Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Dalam Pasal 54 ayat 3 UUPK dikatakan bahwa putusan yang

Sifat penyelesaian sengketa yang cepat, sederhana, dan murah yang memang dibutuhkan oleh konsumen terutama konsumen perorangan yang tampaknya sudah cukup terakomodasi dalam UUPK. 139

C. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Dalam Pasal 54 ayat 3 UUPK dikatakan bahwa putusan yang

dijatuhkan majelis BPSK bersifat final dan mengikat. Walaupun demikian, para pihak yang tidak setuju atas putusan tersebut dapat mengajukan keberatan kepada Pengadilan Negeri untuk diputus. Konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha dan menyelesaikan sengketanya di peradilan umum. Adapun tuntutan dari kedua belah pihak yang tengah bersengketa akan dipenuhi jika memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1. Surat atau dokumen diberikan ke pengadilan adalah diakui atau dituntut salahpalsu 2. Dokumen penting ditemukan dan disembunyikan oleh lawa 3. Penyelesaian dilakukan melalui suatu tipuan pihak dalam investigasi permasalahan di pengadilan. 1. Penyelesaian Melalui Mekanisme Hukum Perdata Dalam bagian ini sengketa konsumen yang dibahas dibatasi pada sengketa perdata. Masuknya suatu sengketaperkara ke depan pengadilan bukanlah karena kegiatan sang hakim, melainkan karena inisiatif dari pihak yang bersengketa dalam hal ini penggugat baik itu pelaku usaha ataupun 139 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Ibid., hal. 78 Universitas Sumatera Utara konsumen. Pengadilan yang memberikan pemecahan atas hukum perdata yang tidak dapat bekerja di antara pihak secara sukarela. 140 Dalam hubungan ini Satjipto Raharjo mengatakan bahwa “pembicaraan mengenai bekerjanya hukum dalam hubungan dengan proses peradilan secara konvensional melibatkan pembicaraan tentang kekuasaan kehakiman, prosedur berperkara dan sebagainya”. 141 Istilah prosedur berperkara didahului dengan pendaftaran surat gugatan di kepaniteraan perkara perdata di pengadilan negeri. Sebelumnya, itu berarti surat gugatan harus sudah dipersiapkan terlebih dahulu secara teliti dan cermat. Dalam kasus perdata di Pengadilan Negeri, pihak konsumen yang diberikan hak untuk mengajukan gugatan. Rumusan Pasal 46 ayat 1 UUPK yang menyatakan bahwa setiap gugatan atas pelanggaran pelaku usaha dapat dilakukan oleh : 142 a. Seorang konsumen yang dirugikan atau ahli waris yang bersangkutan b. Sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama c. Lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang memenuhi syarat, yaitu berbentuk badan hukum atau yayasan, yang dalam anggaran dasarnya menyebutkan dengan tegas bahwa tujuan didirikannya organisasi tersebut adalah untuk kepentingan perlindungan konsumen dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan anggaran dasarnya. 140 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., hal. 175 141 Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Bandung : Angkasa, 1986, hal. 70 dalam Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, Jakarta : Citra Aditya Bakti, 2003 hal. 308-313. 142 Ibid., hal. 177. Universitas Sumatera Utara d. Pemerintah danatau instansi terkait apabila barang danatau jasa yang dikonsumsi atau dimanfaatkan mengakibatkan kerugian materi yang besar danatau korban yang tidak sedikit. Pada klasifikasi kedua huruf b, gugatan dapat dilakukan oleh sekelompok konsumen yang mempunyai kepentingan yang sama. Ketentuan ini harus dibedakan dengan gugatan yang mewakilkan kepada orang lain seperti diatur dalam Pasal 123 ayat 1 HIR. Penjelasan Pasal 46 menyebutkan gugatan kelompok ini dengan istilah class action. Gugatan perwakilangugatan kelompok class action dimungkinkan bagi sejumlah konsumen yang memiliki keluhan-keluhan serupa similar complaints pada suatu saat, daripada menempuh prosesacara yang terpisah satu sama lainnya. 143 Kemudian klasifikasi ketiga huruf c, adalah lembaga swadaya masyarakat dipakai istilah “lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat” yang berkaitan dengan legal standing. Terminologi legal standing terkait dengan konsep locus standiprinsip persona standi judicio the concept of locus standi, yaitu seorang yang mengajukan gugatan harus mempunyai hak dan kualitas sebagai penggugat. Kata seseorang di sini memperluas pada “badan hukum”. Badan hukum rechtspersoon; legal entities; corporation sebagai subjek penggugat ataupun tergugat bukanlah hal yang sama sekali baru. 144 . Jadi, lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat yang dimaksud dengan klasifikasi ketiga di atas harus memenuhi syarat sebagai badan hukum, memiliki Anggaran Dasar yang menyebutkan bahwa organisasi tersebut untuk 143 Yusuf Shofie, Op.Cit., hal. 80 144 Op.Cit., hal. 91-92 Universitas Sumatera Utara kepentingan perlindungan konsumen, dan telah melaksanakan kegiatan sesuai Anggaran Dasar tersebut. Munculnya kemungkinan pengajuan gugatan oleh kelompok class action maupun legal standing setelah munculnya UUPK berlaku memberikan perbedaan dalam hal penyelesaian sengketanya yang dapat diklasifikasikan sebagai penyelesaian sengketa sebelum Tabel 5 dan setelah Tabel 6 UUPK tersebut berlaku. Adapun perbedaannya dapat dilihat pada perbandingan yang dijelaskan melalui tabel-tabel berikut : Universitas Sumatera Utara Tabel 5 Tabel Penyelesaian Sengketa Konsumen Sebelum UUPK Berlaku Sumber : Buku Penyelesaian Sengketa Konsumen Teori dan Praktek Penegakan Hukum oleh Yusuf Shofie 145 145 Op.Cit., hal. 72 JENIS GUGATAN GUGATANSENGKETA PERDATA SURAT GUGATAN PERDATA BIASA SUBJEK GUGATAN Penggugat Konsumen Perorangan 1 org atau lebih Tergugat Pelaku Usaha perorangan atau korporasi 1lebih KUALIFIKASI GUGATAN Gugatan perbuatan melawan hukum, gugatan perbuatan melawan hukum penguasa OOD, gugatan wanprestasi OBJEK GUGATAN Barang danatau jasa TENGGANG WAKTU PENGAJUAN GUGATAN Tidak ada tenggang waktu; yang ada kadaluarsa Buku IV KUH Perdata POSITA GUGATAN Penggugat berkepentingan terhadap objek gugatan Point d’interet, Point d’action; No interest, No Action DASAR HUKUM GUGATAN Di dalam UUPK - Di luar UUPK Ps.1365 BW, Ps.1243 BW, UU Ketenagalistrikan, UU Usaha Perasuransian, UU Perkeretapian, UU Kesehatan, UU Perusahaan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Negara, UU Pers, dsb. PETITUM GUGATAN - penghentian kegiatan - sita jaminan - pembayaran ganti kerugian - permintaan maaf - pembayaran uang paksa dwangsom GUGATAN REKONPENSI diperkenankan Universitas Sumatera Utara Tabel 6 Tabel Penyelesaian Sengketa Konsumen Sesudah UUPK Berlaku Sumber : Buku Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen UUPK Teori dan Praktek Penegakan Hukum oleh Yusuf Shofie 146 146 Op.Cit., hal. 74 JENIS GUGATAN GUGATANSENGKETA PERDATA SURAT GUGATAN CLASS ACTION LEGAL STANDING SUBJEK GUGATAN Penggugat Konsumen perorangan 1 orglebih sbg class representatives mewakili class members Organisasi nonpemerintah OrnopLembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM Tergugat Pelaku usaha perorangan atau korporasi 1lebih Pelaku usaha perorangan atau korporasi 1lebih KUALIFIKASI GUGATAN Gugatan sengketa konsumen, perbuatan melawan hukum, wanprestasi Gugatan sengketa konsumen, gugatan perbuatan melawan hukum OBJEK GUGATAN Barang danatau jasa Barang danatau jasa TENGGANG WAKTU PENGAJUAN GUGATAN Tidak ada tenggang waktu Tidak ada tenggang waktu POSITA GUGATAN Kepentingan yang sama dari setiap konsumen Penggugat berkepentingan langsung; tidak berarti harus sama kerugian yang dialami masing-masing konsumen Kepentingan yang sama dari setiap konsumen Penggugat berkepentingan langsung; tidak berarti harus sama kerugian yang dialami masing-masing konsumen DASAR HUKUM GUGATAN Di dalam UUPK Norma-norma UUPK Norma-norma UUPK Di luar UUPK Ps.1365 BW, Ps.1243 BW, UU Ketenagalistrikan, UU Usaha Perasuransian, UU Perkeretapian, UU Kesehatan, UU Perusahaan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Negara, UU Pers, dsb. Ps.1365 BW, Ps.1243 BW, UU Ketenagalistrikan, UU Usaha Perasuransian, UU Perkeretapian, UU Kesehatan, UU Perusahaan Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi Negara, UU Pers, dsb. PETITUM GUGATAN - pembayaran ganti kerugian - sita jaminan - pembentukan komisi pembayaran ganti kerugian - penghentian kegiatan - permintaan maaf - pembayaran uang paksa dwangsom GUGATAN REKONVENSI GUGATAN BALIK - diperkenankan dalam contoh kasus kenaikan harga elpiji - ternyata diajukan dalam gugatan pelanggaran jam tayang dan isi iklan rokok Universitas Sumatera Utara Klasifikasi penggugat dalam sengketa konsumen yang keempat huruf d adalah Pemerintah danatau instansi terkait. Mereka baru akan menggugat pelaku usaha jika ada kerugian materi yang besar danatau korban yang tidak sedikit. Namun, tidak disebutkan apakah gugatan demikian masih diperlukan jika ada gugatan dari para konsumen, atau dapat dilakukan bersamaan waktunya dengan gugatan dari pihak konsumen yang termasuk klasifikasi-klasifikasi sebelumnya. Ketentuan tersebut sebenarnya berupa penegasan kembali dari ketentuan Pasal 45 ayat 1 UUPK yang menyatakan bahwa “setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha, atau melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum”. Dalam hukum perlindungan konsumen yang dikaitkan dengan aspek perjanjian dalam hukum keperdataan merupakan faktor yang sangat penting, walaupun bukan faktor mutlak yang harus ada. Dalam perjalanan sejarah hukum perlindungan konsumen, pernah ada suatu kurun waktu yang mengangap unsur perjanjian mutlak baru ada lebih dulu, barulah konsumen dapat memperoleh perlindungan yuridis dari lawan sengketanya. 147 Sampai saat ini hukum acara perdata tidak mengisyaratkan perwakilan wajib oleh sarjana hukum verplichte procereurstelling yang telah memiliki kualifikasi tertentu untuk menangani sengketaperkara di pengadilan. 147 Shidarta, Op.Cit., hal. 101 Universitas Sumatera Utara Itu artinya konsumen dapat menangani sengketanya sendiri di pengadilan tanpa bantuan hukum dari kuasa hukum. Sebelum menyusun gugatan, kuasa hukum terlebih dahulu menerima pemberian kuasa dari konsumen untuk memberikan bantuan hukum mewakili kepentingan konsumen di pengadilan. Wujudnya dalam bentuk surat kuasa yang secara jelas dan terperinci menyebutkan untuk apa kuasa itu diberikan surat kuasa khusus. Sebelum menyusun surat gugatan hendaknya dipertimbangkan beberapa hal : 1 Menggali fakta-fakta dari konsumen termasuk siapa saja dari pelaku usaha yang terlibat dalam sengketa tersebut. 2 Mempelajari bukti-bukti yang dimiliki konsumen, termasuk surat-surat dan saksi-saksi. Hasil penelitianpengujian laboratorium untuk komoditas tertentu, seperti makananminuman, otomotifkendaraan, air minum dan listrik sebenarnya dapat membantu mengungkapmembuktikan dalil-dalil gugatan konsumen. 3 Kuasa hukum konsumen hendaknya menggali sejauh mungkin hal-hal apa saja yang sudah dilakukan konsumen, misalnya menyurati pelaku usaha, wawancara dengan media massaelektronik atau menulis surat di media massa. Ini penting guna memperhitungkan kemungkinan adanya gugatan balik berupa pencemaran nama baik dari produsen. 4 Menyangkut kompetensikewenangan mengadili secara absolut maupun kewenangan mengadili secara relatif. Universitas Sumatera Utara Syarat-syarat surat gugatan tidak ditentukan secara limitatif dalam ketentuan hukum acara perdata HIRRBg. Dalam praktik berkembang setidaknya surat gugatan memenuhi beberapa persyaratan berikut ini : 148 a Syarat Formal, meliputi : i. tempat dan tanggal pembuatan surat gugatan ii. pembubuhan materai iii. tanda tangan penggugat sendiri atau kuasa hukumnya b Syarat Substansialmaterial, meliputi : i. identitas penggugatpara penggugat dan tergugatpara tergugat ii. positafundamentum petendi dalil-dalil konkretalasan-alasan yang menunjukkan perikatan berdasarkan perjanjian atau perbuatan melawan hukum guna mengajukan tuntutan iii. petitum hal-hal yang dimohonkan penggugatpara penggugat untuk diputuskan oleh hakimpengadilan Dalam praktik uraian dalam posita menyangkut fakta-fakta hukum uraian mengenai hal-hal yang menimbulkan sengketa, objek sengketaperkara, kualifikasi perbuatan tergugatpara tergugat wanprestasi, perbuatan melawan hukum perbuatan melawan hukum penguasa, uraian mengenai kerugian serta perlunya tindakan untuk menjamin gugatan penggugat sita jaminan bila gugatan penggugat dimenangkan. Mengenai petitumnya, penggugat dapat mengajukan petitum primer dan petitum subsidair. Petitum primer memuat hal-hal pokok yang dimohonkan penggugat 148 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., hal. 179. Universitas Sumatera Utara untuk dikabulkan pengadilan, sedangkan petitum subsidair memberikan kebebasan kepada hakim untuk mengabulkan lain dari petitum primer. Pasal 19 ayat 1 UUPK menentukan “Pelaku usaha bertanggungjawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, danatau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang danatau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”. Gugatan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran atau kerugian yang dialami konsumen akibat ulah pelaku usaha diajukan berdasarkan pelanggaran atas Pasal 19 UUPK, sehingga beban pembuktian ada pada pihak produsen berdasarkan asas tanggung jawab mutlak strict liability. Bila gugatan diajukan berdasarkan atas pelanggaran pelaku usaha terhadap ketentuan- ketentuan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya Pasal 1365 tentang Perbuatan Melawan Hukum dan Pasal 1234 tentang Ingkar Janji, maka pembuktian harus dilakukan oleh konsumen sebagai penggugat, hal ini akan memberatkan konsumen. 149 Jika tidak dipenuhinya perjanjian sesuai Pasal 1234 tersebut akibat lalai memenuhi perjanjian maka pelaku usaha dapat dimintai penggantian biaya, rugi dan bunga oleh konsumen sesuai dengan Pasal 1243 KUHPerdata. Hal ini berkaitan jika pelaku usaha gagal membuktikan tidak adanya unsur kesalahan, maka gugatan ganti rugi penggugat akan dikabulkan dalam hal memiliki alasan yang sah menurut hukum. 149 Abdul Halim Barkatullah, Op.Cit., hal. 81 Universitas Sumatera Utara Adapun bentuk ganti rugi tersebut dapat berupa : 1. Pengembalian uang atau penggantian barang danatau jasa yang sejenis atau setara nilainya atau perawatan 2. Pemberian santunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang berlaku Pasal 19 ayat 2 UUPK. Kedua bentuk ganti rugi di atas tidak bersifat mutlak, maksudnya menunjukkan masih ada bentuk-bentuk ganti rugi lain yang dapat diajukan konsumen kepada pelaku usaha, seperti : keuntungan yang akan diperoleh bila tidak terjadi kecelakaan, kehilangan pekerjaan atau penghasilan untuk sementara atau seumur hidup akibat kerugian fisik yang diderita, dan sebagainya. Kendati hukum perlindungan konsumen dalam banyak aspek erat kaitannya dengan aspek perdata, tetapi hukum perlindungan konsumen tidak semata-mata ada dalam wilayah hukum perdata. Ada aspek-aspek hukum perlindungan konsumen yang berada dalam bidang hukum publik, terutama hukum pidana dan hukum administrasi negara. 150 2. Penyelesaian Melalui Hukum Pidana Dengan hukum publik dimaksudkan hukum yang mengatur hubungan antara negara dan alat-alat perlengkapannya atau hubungan negara dengan perorangan. Termasuk hukum publik dalam kerangka hukum 150 Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hal. 72 Universitas Sumatera Utara konsumen danatau hukum perlindungan hukum konsumen diantaranya adalah hukum administrasi negara dan hukum pidana. 151 Pengaturan hukum positif dalam lapangan hukum pidana secara umum terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP yang berlaku atas unifikasi sejak 1918. Karena perkembangan politik, dengan Undang-Undang No. 73 tahun 1958 tujuan unifikasi tersebut baru dicapai. Hukum pidana sendiri termasuk dalam kategori hukum publik. Dalam kategori ini termasuk pula hukum administrasi negara, hukum acara, dan hukum internasional. Di antara semua aspek hukum publik itu, yang paling banyak menyangkut perlindungan konsumen adalah hukum pidana dan hukum administrasi negara. Pasal 45 ayat 3 UUPK menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa di luar pengadilan tdak menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Sebagaimana juga diketahui bahwa tiap aturan pidana berlaku terhadap setiap orang atau badan usaha yang melakukan tindak pidana di Indonesia. Dalam KUHP tidak disebut kata “konsumen” secara spesifik. Kendati demikian, secara implisit dapat ditarik beberapa pasal yang memberikan perlindungan hukum bagi konsumen, antara lain : 1. Pasal 204 : Barangsiapa menjual, menawarkan, menyerahkan atau membagi-bagikan barang, yang diketahui bahwa membahayakan nyawa atau kesehatan orang, padahal sifat berbahaya itu tidak 151 Mr. N.E. Algra voorzitter, poly yuridisch Zakboekje, Kon, PBNA, Arnhen 1987, hBI110 dalam Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hal. 79 Universitas Sumatera Utara diberitahukan, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun. Jika perbuatan mengakibatkan matinya orang, yang bersalah dikenakan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. 2. Pasal 205 : Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan bahwa barang-barang yang berbahaya bagi nyawa atau kesehatan orang dijual, diserahkan atau dibagi-bagikan, tanpa diketahui sifat berbahayanya oleh yang membeli atau yang memperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah. Jika perbuatan mengakibatan matinya orang, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau kurung paling lama satu tahun. 3. Pasal 359 : Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun LN 1906 No. 1. 4. Pasal 360 : Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka-luka berat, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau kurungan paling lama satu tahun. Barangsiapa karena kealpaannya menyebabkan orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu, diancam dengan pidana Universitas Sumatera Utara penjara paling lama sembilan bulan atau kurungan paling lama enam bulan atau denda paling tinggi tiga ratus rupiah LN 1960 No. 1. 5. Pasal 382 bis : Barangsiapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas debit perdagangan atau perusahaan kepunyaan sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seorang tertentu diancam, jika karenanya dapat timbul kerugian konkiren-konkirennya atau konkiren-konkiren orang lain itu, karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah. 6. Pasal 383 : Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan, seorang penjual yang berbuat curang terhadap pembeli : 1 karena sengaja menyerahkan barang lain daripada yang ditunjuk untuk dibeli, 2 mengenai jenis keadaan atau banyaknya barang yang diserahkan, dengan menggunakan tipu muslihat. 7. Pasal 386 : Barangsiapa menjual, menawarkan atau menyerahkan makanan, minuman, atau obat-obatan yang diketahui bahwa itu palsu, dan menyembunyikan hal itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Bahan makanan, minuman, atau obat-obatan itu dipalsu, jika nilainya atau faedahnya menjadi kurang karena dicampur dengan sesuatu bahan lain. 8. Pasal 390 : Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyiarkan Universitas Sumatera Utara kabar bohong yang menyebabkan harga barang-barang dagangan, dana-dana atau surat-surat berharga menjadi turun atau naik, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan. Selain pelanggaran terhadap pasal-pasal tersebut di atas, masih ada bentuk-bentuk tindak pidana tradisional dalam hubungan pelaku usaha dan konsumen. Yang sering terjadi adalah perbuatan curang yang diatur dalam Pasal 378 sampai Pasal 395 KUHP. Pasal-pasal tersebut mengatur seluruh perbuatan yang merugikan pihak penjual atau pembeli atau pihak ketiga dalam kerangka hubungan hukum jual beli, hutang piutang di bidang asuransi, bidang farmasi, bidang konstruksi bangunan dan bahan-bahan bangunan untuk keperluan tersebut, bidang perdagangan bursa efek dan bidang kepengacaraan. 152 Dalam hukum pidana juga konsumen sering diidentikkan dengan “korban”. Masalah korban bukanlah masalah yang sama sekali baru dalam dunia akademik dan praktek penegakan hukum. 153 Di bidang perlindungan konsumen, tidak jarang sulit menemukan siapa sebenarnya yang menjadi korban pelanggaran norma-norma UUPK, belum lagi penentuan akibat-akibat kebijakan hukum yang ditempuh pada setiap tingkat proses pemeriksaan. 152 Romli Atmasasmita, Bentuk-Bentuk Tindak Pidana yang Dilakukan oleh Produsen pada Era Perdagangan Bebas, Suatu Antisipasif Preventif dan Repsesif dalam Hukum Perlindungan Konsumen, disunting oleh Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyatu, Mandar Maju, 2000, hal. 83. 153 Yusuf Shofie, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, Jakarta : Ghalia Indonesia, 2002, hal. 60. Universitas Sumatera Utara Benjamin Mendelson membuat kategori korban ditinjau dari derajat kesalahan yang dibuat, yaitu : 154 1. Korban yang sama sekali tidak bersalah 2. Korban yang menjadi korban karena kelalaiannya 3. Korban yang sama salahnya dengan pelaku 4. Korban yang lebih bersalah daripada pelaku 5. Korban yang satu-satunya bersalah dalam hal pelaku dibebaskan. Dalam ketentuan Pasal 99 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHAP berbunyi “Putusan mengenai ganti kerugian dengan sendirinya mendapat kekuatan hukum tetap, apabila putusan pidananya juga mendapat kekuatan hukum yang tetap”. Pasal ini memberi arti bahwa jika terdakwa dalam hal ini yang dituntut pelaku usaha, jika dijatuhi putusan bebas oleh pengadilan, maka tidak akan mendapat ganti kerugian apa-apa. Jadi, nasib tuntutan ganti kerugian korban tindak pidana sangat bergantung pada putusan perkara pidana terdakwa. Ganti kerugian yang dikabulkan hanya terbatas pada penggantian biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak ketiga termasuk saksi korban yang dirugikan. Namun setelah berlakunya UUPK, paradigma dan peraturannya berubah. Dengan paradigma baru ini, tanpa diajukannya tuntutan ganti kerugian oleh saksi korban danatau pihak ketiga lainnya yang dirugikan 154 Mardjono Reksodiputro, Kriminologi dan Sistem Peradilan Pidana Kumpulan Karangan Buku Kedua, Jakarta : Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum dh Lembaga Kriminologi Universitas Indonesia, 1995, hal. 73 dalam Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut Undang-Undang Perlindungan Konsumen UUPK Teori Penegakan Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2003, hal. 117. Universitas Sumatera Utara akibat tindak pidana di bidang perlindungan konsumen, Penuntut Umum ketika mengajukan tuntutan pidana dipersidangan dapat mengajukan tuntutan hukuman tambahan berupa pembayaran ganti rugi. Hal ini juga termuat jelas dalam Pasal 63 huruf c UUPK. Dalam hal pemberlakuan sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap UUPK, khusus mengenai sanksi pidananya termuat dalam Pasal 62 dan 63. Sanksi dapat berupa pidana penjara atau denda membayar uang. Pasal 62 ayat 1 mengatakan bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 8, 9, 13 ayat 2, 15, 17 ayat 1 huruf a,b,c, dan e, Pasal 17 ayat 2 dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 dua milyar rupiah. Sedangkan Pasal 62 ayat 2 menyatakan bahwa pelaku usaha yang melanggar ketentuan Pasal 11, 12, 13 ayat 1, Pasal 14, 16, 17 ayat 1 huruf d dan f dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 lima ratus juta rupiah. Sedangkan pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat tetap, atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku. Oleh karena itu terhadap pelanggaran yang belum diatur dalam UUPK maupun undang- undang lain dapat diberlakukan ketentuan-ketentuan dalam KUHP. Di luar KUHP terdapat banyak sekali ketentuan pidana yang beraspekkan perlindungan konsumen. Lapangan pengaturan yang paling luas kaitannya dengan hukum perlindungan konsumen terdapat pada bidang kesehatan. Ketentuan-ketentuan di lapangan hukum kesehatan dapat dikatakan Universitas Sumatera Utara merupakan instrumen hukum yang paling luas namun tidak berarti memadai dalam mengatur hak-hak konsumen dibandingkan dengan lapangan hukum lainnya. 155 Termasuk dalam kelompok ini adalah Undang-Undang No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan, yang berlaku sejak 4 November 1996. selain itu juga dalam pengaturan hak-hak atas kekayaan intelektual intellectual property rights, seperti hak cipta, paten, hak atas merek yang belakangan ini perhatiannya cukup besar dari sudut penerapan sanksinya. Pengakomodasian ini penting karena berbeda dengan lapangan hukum perdata, dalam hukum pidana dikenal larangan melakukan analogi. Konsekuensi lainnya adalah dalam mengartikan perbuatan melawan hukum wederrechtelijke daad di lapangan hukum pidana tidak seluas di hukum perdata. Dalam hukum pidana, upaya konsumen sangat terbatas untuk menuntut hak-haknya jika belum ada peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan sandaran. Dengan demikian, kembali pihak konsumen ditempatkan pada posisi yang tidak menguntungkan. 3. Penyelesaian secara Hukum Administrasi Negara Seperti halnya hukum pidana, hukum administrasi negara adalah instrumen hukum publik yang penting dalam perlindungan konsumen. Sanksi- sanksi hukum acara perdata dan pidana seringkali kurang efektif jika tidak disertai sanksi administratif. 156 Sanksi administratif tidak ditujukan kepada konsumen pada umumnya, tetapi justru kepada pelaku usaha, baik itu produsen maupun para 155 Shidarta, Op.Cit., hal. 114. 156 Ibid., hal. 117. Universitas Sumatera Utara penyalur hasil-hasil produknya. Sanksi administratif berkaitan dengan perizinan yang diberikan Pemerintah RI kepada pelaku usahapenyalur tersebut. Izin adalah suatu persetujuan berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan peraturan perundang-undangan. Perizinan adalah salah satu bentuk pelaksanaan fungsi pengaturan dan bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat. 157 Jika terjadi pelanggaran, izin-izin itu dapat dicabut secara sepihak oleh Pemerintah. Dalam Pasal 60 UUPK, bentuk sanksi administratif telah diperluas, yakni dapat berbentuk penerapan ganti rugi. Pencabutan izin hanya betujuan untuk menghentikan proses produksi dari produsenpenyalur. Produksi di sini harus diartikan secara luas, dapat berupa barang atau jasa. Dengan demikian, dampaknya secara tidak langsung berarti melindungi konsumen pula, yakni mencegah jatuhnya lebih banyak korban. Adapun pemulihan hak-hak korban konsumen yang dirugikan bukan lagi tugas instrumen hukum administrasi negara. Hak-hak konsumen yang dirugikan dapat dituntut dengan bantuan hukum perdata danatau pidana. 158 Campur tangan administratur negara idealnya harus dilatarbelakangi itikad melindungi masyarakat luas dari bahaya. Pengertian bahaya di sini terutama berkenaan dengan kesehatan dan jiwa. Itulah sebabnya, sejak 157 Adrian Sutedi, Hukum Perizinan dalam Sektor Pelayanan Publik, Jakarta : Sinar Grafika, 2010 hal. 35 158 Ibid., hal. 118.. Universitas Sumatera Utara prakemerdekaan peraturan-peraturan tentang produk makanan, obat-obatann, dan zat-zat kimia diawasi secara ketat. Sanksi administratif ini seringkali lebih efektif dibandingkan dengan sanksi perdata atau pidana. Ada beberapa alasan untuk mendukung pernyataan ini : 1. Sanksi administratif dapat diterapkan secara langsung dan sepihak. Dikatakan demikian karena penguasa sebagai pihak pemberi izin tidak perlu meminta persetujuan lebih dahulu dari pihak manapun. Persetujuan, kalaupun itu dibutuhkan, mungkin dari instansi-instansi pemerintah terkait. Sanksi administratif juga tidak perlu melalui proses pengadilan. Memang, bagi pihak yang terkena sanksi ini dibuka kesempatan untuk “membela diri”, antara lain mengajukan kasus tersebut ke pengadilan tata usaha negara, tetapi sanksi itu sendiri dijatuhkan terlebih dahulu, sehingga berlaku efektif. 2. Sanksi perdata danatau pidana acapkali tidak membawa efek “jera” bagi pelakunya. Nilai ganti rugi pidana yang dijatuhkan mungkin tidak sebanding dengan keuntungan yang diraih dari perbuatan negatif produsen. Belum lagi mekanisme penjatuhan putusan itu yang biasanya berbelit- belit dan membutuhkan proses yang lama, sehingga konsumen sering menjadi tidak sabar. Sedangkan untuk gugatan perdata, konsumen juga dihadapkan posisi tawar-menawar yang tidak selalu menguntungkan dibandingkan dengan si pelaku usaha. Universitas Sumatera Utara Walaupun secara teoritis instrumen hukum administrasi negara ini cukup efektif, tetap ada kendala dalam penerapannya. Misalnya, sanksi administratif terhadap perusahaan-perusahaan yang mencemari lingkungan teramat jarang dilakukan. Pemerintah masih mengandalkan inisiatif konsumen untuk mempersalahkannya. Sanksi administratif dijadikan sebagai ultimum remedium, karena dikaitkan dengan pertimbangan tenaga kerja dan perpajakan. Ketentuan hukum administratif, misalnya menentukan bahwa Pemerintah melakukan pengaturan dan pembinaan rumah susun dan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang. 159 Khusus dalam Keputusan Menteri Kesehatan No. 907MENKESSKVII2002 Pasal 11 menyebutkan bahwa : “Setiap Pengelola Penyedia Air Minum yang melakukan perbuatan yang bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Keputusan ini yang dapat mengakibatkan gangguan kesehatan masyarakat dan meugikan kepentingan umum dapat dikenakan sanksi administratif danatau pidana berdasarkan peraturan yang berlaku”. Pemerintah melakukan pembinaan terhadap semua kegiatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan upaya kesehatan. 160 Tindakan administratif dapat dilakukan terhadap tenaga kesehatan danatau sarana kesehatan yang melanggar undang-undang. Dari berbagai peraturan perundang-undangan di atas terlihat bahwa departemen atau lembaga pemerintah menjalankan tindakan administratif berupa pengawasan dan pembinaan terhadap pelaku 159 Pasal 4 ayat 1 dan Pasal 20 ayat 1 Undang-Undang No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun 160 Pasal 73 Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Universitas Sumatera Utara usaha dengan perilaku tertentu dalam melaksanakan perundang-undangan tersebut. 161 161 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Op.Cit., hal. 85-86 Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

Perlindungan Nasabah Kartu Kredit Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

3 72 93

Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Usaha Air Minum Depot (AMD) Isi Ulang Ditinjau Dari Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

3 124 97

TANGGUNGJAWAB PELAKU USAHA DEPOT AIR MINUM BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN DI KOTA PADANG.

0 0 1

Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Di Kota Semarang.

1 4 136

Pelaksanaan Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Di Kota Semarang.

0 1 1

Perlindungan hukum terhadap konsumen dalam mengkonsumsi air minum depot isi ulang ditinjau dari UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 tentang Perlindungan Konsumen - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang - Perlindungan hukum terhadap konsumen dalam mengkonsumsi air minum depot isi ulang ditinjau dari UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 tentang Perlindungan Konsumen - Repository Universitas Bangka Belitung

0 0 20

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KONSUMEN DALAM MENGKONSUMSI IKAN YANG MENGANDUNG ZAT BERBAHAYA FORMALIN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN SKRIPSI

0 0 14

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI KONSUMEN JASA KOLAM RENANG DI KOTA PANGKALPINANG DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 1 18

PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN ATAS DISTRIBUSI AIR PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KOTA PANGKALPINANG DI TINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN

0 0 14