenalan pola. Segmentasi membagi suatu citra menjadi wilayah-wilayah yang homogen berdasarkan kriteria keserupaan tertentu antara derajat keabuan suatu piksel dengan derajat keabuan piksel-piksel tetangganya.

2.17.2 Segmentasi Identifikasi Area pada Image

Operasi segmentasi area adalah operasi untuk mengidentifikasi semua piksel yang mempunyai intensitas yang sama, dengan cara lain mengelompokkan piksel-piksel tersebut ke dalam suatu range terdekat. Misalnya kelompok intensitas 0-24, 25-73, 74-160, 161-255. Kelompok intensitas ini dapat ditaksir dengan cara mempertimbagkanknya ke dalam suatu grafik image histogram. Pengelompokkan intensitas piksel ini bertujuan mencari perkiraan jumlah objek yang ada dalam image. Setiap kelompok akan menyatakan objek image. Jadi, bila jumlah kelompok intensitas ada 4 yaitu 0-24, 25-73, 74-160, 161-255, maka objek di dalam image tersebut diperkirakan berjumlah 4. Tahap akhir dari operasi ini selanjutnya adalah mencari nilai rata-rata (mean) intensitas piksel pada tiap kelompok dan mengganti warna piksel dengan nilai rata-rata yang ditemukan pada tiap kelompok sehingga dengan demikian akan dihasilkan image beberapa kelompok warna. Jadi, bila jumlah kelompok intensitasnya ada 4, maka image akan mengahsilkan 4 kelompok warna. Warna yang seragam pada setiap kelompok akan mempermudah melakukan penyederhanaan objek. Teknik ini akan menghasilkan perkiraan jumlah objek dalam image dan tampilan objek yang masing-masing terpisah satu sama lain, sehingga dengan demikian masing-masing objek dapat dikenali lebih jauh lagi.

2.17.3 Segmentasi Identifikasi Edge

Operasi segmantasi identifikasi edge adalah operasi pengelompokan area image yang mempunyai karakteristik sama, karakteristik tersebut seperti perubahan warna antara piksel yang berdekatan, harga rata-rata bagian tersebut. Pada tahapan pendeteksian tepi dari metode pertama tugas akhir dilakukan proses pendeteksian tepi (edge detection) yang merupakan salah satu kegiatan segmentasi dengan pendekatan edge based. Segmentasi ini dilakukan dengan menggunakan kernel Sobel untuk mencari gradiend. Proses identifikasi tepi dengan menggunakan prosedur turunan pertama (first derivative) dengan memakai citra masukan

gray scale dan akan menghasilkan citra edge biner. Dengan mengacu pada [SHES05],


(47)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan perkembangan komputer dan alat pengambilan gambar secara digital yang semakin berkembang saat ini, sehingga menghasilkan banyak fasilitas untuk melakukan proses pengolahan gambar agar lebih sesuai dengan kebutuhan. Salah satunya adalah deteksi tepi pada gambar, karena dengan menggunakan proses deteksi tepi gambar maka proses pengolahan manipulasi pada gambar akan lebih mudah dilakukan. Deteksi tepi gambar merupakan sebuah proses dimana suatu proses yang menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra yang bertujuan untuk menandai bagian yang menjadi detail citra serta memperbaiki detail citra yang kabur. Tujuan dari penulisan ini tidak lain adalah untuk membuat sebuah perbandingan antara masing-masing operator deteksi tepi, manakah yang lebih baik yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan.

Meskipun citra kaya informasi, namun seringkali citra yang dimiliki mengalami penurunan mutu (degradasi). Seperti mengandung cacat atau derau (noise), warnanya terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring) dan sebagainya. Agar citra yang mengalami gangguan mulai diinterpretasi (baik manusia maupun mesin) maka citra tersebut perlu dimanipulasi menjadi citra lain yang kualitasnya lebih baik. Operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra bila:

1. Perbaikan atau modifikasi citra perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung dalam citra.

2. Elemen di dalam citra perlu dikelompokan dan diukur. 3. Sebagian citra perlu digabung dengan bagian citra yang lain.


(48)

Pengolahan citra bertujuan untuk memperbaiki kualitas citra agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau mesin (dalam hal ini komputer). Teknik-teknik pengolahan citra mentransformasikan citra menjadi citra yang lain. Jadi masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra. Namun citra keluaran mempunyai kualitas lebih baik dari pada citra masukan (Rinaldi Munir, 2004).

Citra adalah kumpulan elemen gambar yang secara keseluruhan merekam suatu adegan melalui media indra visual. Citra dapat dideskripsikan sebagai data dalam dua dimensi dalam bentuk matriks M x N. Citra digital adalah citra dua dimensi yang dapat direpresentasikan dengan fungsi intensitas cahaya yang mana X dan Y menyatakan koordinat spasial. Elemen terkecil dari citra digital disebut dengan image element yaitu piksel.

Citra adalah fungsi dua dimensi dari intensitas cahaya, intensitas ini disebut juga dengan brightnes (tingkat kecerahan). Fungsi citra f (x.y) ditentukan oleh dua komponen yaitu iluminasi dan refleksi sehingga :

f (x,y) = I (x,y) r (x,y)

Gambar 1.1 Iluminisasi Sumber Cahaya

I (x,y) adalah iluminasi yang datang dari sumber cahaya dan r (x,y) adalah koefesien

refeleksi atau transmisi objek, nilai I (x,y) ditentukan oleh sumber cahaya, sedangkan r (x,y) ditentukan oleh karakteristik objek didalam gambar. Nilai r (x,y) = 0 mengindikasikan penerapan total, sedangkan r (x,y) = 1 menyatakan pantulan total. Jika permukaan mempunyai derajat pemantulan nol, maka fungsi intensitas cahaya, f(x,y), juga nol. Sebaliknya, jika


(49)

permukaan mempunyai derajat pemantulan 1, maka fungsi intensitas cahaya sama dengan iluminasi yang diterima oleh permukaan tersebut.

Citra (image) merupakan salah satu komponen multimedia yang mempunyai peranan sangat penting sebagai suatu bentuk informasi visual. Citra mempunyai karakteristik yang tidak dimiliki oleh data teks, yaitu citra kaya dengan informasi. Secara harafiah, citra (image) adalah gambar pada bidang dwimatra (dua dimensi). Ditinjau dari sudut pandang matematis, citra merupakan fungsi menerus (continue) dari intensitas cahaya pada bidang dwimatra. Sumber cahaya menerangi objek, objek memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya tersebut. Pemantulan cahaya ini ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata pada manusia, kamera, pemindai (scanner), dan sebagainya, sehingga objek yang disebut citra tersebut terekam.

Dengan perkembangan komputer dan alat pengambilan gambar secara digital yang semakin berkembang saat ini, sehingga menghasilkan banyak fasilitas untuk melakukan proses pengolahan gambar agar lebih sesuai dengan kebutuhan. Salah satunya adalah deteksi tepi pada gambar, karena dengan menggunakan proses deteksi tepi gambar maka proses pengolahan manipulasi pada gambar akan lebih mudah dilakukan. Deteksi tepi gambar merupakan sebuah proses dimana suatu proses yang menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra yang bertujuan untuk menandai bagian yang menjadi detail citra serta memperbaiki citra yang kabur.

Tujuan dari penulisan ini tidak lain adalah untuk membuat sebuah perbandigan antara masing-masing operator deteksi tepi, manakah yang lebih baik yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan.

1.2 Identifikasi Masalah

Salah satu operasi utama dalam pengolahan citra adalah deteksi tepi (edge detection). Tepi digunakan untuk proses segmentasi dan indentifikasi objek di dalam citra. Idealnya proses deteksi tepi akan menggambarkan bentuk geometris dan membentuk efek relief didalamnya, dari suatu objek dan mengidentifikasi garis - garis yang mendasari objek - objek tersebut.


(50)

Pada penulisan skripsi ini, akan dibuat suatu aplikasi pengolahan citra untuk deteksi edge pada area image. Bagaimana cara menganalisis edge dari penerapan metode edge pada area image tersebut, untuk mendeteksi edge pada area image.

1.3 Pembatasan Masalah

Pada skripsi ini pembahasan akan dibatasi pada permasalahan-permasalahan sebagai berikut : 1. Simulasi dipakai program Delphi saja dari sekian banyak program

2. Perbandingan metode edge pada area image dengan menggunakan tiga metode yaitu : Sobel, Prewitt dan Robert

3. Penelitian ini tidak merancang perangkat kerasnya

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah membahas beberapa metode deteksi edge dan hasil yang didapat pada objek, serta menerapkan metode deteksi edge tersebut kedalam sebuah prosedur program dengan menggunakan komputasi DELPHI

1.5 Kontribusi Penelitian

Kontribusi dari penelitian ini diharapkan dapat memperkaya literature mengenai edge detection. Disamping itu juga dapat diterapkan dari berbagai sektor, umumnya processing

image banyak digunakan oleh pertelevisian, perfilman, periklanan.

1.6 Metodologi Penelitian

Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yaitu : 1. Studi Literatur.


(51)

Dimulai dengan studi kepustakaan yaitu mengumpulkan bahan-bahan refrensi baik dari buku maupun dari artikel, paper, jurnal, makalah dan situs internet mengenai edge

detection. Untuk pembuatan aplikasinya, dan beberapa referensi lainnya untuk

menunjang pencapaian tujuan skripsi.

2. Analisis Masalah.

Pada tahap ini dilaukan analisis terhadap beberapa metode deteksi edge.

3. Pengujian.

Pengujian program dan mencari kesalahan pada program hingga program ini dapat berjalan sesuai dengan yang di rancang.

4. Penyusunan laporan dan kesimpulan akhir.

Pada tahap ini, menyusun laporan hasil analisis dan perancangan kedalam format penulisan skripsi dengan disertai kesimpulan akhir.

1.7 Sistematika Penulisan

Langkah-langkah atau tahapan-tahapan yang ditempuh dalam menyelesaikan penelitian ini adalah :

BAB 1 : PENDAHULUAN

Pada bab ini meneragkan mengenai latar belakang pemilihan judul, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB 2 : LANDASAN TEORI

Pada bab ini meneragkan tentang teori-teori yang mendukung pembahasan bab selanjutnya, yang berhubungan dengan program yang dirancang, serta bahasa pemrograman yang digunakan.

BAB 3 : ANALISIS dan PERANCANGAN APLIKASI

Pada bab ini mengemukakan tentang analisis masalah program yang akan dirancang dan rancangan program yang digunakan dalam penulisan skripsi ini.


(52)

BAB 4 : PERANCANGAN dan IMPLEMENTASI

Pada bab ini mengemukakan tentang hasil implementasi sistem yang dirancang mencakup uji coba sistem, tampilan, serta perangkat yang dibutuhkan, serta analisis sistem yang dirancang untuk mengetahui kelebihan dan kelemahan sistem yang dibuat.


(1)

PENGHARGAAN

Dengan mengucapkan Puji syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dengan limpahan Rahmat dan Karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Sawaluddin, M.IT dan Bapak Drs. Marihat Situmorang, M.Kom selaku Dosen pembimbing I dan II yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama ini kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, serta kepada Bapak Drs. Rosman Siregar, M. Si dan Bapak Drs. James. P Marbun, M.Kom selaku Dosen pembanding yang banyak memberi masukan selama seminar proposal hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Prof. Dr. Tulus, M.Si dan Dra. Mardiningsih, M. Si selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Matematika Fakultas MIPA USU. Terima kasih kepada Bapak Dekan dan Pembantu Dekan FMIPA USU. Bapak dan Ibu Dosen Matematika FMIPA USU, serta semua Staf Pegawai Administrasi Departemen Matematika FMIPA USU.

Skripsi ini juga penulis dedikasikan kepada Ayahanda Drs. H. Adnan Effendy Zainuddin dan Ibunda tercinta Hj. Wildanum dan Abang / Kakak serta keponakan atas dorongan moril kepada penulis. Para sahabat tercinta seperjuangan Ekstensi 09, Oktavianus Barus, Andre Setiawan, Supardi, Oky, Hendra, Azwar Syarif, Bayu Asmara, Azi Rianto dan Rudi Irawan. Teman – teman Guru di Madrasah Tsanawiyah Negeri Kabanjahe dan for some one the best in my heart yang selalu menemani penulis selama perkuliahan dan memberikan dorongan untuk tetap semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan seluruh pihak yang tidak disebutkan namanya yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis ucapkan banyak terima kasih.

Penulis sadar bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Karena itu, penulis dengan ikhlas hati menerima kritik dan saran yang membangun untuk memperbaiki penulisannya. Akhirnya, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Amin

Medan, 2013 Penulis,

Laila Mawaddah 090823002


(2)

ABSTRAK

Metode edge detection akan mendeteksi semua edge atau garis-garis yang membentuk obyek gambar atau image dan akan memperjelas kembali pada bagian-bagian tersebut. Tujuan pendeteksian ini adalah bagaimana agar obyek di dalam image dapat dikenali dan disederhanakan bentuknya dari bentuk sebelumnya. Edge memiliki nilai intensitas yang sangat kontras dibandingkan dengan piksel di sebelahnya (neighborhood). Deteksi tepi bisa menjadi sebuah filter untuk menghilangkan informasi yang tidak dibutuhkan, atau lebih sering disebut sebagai noise atau derau. Dengan deteksi tepi, struktur dari properti atau objek dalam citra tetap dipertahankan. Perancangan sebuah prosedur dengan menerapkan langkah-langkah metode Operator Sobel, Operator Prewitt dan Operator Robert, akan menghasilkan sebuah tampilan image yang berbeda dengan menampilkan efek relief atau efek Sobel didalamnya. Efek relief adalah seperti sebuah tampilan batu kasar yang diukir, yaitu garis-garis kasar yang membentuk sebuah penggambaran obyek didalamnya.

Dalam melakukan pendeteksian tepi dengan menggunakan 3 Operator akan menghasilkan sebuah tepi citra yang berbeda pula. Namun masih memiliki kekurangan dalam pendeteksian tepi pada image, dimana dalam pendeteksian masih terdapat edge yang terputus pada citra, sehingga sulit untuk membedakan bagian dari citra tersebut. Kelebihan dari metode Sobel ini adalah kemampuan untuk mengurangi noise sebelum melakukan perhitungan deteksi tepi sehingga tepi-tepi yang dihasilkan lebih banyak, Operator Robert mampu melakukan perhitungan gradient pada citra 2-D dengan lebih sederhana dan cepat dan Operator Prewitt sebenarnya mirip dengan Sobel karena operator yang digunakan adalah 3x3.

Kata kunci : Deteksi Tepi, Operator Sobel, Operator Prewitt, Operator Robert, Image

Processing, A Sobel Algorithem.


(3)

ABSTRACT

Edge detection methods will detect all edges or lines that form a picture or image object and will clarify the return on these parts. The purpose detection is how to keep the object in the image can be recognized and simplified form of the previous shape. Edge has an excellent contrast intensity values compared to adjacent pixels (neighborhood). Edge detection can be a filter to eliminate information that is not needed, or more commonly referred to as noise or noise. With edge detection, the structure of the property or object in the image is maintained. Designing a procedure by applying the method steps Sobel Operator, Operator and Prewitt Operator Robert, will produce a different image display showing relief or adverse effects Sobel therein. Relief effect is like a rough stone-carved look, the rough lines that form an object representation therein.

In doing edge detection using 3 Operator will produce a different image edges. But still lacks in edge detection on the image, which still exist in the detection of a broken edge in the image, making it difficult to distinguish parts of the image. The advantage of this method is the ability Sobel to reduce noise prior to the calculation of edge detection so that the edges produced more, Operator Robert was able to perform the gradient computation in 2-D image with a more simple and quick and is actually similar to the Prewitt Operator for Sobel operator used is 3x3.

Keywords : Edge Detection, Sobel operator, Prewitt operator, Robert operator, Image Processing, A Sobel Algorithem.


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ... ii

Pernyataan ... iii

Penghargaan ... iv

Abstrak ... v

Abstract ... vi

Daftar Isi... ... vii

Daftar Gambar ... viii

Bab 1 Pendahuluan 1.1Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 3

1.3 Pembatasan Masalah ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Kontribusi Penelitian ... 4

1.6 Metodologi Penelitian ... 4

1.7 Sistematika Penulisan ... 5

Bab 2 Landasan Teori 2.1Pengenalan Citra ... 7

2.2 Elemen Citra ... 11

2.3 Histogram Tingkat Keabuan ... 15

2.4 Konversi Citra True Color Menjadi Citra Keabuan ... 16

2.5 Pengambangan (Thresholding) ... 17

2.6 Representasi Citra ... 18

2.6.1 Konversi Data Double Menjadi Integer ... 20

2.6.2 Konversi Data Integer Menjadi Double ... 21

2.7 Pengolahan Citra ... 21

2.8 Metode Penggambaran ... 22

2.9 Image Processing ... 23

2.10 Operasi Image Processing ... 24

2.11 Deteksi Edge ... 26

2.12 Edge ... 27

2.13 Deteksi Titik ... 28

2.14 Deteksi Garis ... 29

2.15 Tepi Objek ... 29

2.16 Segmentasi ... 30

2.16.1 Segmentasi Citra ... 31

2.16.2 Segmentasi Identifikasi Area Pada Image ... 32


(5)

Bab 3 Analisis dan Perancangan Aplikasi

3.1 Analisis Operator Sobel ... 33

3.2 Analisis Operator Robert ... 35

3.3 Analisis Operator Prewitt ... 36

3.4 Analisis Kualitas Tepi ... 37

3.5 Analisis Citra ... 37

3.6 Analisis Grayscale ... 37

3.7 Analisis Dengan Kompresi ... 38

3.8 Analisis Dengan Treatmen ... 38

3.9 Analisis Dengan Invert ... 38

3.10 Alat dan Bahan Penelitian ... 38

3.10 .1 Alat Penelitian ... 38

3.10. 2 Perancangan dan Pembangunan ... 39

3.11 Proses dan Perancangan Aplikasi ... 39

Bab 4 Pembahasan 4.1Uji Coba ... 42

4.2Pembangunan Aplikasi... 42

4.3Analisis Hasil ... 47

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan ... 49

5.2 Saran ... 49


(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 RBG ... 12

Gambar 2.2 Histogram ... 16

Gambar 2.3 True Color Menjadi Grayscale ... 17

Gambar 2.4 Proses Deteksi Tepi Citra ... 26

Gambar 2.5 Image Segmentation ... 30

Gambar 3.1 Proses Analisis Citra ... 37

Gambar 3.2 Perancangan Tampilan ... 39

Gambar 3.3 Proses Perancangan Aplikasi ... 40

Gambar 4.1 Pembangunan Aplikasi ... 42

Gambar 4.2 Hasil ... 48