Tujuan dari penelitian kali ini adalah untuk melihat gambaran hati mencit Mus musculus yang diberi Pb asetat dan Pb asetat dan rosella Hisbiscus sabdariffa
1.2. Rumusan Masalah
Bagaiman gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar mencit yang diberi Pb asetat dan Pb asetat dengan rosella.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar mencit yang diberi Pb asetat 100mgkgBBhari dan Pb asetat 100mgkgBBhari dengan rosella
56mgkgBBhari.
1.3.2. Tujuan Khusus
Mengetahui gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar mencit yang diberi Pb asetat 100 mg kgBB oral hari selama 8 minggu dan Pb asetat 100 mg kgBB
oral hari dengan rosella 56 grkgBBhari
1.4. Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat mengetahui gambaran makroskopis dan mikroskopis hepar mencit setelah pemberian Pb asetat 100 mg kg BB oral hari
selama 8 minggu dan Pb asetat 100 mg kgBB oral hari dengan rosella 56mgkgBBhari.
2. Menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Timbal Pb
2.1.1. Gambaran umum
Timbal atau dikenal sebagai logam Pb dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam
jumlah kecil melalui proses alami. Apabila timbal terhirup atau tertelan oleh manusia dan di dalam tubuh, ia akan beredar mengikuti aliran darah, diserap kembali di dalam
ginjal dan otak, dan disimpan di dalam tulang dan gigi Winarno, 2008. Manusia menyerap timbal melalui udara, debu, air dan makanan. Salah satu
penyebab kehadiran timbal adalah pencemaran udara. Yaitu akibat kegiatan transportasi darat yang menghasilkan bahan pencemar seperti gas CO3, NOx,
hidrokarbon, SO2 yang merupakan bahan logam timah hitam timbal yang ditambahkan ke dalam bahan bakar berkualitas rendah untuk menurunkan nilai oktan
Winarno, 2008.
2.1.2. Sumber pencemaran timbal
Timbal di udara terutama berasal dari penggunaan bahan bakar bertimbal yang dalam pembakarannya melepaskan timbal oksida berbentuk debupartikulat yang
dapat terhirup oleh manusia. Mobil berbahan bakar yang mengandung timbal melepaskan 95 timbal yang mencemari udara di negara berkembang. Sedangkan
dalam air minum, timbal dapat berasal dari kontaminasi pipa, solder dan kran air. Winarno, 2008.
Kandungan timbal dalam air sebesar 15mgl dianggap sebagai konsentrasi yang aman untuk dikonsumsi. Dalam makanan, timbal berasal dari kontaminasi
kaleng makanan dan minuman dan solder yang bertimbal. Kandungan timbal yang tinggi ditemukan dalam sayuran terutama sayuran hijau Winarno, 2008.
2.1.3. Studi toksisitas
Universitas Sumatera Utara
Studi Toksisitas Timbal menunjukkan bahwa kandungan Timbal dalam darah sebanyak 100 mikrograml dianggap sebagai tingkat aktif berdampak pada gangguan
perkembangan dan penyimpangan perilaku. Sedangkan kandungan Timbal 450 mikrograml membutuhkan perawatan segera dalam waktu 48 jam. Lalu, kandungan
Timbal lebih dari 700 mikrograml menyebabkan kondisi gawat secara medis. Untuk kandungan timbal di atas 1.200 mikrograml bersifat sangat toksik dan dapat
menimbulkan kematian pada anak. Kadar Timbal 68 mikrograml dapat menyebabkan anak makin agresif, kurang konsentrasi, bahkan menyebabkan kanker. Winarno,
2008. Hal ini diduga meningkatkan kasus infeksi saluran pernapasan atas ISPA
anak-anak. Timbal yang terserap oleh anak, walaupun dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan gangguan pada fase awal pertumbuhan fisik dan mental yang kemudian
berakibat pada fungsi kecerdasan dan kemampuan akademik. Sistem syaraf dan pencernaan anak masih dalam tahap perkembangan, sehingga lebih rentan terhadap
timbal yang terserap. Pada kadar rendah, keracunan timbal pada anak dapat menyebabkan penurunan IQ dan pemusatan perhatian, kesulitan membaca dan
menulis, hiperaktif dan gangguan perilaku, gangguan pertumbuhan dan fungsi penglihatan dan pergerakan, serta gangguan pendengaran Winarno, 2008.
Pada kadar tinggi, keracunan timbal pada anak dapat menyebabkan: anemia, kerusakan otak, liver, ginjal, syaraf dan pencernaan, koma, kejang-kejang atau
epilepsi, serta dapat menyebabkan kematian. Anak dapat menyerap hingga 50 persen timbal yang masuk ke dalam tubuh, sedangkan dewasa hanya menyerap 10-15 persen.
Anak dapat menyerap tiga kali dosis lebih besar dibandingkan orang dewasa karena memiliki perbandingan permukaan penyerapan dan volume yang lebih besar
Winarno, 2008.
2.1.4. Efek timbal pada hati
Plumbum dapat merangsang signal interselluler antara sel Kupffer dan sel hepatosit yang akan meningkat secara signifikan ditandai dengan rendahnya kadar
lipopolisakarida dan aktivitas proteolitik yang meningkat Milosevic dan Maaier, 2000. Secara umum, efek dari plumbum pada sistem hepatobilier adalah
Universitas Sumatera Utara
mengkatalisa peroksidasi dari asam lemak tak jenuh Yin dan Lin, 1995, mereduksi nitrogenoksida Krocova, dkk., 2000 dan meningkatkan radikal hidroksil Ding, dkk.,
2000. Penelitian yang dilakukan Hariono 2005 melaporkan pemberian Pb asetat
0,5grkgBBoralhari pada tikus dijumpai secara makroskopis, hati dan ginjal nampak pucat pada minggu ke-14 dan 16 dan gambaran histopatologik terlihat degenerasi
hidrofik dari tingkat ringan sampai sedang pada minggu ke-12 sampai minggu ke-16. Epitel tubulus proksimal ginjal terlihat degenerasi, hiperplasi dan kariomegali pada
minggu ke-8, pelebaran lumen tubulus dan simpai Bowman serta adanya benda-benda inklusi dalam inti sel.
Penelitian Sipos, dkk., 2003 pemberian Pb asetat 400mgkgBB selama 5 minggu pada ayam boiler menyebabkan infiltrasi limfosit pada hati dan reaksi
inflamasi berat pada daerah periportal yang menyebabkan sirosis. Menurut Gajawat 2006 pemberian Pb asetat 20mgkgBB intraperitoneal pada
mencit menunjukkan perubahan histopatologi dan biokimia pada hati mencit yang menimbulkan gangguan keseimbangan oksidan dan antioksidan yang menyebabkan
peningkatan oksidatif stres, peningkatan persentase hati yang abnormal, menginduksi lipid proksidase yang dapat merusak membran sel sehingga terjadi perubahan struktur
dan fungsi sel.
2.2.Hepar 2.2.1. Anatomi hepar
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua
sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di
atas organ-organ abdomen. hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan
dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum
dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa
ligamen Anggraini, Dwi Rita, 2008.
Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks
Universitas Sumatera Utara
dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi bila teraba berarti ada pembesaran hepar. Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4 5 tepat di bawah
aerola mammae. Ligamen falciformis membagi hepar secara topografis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri. Anggraini, Dwi Rita, 2008.
2.2.2. Fisiologi hepar
Hati hepar adalah kelenjar besar berwarna merah gelap terletak di bagian atas abdomen sisi kanan. Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang
berbentuk silindris. Hati manusia berisi 50.000 sampai 100.000 lobulus. Lobulus sendiri dibentuk terurama dari banyak lempeng sel hepar. Masing-masing lempeng
hepar tebalnya satu sampai dua sel, dan diantara sel yang berdekatan terdapat kanakuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris di dalam septum fibrosa yang
memisahkan lobulus hati yang berdekatan. Dorland, 2006; Guyton, 1998. Fungsi dasar hati dapat dibagi menjadi 1 fungsi vaskular untuk menyimpan
dan menyaring darah, 2 fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar sistem metabolisme tubuh, dan 3 fungsi sekresi yang berperan membentuk
empedu yang mengalir melalui saluran empedu ke saluran pencernaan. Dalam fungsi vaskularnya hati adalah sebuah tempat mengalir darah yang besar. Hati juga dapat
dijadikan tempat penimpanan sejumlah besar darah. Aliran limfe dari hati juga sangat tinggi karena pori dalam sinusoid hati sangat permeable. Selain itu di hati juga
terdapat sel Kupffer derivat sistem retikuloendotelial atau monosit-makrofag yang berfungsi untuk menyaring darah. Guyton, 1998.
Fungsi metabolisme hati dibagi menjadi metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan lainnya. Dalam metablosime hepar fungsi hati : 1 menyimpan glikogen;
2 mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa; 3 glukoneogenesis; 4 membentuk senyawa kimia penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat.
Dalam metabolisme lemak fungsi hati : 1 kecepatan oksidasi beta asam lemak yang sangat cepat untuk mensuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain; 2 pembentukan
sebagian besar lipoprotein; 3 pembentukan sejumlah besar kolesterol dan fosfolipid, dan 4 penguraian sejumlah besar karbohidrat dan protein menjadi lemak. Dalam
metabolisme protein hati berfungsi : 1 deaminasi asam amino; 2 pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari dalam tubuh; 3 pembentukan protein
plasma; 4 interkonversi diantara asam amino yang berbeda. Guyton, 1998.
Universitas Sumatera Utara
Fungsi sekresi hati membentuk empedu juga sangat penting. Salah satu zat yang dieksresi ke empedu adalah pigmen bilirubin yang berwarna kuning-kehijauan.
Bilirubin aadalah hasi akhir dari pemecahan hemoglobin. Bilirubin merupakan suatu alat mendiagnosis yang sangat bernilai bagi para dokter untuk mendiagnosis penyakit
darah hemolitik dan berbagai tipe penyakit hati Guyton, 1998.
2.2.3. Histologi hepar
Hepar memiliki sangat sedikit jaringan ikat untuk organ yang demikian besar. Terdapat selapis jaringan ikat fibrosa yang menutupinya setebal 70-100
μm yang disebut kapsula Glisson. Ia paling tebal pada porta hepatis dan dari situ jaringan ikat
berlanjut kedalam ruang interlobularis sambil menunjang sistem vaskular, saluran empedu dan pembuluh limfe, membagi hati dalam lobus dan lobulus. Jaringan ikat
interlobularis sulit dilihat sedikit dan tipis, kecuali pada babi memang memiliki jaringan ikat interlobularis yang tebal dan jelas.Kelompok dari arteri, vena,
pembuluhlimfe dan saraf, berikut dengan jaringan ikat penunjangnya, disebut triad portal portal canal, portal area. Delmann Brown, 1992.
Gambar 2.1. Portal canal : Gambaran portal canal triad portal pada lobus hepar. Portal canal terdiri dari : 1 arteri hepatica, 2 vena portal hepatic, 3
pembuluh lymphe dan 4 saluran empedu bile duct. Gartner and Hiatt, Color Textbook of Histology, 2nd edition, Chapter 18.
Komponen struktur utama dari hepar adalah sel hepar atau hepatosit. Hepatosit tersusun berupa lempeng-lempeng yang saling berhubungan dan bercabang
membentuk anyaman tiga dimensi. Hepatosit berbentuk polihedral, intinya bulat terletak ditengah, nukleolus dapat satu atau lebih dengan kromatin yang menyebar.
Sering adanya dua inti, sebagai hasil pembagian yang tidak sempurna dari sitoplasma setelah terjadi pembelahan inti. Sitoplasmanya agak berbutir, tetapi tergantung pada
Universitas Sumatera Utara
perubahan nutrisi serta fungsi seluler. Diantara hepatosit terdapat saluran sempit yaitu kanalikuli biliaris, yang mengalir ke tepi lobulus kedalam duktus biliaris Junqueira,
1995. Hepatosit memiliki enam atau lebih permukaan, dan ada tiga bentuk yang
berbeda : a.permukaan yang berhadapan dengan ruang perisinusoid, dimana pada permukaan bebasnya tumbuh mikrovili, b.permukaan yang berbatasan dengan
kanalikuli biliaris dan c.permukaan yang saling berhadapan antar hepatosit yang bersebelahan dan memiliki gap junction Delmann Brown, 1992.
Hepar mendapat aliran darah ganda. Vena porta membawa darah dari usus dan organ tertentu, sedangkan arteri hepatika dari aorta membawa darah bersih yang
mengandung oksigen. Vena porta dan arteri hepatika bercabang-cabang menuju lobus, disebut arteri atau vena interlobaris, seterusnya bercabang-cabang membentuk arteri
dan vena interlobularis yang terdapat di daerah portal atau segitiga Kiernan. Vena interlobularis memiliki cabang kecil, kadang-kadang disebut vena pembagi yang
merupakan sumbu asinus hati. Venula pendek berasal dari vena pembagi dan berakhir langsung pada sinusoid Delmann Brown, 1992. Sebagian darah dari arteri
interlobularis membentuk pleksus kapiler di daerah portal dan diserap oleh cabang- cabang vena portal. Hanya sebagian kecil darah mencapai sinusoid secara langsung
melalui arteriol yang merupakan cabang dari arteri interlobularis Delmann Brown, 1992.
Sinusoid merupakan pembuluh darah kapiler yang mengisi lobulus, yang membawa darah dari arteri dan vena interlobularis, masuk sinusoid dan menuju vena
sentralis. Arteri dan vena interlobularis didalam lobulus bertemu dalam sinusoid diantara lempeng hati. Susunan percabangan ini menjamin hepatosit memiliki
permukaan yang berhadapan dengan sinusoid yang hanya dibatasi oleh ruang perisinusoid Ruang Disse, merupakan ruang sempit diantara sinusoid dan sel-sel
hepar. Ruang demikian tidak tampak dalam biopsi hepar manusia atau dalam hepar hewan percobaan. Meskipun begitu, keberadaanya kini dapat dipastikan dengan
mikroskop elektron Delmann Brown, 1992; Junqueira, 1995.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Gambaran struktur hati Junqueira, 1995 Dinding sinusoid memiliki banyak celah, karena dindingnya terdiri dari
endotel dan sel-sel makrofag besar dan aktif yang disebut sel Kupffer yang berasal dari monosit. Sel ini terdapat diberbagai tempat sepanjang sinusoid, bahkan sering
mengirim pseudopodia panjang menembus celah endotel atau sel-sel endotel Delmann Brown, 1992 ; Fawcett, 2002.
Endotel pada sinusoid tidak memiliki lamina basalis sehingga menopang langsung pada ujung mikrovili hepatosit. Jadi rongga perisinusoid terbentuk antara
sel-sel hepar dan endotel, sehingga mikrovili dapat terendam dalam plasma darah dan memungkinkan pertukaran langsung bahan-bahan antara darah dan sel-sel hepar.
Disamping mikrovili hepatosit, ruang perisinusoid mengandung serabut retikuler disamping sel perisinusoid atau adiposit. Sel-sel tersebut menyimpan vitamin A dan
terkait dalam fibrinogenesis dengan sintesis kolagen tipe II pada kerusakan hepar Delmann Browen, 1992.
Darah meninggalkan lobulus melalui vena sentralis atau venula hepatika terminalis yang dilapisi oleh endotel dengan lamina basalis serta adventisia tipis, dan
langsung berhubungan dengan sinusoid. Vena sentralis berhubungan dengan vena sublobularis atau vena interkalatus di tepi lobulus. Kedua vena tersebut terdapat
disepanjang basis lobulus, dimana sebagian bergabung membentuk vena penampang collecting vein yang nantinya bergabung menjadi vena hepatika Delmann
Brown, 1992.
2.3. Rosella
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Mengenal rosella
Tanaman Rosella Hibiscus Sabdariffa, adalah tanaman berbentuk perdu yang banyak tumbuh diberbagai belahan dunia seperti Sudan, Meksiko, Jamaika, Brazil,
Panama hingga beberapa negara bagian Amerika dan Australia. Seorang ahli botani asal Belanda menemukan rosella di pulau jawa pada tahun 1576 Devi, 2009.
Rosella Merah mempunyai ciri-ciri bunga berwarna merah, rasanya lebih segar dan cukup asam, warna merah ketika diseduh cukup pekat. Rosella Ungu
mempunyai ciri-ciri bunga berwarna merah keunguan, rasanya segar dan tidak asam Plain,warna merah ketika diseduh pekat Devi, 2009.
2.3.2.Kandungan rosella
Kandungan vitamin dalam bunga rosella cukup lengkap, yaitu vitamin A, C, D, B1, dan B2. Kandungan vitamin C asam askorbat pada bunga rosella diketahui 9
kali lebih banyak dari jeruk sitrus. Vitamin C ini merupakan salah satu antioksidan penting. Hasil penelitian Didah Nurfarida, 2006 mengungkapkan bahwa kandungan
antioksidan pada teh rosella sebanyak 1,7 mmolprolox. Dimana Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan kumis kucing yang antioksidannya teruji klinis meluruhkan batu
ginjal Kelopak bunga rosella juga mengandung flavonoid, gossypetine, hibiscetine,
dan sabdaretine, kalsium, magnesium, beta karoten, fosfor, zat besi, asam organik, asam amino esensial lisin dan arginin, polisakarida, dan omega-3 Widyanto dan
Nelistya, 2009.
2.3.3 Manfaat rosella Yun Ching Chang, seorang peneliti dari Institute of Biochemistry and
Biotechnology, Chung Shan Medical University di Taiwan. Yun Ching Chang menemukan bahwa pigmen alami dari kelopak kering Rosella terbukti efektif dalam
menghambat dan sekaligus mematikan sel kanker HL-60 kanker darah atau leukemia. Pigmen ini jugs berperan dalam proses apoptosis bunuh diri sel kanker.
Maureen Williams, ND, seorang dokter naturopati dari Bastyr University di
Seattle, Amerika Serikat, telah melakukan studi terhadap 70 orang dengan tingkat penyakit hipertensi ringan hingga sedang yang berada dalam kondisi sehat dan tidak
melakukan pengobatan apa pun sejak sebulan sebelum penelitian diujikan. Secara acak, sebagian orang diminta untuk mengonsumsi teh Rosella sebanyak satu setengah
Universitas Sumatera Utara
liter sebelum sarapan setiap hari. Sebagian lagi mengonsumsi 25 mg obat antihipertensi. Setelah empat minggu, ternyata tekanan darah diastolik berkurang
hingga sepuluh angka untuk 79 orang yang mengonsumsi teh Rosella dan 84 pada orang yang mengonsumsi obat antihipertensi.
Khasiat kelopak zuring-sebutan rosela dalam bahasa Belanda-untuk hipertensi dibuktikan Abd Al-Aziz Sharaf dari Sudan Research Unit, Institute of African and
Asian Studies. Seperti dikutip Planta Medical Journal pada 1962, kelopak rosela bersifat hipotensif-antihipertensi-dan antikejang pernapasan. Tiga puluh tujuh tahun
kemudian, sifat antihipertensi itu diuji secara klinis oleh M. Haji Faraji dan A.H. Haji Tarkhani dari Shaheed Beheshti University of Medical Sciences and Health Services,
Teheran, Iran. Sebanyak 54 pasien bertekanan darah tinggi di Tehrans Shariati Hospital dihitung tekanan diastolik dan sistoliknya 15 hari sebelum dan sesudah
pengujian. Pasien diberi konsumsi secangkir teh seduhan 3 kuntum bunga rosela. Setelah 12 hari, nilai sistolik pasien rata-rata turun 11,2, tekanan diastolik turun
10.7. Namun, saat konsumsi rosela dihentikan 3 hari, tekanan sistolik meningkat 7,9; diastolik 5,6. Itu membuktikan rosela memang berkhasiat menurunkan
tekanan darah tinggi. Khasiat antikolesterol diteliti oleh Vilasinee Hirunpanicha, dari Department of
Pharmacology, Faculty of Pharmacy, Mahidol University, Thailand. Periset itu menguji tikus berkolesterol tinggi. Selama 6 minggu, tikus yang dibagi menjadi 3
kelompok itu masing-masing diberi 1.000 mg dan 500 mg rosela per kilogram bobot tubuh, dan air mineral. Hasilnya, serum kolesterol menurun 22 untuk ekstrak rosela
500 mgkg dan 26 untuk 1.000 mgkg bobot. Penurunan juga terjadi pada serum trigliserida sebanyak 33 dan 28 serta serum low density lipoprotein LDL level
sebanyak 22 dan 32. Khasiat oseille rouge-rosela dalam bahasa Perancis-menghambat pertumbuhan
sel kanker telah dibuktikan oleh De-Xing Hou di Jepang. Peneliti Faculty of Agriculture, Kagoshima University, itu menemukan delphinidin 3-sambubioside dan
cyanidin 3-sambubioside, antosianin rosela yang ampuh mengatasi kanker darah alias leukeimia. Cara kerjanya dengan menghambat terjadinya kehilangan membran
mitokondrial dan pelepasan sitokro mitokondria ke sitosol. Antioksidan rosela meredam aksi radikal bebas yang menyerang molekul
tubuh yang mengandung elektron, kata Didah. Jika molekul mengandung elektron seperti guanin DNA terserang, kesalahan replikasi DNA mudah terjadi. Kerusakan
Universitas Sumatera Utara
DNA memicu oksidasi LDL, kolesterol, dan lipid yang berujung pada penyakit ganas seperti kanker dan jantung koroner.
Chau-Jong Wang, dari College of Medicine, Chung Shan Medical University, Taichung, Taiwan menemukan khasiat lain rosela. Hasil penelitiannya ekstrak rosela
kering yang dibuat sirup, melindungi liver tikus setelah diinduksi karbon tetraklorida CCl4, perusak hati. Setelah diberikan 1-5 rosela selama 9 minggu, kerusakan hati
seperti steasis dan fi brosis turun secara signifikan.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
3.2. Variabel dan Definisi Operasional
3.2.1. Variabel independen
a. Pemberian Pb asetat
b. Pemberian Pb asetat dan bunga rosella
3.2.2. Variabel dependen
a. Gambaran makroskopis hati
b.
Gambaran mikroskopis hati
3.2.3. Definisi operasional
a. Pemberian Pb asetat : Pb asetat yang akan diberikan pada mencit dengan dosis
100mgkgBBhari b.
Pemberian Pb asetat dan Bunga rosella : Pb asetat 100mgkgBBhari yang diberikan bersamaan dengan bunga rosella 56mgkgBBhari
Kelompok I kontrol
Kelompok II
Kelompok III Pemberian air
putih
Pb asetat 100mgkgBBhari
Pb asetat 100mg kgBB hari Bunga
rosella56mgkgBBhari Gambaran
makrosmikr oskopis hati
mencit
Universitas Sumatera Utara
c. Gambaran makroskopis hati: gambaran makroskopis yang diamati meliputi warna,
permukaan, dan konsistensi hati. hati yang normal bewarna merah kecoklatan, permukaannya licin dan konsistensinya kenyal Anggraini, 2008.
Kriteria normal bila tidak ditemukan :
1. Perubahan warna
2. Perubahan struktur permukaan
3. Perubahan konsistensi
Derajat kerusakan hati :
= tidak terjadi perubahan +
= bila ditemukan 1 kriteria diatas ++
= bila ditemukan 2 kriteria diatas +++
= bila ditemukan 3 kriteria diatas
d. Gambaran mikroskopis hati:
Pengamatan histologi hati meliputi inti sel, sitoplasma, susunan sel, vena sentralis dan sinusoid. Sedangkan hati yang normal tidak ditemukan
kelainan dalam sitoplasma, susunan sel, vena sentralis dan sinusoid.
Kriteria normal bila tidak ditemukan :
a. Degenerasi lemak b.Halo pada inti sel
c.Vena sentralis dan sinusoid tidak utuh Derajat kerusakan jaringan hati dikuantitatifkan mengikuti metode Budiono
Herwiyanti 2000:
0 = tidak terjadi kerusakan jaringan hepar + = bila ditemukan salah satu kriteria, degenerasi lemak atau halo disekitar inti sel atau
vena sentralis dan sinusoid tidak utuh ++ = bila ditemukan adanya halo disekitar inti sel hepar dan degenerasi lemak
+++ = bila ditemukan adanya halo disekitar inti sel, degenerasi lemak, serta vena sentralis dan sinusoid tidak utuh.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimental murni dengan desain Postest Only Control Group Design. Imron, 2010. Rancangan
penelitian ini dilakukan pada tiga kelompok hewan percobaan mencit putih Mus musculus. Satu kelompok kontrol dan dua kelompok yang diberikan intervensi. Tidak
dilakukan pretest pada seluruh kelompok eksperimen, kelompok eksperimen I langsung diberi paparan Pb asetat, dan pada kelompok eksperimen II bersamaan
diberikan Pb asetat dan rosella .
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi pemeliharaanmencit adalah laboratorium Fakultas Biologi Universitas Sumatera Utara. Pengolahan dan pembuatan preparat mencit dilakukan di
laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera. Waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah selama 8 minggu.
4.3 Populasi Penelitian
Populasi dari penelitian ini adalah mencit jantan umur 6-8 minggu dengan berat badan 30-50gr dan sehat yang ditandai dengan gerakan yang aktif.
4.4 Besar Sampel
Besar sampel yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan rumus Federeer 1963 dalam Anggraini 2008 :
t = kelompok perlakuan tiga kelompok
n = jumlah sampel tiap kelompok
Banyaknya sampel pada penelitiaan ini adalah : t-1 n-1 15
2n-2 15 n 9
t-1 n-1 15
Universitas Sumatera Utara
Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian ini menurut perhitungan di atas adalah 27 mencit dengan masing – masing kelompok perlakuan dengan 9 ekor
mencit. Tapi penulis menimbang aspek biaya dan perawatan mencit yang terlalu besar, memutuskan untuk mengggunakan 12 ekor mencit dengan perincian sebagai
berikut : 1.
K = kelompok kontrol yang diberikan air putih sebanyak 2 ekor mencit selama 8 minggu.
2. P1= kelompok perlakuan Pb asetat 100 mg kg BB hari sebanyak 6 ekor mencit
selama 8 minggu. 3.
P2= kelompok perlakuan Pb asetat 100 mg kg BB hari dan rosella 56 mg kg BB. sebanyak 4 ekor.
4.5 Pelaksanaan Penelitian 4.5.1 Penentuan Dosis Plumbum dan Dosis Rosella