serrulata sendiri adalah 50 dari total penutupan lamun dengan densitas 355
indm
2
Nienhuis et al. 1989 in Kiswara 2010 menemukan bahwa kerapatan tunas lamun per luasan area tergantung pada jenisnya. Jenis lamun yang
mempunyai morfologi besar seperti Enhalus acoroides mempunyai kerapatan yang rendah 140 indm
.
2
indm dibandingkan dengan jenis lamun yang mempunyai
morfologi kecil seperti Halodule uninervis dengan kerapatan yang tinggi 14.800
2
4.1 Kualitas Air dan Substrat
.
Lamun merupakan satu-satunya angiospermae yang mampu beradaptasi untuk hidup di perairan bersalinitas tinggi. Kebutuhan dasar lamun untuk tumbuh
dan berkembang sama dengan kerabatnya yang hidup di darat. Berdasarkan siklus hidupnya, ada empat kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup lamun yaitu
kualitas air laut dan substrat yang sesuai, genangan air laut, serta cahaya matahari Hemminga dan Duarte, 2000. Kualitas air, yang umumnya ditinjau dari
parameter fisika-kimia, seperti cahaya matahari, suhu, salinitas, dan nutrien, akan mempengaruhi proses biokimia dan pertumbuhan lamun Lee et al., 2007.
Lamun merupakan tumbuhan laut yang cepat merespon perubahan lingkungan sehingga jika kondisi habitatnya terdegradasi, maka vegetasi lamun juga akan
mengalami degradasi. Hasil pengukuran kualitas air dan analisis substrat di perairan Pulau
Pramuka dan Pulau Panggang ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa, nilai derajat keasaman pH perairan di Pulau Pramuka dan di Pulau
Panggang adalah 8,12 dan 8,03. Nilai pH tersebut masih dalam batas normal baku
mutu air laut dengan kisaran 7-8,5 KMNLH, 2004. Nilai salinitas perairan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki nilai kisaran yang sama yaitu
berkisar 31-33 ‰, kisaran ini masih dalam batas toleransi kisaran salinitas hidup lamun Tabel 2. Lamun merupakan tumbuhan yang memiliki daya adaptasi yang
tinggi terhadap salinitas mulai dari perairan estuari dengan salinitas 10 ‰ hingga mencapai 45 ‰. Meskipun pada salinitas rendah dan tinggi lamun dapat
mengalami stress dan mati pada salinitas 45 ‰ Hemminga dan Duarte, 2000.
Tabel 2. Hasil pengukuran kualitas air dan analisis substrat
No Parameter
Pulau Pramuka Pulau Panggang
Baku Mutu Air laut KMNLH, 2004
1 Derajat keasaman pH
8,12 8,03
7-8,5 2
Salinitas ‰ 31-33
31-33 33-34
3 Suhu
°
C 30-33
30-33 28-30
4 Oksigen Terlarut mgL
7,45 9,42
5 5
Nitrat mgL 0,19
0,10 0,01
6 Fosfat mgL
0,01 0,01
0,02 7
Arus mdetik 0,10
0,10 -
8 Kecerahan
100 100
- 9
Kedalaman m 0,9
0,45 -
10 Jenis substrat
pasir Pasir
-
Suhu perairan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki kisaran suhu yang sama yaitu berkisar antara 30-33 °C Tabel 2, kisaran suhu tersebut
masih dalam kisaran toleransi hidup lamun terutama di daerah tropis. Kandungan oksigen terlarut di lokasi penelitian ini sebesar 7,45 mgL untuk Pulau Pramuka
dan 9,42 mgL untuk Pulau Panggang Tabel 2. Nilai kandungan oksigen terlarut tersebut termasuk dalam standar baku mutu air laut yaitu di atas 5 mgL
KMNLH, 2004. Salmin 2005 mengatakan bahwa suatu perairan dikategorikan berkondisi baik jika kandungan oksigen terlarut lebih dari 5 ppm.
Nutrien seperti fosfat dan nitrat merupakan parameter yang penting bagi pertumbuhan lamun sebagai unsur hara dalam proses fotosintesis. Kandungan
nitrat di Pulau Pramuka adalah 0,19 mgL, sedangkan di lokasi pengamatan Pulau Panggang memiliki nilai kandungan nitrat sebesar 0,10 mgL Tabel 2.
Kandungan nitrat dari hasil penelitian ini relatif tinggi dibandingkan batas normal baku mutu air laut yaitu 0,01 mgL KMNLH, 2004. Kandungan fosfat di Pulau
Pramuka dan Pulau Panggang memiliki nilai yang sama yaitu sebesar 0,01 mgL Tabel 2, nilai tersebut
relatif rendah dari batas normal baku mutu air laut yaitu 0,02 mgL KMNLH, 2004. Kadar nitrat dan fosfat dari hasil penelitian masih
dalam kondisi aman untuk kehidupan organisme KMNLH, 2004. Kecepatan arus di lokasi pengamatan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang
memiliki kecepatan yang sama yaitu sebesar 0,1 mdetik Tabel 2. Arus pada perairan tersebut relatif tenang dan sedikit turbulensi. Kecepatan arus dipengaruhi
oleh angin dan kedalaman perairan, perairan yang dangkal dan kerapatan lamun yang tinggi dapat memperkecil pergerakan arus Efriyeldi, 2003. Kondisi
perairan yang memiliki arus yang tenang pada umumnya memiliki tingkat kecerahan yang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengukuran kecerahan
pada lokasi pengamatan baik Pulau Pramuka maupun Pulau Panggang yang memiliki tingkat kecerahan sebesar 100 Tabel 2. Kondisi perairan ini relevan
dengan manfaat lamun sebagai stabilisator perairan yang menangkap sedimen, memperlambat pergerakan air dan pada saat yang sama menjadikan air lebih
jernih Thorhaug dan Austin, 1976 in Azkab, 2006. Kecerahan perairan hingga 100 artinya penetrasi cahaya mencapai dasar perairan, kondisi ini merupakan
kondisi yang baik untuk proses fotosintesis lamun. Substrat lamun pada lokasi
penelitian di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki karakteristik yang sama yaitu substrat pasir, hasil ini diperoleh dari fraksinasi tekstur substrat metode
pipet Sudjadi et al., 1971. Karakteristik substrat pasir atau pasir berlumpur merupakan jenis substrat yang sesuai untuk pertumbuhan lamun jenis Cymodocea
rotundata dan Cymodocea serrulata Terrados et al., 1999; Hemminga dan
Duarte, 2000. Kedalaman perairan di lokasi pengamatan Pulau Pramuka adalah 0,9 m
Tabel 2, pada saat surut terendah kondisi lamun masih tetap terendam air. Lokasi pengamatan di Pulau Panggang memiliki kedalaman 0,45 m yang pada
saat surut lamun akan terpapar udara tidak terendam air. Kondisi kedalaman tersebut sesuai dengan habitat lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea
serrulata yang hidup di perairan dangkal Hemminga dan Duarte, 2000.
4.2 Pertumbuhan Lamun 4.2.1 Pertumbuhan panjang