B. Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Untuk mengatasi keberlikuan proses pengadilan, UUPK memberi jalan alternatif dengan menyediakan penyelesaian sengketa di luar
pengadilan.
122
Penyelesaian sengketa kosumen di luar pengadilan diselenggarakan untuk mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi
danatau mengenai tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terjadinya kembali kerugian yang diderita oleh konsumen
123
walaupun tidak akan menghilangkan tanggung jawab pidana sebagaimana diatur dalam undang-
undang. Di dalam Pasal 45 ayat 4 UUPK menyebutkan “jika telah dipilih
upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya itu dinyatakan tidak berhasil oleh
salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.” Ini berarti penyelesaian di pengadilan pun tetap dibuka setelah para pihak gagal
menyelesaikan sengketa mereka di luar pengadilan. Konsumen yang ingin menyelesaikan sengketa konsumen dengan cara non-pengadilan bisa
melakukan alternatif resolusi masalah atau Alternative Dispute Resolution ADR ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK, Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat LPKSM, Direktorat Perlindungan Konsumen di bawah Departemen Perdagangan, atau lembaga-
lembaga lain yang berwenang.
122
Shidarta, Op.Cit., hal.175.
123
Pasal 47 Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia, ADR mempunyai daya tarik khusus karena keserasiannya dalam sistem sosial budaya tradisional berdasarkan
musyawarah mufakat. Beberapa hal di bawah ini merupakan keuntungan yang sering muncul dalam ADR, yaitu :
124
1. sifat kesukarelaan dalam proses ;
2. prosedur yang cepat ;
a keputusan nonyudisial
b kontrol tentang kebutuhan organisasi
c prosedur rahasia confidential
d fleksibilitas dalam merancang syarat-syarat penyelesaian masalah
e hemat waktu
f hemat biaya
g pemeliharaan hubungan
h tingginya kemungkinan untuk melaksanakan kesepakatan
i kontrol dan lebih mudah memperlihatkan hasil
j keputusan bertahan sepanjang waktu
Dalam penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan ini, yang dimaksud dengan ”di luar pengadilan” dapat berupa upaya perdamaian di
antara mereka yang bersengketa dan juga termasuk penyelesaian melalui BPSK.
124
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlidungan Konsumen, Jakarta : Sinar Grafika, 2008, hal. 184.
Universitas Sumatera Utara
1. Penyelesaian Sengketa Secara Damai
Pada prinsipnya dalam setiap tahap proses penyelesaian sengketa, selalu diupayakan pendekatan yang ditempuh untuk menyelesaikannya secara
damai di antara kedua belah pihak yang bersengketa. Perundingan dilakukan secara kekeluargaan atau musyawarah untuk memperoleh
kesepakatan, baik mengenai tehnik maupun penyelesaian sengketa konsumen, demikian juga mengenai bentuk dan besarnya jumlah ganti
rugi, sehingga keputusan yang diambil dapat dalam bentuk win-win solution yang diharapkan dapat memuaskan bagi para pihak yang
bersengketa. Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada pasal 45
ayat 2 UUPK tidak menutup kemungkinan dilakukannya penyelesaian secara damai oleh para pihak yang bersengketa. Yang dimaksud dengan
penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa pelaku usaha dan konsumen tanpa melalui
pengadilan atau BPSK, dan tidak bertentangan dengan UUPK. Penyelesaian sengketa secara damai membutuhkan kemauan dan
kemampuan berunding untuk mencapai penyelesaian sengketa secara damai. Memang sangat diperlukan waktu dan tenaga yang lebih banyak
dalam upaya ini disamping kesabaran. Faktor-faktor internal seperti kepribadian, gengsi atau apa yang disebut kehormatan perlu mendapatkan
perhatian khusus.
125
Dengan penyelesaian sengketa secara damai
125
Az. Nasution, Op.Cit., hal. 224.
Universitas Sumatera Utara
dimaksudkan penyelesaian sengketa antar para pihak dengan atau tanpa kuasapendamping bagi masing-masing pihak melalui cara-cara damai.
Perundingan secara musyawarah danatau mufakat antar para pihak bersangkutan juga.
126
Penyelesaian sengketa dengan cara ini disebut orang pula sebagai penyelesaian secara kekeluargaan.
Dengan penyelesaian sengketa secara damai ini sesungguhnya ingin diusahakan bentuk penyelesaian yang mudah, murah dan relatif cepat.
Dasar hukum penyelesaian tersebut terdapat pula dalam KUHPerdata Indonesia Buku Ke-III, Bab 18, Pasal-pasal 1851-1854 tentang
perdamaiandading dan dalam Pasal 45 Ayat 2 jo.Pasal 47 UUPK. 2.
Penyelesaian Sengketa Melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK.
Penyelesaian sengketa ini adalah penyelesaian sengketa melalui lembaga khusus yang dibentuk oleh Undang-Undang yaitu BPSK. UUPK
membentuk suatu lembaga dalam hukum perlindungan konsumen yaitu, Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK. Pasal 1 angka 11
UUPK menyatakan BPSK adalah ”badan yang bertugas menangani dan menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan konsumen. BPSK
sebenarnya dibentuk untuk menyelesaikan kasus-kasus sengketa konsumen yang berskala kecil dan bersifat sederhana”.
127
Keberadaan BPSK dapat menjadi bagian dari pemerataan keadaan, terutama bagi konsumen yang merasa dirugikan oleh pelaku usaha, karena
126
Ibid., hal. 225.
127
Susanti Adi Nugroho, Proses Penyelesaian Sengketa Konsumen Ditinjau dari Hukum Acara Serta Kendala Implementasinya, Jakarta : Kencana, 2008, hal. 74.
Universitas Sumatera Utara
sengketa diantara konsumen dan pelaku usaha, biasanya nominalnya kecil sehingga tidak mungkin mengajukan sengketanya di pengadilan karena
tidak sebanding antara biaya perkara dengan besarnya kerugian yang akan dituntut.
128
Pembentukan BPSK sendiri didasarkan adanya kecenderungan masyarakat yang segan untuk beracara di pengadilan karena posisi
konsumen yang secara sosial dan finansial tidak seimbang dengan pelaku usaha.
129
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan melalui BPSK bukanlah suatu keharusan untuk ditempuh konsumen sebelum pada akhirnya sengketa
tersebut diselesaikan melalui lembaga peradilan. Walaupun demikian, hasil putusan BPSK memiliki suatu daya hukum yang cukup untuk
memberikan shock terapy bagi pelaku usaha yang nakal, karena putusan tersebut dapat dijadikan bukti permulaan bagi penyidik. Ini berarti
penyelesaian sengketa melalui BPSK tidak menghilangkan tanggung jawab pidana menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Untuk mengakomodasi kewenangan yang diberikan oleh UUPK kepada BPSK selaku lembaga yang bertugas menyelesaikan persengketaan
konsumen di luar pengadilan, UUPK memberikan kewenangan kepada BPSK untuk menjatuhkan sanksi administratif bagi pelaku usaha yang
melanggar larangan-larangan tertentu yang dikenakan bagi pelaku usaha.
128
Indah Sukmaningsih, “Harapan Segar dari Kehadiran Undang-Undang Perlindungan Konsumen”, Kompas, 20 April 2000, Sumber : Kumpulan kliping Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia.
129
Sularsi, Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam UU Perlindungan Konsumen dalam Lika-Liku Perjalanan Undang-Undang Perlindungan Konsumen, Jakarta : Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia, 2001, hal. 86-87.
Universitas Sumatera Utara
Sanksi administratif atas pelanggaran itu oleh pelaku usaha adalah meliputi :
130
a. Menjatuhkan sanksi ganti rugi atas poduk yang merugikan konsumen ;
memberikan perawatan kesehatan danatau santunan pihak kepada korban konsumen. Pasal 19 Ayat 2 dan 3 UUPK
b. Menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan periklanan yang merugikan
individu atau masyarakat Pasal 20 UUPK c.
Menjatuhkan sanksi bagi pelaku usaha yang memproduk barang yang pemanfaatannya lebih satu tahun tetapi tidak atau lalai menyediakan
suku cadang Pasal 25 Ayat 2 huruf a UUPK
d. Menjatuhkan sanksi bagi pelaku usaha yang memproduk barang yang
pemanfaatannya lebih satu tahun tetapi tidak memenuhi atau gagal memberikan jaminan garansi sesuai perjanjian Pasal 25 Ayat 2
huruf b UUPK
e. Menjatuhkan sanksi bagi pelaku usaha yang memproduk jasa servis
yang tidak memenuhi jaminan garansi sesuai perjanjian Pasal 26 UUPK
BPSK dalam memutuskan pelaksanaan atau penetapan eksekusinya harus
meminta keputusan dari pengadilan.
131
Dasar hukum pembentukan BPSK adalah UUPK yaitu dalam Pasal 49 ayat 1 UUPK jo Pasal 2 Kepmenperindag No. 350MPPKep122001
mengatur bahwa di setiap kota atau kabupaten harus dibentuk BPSK.
132
K
ehadiran BPSK pada tahun 2001 yaitu dengan adanya Keputusan Presiden No. 90 Tahun 2001 tentang pembentukan BPSK pada Pemerintah
Kota Medan, Palembang, Jakarta Pusat Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Malang dan Makassar.
133
Selanjutnya dalam Keputusan Presiden No. 108 Tahun 2004 dibentuk lagi BPSK di 7 tujuh
130
Seri Mughni Sulubara, “Peranan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK dalam Menyelesaikkan Masalah Antara Konsumen dengan Pelaku Usaha ditinjau dari Aspek
Hukum Perdata”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, 2008, hal. 88.
131
Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Op.Cit., hal. 74
132
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hal. 75
133
Keputusan Presiden No. 90 Tahun 2001, LN No. 105 Tahun 2001
Universitas Sumatera Utara
kabupaten berikutnya di Kota Kupang, Kota Samarinda, kota Sukabumi, kota Bogor, kota Kediri, kota Mataram, kota Palangkaraya dan pada
kabupaten Kupang, kabupaten Belitung, kabupaten Sukabumi, kabupaten Bulungan, kabupaten Serang, kabupaten Ogan Komering Ulu, dan
kabupaten Jeneponto.
134
Terakhir pada 12 Juli 2005 dengan Keputusan Presiden No. 18 Tahun 2005 yang membentuk BPSK di kota Padang,
kabupaten Indramayu, kabupaten Bandung, dan kabupaten Tangerang. BPSK dibentuk di setiap daerah Tingkat II Pasal 49. Dalam upaya untuk
memudahkan konsumen menjangkau BPSK maka dalam keputusan presiden tersebut, tidak dicantumkan pembatasan wilayah yurisdiksi
BPSK, sehingga konsumen dapat mengadukan masalahnya pada BPSK mana saja yang dikehendakinya.
BPSK dibentuk untuk menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan Pasal 49 ayat 1, dan Badan ini mempunyai anggota-anggota
dari unsur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha. Setiap unsur tersebut berjumlah 3 tiga orang atau sebanyak-banyaknya 5 lima orang yang
kesemuanya diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Keanggotaan Badan ini terdiri dari ketua merangkap
anggota, wakil ketua merangkap anggota, dan anggota dengan dibantu oleh sebuah sekretariat Pasal 50 jo. 51.
Tugas dan wewenang BPSK meliputi :
135
134
Keputusan Presiden No. 108 Tahun 2004, LN. No. 145 Tahun 2004
135
Pasal 52 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Universitas Sumatera Utara
a. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengeketa konsumen,
dengan cara melalui mediasi, arbitrasi atau konsiliasi; Tiga tata cara penyelesaian ini juga dapat dilakukan jika penyelesaian
sengketa secara damai tidak dapat dilakukan. Tiga tata cara ini juga termuat dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan
Nomor 350MPPKep122001 sebagai berikut :
136
1 Konsiliasi
Pasal 1 angka 9 dalam kepmen tersebut menjelaskan bahwa konsiliasi adalah, “proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan
dengan perantaraan BPSK untuk mempertemukan pihak yang bersengketa, dan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak”.
Penyelesaian dengan cara ini dilakukan sendiri oleh para pihak yang bersengketa dengan didampingi oleh majelis yang bertindak pasif
sebagai konsiliator. 2
Mediasi Penyelesaian sengketa dengan cara mediasi berdasarkan Pasal 1 angka
10 menjelaskan bahwa mediasi merupakan, “proses penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan dengan perantaraan BPSK
sebagai penasihat dan penyelesaiannya diserahkan kepada para pihak”. Penyelesaian dengan cara ini dilakukan sendiri oleh para pihak yang
bersengketa dengan didampingi oleh majelis yang aktif.
136
Happy Susanto, Op.Cit, hal. 78-79
Universitas Sumatera Utara
3 Arbitrase
Berbeda dengan konsiliasi dan mediasi, berdasarkan Pasal 1 angka 11 arbitrasi adalah, “proses penyelesaian sengketa konsumen di luar
pengadilan yang dalam hal ini para pihak yang bersengketa menyerahkan sepenuhnya penyelesaian kepada BPSK”. Dalam cara
arbitrase, badan atau majelis yang dibentuk BPSK bersikap aktif dalam mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa jika tidak tercapai kata
sepakat di antara mereka. Cara pertama yang dilakukan oleh badan ini memberikan penjelasan kepada pihak-pihak yang bersengketa perihal
perundang-undangan yang berkenaan dengan hukum perlindungan konsumen. Lalu, masing-masing pihak yang bersengketa diberikan
kesempatan yang sama untuk menjelaskan apa saja yang dipersengketakan. Nantinya, keputusan yang dihasilkan dalam
penyelesaian sengketa ini adalah menjadi wewenang penuh badan yang dibentuk BPSK tersebut.
b. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen
c. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku
d. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran
ketentuan dalam undang-undang ini e.
Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan
konsumen.
Universitas Sumatera Utara
f. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan
konsumen g.
Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen
h. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, danatau setiap orang
yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap undang-undang ini i.
Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf g dan
huruf h yang tidak bersedia memenuhi panggilan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
j. Mendapatkan, meneliti danatau menilai surat dokumen, atau alat bukti
lain guna penyelidikan danatau pemeriksaan k.
Memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen
l. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan
pelanggaran terhadap perlindungan konsumen. m.
Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini.
Berdasarkan tugas dan wewenang tersebut maka dengan demikian, terdapat 2 dua fungsi strategis dari BPSK :
137
137
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hal. 83-84
Universitas Sumatera Utara
a. BPSK berfungsi sebagai instrumen hukum penyelesaian sengketa di
luar pengadilan alternative dispute resolution, yaitu melalui konsiliasi, mediasi dan arbitrase.
b. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku one-
sided standard form contract oleh pelaku usaha Pasal 52 butir c UUPK.
Dalam menyelesaikan sengketa konsumen dibentuk Majelis yang terdiri dari sedikitnya 3 tiga anggota dibantu oleh seorang panitera Pasal 54
Ayat 1 dan 2. Putusan yang dijatuhkan Majelis BPSK bersifat final dan mengikat Ayat 3 Pasal 54. BPSK wajib menjatuhkan putusan selama-
lamanya 21 dua puluh satu hari sejak gugatan diterima Pasal 55. Keputusan BPSK itu wajib dilaksanakan pelaku usaha dalam jangka waktu 7 tujuh hari
setelah putusan diterimanya, atau apabila ia keberatan dapat mengajukan kepada Pengadilan Negeri dalam jangka waktu 14 empat belas hari.
Pengadilan yang menerima keberatan pelaku usaha memutus perkara tersebut dalam jangka waktu 21 dua puluh satu hari sejak diterimanya keberatan
tersebut. Selanjutnya kasasi pada putusan pengadilan negeri ini diberi peluang 14 empat belas hari untuk mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung.
Keputusan Mahkamah Agung wajib dikeluarkan dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari sejak permohonan kasasi Pasal 58. Sedangkan jika para pihak
menerima putusan BPSK, maka ia diberi waktu 7 hari untuk melakukan eksekusi sejak menerima putusan itu.
Universitas Sumatera Utara
Dalam menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen BPSK
membentuk majelis, dengan jumlah anggota yang harus berjumlah ganjil, yaitu terdiri dari sedikit-dikitnya 3 tiga orang yang mewakili semua unsur
pemerintah, konsumen dan pelaku usaha, dan dibantu oleh seorang panitera. Adapun syarat-syarat menjadi anggota BPSK yang diangkat dan diberhentikan
oleh ketetapan menteri adalah warga negara RI, berbadan sehat, berkelakuan baik, tidak pernah dihukum karena kejahatan, memiliki pengetahuan dan
pengalaman di bidang perlindungan konsumen dan berusia minimal 30 tiga puluh tahun. Menurut ketentuan pasal 54 ayat 4, ketentuan teknis dari
pelaksanaan tugas majelis BPSK yang akan menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen akan diatur tersendiri oleh Menteri Perindustrian dan
Perdagangan. Yang jelas BPSK diwajibkan untuk menyelesaikan sengketa konsumen yang diserahkan kepadanya dalam jangka waktu 21 dua puluh
satu hari terhitung sejak gugatan diterima oleh BPSK. Lembaga penyelesaian di luar pengadilan, yang dilaksanakan melalui
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK ini memang dikhususkan bagi konsumen perorangan yang memiliki perselisihan dengan pelaku usaha
yang dalam hal ini adalah antara pelaku usaha depot air minum isi ulang dengan konsumen air minum isi ulang. Berdasarkan data dari BPSK Kota
Medan dan informasi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Cabang Medan menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada kasus yang masuk pada
instansi tersebut mengenai pelanggaran yang terjadi yang berkaitan dengan air minum depot isi ulang baik mengenai kualitas air dan izin pendiriannya
Universitas Sumatera Utara
depotnya. Hal ini terjadi karena belum adanya pengaduan dari konsumen yang dirugikan kepentingannya danatau pengawasan yang kurang baik oleh
pemerintah ataupun instansi terkait yang memiliki kewenangan. Yang ada hanya sebagai perbandingan kasus yang mirip mengenai air minum dalam
kemasan. Adapun sebagai bentuk penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan air minum kemasan galon yang telah berhasil diselesaikan BPSK
kota Medan dengan jalan Arbitrasi terlampir dalam Putusan BPSK Kota Medan No : 15BPSK-MDN2007 lampiran dimana dalam kasus
dimenangkan oleh pihak konsumen yang dirugikan haknya karena air yang dijual oleh pelaku usaha ternyata tidak memenuhi persyaratan kualitas air
minum dan diuji test laboratorium langsung oleh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan BPPOM di kota Medan.
Di samping bertugas menyelesaikan masalah sengketa konsumen, BPSK juga bertugas memberikan konsultasi perlindungan konsumen. Bentuk
konsultasinya sebagai berikut :
138
1. Memberikan penjelasan kepada konsumen atau pelaku usaha tentang
hak dan kewajibannya masing-masing. 2.
Memberikan penjelasan tentang bagaimana menurut ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh konsumen dan juga pelaku usaha.
3. Memberikan penjelasan tentang bagaimana memperoleh pembelaan
dalam hal penyelesaian sengketa konsumen. 4.
Memberikan penjelasan tentang bagaimana bentuk dan tata cara penyelesaian sengketa konsumen.
138
Seri Mughni Batubara, Op.Cit., hal. 92
Universitas Sumatera Utara
Sifat penyelesaian sengketa yang cepat, sederhana, dan murah yang memang dibutuhkan oleh konsumen terutama konsumen perorangan yang
tampaknya sudah cukup terakomodasi dalam UUPK.
139
C. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Dalam Pasal 54 ayat 3 UUPK dikatakan bahwa putusan yang