adalah mengurangi kadar air dengan cara dehidrasi. Pada pengeringan bahan makanan ini, terdapat 2 tingkat kecepatan penghilangan air. Pada awal pengeringan,
kecepatan jumlah air yang hilang per satuan waktu tetap, kemudian akan terjadi penurunan kecepatan penghilangan air per satuan waktu. Hal ini berhubungan
dengan jenis air yang terikat dalam bahan Winarno, 1989.
2.2 Air dalam Mie Instant
Persyaratan mutu SNI tentang mie instant meliputi keadaan tekstur, aroma, rasa, warna normaldapat diterima; benda asing tidak ada; kadar air proses
penggorengan maksimal 10,0 bb, proses pengerigan maksimal 14,5 bb; kadar protein mi dari terigu minimal 8,0, mi dari bukan terigu minimal 4,0
bb bilangan asam maksimal 2 mg KOHg minyak SNI, 2000. Sedangkan
menurut Quality Control di PT. Indofood kadar air maksimal dalam mie instant adalah 3,5.
2.3 Kerusakan Mikroorganisme Karena Pemanasan
Pengaruh panas dari yang mematikan terhadap mikroorganisme digunakan untuk mengawetkan makanan lama sebelum pembusukan makanan oleh
mikroorganisme ditemukan oleh Nicholas apert dalam tahun 1810. Kebanyakan makanan yang diolah dengan pemanasan dianggap telah steril secara komersial
yaitu makanan telah diproses dengan pemanasan untuk membinasakan semua mikroorganisme yang mampu mengakibatkan kerusakan pada kondisi penyimpanan
yang normal. Banyak makanan yang diolah dengan pemanasan mengandung
Universitas Sumatera Utara
organisme-organisme yang masih hidup seperti spora-spora bakteri thermofilik dan menyebabkan sifat-sifat organoleptik dan gizi makanan biasanya rusak, maka
perlakuan panas pada yang makanan untuk mencapai sterilisasi komersial atau pasteurisasi komersial hanya sampai tingkat yang dibutuhkan Buckle, 1985.
Mikroorganisme membutuhkan air untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkannya. Jika kadar air pangan dikurangi, pertumbuhan
mikroorganisme akan diperlambat dan Pengeringan akan menurunkan tingkat aktivitas air Syamsir, 2008.
2.4 Penentuan kadar Air
Penetapan kandungan air dapat dilakukan dengan beberapa cara. Hal ini tergantung pada sifat bahannya. Pada umumnya penentuan kadar air dilakukan
dengan mengeringkan bahan dalam oven pada suhu 105 − 110
o
C selama 3 jam atau sampai didapat berat yang konstan. Selisih berat sebelum dan sesudah pengeringan
adalah banyaknya air yang diuapkan. Untuk bahan-bahan yang tidak tahan panas, seperti bahan berkadar gula tinggi, minyak, daging, kecap, dan lain-lain pemanasan
dilakukan di dalam oven vakum dengan suhu yang lebih rendah. Kadang-kadang pengeringan dilakukan tanpa pemanasan, bahan dimasukkan dalam eksikator
dengan H
2
SO
4
pekat sebagai pengering, hingga mencapai berat yang konstan. Penentuan kadar air dari bahan-bahan yang kadar airnya tinggi dan mengandung
senyawa-senyawa yang mudah menguap volatile seperti sayuran dan susu, menggunakan cara destilasi dengan pelarut tertentu, misalnya toluen, xilol, dan
heptana yang berat jenisnya lebih rendah daripada air. Contoh sample dimasukkan
Universitas Sumatera Utara
dalam tabung bola flask, kemudian dipanaskan. Air dan pelarut menguap, diembunkan, dan jatuh pada tabung Aufhauser yang berskala. Air yang mempunyai
berat jenis lebih besar ada dibagian bawah, sehingga jumlah air yang diuapkan dapat dilihat pada skala tabung Aufhauser tersebut. Untuk bahan pangan kadar gula
tinggi, kadar airnya dapat diukur dengan menggunakan refraktometer di samping menentukan padatan terlarutnya pula. Dalam hal ini, air dan gula dianggap sebagai
komponen-komponen yang mempengaruhi indeks refraksi Winarno, 1984. Di samping cara-cara fisik, ada pula cara-cara kimia untuk menentukan
kadar air. Mc Neil mengukur kadar air berdasarkan volume gas asetilen yang dihasilkan dari reaksi kalsium karbida dengan bahan yang akan diperiksa. Cara ini
dipergunakan untuk bahan-bahan seperti sabun, tepung, kulit, bubuk biji panili, mentega, dan sari buah. Karl Fischer pada tahun 1935 menggunakan cara
pengeringan berdasarkan reaksi kimia air dengan titrasi langsung dari bahan basah dengan larutan iodin, sulfur dioksida, dan piridina dalam metanol. Perubahan warna
menunjukkan titik akhir titrasi Sudarmadji, 1989; Winarno, 1984. Menurut Sudarmadji 1989, kadar air dalam bahan makanan dapat
ditentukan dengan berbagai cara antara lain: metode pengeringan, metode destilasi, metode kimia, metode fisis dan lain-lain.
2.4.1 Penentuan Kadar Air Cara Pengeringan
Prinsipnya menguapkan air yang ada dalam bahan dengan jalan pemanasan menggunakan oven lihat lampiran 2 hal 23. Kemudian menimbang bahan sampai
Universitas Sumatera Utara
berat konstan yang berarti semua air sudah diuapakan. Cara ini relatif mudah dan murah Sudarmadji, 1989.
Kelemahan cara ini adalah: −
Bahan lain di samping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama dengan uap air misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri dan lain-lain.
− Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat
mudah menguap lain. Contoh gula mengalami dekomposisi atau karamelisasi, lemak mengalami oksidasi dan sebagainya.
− Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit
melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan. Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi yang
menyebabkan terbentuknya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum. Dengan
demikian akan dipeoleh hasil yang lebih mencerminkan kadar air yang sebenarnya Sudarmadji, 1989.
Untuk bahan-bahan yang mempunyai kadar gula tinggi, pemanasan dengan suhu 100
o
C dapat mengakibatan terjadinya pergerakan pada permukaan bahan. Suatu bahan yang telah mengalami pengeringan ternyata lebih bersifat higroskopis
daripada bahan asalnya. Oleh karena itu selama pendinginan sebelum penimbangan, bahan selalu ditempatkan dalam ruang tertutup yang kering misalnya
dalam eksikator atau desikator yang telah diberi zat penyerap air. Penyerap airuap air ini dapat menggunakan kapur aktif; asam sulfat; silika gel; aluminium oksida;
kalium klorida; kalium hidroksida; kalium sulfat atau barium oksida. Silika gel
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan sering diberi warna guna memudahkan apakah bahan tersebut sudah jenuh dengan air atau belum. Bila sudah jenuh akan berwarna merah muda
dan bila dipanaskan menjadi kering berwarna biru Sudarmadji, 1989.
2.4.2 Penentuan Kadar Air Cara Destilasi
Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air dengan “pembawa” cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi daripada air dan
tidak dapat campur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih rendah daripada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain: toluen, xilem, benzen,
tetrakhlorethilen dan xilol. Cara penentuannya adalah dengan memberikan zat kimia sebanyak 75 – 100 ml pada sampel yang diperkirakan mengandung air
sebanyak 2 – 5 ml, kemudian dipanaskan sampai mendidih. Uap air dan zat kimia tersebut diembunkan dan ditampung dalam tabung penampung. Karena berat jenis
air lebih besar daripada zat kimia tersebut maka air akan berada dibagian bawah pada tabung penampung. Bila pada tabung penampung dilengkapi skala maka
banyaknya air dapat diketahui langsung. Alat yang dipakai sebagai penampung ini antara lain tabung strak dean dan sterling bidwell atau modifikasinya Sudarmadji,
1989. Cara destilasi ini baik untuk menentukan kadar air dalam zat yang
kandungan airnya kecil yang sulit ditentukan dengan cara thermogravimetri. Penentuan kadar air cara ini hanya memerlukan waktu ± 1 jam. Dengan cara
destilasi terjadinya oksidasi senyawa lipid maupun dekomposisi senyawaan menjadi gula dapat dihindari sehingga penentuannya lebih tepat. Untuk bahan yang
Universitas Sumatera Utara
mengandung gula dan protein yang tinggi sering ditambahkan serbuk asbes ke dalam bahan. Hal ini untuk mencegah terjadinya superheating yang dapat
menimbulkan dekomposisi bahan tersebut. Untuk memperluas permukaan kontak dengan cairan kimia yang digunakan untuk memperlancar terjadinya destilasi dapat
ditambahkan tanah diatomen pada bahan yang telah ditumbuk halus sebelum destilasi Sudarmadji, 1989.
2.4.3 Metode Kimiawi
Ada beberapa cara penentuan kadar air dalam bahan secara kimiawi yaitu antara lain:
2.4.3.1 Cara Titrasi Karl Fischer 1935
Cara ini adalah dengan menitrasi sampel dengan larutan iodin dalam metanol. Reagen lain yang digunakan dalam titrasi ini adalah sulfur dioksida dan
piridin. Metanol dan piridin digunakan untuk melarutkan iodin dan sulfur dioksida agar reaksi dengan air menjadi lebih baik. Selain itu piridin dan metanol akan
mengikat asam sulfat yang terbentuk sehingga akhir titrasi dapat lebih jelas dan tepat. Selama masih ada air dalam bahan, iodin akan bereaksi, tetapi begitu air
habis, maka iodin akan bebas. Pada saat timbul warna iodin bebas ini, titrasi dihentikan. iodin bebas ini akan memberikan warna kuning coklat. Untuk
memperjelas pewarnaan maka dapat ditambahkan metilin biru dan akhir titrasi akan memberikan warna hijau Sudarmadji, 1989.
Tahapan reaksi yang terjadi dapat dituliskan sebagai berikut: I
2
+ SO
2
+ 2 C
6
H
5
N → C
6
H
5
N. I
2
+ C
6
H
5
N. SO
2
Universitas Sumatera Utara
C
6
H
5
N. I
2
+ C
6
H
5
N. SO
2
+ C
6
H
5
N + H
2
O → 2C
6
H
5
N. HI + C
6
H
5
N. SO C
3 6
H
5
N. SO
3
+ CH
3
OH → C
6
H
5
N HSO
4
CH I
3 2
dengan metilen biru akan berubah warnanya menjadi hijau. Dalam pelaksanaannya titrasi harus dilakukan dengan kondisi bebas dari
pengaruh kelembaban udara. Untuk keperluan tersebut dapat dilakukan dalam ruang tertutup. Cara titrasi Karl Fischer ini telah berhasil dipakai untuk penentuan
kadar air dalam alkohol, ester-ester, senyawa lipida, lilin, pati, tepung gula, madu dan bahan makanan yang dikeringkan. Cara ini banyak dipakai karena memberikan
harga yang tepat dan dikerjakan cepat. Tingkat ketelitiannya lebih kurang 0,5 mg dan dapat ditingkatkan lagi dengan sistem elektroda yaitu dapat mencapai 0,2 mg
Sudarmadji, 1989.
2.4.3.2 Cara Kalsium Karbid
Cara ini berdasarkan reaksi antara kalsium karbid dan air menghasilkan gas asetilin. Cara ini sangat tepat dan tidak memerlukan alat yang rumit. Jumlah
asetilin yang terbentuk dapat diukur dengan berbagai cara: −
Menimbang campuran bahan dan karbid sebelum dan sesudah reaksi ini selesai. Kehilangan bobotnya merupakan berat asetilin.
− Mengumpulkan gas asetilin yang terbentuk dalam ruangan tertutup dan
mengukur volumenya. Dengan volume yang diperoleh tersebut dapat diketahui banyaknya asetilin dan kemudian dapat diketahui kadar air bahan.
Universitas Sumatera Utara
− Dengan mengukur tekanan gas asetilin yang terbentuk jika reaksi dikerjakan
dalam ruang tertutup. Dengan mengetahui tekanan dan volume asetilin dapat diketahui banyaknya dan kemudian dapat diketahui kadar air bahan.
− Dengan menangkap gas asetilin dengan larutan tembaga sehingga
dihasilkan tembaga asetilin yang dapat ditentukan secara gravimetri atau volumetri atau secara kolorimetri.
Reaksi yang terjadi selama pencampuran dapat dituliskan sebagai berikut: CaC
2
+ H
2
O → CaO + C
2
H Tiap 1 grol gas asetilin berasal dari 1 grol air. Volume 1 grol gas asetilin
dianggap sama dengan gas ideal yaitu 22,4 liter. Ketelitiannya tergantung pada pencampuran atau interaksi karbid dengan bahan. Cara tersebut telah berhasil untuk
menentukkan kadar air dalam tepung, sabun, kulit, biji panili, mentega dan air buah. Penentuan kadar air cara ini dapat dikerjakan sangat singkat yaitu berkisar 10
menit Sudarmadji, 1989.
2
2.4.3.3 Cara Asetil khlorida
Penentuan kadar air cara ini berdasarkan reaksi asetil klorida dan air menghasilkan asam yang dapat dititrasi menggunakan basa. Asetil klorida yang
digunakan dilarutkan dalam toluol dan bahan didispersikan dalam piridin Sudarmadji, 1989.
Reaksi yang terjadi dapat dituliskan berikut: H
2
O + CH
3
COCl → CH
3
COOH + HCl
Universitas Sumatera Utara
Cara ini telah berhasil dengan baik untuk penentuan kadar air dalam bahan minyak, mentega, margarin, rempah-rempah dan bahan-bahan yang berkadar air
sangat rendah Sudarmadji, 1989.
2.4.4 Metoda Fisis
Menurut Sudarmadji 1989, ada beberapa cara penentuan kadar air cara fisis ini antara lain:
− Berdasarkan tetapan dielektrikum
− Berdasarkan konduktivitas listrik daya hantar listrik atau resistansi
− Berdasarkan resonansi nuklir magnetik
2.5 Penetapan Susut Pengeringan
Prosedur ini digunakan untuk penetapan jumlah semua jenis bahan yang mudah menguap dan hilang pada kondisi tertentu. Jika dalam monografi susut
pengeringan ditetapkan dengan analisis termogravimetri, gunakan timbangan analitik yang peka Dirjen POM, 1994.
Universitas Sumatera Utara
BAB III METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah: cawanbotol timbang, oven listrik suhu 105
± 2
o
C, neraca analitik pembacaan sampai 0,1 mg, desikator, dan penjepit. Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah: mie instant
indomie, supermie, sakura, dan sarimie.
3.2 Prosedur Kerja
Prosedur yang digunakan sesuai dengan prosedur yang diuraikan di laboratorium PT. Indofood.
− Keringkan cawanbotol timbang beserta tutupnya dalam oven 105 ± 2
o
− Timbang sampai 2,5 gram contoh yang telah disiapkan kedalam botol
timbang C
selama 30 menit, dinginkan dalam desikator kemudian timbang sampai ketelitian 0,1 mg
− Keringkan dalam oven 105 ± 2
o
− Dinginkan dalam desikator selama 30-45 menit botol timbang dalam
keadaan tertutup C selama 3 jam botol timbang dalam
keadaan terbuka
− Timbang botol beserta isinya sampai ketelitian 0,1 mg.
Universitas Sumatera Utara