Pertumbuhan dan Produksi Lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

(1)

ABSTRACT

MEGA SARFIKA. Growth and production of Cymodocea rotundata and Cymodocea serrulata at Pramuka Island and Panggang Island, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Under the direction of MUJIZAT KAWAROE and ADRIANI SUNUDDIN.

Growth and production of seagrass of species Cymodocea rotundata and Cymodocea serrulata were conducted at Pramuka Island and Panggang Island, Kepulauan Seribu, using leaf and rhizome marking method. Period of this study in June-July 2011. The data were initiated on June 8, for seagrass marking leaf and rhizome for Cymodocea rotundata at Pramuka Island and for Cymodocea

serrulata at Panggang Island. Studied biological growth parameters were rhizome length and diameter, leaf length, above ground production and below ground production.

Result of the study showed that growth of Cymodocea rotundata faster than Cymodocea serrulata both leaf and rhizome growth. The mean absolute growth of rhizome length for Cymodocea rotundata is 9,36 cm/month and Cymodocea serrulata is 0,75 cm/month. The mean absolute growth of diameter rhizome for Cymodocea rotundata is 0,06 cm/month and 0,02 cm/month for Cymodocea serrulata. Leaf growth of seagrasses mostly be distinguished between new leaves and old leaves. The mean leaf growth of Cymodocea rotundata is 7,10 cm/month for new leaves and 4,97 cm/month for old leaves. The leaf growth of Cymodocea serrulata is 2,94 cm/month for new leaves and 1,64 cm/month for old leaves. The growth rate of new leaves faster than old leaves for both spesies. The leaf growth of Cymodocea rotundata faster than Cymodocea serrulata.

The total production of Cymodocea rotundata is 36,26 gdw/m2/month was acquired from 21,17 gdw/m2/month of above ground production and 15,09

gdw/m2/month of below ground production. Cymodocea serrulata have lower total production is 26,39 gdw/m2/month was acquired from 15,80 gdw/m2/month of above production and 10,59 gdw/m2/month of below ground production. The conclusion of this study showed that the total production of seagrass Cymodocea, above ground production higher than below ground production for both spesies.

Keywords: Growth, Production, Cymodocea, Pramuka Island, Panggang Island, Jakarta


(2)

1.1. Latar Belakang

Lamun memiliki peranan penting bagi kehidupan di laut, sebagai produsen primer serta penyusun habitat dan ekosistem yang menyangga kehidupan dan proses di terumbu karang dan di mangrove atau daratan pantai. Sistem perakaran rhizome lamun dapat menstabilkan sedimen dan daun lamun dapat mengurangi kecepatan arus. Bagi invertebrata kecil dan ikan, padang lamun merupakan tempat berlindung, mencari makan, dan tempat memijah (Hemminga dan Duarte, 2000; Azkab, 2006; Hogarth, 2007).

Lamun berkembang biak secara generatif dan vegetatif. Pertumbuhan rhizome merupakan mekanisme reproduksi vegetatif lamun yang mengatur tingkat formasi dan distribusi spasial tegakan lamun di perairan laut dangkal (Marba dan Duarte, 1998). Selain pertumbuhan lamun, informasi tentang produksi lamun merupakan hal penting yang layak dari ekosistem padang lamun. Lamun

memiliki produksi primer yang tinggi, yang berfungsi sebagai stabilisator daerah pantai dan estuaria (Azkab, 2000).

Pertumbuhan merupakan hal yang terpenting bagi makhluk hidup untuk mendukung eksistensinya di alam. Pertumbuhan lamun dipengaruhi oleh berbagai faktor lingkungan, seperti kualitas perairan, substrat, lokasi lamun, kedalaman, dan cahaya (Hemminga dan Duarte, 2000; Short dan Duarte, 2001). Apabila kondisi lingkungan baik maka pertumbuhan lamun juga akan baik, sebaliknya jika kondisi lingkungan buruk maka pertumbuhan lamun akan terhambat bahkan dapat mengakibatkan kematian. Pengrusakan terhadap lingkungan lamun baik, yang terjadi diakibatkan oleh alam maupun manusia, menyebabkan degradasi ekosistem


(3)

2

padang lamun, yang berdampak pada berkurangnya luas lamun, penutupan dan densitas yang menurun, serta pertumbuhan yang terhambat. Salah satu upaya untuk menanggulangi kerusakan padang lamun yaitu dengan melakukan restorasi dan transplantasi lamun.

Sebelum melakukan restorasi dan transplantasi lamun yang mengalami kerusakan, perlu adanya informasi data terkait pertumbuhan lamun di perairan yang dimungkinkan untuk menjadi lokasi sumber donor lamun. Pengukuran pertumbuhan dan produksi lamun penting untuk dilakukan sebagai informasi dasar yang menjadi pertimbangan dalam melakukan restorasi dan transplantasi lamun (Calumpong dan Fonseca, 2001). Pengukuran pertumbuhan lamun meliputi pengukuran panjang dan diameter rhizome sebagai manifestasi pertumbuhan horizontal dan pengukuran panjang daun sebagai pertumbuhan vertikal. Pengukuran pertumbuhan dan produksi lamun penting untuk dilakukan sebagai informasi dalam pertimbangan untuk melakukan restorasi dan

transplantasi lamun (Calumpong dan Fonseca, 2001). Pengukuran produksi lamun untuk memahami peranan lamun sebagai produsen primer di laut dan memelihara stabilitas produktivitas di daerah pantai dan estuari (Azkab, 2000).

Penelitian terkait pertumbuhan lamun sebelumnya yang pernah dilakukan di Kepulauan Seribu adalah Kiswara (2010) dan Kawaroe et al. (2011).

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah bahwa dalam penelitian ini dilakukan pengukuran pertumbuhan rhizome dan daun sekaligus produksinya, sedangkan penelitian Kiswara (2010) hanya mengukur pertumbuhan dan produksi daun saja. Penelitian Kawaroe (2011) hanya mengukur


(4)

Memperhatikan pentingnya peranan ekosistem lamun di ekosistem pesisir dan estuari, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang komprehensif terkait pertumbuhan dan produksi lamun, baik rhizome maupun daunnya, untuk jenis Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata.

1.2 Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.


(5)

2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Vegetasi Lamun

Lamun (seagrass) adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang seluruh siklus hidupnya terendam di dalam air dan mampu beradaptasi dengan salinitas cukup tinggi. Lamun umumnya hidup pada perairan dangkal di kawasan pesisir dekat terumbu serta mampu hidup hingga kedalaman maksimal 90 meter. Lamun merupakan tumbuhan yang mempunyai pembuluh secara struktur dan fungsinya hampir sama dengan tumbuhan daratan. Secara morfologi lamun juga memiliki akar, batang, daun, bunga dan buah (Azkab, 2006). Larkum et al. (2006) menyebutkan karakteristik lamun yang membuat lamun unik dibandingkan Angiospermae lainnya, yaitu:

1. Hidup di lingkungan muara atau laut, dan di tempat lain. 2. Penyerbukan di dalam air dengan serbuk sari “khusus”.

3. Menghasilkan benih di dalam air yang dapat disebarkan oleh agen biotik maupun abiotik.

4. Memiliki daun khusus dengan sedikit kutikula dan epidermis yang tidak memiliki stomata yang merupakan jaringan utama dalam proses

fotosintesis.

5. Memiliki rhizome yang penting sebagai penahan.

6. Memiliki akar yang mampu hidup dalam kondisi anoksida dan tergantung pada transportasi oksigen dari daun dan rhizome, akar penting dalam transfer nutrisi.

7. Lamun mampu berkembang biak secara generatif (biji) dan vegetatif (Azkab, 2006).


(6)

Tomascik et al. (1997) menguraikan peranan penting lamun sebagai habitat pemeliharaan (nursery ground) bagi spesies komersil seperti udang, ikan dan moluska. Selain itu, lamun juga berperan sebagai penghubung dan

penyangga antara ekosistem mangrove dan ekosistem terumbu karang.

Pentingnya lamun telah terangkum dalam satu set aksioma, yang sering disebut sebagai ‘jasa ekosistem (Costanza et al., 1997). Peranan lamun yang sangat penting antara lain adalah:

1. Lamun merupakan produsen primer yang penting bagi kehidupan di laut. 2. Lamun menyuplai makanan organik untuk berbagai organisme yang

tergantung pada jejaring makanan (food webs).

3. Lamun dapat menstabilkan arus dan sedimen dasar laut.

4. Lamun menyusun dasar laut menjadi sebuah lingkungan yang kompleks dengan menyediakan tempat hidup bagi banyak organisme.

5. Lamun sebagai tempat pemeliharaan (nursery ground) bagi banyak spesies organisme dengan nilai ekonomis penting.

2.1.1. Keragaman vegetasi lamun

Lamun tidak memiliki spesies yang cukup banyak di seluruh dunia, sekitar 50 spesies dalam 12 genera. Lamun diklasifikasikan ke dalam empat famili yaitu Posidoniaceae, Cymodoceaceae, Zosteraceae, dan Hydrocharitaceae (Kuo dan den Hartog, 2006). Sebagian besar spesies lamun lebih banyak terdapat di kawasan tropis dibandingkan di kawasan subtropis, meskipun sebaran lamun tidak terbatas hanya pada daerah tropis atau subtropis saja. Indonesia sebagai negara tropis terdapat tujuh genus lamun dari 12 genus yang ada di dunia yaitu Enhalus, Thalassia dan Halophila dari famili Hydrocharitaceae, serta empat genus lainnya


(7)

6

dari famili Cymodoceaceae yaitu Cymodoceae, Syringodium, Halodule dan Thalassodendron (Kuo dan den Hartog, 2006; Tomascik et al., 1997).

Pada penelitian pertumbuhan dan produksi lamun ini difokuskan pada spesies Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata dari genus Cymodoceae. Genus ini terdiri atas empat spesies yang sebagian besar tersebar di daerah tropis. Keempat spesies tersebut adalah Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Cymodocea nodosa dan Cymodocea angustata. Cymodocea rotundata dan

Cymodocea serrulata memiliki pola distribusi yang terpusat di daerah tropis Barat Indo-Pasifik. Cymodocea nodosa terdapat di kawasan subtropis, khususnya di perairan Mediterania sampai ke Atlantik Utara, Portugal hingga Senegal. Spesies yang keempat yaitu Cymodocea angustata merupakan spesies lamun yang endemik di Barat Laut Australia (Larkum et al., 2006).

2.1.2. Cymodocea rotundata

Morfologi Cymodocea rotundata ramping mirip dengan Cymodocea serrulata (Gambar 1). Bentuk daun seperti garis lurus dengan panjang 6-15 cm dan lebar 2-4 mm, lurus tidak menyempit sampai ujung daun dengan ujung daun membulat dan halus. Cymodocea rotundata memiliki rhizome yang halus dengan diameter 1-2 mm dan panjang antar ruas 1-4 cm. Tunas muncul pada setiap node rhizome, terdapat 2-5 daun pada setiap tunas. Muncul bekas luka (scars) yang merupakan perkembangan dari pelepah daun membentuk cincin sepanjang batang (stem) (Waycott et al., 2004).


(8)

Gambar 1. Cymodocea rotundata (Waycott et al., 2004)

Buah berbulu tanpa tangkai, berada dalam seludang daun. Buah berbentuk setengah lingkaran dan agak keras, bagian bawah berlekuk dengan 3-4 geligi runcing. Tumbuh pada substrat pasir berlumpur atau pasir dengan pecahan karang pada daerah pasang surut, terkadang bercampur dengan jenis lamun yang lain. Klasifikasi Cymodocea rotundata menurut Kuo dan den Hartog (2006) adalah: Divisi : Anthophyta

Kelas : Angiospermae

Ordo : Potamogetonales Famili : Cymodoceaceae

Genus : Cymodocea

Spesies : Cymodocea rotundata 2.1.3. Cymodocea serrulata

Karakteristik morfologi Cymodocea serrulata mirip dengan karakteristik morfologi Cymodocea rotundata, memiliki bentuk daun yang ramping dan halus. Panjang daun sekitar 5-15 cm dan lebar 4-10 mm, ujung daun bulat dengan sedikit gerigi. Cymodocea serrulata memiliki rhizome yang kuat dan sedikit tebal


(9)

8

dengan diameter 2-3 mm dan panjang antar ruas 2-5 cm. Pada setiap internoda tumbuh tunas tegak yang tumbuh secara vertikal sebagai daun, setiap antar ruas terdapat 2-4 daun (Waycott et al., 2004). Morfologi Cymodocea serrulata ditampilkan pada Gambar 2.

Gambar 2. Cymodocea serrulata (Waycott et al., 2004)

Lamun jenis ini memiliki buah yang berbulu dengan panjang 7-10 mm. Bentuk bulat panjang dan agak keras. Habitat lamun ini tumbuh pada substrat pasir berlumpur atau pasir dari pecahan karang pada daerah pasang surut. Lamun ini biasa terdapat pada komunitas yang bercampur dengan jenis lamun yang lain. Klasifikasi Cymodocea serrulata menurut Kuo dan den Hartog (2006) adalah sebagai berikut:

Divisi : Anthophyta

Kelas : Angiospermae

Ordo : Potamogetonales

Famili : Cymodoceaceae Genus : Cymodocea


(10)

2.2. Morfologi Lamun

Lamun memiliki organ dan jaringan yang sama dengan tumbuhan berbunga yang umum dijumpai di daratan. Hampir semua tumbuhan berbunga yang telah dewasa, memiliki morfologi tersendiri untuk bagian di atas tanah (above ground) dan bagian di bawah tanah (below ground). Bagian di bawah tanah, umumnya terdiri atas akar untuk penjangkaran dan rhizome sebagai struktur penyangga. Bagian di atas tanah biasanya merupakan tunas yang berkembang menjadi beberapa daun. Selembar daun biasanya memiliki pelepah/seludang daun yang berfungsi untuk melindungi apikal meristem dan perkembangan daun (Kuo dan den Hartog, 2006; Azkab, 2006).

Lamun sebagian besar merupakan tumbuhan berumah dua, artinya dalam satu individu atau tegakan hanya ada bunga betina saja atau bunga jantan saja. Sistem penyerbukan lamun berlangsung secara khas, yaitu terjadi di dalam air dan buahnya terendam air (Azkab, 2006). Morfologi lamun secara umum seperti yang tersaji pada Gambar 3.


(11)

10

2.2.1. Akar lamun

Akar lamun terbentuk mulai dari bawah permukaan rhizome dan pada umumnya tepat berada di setiap ruas (Kuo dan den Hartog, 2006; Azkab, 2006). Morfologi luar akar memiliki ciri-ciri yang berbeda pada setiap genera yang berbeda, namun tidak sepenuhnya berhubungan dengan tipe substrat secara spesifik. Misalnya pada Enhalusspp memiliki akar yang beberapa kasar, lembut, tidak bercabang dengan sedikit rambut akar, dan hidup pada substrat berlumpur. Kelompok Cymodoceaceae meliputi Syringodium, Cymodocea, dan Halodule memiliki akar bercabang dan berambut pada setiap ruas rhizome (Hemminga dan Duarte, 2000; Kuo dan den Hartog, 2006). Kelompok ini umumnya hidup pada tipe substrat pasir karang (Kuo dan den Hartog, 2006).

2.2.2. Rhizome dan stem lamun

Rhizome merupakan sistem pertumbuhan lamun secara horizontal yang biasa disebut dengan horizontal rhizome (Hogarth, 2007). Lamun memiliki sistem perakaran atau sistem rhizome yang luas sehingga dapat terbentuk padang lamun. Rhizome merupakan sistem reproduksi lamun secara vegetatif yaitu dengan fragmentasi rhizome (Hall etal., 2006 in Hogarth, 2007). Rhizome

memiliki peranan yang sangat penting sebagai penyeimbang antara hasil fosintesis maksimum (Pmax

Rhizome dan akar merupakan faktor yang sangat menentukan

pertumbuhan lamun karena berfungsi sebagai penahan vegetasi dan penyerap unsur hara dalam sedimen (Arber, 1920 in den Hartog, 1970). Jenis lamun yang kecil atau halus memiliki rhizome yang lentur sedangkan jenis lamun yang berukuran lebih besar, seperti Enhalus acoroides dan Posidonia oceanica


(12)

memiliki rhizome yang relatif lebih kaku dan keras, bahkan ada yang mengandung lignin dan menyerupai kayu (den Hartog, 1970 in Hemminga dan Duarte, 2000). Tingkat lignifikasi rhizome lebih dikaitkan terhadap umur rhizome, bukan dengan ukurannya (cf. Klap et al., 2000 in Hemminga dan Duarte, 2000).

Rhizome lamun terdiri dari internoda atau ruas, yang terdapat titik sisipan tempat tumbuhnya daun pada fragmen diantara dua ruas. Sebagian jenis lamun memiliki dua jenis rhizome, yaitu rhizome vertikal (stem) yang ukuran

internodanya lebih pendek dan rhizome horizontal yang internodanya lebih panjang. Bila jaringan meristem yang memproduksi daun telah mati, rhizome vertikal akan tetap ada dan meninggalkan bekas berupa kumpulan ruas yang disebut bekas luka daun (leaf scar) seperti yang terlihat pada Gambar 3 (Hemminga dan Duarte, 2000).

2.2.3. Daun lamun

Sebagian besar spesies lamun memiliki bentuk daun panjang dan relatif sempit seperti umumnya daun tumbuhan monokotil. Beberapa genus memiliki bentuk daun yang berbeda, seperti Halophila yangmemiliki bentuk daun

membulat dan Syringodium daunnya yang silindris. Daun lamun memiliki kisaran panjang yang lebar mulai dari 1 cm, pada beberapa spesies Halophila, hingga mencapai 1 m untuk Zostera asiatica dan Enhalus acoroides (Hemminga dan Duarte, 2000).

Daun lamun dihasilkan dari node rhizome (Hemminga dan Duarte, 2000), yang biasanya berawal dari puncak samping node seperti pada Enhalus,

Halophila, Posidonia, dan Zosteraceae. Pada kelompok Thalassia dan


(13)

12

Hartog, 2006). Daun lamun umumnya muncul pada setiap node rhizome sebagai tunas lamun (Azkab, 2006). Setiap jenis lamun memiliki jumlah daun yang berbeda-beda, mulai dari hanya satu helai daun per tunas seperti pada Syringodium, hingga 10 daun per tunas pada Amphibolis (Hemminga dan Duarte, 2000).

2.3. Pertumbuhan Lamun

Pertumbuhan lamun dapat dilihat dari pertambahan panjang bagian-bagian tertentu seperti daun dan rhizoma dalam kurun waktu tertentu. Dibandingkan pertumbuhan daun, pertumbuhan rhizome lebih sulit diukur khususnya untuk jenis-jenis lamun tertentu. Hal tersebut mempengaruhi lebih maraknya kajian pertumbuhan daun lamun (Hemminga dan Duarte, 2000).

Pertumbuhan rhizome mempengaruhi pertumbuhan lamun secara ekstensif, baik horizontal mapun vertikal, untuk membentuk padang lamun. Rhizome horizontal merupakan penentu pertumbuhan lamun secara horizontal. Rhizome vertikal dapat memproduksi rhizome horizontal bila jaringan meristem apikal asli dari rhizome horizontal telah mati (dari cabang rhizome vertikal), sehingga rhizome horizontal yang baru memiliki kapasitas untuk melanjutkan pertumbuhan lamun secara horizontal (Hemminga dan Duarte, 2000). Rhizome vertikal mampu untuk menembus hingga permukaan substrat. Bahkan pada beberapa jenis lamun dapat menembus hingga kolom perairan, misalnya pada Cymodocea, Thalassodendron, Amphibolis, Halodule dan Syringodium (Marba dan Duarte, 1994 in Hemminga dan Duarte, 2000).

Pengukuran pertumbuhan lamun dapat mengacu bagian akar, rhizome, daun, maupun pada keseluruhan tumbuhan ataupun populasinya. Pengukuran


(14)

pertumbuhan rhizome lamun dengan mengukur pertambahan internoda pada rhizome atau leaf scar. Internoda ini juga dapat digunakan untuk memperkirakan umur dari tunas lamun (Patriquin, 1973 in Hemminga dan Duarte, 2000).

Kemampuan untuk memperkirakan usia lamun ini juga merupakan cara sederhana untuk mengestimasi pertumbuhan rhizome. Rasio antara rhizome dengan panjang tunas dan perbedaan umur keduanya, merupakan representasi dari jangka waktu terbentuknya potongan rhizome, serta memberikan perkiraan laju pertumbuhan horizontal lamun (Duarte et al., 1994 in Hemminga dan Duarte, 2000).

Tingkat pertumbuhan lamun sangat bervariasi, mulai dari hanya beberapa sentimeter per tahun seperti pada Posidonia oceanica, hingga lebih dari 5 meter per tahun pada Halophila ovalis (Marba dan Duarte, 1998; Duarte, 1991 in Hemminga dan Duarte 2000). Pertumbuhan lamun akan terhenti sementara pada saat musim yang merugikan untuk pertumbuhan, yang ditandai oleh adanya internoda yang sangat pendek dan leaf scar yang terlalu padat (Bell, 1991 in Hemminga dan Duarte, 2000).

2.4. Produksi Lamun

Produktivitas yaitu kecepatan produksi yang merupakan hasil dari produksi per satuan waktu, biasanya digunakan rata-rata kecepatan pada waktu tertentu misalnya satuan hari atau tahun. Produktivitas lamun sering dinyatakan dalam gram berat kering per m2 per hari (gbk/m2/hari). Produktivitas merupakan salah satu aspek ekologi lamun. Lamun memiliki produksi primer yang tinggi yang berfungsi sebagai stabilisator daerah pantai pesisir dan estuaria. Hal ini menunjukkan bahwa lamun merupakan unsur utama dalam proses-proses siklus yang rumit serta memelihara tingginya produktivitas di daerah pantai dan estuari


(15)

14

(Azkab, 2000). Wood et al. (1969) in Azkab (2000) menyimpulkan tentang peranan lamun sebagai produsen primer antara lain yaitu: lamun mempunyai produktivitas dan kecepatan tumbuh yang tinggi, daun lamun menyumbangkan sejumlah besar organisme epifit yang biomassanya setara biomassa daun lamun, beberapa organisme memakan langsung daun lamun dan beberapa memakan langsung epifit serta serasah lamun yang dikonsumsi sebagai detritus.

Keberadaan lamun hanya sekitar 0,15% dari permukaan laut (Charpy-Roubaud dan Sournia, 1990 in Duarte dan Chiscano, 1999) dan memberikan produksi primer sedikitnya 1% dari laut secara global (Duarte dan Cebrian, 1996 in Duarte dan Chiscano, 1999). Produksi lamun umumnya dipisahkan menjadi produksi di atas substrat (daun dan stem) dan produksi di bawah substrat (akar dan rhizome) (Short dan Duarte, 2001), yang berkorelasi secara signifikan antara produksi dengan produksi di atas substrat dan produksi di bawah substrat

(Hemminga dan Duarte, 2000). Produktivitas rata-rata baik bagian atas maupun bagian bawah lamun memiliki perbedaan nyata antar setiap spesies (Duarte dan Chiscano, 1999; Hemminga dan Duarte, 2000).

2.5. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Lamun 2.5.1. Arus

Peranan arus dalam pertumbuhan lamun yaitu membantu dalam distribusi nutrien, suhu, dan salinitas di perairan. Arus juga dapat merubah bentuk

permukaan substrat secara perlahan yang membawa substrat berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Hal ini akan menjadi masalah bagi jenis lamun yang berukuran kecil karena dapat menyebabkan lamun terkena sedimentasi dan tidak dapat melakukan fotosintesis.


(16)

2.5.2. Kedalaman

Kedalaman berpengaruh terhadap pertumbuhan lamun dilihat dari

kebutuhan lamun untuk mendapatkan intensitas cahaya yang cukup dalam proses fotosintesis. Kedalaman yang sesuai untuk pertumbuhan lamun tergantung pada intensitas cahaya yang masuk. Kedalaman perairan yang menjadi tempat

tumbuhnya lamun adalah daerah pasang surut hingga mencapai kedalaman 90 meter (Larkum et al., 2006).

2.5.3. Suhu

Pada daerah tropis, lamun dapat tumbuh pada suhu 28-30 °C (Zimmerman et al., 1987; Phillips dan Menez, 1988; Nybakken 1993 in Zulkifli 2003).

Perubahan suhu dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan unsur hara dan kelangsungan hidup lamun. pengaruh suhu bagi lamun di perairan sangat besar, suhu mempengaruhi proses-proses fisiologis, yaitu proses fotosintesis, laju respirasi, pertumbuhan dan reproduksi. Proses-proses fisiologis tersebut akan menurun tajam apabila temperatur perairan berada di luar kisaran optimal.

2.5.4. Salinitas

Lamun tumbuh pada daerah air asin atau yang memiliki salinitas tinggi, pada daerah subtidal lamun mampu menyesuaikan diri pada salinitas sekitar 35‰, dan juga mampu bertahan pada daerah estuari atau perairan payau. Secara umum, lamun bersifat uerihalin atau memiliki kisaran salinitas yang lebar yaitu berkisar 10-45 ‰. Jika berada pada kondisi hiposalin (<10 ‰) atau hipersalin (>45 ‰), lamun akan mengalami stress dan mati (Hemminga dan Duarte 2000).


(17)

16

2.5.5. Kecerahan

Proses fotosintesis merupakan hal terpenting dalam pertumbuhan lamun sebagai produsen primer dalam kehidupan laut. Lamun membutuhkan sinar matahari untuk berfotosintesis. Kecerahan perairan mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke kolom perairan. Perairan dengan kecerahan tinggi maka intensitas cahaya yang masuk ke kolom air akan semakin dalam dan jika tingkat kecerahan perairan rendah, intensitas cahaya yang masuk akan dangkal. Faktor yang mempengaruhi kecerahan yaitu kekeruhan atau material tersuspensi, perairan dengan substrat lumpur akan memiliki tingkat kecerahan rendah dan tingkat kekeruhan tinggi. Sebaliknya pada perairan dengan substrat pasir atau batu akan memiliki tingkat kecerahan yang lebih tinggi dan kekeruhan yang rendah. Pada perairan pantai yang keruh, cahaya menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan lamun. Kurangnya penetrasi cahaya dapat menimbulkan gangguan terhadap produksi primer lamun (Dahuri, 2003).

2.5.6. Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut atau dissolved oxigen (DO) merupakan salah satu parameter perairan yang sangat penting bagi pertumbuhan lamun. Oksigen terlarut digunakan untuk respirasi akar dan rhizome lamun, respirasi biota air dan proses nitrifikasi dalam siklus nitrogen di padang lamun (Efriyeldi, 2003).Oksigen terlarut di perairan berasal dari hasil fotosintesis lamun serta difusi dari udara. 2.5.7. Nutrien

Nutrien merupakan salah satu faktor penting bagi pertumbuhan lamun yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis. Lamun mampu tumbuh dengan subur pada daerah oligotrofik seperti daerah dekat terumbu karang. Seperti halnya


(18)

tumbuhan produsen primer akuatik lainnya, lamun hanya membutuhkan nutrien yaitu nitrogen dan fosfat (Duarte 1995 in Hogarth 2007).

Fiksasi nitrogen pada lamun terjadi pada daun dan di dalam sedimen. Sumber nitrogen yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis lamun tersedia dari kadar anoxia dalam tanah dan keseimbangan proses nitrogen dalam tanah. Sedangkan fosfat diperoleh dari komposisi sedimen atau substrat lamun. Pada daerah sedimen yang mengandung karbonat, seperti sedimen yang mengandung karbonat dari karang, fosfat akan bereaksi dengan karbonat

sehingga fosfat bebas menjadi sedikit (Hogarth 2007).

2.5.8. Substrat

Substrat merupakan tempat tumbuhnya tanaman yang terkandung mineral organik dan inorganik di dalamnya, pori-pori substrat mengandung air antara (interstitial water) yang mengandung unsur hara. Berdasarkan ukuran, substrat dikelompokkan menjadi kerikil (>2 mm), pasir (0,05-2 mm), lumpur (silt) (0,002-0,05 mm) dan lempung (<0,002 mm). substrat yang menjadi tempat hidup lamun adalah lumpur, pasir, karang mati (rubble), campuran dari dua jenis substrat tersebut atau campuran ketiganya (Kiswara dan Azkab, 2000).


(19)

3. BAHAN DAN METODE

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian laju pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta (Gambar 4), dilakukan pada bulan Juni sampai Agustus 2011. Waktu pengambilan data lapang (pengukuran pertumbuhan lamun) dilakukan 2 kali, pengambilan data pertama (penandaan) dilakukan pada tanggal 8 Juni 2011 dan pengambilan data setelah masa penandaan (satu bulan) dilakukan pada tanggal 7 Juli 2011. Lokasi penelitian di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Penandaan dan pengambilan data diawali dengan survei untuk menentukan lokasi yang sesuai dilakukannya pengambilan data pertumbuhan dan produksi lamun. Pengamatan pertumbuhan dan produksi Cymodocea rotundata dilakukan di Pulau Pramuka pada referensi geografi 5°44'50,08'' LS dan 160°36'42,67'' BT, sedangkan untuk Cymodocea serrulata dilakukan di Pulau Panggang pada referensi geografi 5°44'37,18'' LS dan 160°35'25,48'' BT.


(20)

3.2 Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini seperti yang ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter yang dikaji serta alat dan bahan penelitian

Parameter Unit Alat/bahan Keterangan

Fisika

Arus m/detik Floating drauge Pengukuran langsung

Salinitas ‰ Horiba Pengukuran langsung

Suhu °C Horiba Pengukuran langsung

Kedalaman cm Papan berskala Pengukuran langsung

Kecerahan % Secchi disk Pengukuran langsung

Jenis substrat Core Analisis laboratorium

Kimia

Oksigen terlarut mg/L Horiba Pengukuran langsung Nitrat mg/L Spekrofotometer Analisis laboratorium Fosfat mg/L Spekrofotometer Analisis laboratorium

Biologi

Panjang rhizome mm/hari Jangka sorong Pengukuran langsung Diameter rhizome mm/hari Jangka sorong Pengukuran langsung Panjang daun mm/hari Jangka sorong Pengukuran langsung Produksi lamun gbk/m2/ hari Timbangan, oven Analisis laboratorium

Posisi koordinat GPS

Lain-lain Kamera underwater, tali rapia, kabelties, kantong plastik, botol contoh, alat dasar

selam, kawat,

cool box, Aluminium foil, penggaris, meteran

3.3 Metode

3.3.1 Metode pengambilan data pertumbuhan lamun

Pengukuran pertumbuhan mutlak rhizome dan daun lamun dilakukan dengan mengukur panjang dan diameter rhizome serta panjang daun lamun pada selang waktu tertentu. Metode pengukuran pertumbuhan lamun dengan

melakukan penandaan (tagging) pada rhizome dan daun lamun (Lampiran 1). Penandaan rhizome lamun menggunakan kabelties dan kertas tanda (kertas newtop) yang dipasang pada pangkal tunas terakhir (Short dan Duarte, 2001).


(21)

20

Panjang dan diameter awal rhizome diukur setelah tunas terakhir menggunakan jangka sorong pada saat penandaan, kemudian lamun dibiarkan tumbuh secara alami selama satu bulan. Setelah satu bulan, dilakukan pemanenan rhizome untuk dilakukan pengukuran panjang dan diameter akhir dan dihitung pertumbuhannya (Lampiran 1). Kegiatan penandaan dan pengukuran lamun ditampilkan pada Lampiran 2.

Penandaan daun lamun dilakukan dengan membuat lubang menggunakan jarum/kawat ditusukkan pada bagian dasar daun dekat rhizome (Short dan Duarte, 2001). Kemudian diukur panjang daun awal dan dibiarkan selama waktu tertentu. Panjang daun akhir diukur pada saat pemanenan, pengukuran dengan memisahkan daun muda dan daun daun tua, daun muda adalah daun yang muncul selama penandaan. Daun tua adalah daun yang terdapat lubang tanda sedangkan daun muda tidak terdapat lubang bekas penandaan.

3.3.2. Metode pengambilan data produksi lamun

Metode pengukuran produksi total lamun (gbk/m2/bulan) dilakukan dengan mengukur berat kering daun, rhizome, akar, dan batang (stem) dibagi waktu (interval waktu). Pengukuran produksi lamun dengan metode penandaan (Short dan Duarte, 2001). Metode pengukuran produksi total pada area tertentu yaitu dengan mengambil semua bagian lamun yang ditandai dalam suatu transek kuadrat 1 m2 selama selang waktu tertentu. Penelitian ini menggunakan lamun yang telah ditandai dalam pengukuran pertumbuhan lamun untuk pengukuran produksi lamun. Setelah masa penandaan, lamun dipanen dan dimasukkan ke dalam plastik contoh dan disimpan dalam coolbox untuk kemudian dianalisis di laboratorium.


(22)

3.3.3 Metode pengambilan data kualitas air

Parameter kualitas air seperti salinitas, suhu, kadar oksigen terlarut (DO), dan pH diukur menggunakan HorribaTM

cool box, untuk kemudian dianalisis di laboratorium.

(Lampiran 1). Kecerahan diukur menggunakan secchi disk. Analisis kandungan kimia perairan dilakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan IPB. Contoh air diambil dengan botol contoh kemudian disimpan dalam cool box. Contoh substrat diambil

menggunakan core kemudian disimpan dalam plastik serta dimasukkan dalam

3.3.4 Metode analisis contoh lamun, air dan subtrat

Analisis contoh air (nitrat dan fosfat) menggunakan spektrofotometer di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Contoh substrat dianalisis menggunakan metode pipet (Sudjadi etal.,1971) untuk mengetahui jenis substrat habitat lamun, analisis dilakukan di Laboratorium Lingkungan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Analisis sampel lamun untuk pengukuran produksi lamun dilakukan di Laboratorium Kering, Bagian Hidrobiologi Laut, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Bagian-bagian lamun seperti daun, stem, rhizome dan akar yang dipanen, dicuci bersih menggunakan air tawar hingga tidak ada lagi sedimen maupun epifit yang menempel. Bagian-bagian organ lamun dipotong dan dipisah berdasarkan bagian atas (above ground) yaitu daun dan stem dan bagian bawah (below ground) yaitu akar dan rhizome. Setelah lamun dibersihkan kemudian dikeringkan menggunakan oven selama 24 jam pada suhu 60°C. Kemudian lamun ditimbang bobot keringnya, bobot kering bagian atas lamun dan bobot


(23)

22

kering bagian bawah lamun. Produksi lamun sama dengan total berat kering dari daun, stem, rhizome, dan akar dalam area 1 m2 dibagi interval waktu. Produksi bagian atas lamun merupakan total bobot kering bagian atas lamun dibagi interval waktu dan produksi bagian bawah lamun merupakan bobot kering bagian bawah lamun dibagi interval waktu dengan satuan gram berat kering/m2

(gbk/m

/bulan

2

3.3.5 Analisis data pertumbuhan dan produksi lamun /bulan).

Pertumbuhan mutlak rhizome (cm/bulan) dihitung berdasarkan pertambahan ukuran rhizome selama waktu penandaan. Lamun yang telah dibiarkan tumbuh selama satu bulan (masa penandaan), diukur pertumbuhan panjang dan diameter rhizomenya. Pertumbuhan mutlak daun diperoleh dari pertambahan ukuran panjang daun selama penandaan dibagi lamanya waktu penandaan. Pertumbuhan rhizome dan daun dihitung dengan rumus di bawah ini (Short dan Duarte, 2001):

Keterangan:

P = Pertumbuhan mutlak rhizome/daun lamun (cm/bulan) Pt

P

= Panjang rhizome/daun setelah masa penandaan (cm) ₀

t = Periode pengukuran/ masa penandaan (bulan) = Panjang rhizome/daun lamun awal pengukuran (cm)

Produksi total lamun sama dengan total berat kering lamun dalam area 1 m2 dibagi dengan interval waktu penandaan. Produksi bagian atas lamun merupakan total bobot kering bagian atas lamun (stem dan daun) dibagi interval waktu dan produksi bagian bawah lamun merupakan total bobot kering bagian


(24)

bawah lamun (rhizome dan akar) dibagi interval waktu. Produksi lamun dapat dihitung dengan rumus di bawah ini (Short dan Duarte, 2001):

Keterangan:

P = Produksi total lamun (gbk/m2

W = Berat kering lamun dalam satu area (gbk/m /bulan)

2

t = Periode pengukuran/masa penandaan (bulan) )


(25)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Kepulauan Seribu merupakan gugusan pulau datar yang melintang di barat daya Laut Jawa dan memiliki ekosistem terumbu karang, mangrove dan padang lamun, yang saling terkoneksi dan memengaruhi satu sama lain. Padang lamun dapat ditemukan di sebagian besar pulau di Kepulauan Seribu seperti di Pulau Pari, Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Kelapa, dan Pulau Harapan. Lamun di kawasan Kepulauan Seribu memiliki keanekaragaman jenis yang cukup tinggi. Dari 12 jenis lamun yang tumbuh di perairan Indonesia, 10 jenis di antaranya dapat ditemukan di Kepulauan Seribu (Mardesyawati dan Setyawan, 2011), yaitu Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata, Cymodocea serrulata, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Halophila minor, Halophila decipiens, Syringodium isoetifolium, Halodule uninervis, dan Halodule pinifolia.

Dua spesies lamun yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata, termasuk ke dalam kelompok lamun pionir dari Famili Cymodoceae. Pengambilan data pertumbuhan dan produksi lamun untuk Cymodocea rotundata dilakukan di Pulau Pramuka, sedangkan untuk Cymodocea serrulata dilakukan di Pulau Panggang. Penelitian ini diawali dengan survei untuk menentukan lokasi yang sesuai dan memungkinkan untuk penandaan dan kajian pertumbuhan lamun.

Kondisi habitat Cymodocea serrulata pada saat surut terendah terpapar udara terbuka sehingga lamun terpapar matahari secara langsung karena

kedalaman perairan tidak lagi merendam seluruh bagian vegetasi lamun. Habitat Cymodocea rotundata di barat Pulau Pramuka lamun tetap terendam air pada saat


(26)

surut terendah. Saat pemasangan tanda pada awal pengukuran pertumbuhan, kedalaman habitat Cymodocea serrulata yaitu 45 cm, sedangkan Cymodocea rotundata hidup pada kedalaman 90 cm.

Terdapat 7 jenis lamun yang dijumpai di pesisir Pulau Panggang, sedangkan di Pulau pramuka ditemukan 6 jenis lamun. Jenis-jenis lamun yang dijumpai di Pulau Panggang adalah Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syiringodium isoetifolium, Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata. Jenis lamun yang dijumpai di Pulau Pramuka sama dengan jenis lamun yang dijumpai di Pulau Panggang kecuali Cymodocea serrulata, maka terdapat enam spesies lamun yang ada di Pulau Pramuka.

Jumlah jenis yang dijumpai dalam transek pengamatan Cymodocea rotundata hanya terdapat satu jenis lamun yaitu Cymodocea rotundata yang merupakan jenis lamun yang diamati pertumbuhan dan produksinya. Penutupan lamun dalam transek pengamatan sebesar 60% dengan densitas 485 ind/m2

Padang lamun dalam transek Cymodocea serrulata tergolong mixed spesies yang terdapat banyak spesies pada satu area padang lamun. Jumlah jenis lamun yang terdapat dalam transek pengamatan ada 6 jenis yaitu Enhalus

acoroides, Thalassia hemprichii, Halodule uninervis, Halophila ovalis,

Syiringodium isoetifolium, dan Cymodocea serrulata. Jenis lamun yang diamati pertumbuhan dan produksinya hanya Cymodocea serrulata. Penutupan lamun pada transek pengamatan sebesar 90%, sedangkan penutupan jenis Cymodocea

. Kondisi habitat Cymodocea rotundata merupakan perairan tertutup yang terlindung yang terletak dekat dengan break water dan pemukiman penduduk.


(27)

26

serrulata sendiri adalah 50% dari total penutupan lamun dengan densitas 355 ind/m2

Nienhuis et al. (1989) in Kiswara (2010) menemukan bahwa kerapatan tunas lamun per luasan area tergantung pada jenisnya. Jenis lamun yang mempunyai morfologi besar seperti Enhalus acoroides mempunyai kerapatan yang rendah (140 ind/m

.

2

ind/m

) dibandingkan dengan jenis lamun yang mempunyai morfologi kecil seperti Halodule uninervis dengan kerapatan yang tinggi (14.800

2

4.1 Kualitas Air dan Substrat

).

Lamun merupakan satu-satunya angiospermae yang mampu beradaptasi untuk hidup di perairan bersalinitas tinggi. Kebutuhan dasar lamun untuk tumbuh dan berkembang sama dengan kerabatnya yang hidup di darat. Berdasarkan siklus hidupnya, ada empat kebutuhan dasar bagi kelangsungan hidup lamun yaitu kualitas air laut dan substrat yang sesuai, genangan air laut, serta cahaya matahari (Hemminga dan Duarte, 2000). Kualitas air, yang umumnya ditinjau dari

parameter fisika-kimia, seperti cahaya matahari, suhu, salinitas, dan nutrien, akan mempengaruhi proses biokimia dan pertumbuhan lamun (Lee et al., 2007). Lamun merupakan tumbuhan laut yang cepat merespon perubahan lingkungan sehingga jika kondisi habitatnya terdegradasi, maka vegetasi lamun juga akan mengalami degradasi.

Hasil pengukuran kualitas air dan analisis substrat di perairan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang ditampilkan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa, nilai derajat keasaman (pH) perairan di Pulau Pramuka dan di Pulau Panggang adalah 8,12 dan 8,03. Nilai pH tersebut masih dalam batas normal baku


(28)

mutu air laut dengan kisaran 7-8,5 (KMNLH, 2004). Nilai salinitas perairan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki nilai kisaran yang sama yaitu berkisar 31-33 ‰, kisaran ini masih dalam batas toleransi kisaran salinitas hidup lamun (Tabel 2). Lamun merupakan tumbuhan yang memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap salinitas mulai dari perairan estuari dengan salinitas 10 ‰ hingga mencapai 45 ‰. Meskipun pada salinitas rendah dan tinggi lamun dapat

mengalami stress dan mati pada salinitas 45 ‰ (Hemminga dan Duarte, 2000).

Tabel 2. Hasil pengukuran kualitas air dan analisis substrat

No Parameter Pulau Pramuka Pulau Panggang Baku Mutu Air laut (KMNLH, 2004) 1 Derajat keasaman (pH) 8,12 8,03 7-8,5

2 Salinitas (‰) 31-33 31-33 33-34

3 Suhu (°C) 30-33 30-33 28-30

4 Oksigen Terlarut (mg/L) 7,45 9,42 >5

5 Nitrat (mg/L) 0,19 0,10 0,01

6 Fosfat (mg/L) 0,01 0,01 0,02

7 Arus (m/detik) 0,10 0,10 -

8 Kecerahan (%) 100 100 -

9 Kedalaman (m) 0,9 0,45 -

10 Jenis substrat pasir Pasir -

Suhu perairan di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki kisaran suhu yang sama yaitu berkisar antara 30-33 °C (Tabel 2), kisaran suhu tersebut masih dalam kisaran toleransi hidup lamun terutama di daerah tropis. Kandungan oksigen terlarut di lokasi penelitian ini sebesar 7,45 mg/L untuk Pulau Pramuka dan 9,42 mg/L untuk Pulau Panggang (Tabel 2). Nilai kandungan oksigen terlarut tersebut termasuk dalam standar baku mutu air laut yaitu di atas 5 mg/L

(KMNLH, 2004). Salmin (2005) mengatakan bahwa suatu perairan dikategorikan berkondisi baik jika kandungan oksigen terlarut lebih dari 5 ppm.


(29)

28

Nutrien seperti fosfat dan nitrat merupakan parameter yang penting bagi pertumbuhan lamun sebagai unsur hara dalam proses fotosintesis. Kandungan nitrat di Pulau Pramuka adalah 0,19 mg/L, sedangkan di lokasi pengamatan Pulau Panggang memiliki nilai kandungan nitrat sebesar 0,10 mg/L (Tabel 2).

Kandungan nitrat dari hasil penelitian ini relatif tinggi dibandingkan batas normal baku mutu air laut yaitu 0,01 mg/L (KMNLH, 2004). Kandungan fosfat di Pulau Pramuka dan Pulau Panggangmemiliki nilai yang sama yaitu sebesar 0,01 mg/L (Tabel 2), nilai tersebut relatif rendah dari batas normal baku mutu air laut yaitu 0,02 mg/L (KMNLH, 2004). Kadar nitrat dan fosfat dari hasil penelitian masih dalam kondisi aman untuk kehidupan organisme (KMNLH, 2004).

Kecepatan arus di lokasi pengamatan Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki kecepatan yang sama yaitu sebesar 0,1 m/detik (Tabel 2). Arus pada perairan tersebut relatif tenang dan sedikit turbulensi. Kecepatan arus dipengaruhi oleh angin dan kedalaman perairan, perairan yang dangkal dan kerapatan lamun yang tinggi dapat memperkecil pergerakan arus (Efriyeldi, 2003). Kondisi perairan yang memiliki arus yang tenang pada umumnya memiliki tingkat kecerahan yang tinggi. Hal tersebut sesuai dengan hasil pengukuran kecerahan pada lokasi pengamatan baik Pulau Pramuka maupun Pulau Panggang yang memiliki tingkat kecerahan sebesar 100% (Tabel 2). Kondisi perairan ini relevan dengan manfaat lamun sebagai stabilisator perairan yang menangkap sedimen, memperlambat pergerakan air dan pada saat yang sama menjadikan air lebih jernih (Thorhaug dan Austin, 1976 in Azkab, 2006). Kecerahan perairan hingga 100% artinya penetrasi cahaya mencapai dasar perairan, kondisi ini merupakan kondisi yang baik untuk proses fotosintesis lamun. Substrat lamun pada lokasi


(30)

penelitian di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang memiliki karakteristik yang sama yaitu substrat pasir, hasil ini diperoleh dari fraksinasi tekstur substrat metode pipet (Sudjadi etal., 1971). Karakteristik substrat pasir atau pasir berlumpur merupakan jenis substrat yang sesuai untuk pertumbuhan lamun jenis Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata (Terrados et al., 1999; Hemminga dan Duarte, 2000).

Kedalaman perairan di lokasi pengamatan Pulau Pramukaadalah 0,9 m (Tabel 2), pada saat surut terendah kondisi lamun masih tetap terendam air. Lokasi pengamatan di Pulau Panggang memiliki kedalaman 0,45 m yang pada saat surut lamun akan terpapar udara (tidak terendam air). Kondisi kedalaman tersebut sesuai dengan habitat lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata yang hidup di perairan dangkal (Hemminga dan Duarte, 2000).

4.2 Pertumbuhan Lamun

4.2.1 Pertumbuhan panjang rhizome lamun

Pertumbuhan panjang rhizome lamun dilihat dari pertambahan ukuran panjang rhizome selama masa penandaan. Umumnya pertumbuhan terlihat dari munculnya tunas baru yang menjadi ekstensi pertambahan panjang rhizome (Lampiran 3). Selain munculnya tunas baru, pertumbuhan juga akan terlihat dari pertumbuhan secara vertikal yaitu munculnya node menembus substrat hingga kolom air yang merupakan bekas seludang daun.

Rata-rata pertumbuhan panjang rhizomeCymodocea rotundata dari hasil penelitian ini adalah 9,36 cm/bulan, dengan kisaran 4,12-14,48 cm/bulan

(Lampiran 4), sedangkan rata-rata untuk Cymodocea serrulata adalah 0,75 cm/bulan dengan kisaran 0,03 – 1,47 cm/bulan (Lampiran 5). Nilai pertumbuhan


(31)

30

panjang rhizomeCymodocea serrulata lebih seragam dibandingkan dengan nilai pertumbuhan panjang rhizomeCymodocea rotundata. Hal tersebut terlihat dari nilai standar deviasi untuk nilai pertumbuhan panjang rhizomeCymodocea serrulata lebih kecil dibandingkan Cymodocea rotundata. Kisaran nilai pertumbuhan panjang rhizomeCymodocea rotundata lebih lebar dibandingkan dengan Cymodocea serrulata.

Pertumbuhan panjang rhizome dari beberapa hasil penelitian seperti yang disajikan pada Tabel 3. Nilai pertumbuhan panjang rhizomeCymodocea

rotundata dari hasil penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Azkab dan Kiswara (1994) yang dilakukan di Teluk Kuta, Lombok. Namun, nilai pertumbuhan panjang rhizomeCymodocea rotundata dari hasil penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh dari hasil penelitian Kawaroe et al. (2011) yang dilakukan di Pulau Pari Kepulauan Seribu DKI

Jakarta yang merupakan masih satu kawasan perairan dengan lokasi penelitian ini yaitu perairan Kepulauan Seribu. Nilai pertumbuhan panjang rhizome

Cymodocea rotundata dari hasil penelitian ini juga lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh Vermaat et al. (1995) yang melaporkan nilai pertumbuhan Cymodocea rotundata sebesar 2,79 cm/bulan yang dilakukan di Filipina.

Tabel 3 merupakan perbandingan pertumbuhan rhizome lamun dari beberapa hasil penelitian. Nilai pertumbuhan panjang rhizomeCymodocea serrulata dari hasil penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan yang diperoleh dari hasil penelitian Kawaroe et al. (2011) dan hasil penelitian Vermaat et al. (1995) yang melaporkan pertumbuhan panjang rhizomeCymodocea serrulata di Filipina sebesar 6,45 cm/bulan. Berbeda jika dibandingkan dengan hasil


(32)

penelitian di Tanjung Kerasak, Kepulauan Bangka Belitung pada Stasiun 1, yang memperoleh nilai rata-rata pertumbuhan panjang rhizomeCymodocea serrulata 0,45 cm/bulan (data tidak dipublikasikan), maka nilai pertumbuhan panjang rhizome dari hasil penelitian ini lebih besar. Sedangkan untuk hasil yang diperoleh pada Stasiun 2 di Tanjung Kerasak, Kepulauan Bangka Belitung yang memperoleh hasil sebesar 0,96 cm/bulan, maka nilai pertumbuhan panjang dari hasil penelitian ini lebih kecil.

Tabel 3. Pertumbuhan panjang rhizome lamun dari beberapa hasil penelitian

Jenis lamun

Pertumbuhan panjang rhizome

Lokasi Sumber

Cymodocea rotundata

9,36 cm/bulan

Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu Hasil penelitian ini

4,11 cm/bulan

Pulau Pari, Kepulauan Seribu Kawaroe et al. (2011)

11,19 cm/bulan

Teluk Kuta, Lombok Azkab dan Kiswara (1994)

2,79 cm/bulan

Pulau Silaqui dan Pislatan, Filipina Vermaat et al. (1995)

Cymodocea serrulata

0,75 cm/bulan

Pulau Panggang, Kepulauan Seribu Hasil penelitian ini

0,45 cm/bulan

Tanjung Kerasak, Pulau Bangka (Stasiun 1)

Unpublished data

0,96 cm/bulan

Tanjung Kerasak, Pulau Bangka (Stasiun 2)

Unpublished data

3,24 cm/bulan

Pulau Pari, Kepulauan Seribu Kawaroe et al. (2011)

6,45 cm/bulan

Pulau Silaqui dan Pislatan, Filipina Vermaat et al. (1995)

Pertumbuhan panjang rhizome lamun pada penelitian ini mendapati bahwa pertumbuhan panjang rhizomeCymodocea rotundata lebih cepat dibandingkan Cymodocea serrulata (Gambar 4). Hal ini selaras dengan penelitian Kawaroe et al. (2011) dan Marba dan Duarte (1998) yang menerangkan bahwa pertumbuhan panjang rhizomeCymodocea rotundata mencapai 210 cm per tahun, sedangkan


(33)

32

Cymodocea serrulata hanya mencapai 153 cm per tahun. Morfologi rhizome lamun mempengaruhi kecepatan pertumbuhannya. Lamun yang memiliki diameter rhizome lebar biasanya memiliki pertumbuhan yang lambat, dibandingkan lamun berdiameter rhizome sempit (Marba dan Duarte, 1998).

Gambar 4. Pertumbuhan panjang rhizomeCymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata

Hemminga dan Duarte (2000) mengemukakan hubungan antara ukuran diameter dengan tingkat pertumbuhan panjang rhizome, semakin besar ukuran rhizome maka pertumbuhannya semakin lambat. Duarte (1991) in Vermaat, et al. (1995) melakukan analisis komparatif terhadap hubungan jenis lamun yang berbeda ukurannya dengan dinamika pertumbuhan lamun. Jenis lamun dengan ukuran yang besar akan mengalami masa hidup yang panjang namun

pertumbuhan yang lambat, sedangkan jenis lamun dengan ukuran yang kecil memiliki masa hidup yang pendek namun memiliki pertumbuhan yang cepat.

Lamun jenis Cymodocea rotundata memiliki rhizome yang lebih tipis dengan diameter 1-2 mm, rhizomeCymodocea serrulata berdiameter lebih tebal 2-3 mm (Waycott et al., 2004). Rhizomecymodocea serrulata membutuhkan


(34)

waktu 12,7 hari untuk menghasilkan segmen rhizome yang baru, waktu tersebut lebih lambat dibandingkan dengan waktu yang dibutuhkan Cymodocea rotundata yang hanya 9,4 hari untuk menghasilkan segmen rhizome yang baru (Short dan Duarte, 2001). Hal ini juga menjadi faktor yang menyebabkan pertumbuhan panjang rhizomeCymodocea serrulata lebih kecil dibandingkan pertumbuhan panjang rhizomeCymodocea rotundata.

Selain morfologi, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lamun adalah fisiologi dan metabolisme lamun. Cymodocea serrulata yang diamati pada penelitian ini berada di daerah yang tidak terendam air saat surut terendah sehingga lamun terpapar udara dan matahari, sedangkan Cymodocea rotundata berada di daerah yang tetap terendam air saat surut terendah. Perbedaan kondisi terpapar udara dan tidak terpapar diduga menjadi faktor pendukung yang

menyebabkan nilai pertumbuhan panjang rhizomeCymodocea serrulata lebih rendah dibandingkan Cymodocea rotundata. Menurut Den Hartog (1967) lamun akan terhambat metabolismenya saat terpapar udara terbuka atau tidak terendam air. Jika terpapar dalam waktu yang lama, maka dapat menyebabkan stres pada lamun dan proses fotosintesisnya terhambat (Dawson dan Dennison, 1996).

Lan et al. (2005) menyebutkan bahwa efek paparan udara lebih

berpengaruh dibandingkan radiasi matahari dalam menghambat distribusi lamun, terutama untuk jenis lamun dengan morfologi rhizome yang kecil. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan kedalaman surut terendah bukan fokus kepada pencahayaan sebagai faktor pembatas, namun paparan udara. Perbedaan

kerapatan dan penutupan lamun juga diduga menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan rhizome. Lamun yang memiliki penutupan dan kerapatan tinggi,


(35)

34

akan memiliki pertumbuhan rhizome lebih lambat dibandingkan lamun yang hidup di habitat berpenutupan dan kerapatan rendah.

Faktor lainnya yang mempengaruhi pertumbuhan lamun yaitu kompetisi antar spesies lamun pada satu area. Jumlah jenis lamun pada transek pengamatan Cymodocea rotundata hanya terdapat satu jenis yaitu Cymodocea rotundata, sedangkan pada transek pengamatan Cymodocea serrulata jumlah jenis lamun lebih beragam, terdapat 6 jenis dalam transek pengamatan. Jenis-jenis lamun tersebut adalah Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Halodule uninervis, Halophila ovalis, Syiringodium isoetifolium dan Cymodocea serrulata. Lamun yang hidup pada habitat lamun yang padat serta keragaman spesies yang tinggi diduga akan memiliki pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan lamun pada habitat yang renggang dan keragaman spesies yang rendah.

4.2.2 Pertumbuhan diameter rhizome lamun

Nilai pertumbuhan diameter rhizome lamun dari hasil penelitian ini seperti yang ditampilkan pada Gambar 5. Pertumbuhan diameter rhizomeCymodocea rotundata dari hasil penelitian ini berkisar 0,01 – 0,11 cm/bulan dengan rata-rata sebesar 0,06 cm/bulan (Lampiran 6), sedangkan untuk Cymodocea serrulata memiliki pertumbuhan yang lebih lambat yaitu 0,02 cm/bulan dengan kisaran 0 – 0,04 cm/bulan (Lampiran 7). Kisaran nilai pertumbuhan diameter rhizome

Cymodocea rotundata lebih lebar dibandingkan Cymodocea serrulata, hal ini berarti nilai pertumbuhan diameter Cymodocea rotundata lebih beragam.

Pertumbuhan diameter rhizome dari kedua spesies yang diamati memiliki rata-rata pertumbuhan yang tidak jauh berbeda secara signifikan. Pertumbuhan diameter rhizomeCymodocea rotundata lebih cepat dibandingkan pertumbuhan


(36)

diameter Cymodocea serrulata. Morfologi lamun Cymodocea serrulata memiliki diameter yang lebih tebal sekitar 2-3 mm dibandingkan dengan diameter

Cymodocea rotundata yang lebih tipis yaitu sekitar 1-2 mm (Waycott et al., 2004). Marba dan Duarte (1998) menjelaskan bahwa jenis lamun dengan diameter rhizome yang tipis akan lebih cepat pertumbuhannya dibandingkan lamun berdiameter rhizome tebal.

Gambar 5. Pertumbuhan diameter rhizomeCymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata

Nilai pertumbuhan diameter rhizome lebih kecil dibandingkan

pertumbuhan panjangnya. Pertumbuhan panjang rhizome tidak diikuti dengan pertumbuhan diameternya, sebagaimana terlihat dari rendahnya nilai pertumbuhan diameter dibandingkan pertumbuhan panjang rhizomenya. Hal tersebut dapat terlihat dari pertumbuhan panjang yang jauh lebih cepat dibandingkan

pertumbuhan diameter rhizome lamun. Selain itu, morfologi diameter rhizome lamun juga memiliki batas ukuran maksimal.Pertumbuhan diameter akar rimpang lamun penting untuk diamati karena merupakan parameter yang mendukung pertumbuhan lamun secara keseluruhan.


(37)

36

4.3.3. Pertumbuhan panjang daun lamun

Pertumbuhan daun lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata dari hasil penelitian ini seperti yang ditampilkan pada Gambar 6. Nilai rata-rata pertumbuhan daun tua dari Cymodocea rotundata adalah 4,97 cm/bulan dengan kisaran 3,17-6,77 cm/bulan (Lampiran 8), sedangkan untuk daun mudanya adalah 7,10 cm/bulan dengan kisaran 5,30-8,90 cm/bulan (Lampiran 8).

Nilai pertumbuhan daun Cymodocea rotundata dari hasil penelitian ini lebih kecil dibandingkan dengan yang diperoleh Azkab dan Kiswara (1994) yang dilakukan di Teluk Kuta, Lombok Selatan. Azkab dan Kiswara (1994)

melaporkan nilai rata-rata pertumbuhan daun tua Cymodocea rotundata 12,33 cm/bulan dan daun muda 26,07 cm/bulan.

Gambar 6. Pertumbuhan panjang daun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata

Pertumbuhan daun muda lebih cepat dibandingkan pertumbuhan daun tua, hal ini terlihat dari nilai rata-rata pertumbuhan daun muda yang lebih besar


(38)

yang lebih cepat dibandingkan daun tua selaras dengan berbagai hasil penelitian seperti Brouns (1985) in Kiswara (2010) yang melaporkan pertumbuhan Thalassia hemprihcii di Papua New Guinea; Erftemeijer (1993) in Kiswara (2010) untuk Cymodocea rotundata, Thalassia hemprichii, dan Enhalus acoroides di

Kepulauan Spermonde, Sulawesi Selatan dan Kiswara (2010) untuk Enhalus acoroides di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pertumbuhan daun muda lebih cepat dibandingkan daun tua karena pada saat munculnya daun muda, pertumbuhan daun tua mulai berkurang (Brouns, 1985 in Kiswara, 1997).

Nilai rata-rata pertumbuhan daun tua dari Cymodocea serrulata adalah 1,64 cm/bulan dengan kisaran 0,64-2,64 cm/bulan (Lampiran 9), sedangkan untuk daun muda 2,94 cm/bulan dengan kisaran 2,14–3,74 cm/bulan (Lampiran 9). Nilai pertumbuhan daun tua lebih beragam dibandingkan nilai pertumbuhan daun mudanya. Hal ini terlihat dari kisaran nilai pertumbuhan daun tua yang lebih lebar dibandingkan daun muda. Pertumbuhan daun muda Cymodocea serrulata lebih cepat dibandingkan pertumbuhan daun tua (Gambar 6), sama seperti yang terjadi pada pertumbuhan daun Cymodocea rotundata.

Pertumbuhan daun dari kedua jenis lamun yang diamati, memiliki kecepatan tumbuh yang berbeda. Pada Gambar 6 dapat dilihat bahwa nilai pertumbuhan daun Cymodocea rotundata lebih cepat dibandingkan Cymodocea serrulata, baik daun muda maupun daun tua. Azkab dan Kiswara (1994) melaporkan perbedaan dan variasi pertumbuhan daun lamun baik daun muda maupun daun tua pada jenis Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii,

Syringodium isoetifolium, dan Cymodocea rotundata. Daun muda Syringodium isoetifolium memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan


(39)

38

daun muda Cymodocea rotundata dan Thalassia hemprichii. Namun, pada

pertumbuhan daun tua Syringodium isoetifolium lebih lambat dibandingkan kedua jenis tersebut. Enhalus acoroides memiliki pertumbuhan daun tercepat

dibandingkan ketiga jenis lamun lain yang diteliti Azkab dan Kiswara (1994), baik daun muda maupun duan tuanya.

Perbedaan kecepatan pertumbuhan daun lamun baik terhadap jenis yang sama maupun jenis yang berbeda diduga karena pertumbuhan lamun sangat dipengaruhi oleh faktor fisiologis, metabolisme, dan faktor eksternal seperti zat hara, substrat, dan parameter lingkungannya (Azkab dan Kiswara, 1994). Cymodocea rotundata membutuhkan waktu 11,4 hari untuk menghasilkan daun baru sedangkan Cymodocea serrulata lebih lambat muncul daun barunya yaitu 12,7 hari (Short dan Duarte, 2001). Hal ini diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhan daun Cymodocea rotundata lebih cepat

dibandingkan Cymodocea serrulata.

4.4. Produksi Lamun

Lamun merupakan produsen yang sangat produktif pada awal abad ke-20 dibandingkan dengan produktivitas dari hasil pertanian tropis (Azkab, 2000). Oleh karena itu peran ekosistem padang lamun sangat besar dalam menjaga stabilitas dan memelihara tingginya produktivitas di ekosistem estuari dan laut pesisir. Produksi total lamun (gbk/m2/bulan) dari hasil penelitian ini untuk

Cymodocea rotundata adalah 36,26 gbk/m2/bulan yang dihasilkan dari produksi di atas substrat 21,17 gbk/m2/bulan dan produksi di bawah substrat 15,09

gbk/m2/bulan (Gambar 7). Nilai produksi yang lebih rendah diperoleh Cymodocea serrulata dengan total produksi 26,39 gbk/m2/bulan, sebagai


(40)

akumulasi dari produksi di atas substrat 15,80 gbk/m2/bulan dan produksi di bawah substrat 10,59 gbk/m2/bulan (Gambar 7).

Gambar 7. Produksi lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata

Produksi total lamun dari hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan yang diperoleh Vermaat et al. (1995) yang menemukan hasil produksi lamun Cymodocea rotundata sebesar 204,40 gbk/m2/tahun dengan produksi di atas substrat 201,20 gbk/m2/tahun dan produksi di bawah substrat 3,20

gbk/m2/tahun. Produksi Cymodocea serrulata sebesar 14,90 gbk/m2/tahun dengan produksi di atas substrat 14,6 gbk/m2/tahun dan produksi di bawah substrat 0,3 gbk/m2/tahun. Produksi Cymodocea rotundata dari hasil penelitian ini adalah 441,65 gbk/m2/tahun dengan produksi di atas substrat 259,15 gbk/m2/tahun dan produksi di bawah substrat 182,50 gbk/m2/tahun, sedangkan untuk Cymodocea serrulata adalah 321,20 gbk/m2/tahun dengan produksi di atas substrat 193,45 gbk/m2/tahun dan produksi di bawah substrat 127,75 gbk/m2/tahun. Produksi lamun dari hasil penelitian ini juga lebih tinggi jika dibandingkan dengan produksi lamun yang diperoleh oleh Duarte dan Chiscano (1999) yang menemukan


(41)

40

produksi Cymodocea rotundata sebesar 13,50 gbk/m2/bulan untuk di atas substrat dan 5,40 gbk/m2/bulan untuk di bawah substrat. Produksi Cymodocea serrulata sebesar 13,80 gbk/m2/bulan untuk di atas substrat dan 4,20 gbk/m2

Produksi lamun di atas substrat lebih tinggi dibandingkan produksi di bawah substrat. Cymodocea rotundata memiliki produksi di atas substrat sebesar 58,38% dari total produksi sedangkan produksi di bawah substrat hanya 41,62%. Persentase produksi di atas substrat Cymodocea serrulata sebesar 59,87%

sedangkan produksi di bawah substrat hanya 40,13% dari total produksi. Hasil ini selaras dengan pernyataan Duarte dan Chiscano (1999) dan Hemminga dan

Duarte (2000) yang mengatakan biasanya produksi di atas substrat lebih tinggi dibandingkan produksi di bawah substrat. Duarte dan Chiscano (1999)

mengungkapkan bahwa produktivitas di atas substrat meningkat 1/2 dari produktivitas di bawah substrat.

/bulan untuk di bawah substrat.

Produksi lamun juga dipengaruhi oleh ukuran lamun, lamun dengan ukuran bagian tubuh yang besar akan memiliki produksi yang tinggi, seperti halnya yang terjadi pada Enhalus acoroides yang memiliki bentuk perakaran serabut yang massive sehingga produksi di bawah substrat Enhalus acoroides lebih besar dibandingkan produksi di atas substrat (Duarte dan Chiscano, 1999). Jenis lamun dengan morfologi rhizome kecil dan akar halus memiliki produksi di atas subtrat yang lebih tinggi dibandingkan produksi di bawah substrat, diduga karena komponen bagian atas substrat (daun dan stem) lebih banyak dibandingkan bagian bawah subtrat (akar dan rhizome) untuk setiap tunasnya.


(42)

Produksi lamun jenis Cymodocea rotundata lebih tinggi dibandingkan produksi Cymodocea serrulata. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah perbedaan morfologi lamun menyebabkan hasil yang berbeda. Azkab (2000) mengemukakan bahwa produktivitas lamun berbeda untuk tiap jenis lamun karena bentuk dan karakteristik lamun itu sendiri. Lamun dengan bentuk ukuran yang besar akan memiliki produksi yang lebih tinggi dibandingkan dengan lamun yang morfologinya kecil (Vermaat et al., 1995; Duarte dan Chiscano, 1999).

Selain faktor morfologi lamun, perbedaan produksi lamun juga

dipengaruhi oleh kerapatan lamun di areal tersebut. Besarnya produksi lamun bukan hanya fungsi dari ukuran tumbuhan lamun tetapi juga merupakan fungsi dari kerapatan lamun (Fortes, 1989). Perbedaan kerapatan antara Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata diduga juga menjadi faktor pendukung yang mempengaruhi tingginya produksi Cymodocea rotundata dibandingkan produksi Cymodocea serrulata. Cymodocea rotundata memiliki kerapatan yang lebih tinggi (485 ind/m2) dibandingkan Cymodocea serrulata (355 ind/m2).


(43)

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Pertumbuhan rhizome lamun merupakan bagian penting dalam reproduksi lamun secara vegetatif. Pertumbuhan panjang dan diameter rhizomeCymodocea rotundata lebih besar dibandingkan pertumbuhan panjang dan diameter rhizome Cymodocea serrulata. Lamun dengan morfologi rhizome tipis atau diameter rhizome lebih kecil memiliki pertumbuhan rhizome yang lebih cepat dibandingkan lamun berdiameter tebal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efek paparan udara dapat menghambat pertumbuhan rhizome lamun. Kerapatan dan penutupan lamun serta kompetisi antar spesies diduga menjadi faktor yang mempengaruhi pertumbuhan lamun.

Pertumbuhan daun muda Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata memiliki pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan pertumbuhan daun tuanya. Pertumbuhan daun Cymodocea rotundata lebih cepat dibandingkan pertumbuhan daun Cymodocea serrulata, baik pada daun muda maupun daun tua.

Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata memiliki produksi di atas substrat yang lebih tinggi dibandingkan produksi di bawah substrat. Produksi Cymodocea rotundata lebih tinggi dibandingkan produksi Cymodocea serrulata. Produksi lamun dipengaruhi oleh faktor ukuran dan bentuk lamun serta kerapatan lamun di areal tersebut.

5.2. Saran

Saran untuk penelitian selanjutnya adalah perlu dilakukan penelitian pertumbuhan yang mengampu aspek persaingan antar spesies lamun yang berbeda atau dengan tipe penutupan dan kerapatan yang berbeda.


(44)

KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

MEGA SARFIKA

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(45)

RINGKASAN

MEGA SARFIKA. Pertumbuhan dan Produksi Lamun Cymodocea

rotundata dan Cymodocea serrulata di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Dibimbing oleh MUJIZAT KAWAROE dan ADRIANI SUNUDDIN.

Penelitian berjudul Pertumbuhan dan Produksi Lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, ini dilaksanakan selama bulan Juni-Juli 2011, dengan lokasi spesifik pengambilan data lapangan dan contoh lamun bertempat di Pulau Pramuka untuk Cymodocea rotundata dan di Pulau Panggang untuk Cymodocea serrulata. Parameter yang diamati adalah pertumbuhan rhizome dan daun serta produksi lamun di bagian atas (above ground) dan di bawah substrat (below ground). Pengukuran

pertumbuhan dan produksi lamun dilakukan dengan metode penandaan (tagging) pada rhizome dan daun yang mengacu pada Short dan Duarte (2001).

Hasil penelitian ini mendapati bahwa Cymodocea rotundata mampu tumbuh lebih baik dibandingkan Cymodocea serrulata. Rata-rata pertumbuhan mutlak panjang rhizome Cymodocea rotundata berdasarkan penelitian ini adalah 9,36 cm/bulan, dengan kisaran 4,24-14,48cm/bulan, sedangkan untuk Cymodocea serrulata adalah 0,75 cm/bulan, dengan kisaran 0,03-1,47 cm/bulan.

Pertumbuhan diameter rhizome Cymodocea rotundata berkisar 0,01-0,11 cm/bulan dengan rata-rata sebesar 0,06 cm/bulan. Nilai rata-rata pertumbuhan diameter rhizome Cymodocea serrulata adalah 0,02 cm/bulan dengan kisaran 0-0,04 cm/bulan. Pertumbuhan daun lamun dibedakan berdasarkan daun muda dan daun tua. Rata-rata pertumbuhan panjang daun tua Cymodocea rotundata adalah 4,97 cm/bulan dengan kisaran 3,17-6,77 cm/bulan, sedangkan pertumbuhan daun mudanya memiliki rata-rata 7,10 cm/bulan dengan kisaran 5,30-8,90 cm/bulan. Nilai rata-rata pertumbuhan daun tua Cymodocea serrulata adalah 1,64 cm/bulan dengan kisaran 0,64-2,64 cm/bulan. Daun muda Cymodocea serrulata memiliki rata-rata pertumbuhan panjang sebesar 2,94 cm/bulan dengan kisaran 2,14-3,74 cm/bulan.

Produksi total lamun (gbk/m2/bulan) dari hasil penelitian ini untuk jenis Cymodocea rotundata sebesar 36,26 gbk/m2/bulan dengan produksi di atas substrat 21,17 gbk/m2/bulan dan produksi di bawah substrat sebesar 15,09 gbk/m2/bulan. Sedangkan untuk jenis Cymodocea serrulata memiliki produksi total sebesar 26,39 gbk/m2/bulan dengan produksi di atas subtrat 15,80

gbk/m2/bulan dan produksi di bawah substrat 10,59 gbk/m2

Hasil penelitian ini mendapati bahwa produksi lamun Cymodocea untuk di atas substrat lebih tinggi dibandingkan produksi di bawah substrat, baik untuk Cymodocea rotundata maupun Cymodocea serrulata. Produksi di atas substrat sebesar 58,68% dari total produksi Cymodocea rotundata, sedangkan produksi di bawah substrat adalah 41,32%. Produksi di atas substrat mencapai 59,87% dari total produksi Cymodocea serrulata, sedangkan produksi di bawah substrat hanya 40,13%.


(46)

Cymodocea serrulata at Pramuka Island and Panggang Island, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Under the direction of MUJIZAT KAWAROE and ADRIANI SUNUDDIN.

Growth and production of seagrass of species Cymodocea rotundata and Cymodocea serrulata were conducted at Pramuka Island and Panggang Island, Kepulauan Seribu, using leaf and rhizome marking method. Period of this study in June-July 2011. The data were initiated on June 8, for seagrass marking leaf and rhizome for Cymodocea rotundata at Pramuka Island and for Cymodocea

serrulata at Panggang Island. Studied biological growth parameters were rhizome length and diameter, leaf length, above ground production and below ground production.

Result of the study showed that growth of Cymodocea rotundata faster than Cymodocea serrulata both leaf and rhizome growth. The mean absolute growth of rhizome length for Cymodocea rotundata is 9,36 cm/month and Cymodocea serrulata is 0,75 cm/month. The mean absolute growth of diameter rhizome for Cymodocea rotundata is 0,06 cm/month and 0,02 cm/month for Cymodocea serrulata. Leaf growth of seagrasses mostly be distinguished between new leaves and old leaves. The mean leaf growth of Cymodocea rotundata is 7,10 cm/month for new leaves and 4,97 cm/month for old leaves. The leaf growth of Cymodocea serrulata is 2,94 cm/month for new leaves and 1,64 cm/month for old leaves. The growth rate of new leaves faster than old leaves for both spesies. The leaf growth of Cymodocea rotundata faster than Cymodocea serrulata.

The total production of Cymodocea rotundata is 36,26 gdw/m2/month was acquired from 21,17 gdw/m2/month of above ground production and 15,09

gdw/m2/month of below ground production. Cymodocea serrulata have lower total production is 26,39 gdw/m2/month was acquired from 15,80 gdw/m2/month of above production and 10,59 gdw/m2/month of below ground production. The conclusion of this study showed that the total production of seagrass Cymodocea, above ground production higher than below ground production for both spesies.

Keywords: Growth, Production, Cymodocea, Pramuka Island, Panggang Island, Jakarta


(47)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini Saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LAMUN

Cymodocea

rotundata

DAN

Cymodocea serrulata

DI PULAU PRAMUKA

DAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU, DKI

JAKARTA

adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Januari 2012

C54070064 MEGA SARFIKA


(48)

KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

MEGA SARFIKA

SKRIPSI

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012


(49)

SKRIPSI

Judul Skripsi : PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LAMUN Cymodocea

rotundata DAN Cymodocea serrulata DI PULAU

PRAMUKA DAN PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

Nama Mahasiswa : Mega Sarfika

Nomor Pokok : C54070064

Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan

Menyetujui,

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si

NIP. 19651213 199403 2 002 NIP. 19790200 200604 2 013

Adriani Sunuddin, S.Pi.

Mengetahui, Ketuan Departemen ITK

Tanggal Lulus: 18 Januari 2012

Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 198303 1 003


(50)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya


(51)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kecamatan Jebus, Bangka Barat, pada 26 Maret 1989 dari orang tua yang bernama Bapak Sapri dan Ibu Yusmini. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara.

Tahun 2004-2007 penulis menyelesaikan

pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 1 Jebus, Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Pada Tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD).

Selama kuliah di Institut Pertanian Bogor, penulis ikut dalam organisasi lembaga kemahasiswaan Forum Komunikasi Mahasiswa Muslim Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan (FKM-C) sebagai Sekretaris Umum pada Tahun 2009 dan sebagai Sekretaris Divisi CERDAS pada Tahun 2010. Penulis juga pernah menjadi Asisten Mata Kuliah Pendidikan Agama Islam pada Tahun 2009-2010.

Untuk menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melaksanakan penelitian dengan judul “Pertumbuhan dan Produksi Lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta”.


(52)

karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul Pertumbuhan dan Produksi Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.

Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini:

1. Kedua Orang tua Bapak Sapri dan Ibu Yusmini yang telah membantu baik

moril maupun materi, beserta adik-adikku yang selalu memberikan dukungan dan doa

2. Ibu Dr. Ir. Mujizat Kawaroe, M.Si. dan Ibu Adriani Sunuddin, S.Pi. yang telah membimbing selama penelitian dan penyusunan skripsi,

3. Kulup Arridho Kashidasworo, Kurniasih, Githa, Satrio, Pak Lupus dan Murjat yang telah membantu dalam pengambilan data di lapangan,

4. Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka Barat yang telah memberikan beasiswa

selama kuliah,

5. Teman-teman ITK 44, Endang Wijayanti, Dyah Raysa Laksitoresmi, Feri

Kurniawati, Yeni Elpia, Nopi Elida, Sulastri, Siti Resti, Sonia, Sity, dan Yulianti yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi bagi penulis dan pihak lain yang membacanya. Saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan, sehingga skripsi ini dapat lebih disempurnakan

Bogor, Januari 2012 Penulis


(53)

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR ISI ... iii DAFTAR TABEL ... v DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vii 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 3

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Vegetasi Lamun ... 4 2.1.1. Keragaman vegetasi lamun ... 5 2.1.2. Cymodocea rotundata ... 6 2.1.3 Cymodocea serrulata ... 7 2.2. Morfologi Lamun ... 9 2.2.1. Akar lamun ... 10 2.2.2. Rhizome dan stem lamun ... 10 2.2.3. Daun lamun ... 11 2.3. Pertumbuhan Lamun ... 12 2.4. Produksi Lamun ... 13 2.5. Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Lamun ... 14 2.5.1. Arus ... 14 2.5.2. Kedalaman ... 15 2.5.3. Suhu ... 15 2.5.4. Salinitas ... 15 2.5.5. Kecerahan ... 16 2.5.6. Oksigen Terlarut ... 16 2.5.7. Nutrien ... 17 2.5.8. Substrat ... 17

3. BAHAN DAN METODE ... 18

3.1. Waktu dan Tempat ... 18 3.2. Alat dan Bahan ... 19 3.3. Metode ... 19 3.3.1. Metode pengambilan data pertumbuhan lamun ... 19 3.3.2. Metode pengambilan data produksi lamun ... 20 3.3.3. Metode pengambilan data kualitas air ... 21 3.3.4. Metode analisis contoh lamun, air dan substrat ... 21 3.3.5. Analisis data pertumbuhan dan produksi lamun... 22


(54)

iv

4.2. Pertumbuhan Lamun ... 30 4.2.1. Pertumbuhan panjang rhizome lamun ... 30 4.2.2. Pertumbuhan diameter rhizome lamun ... 34 4.2.3. Pertumbuhan panjang daun lamun ... 35 4.4. Produksi Lamun ... 38

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1. Kesimpulan ... 42 5.2. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43 LAMPIRAN ... 46


(55)

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Parameter yang dikaji serta alat dan bahan penelitian ... 19 Tabel 2. Hasil pengukuran kualitas air dan substrat ... 27 Tabel 3. Pertumbuhan panjang rhizome lamun dari beberapa hasil


(56)

vi

Gambar 1. Cymodocea rotundata ... 7 Gambar 2. Cymodocea serrulata ... 8 Gambar 3. Morfologi lamun ... 9 Gambar 4. Pertumbuhan panjang rhizome Cymodocea rotundata

dan Cymodocea serrulata ... 32 Gambar 5. Pertumbuhan diameter rhizome Cymodocea rotundata

dan Cymodocea serrulata ... 35 Gambar 6. Pertumbuhan panjang daun Cymodocea rotundata

dan Cymodocea serrulata ... 36 Gambar 7. Produksi lamun Cymodocea rotundata dan


(57)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kegiatan pengambilan data ... 47 Lampiran 2. Dokumentasi kegiatan pengambilan data lapangan... 48 Lampiran 3. Ilustrasi pertumbuhan lamun ... 49 Lampiran 4. Data pengukuran panjang rhizome Cymodocea rotundata .. 50 Lampiran 5. Data pengukuran diameter rhizome Cymodocea serrulata .. 51 Lampiran 6. Data pengukuran diameter rhizome Cymodocea rotundata . 52 Lampiran 7. Data pengukuran panjang daun Cymodocea serrulata ... 53 Lampiran 8. Data pengukuran panjang daun Cymodocea rotundata ... 54 Lampiran 9. Data pengukuran panjang daun Cymodocea serrulata ... 55


(1)

Lampiran 5. Data pengukuran panjang rhizome

Cymodocea serrulata

No. Sampel Po (cm) Pt (cm) P= (Pt-Po)/1 (cm/bulan)

1 1,22 1,76 0,54

2 1,05 2,6 1,55

3 0,6 0,8 0,2

4 1,02 1,8 0,78

5 1,3 2,2 0,9

6 1 1,2 0,2

7 1,53 2,4 0,87

8 0,61 1,5 0,89

9 0,8 0,9 0,1

10 0,87 1,4 0,53

11 1,78 1,83 0,05

12 1,83 1,85 0,02

13 1,4 1,45 0,05

14 1,09 2,26 1,17

15 0,93 2,14 1,21

16 0,52 0,8 0,28

17 0,72 0,96 0,24

18 1,33 2,2 0,87

19 1,45 2,23 0,78

20 0,76 1,72 0,96

21 0,6 1,06 0,46

22 0,8 1,38 0,58

23 0,9 2,1 1,2

24 0,66 1,01 0,35

25 2,1 2,73 0,63

26 0,43 1,4 0,97

27 1,12 5,04 3,92

28 1,04 2 0,96

29 1,1 1,3 0,2

30 1,2 2 0,8

Rata-rata 0,75


(2)

Lampiran 6. Data pengukuran diameter rhizome

Cymodocea rotundata

No. Sampel Po (cm) Pt (cm) P= (Pt-Po)/1 (cm/bulan)

1 0,2 0,3 0,09

2 0,2 0,3 0,09

3 0,1 0,21 0,12

4 0,2 0,22 0,03

5 0,2 0,28 0,06

6 0,17 0,3 0,12

7 0,1 0,3 0,21

8 0,2 0,23 0,03

9 0,2 0,3 0,09

10 0,1 0,2 0,09

11 0,17 0,2 0,03

12 0,2 0,22 0,03

13 0,1 0,14 0,03

14 0,2 0,2 0

15 0,2 0,25 0,06

16 0,3 0,32 0,03

17 0,1 0,25 0,15

18 0,16 0,24 0,09

19 0,25 0,3 0,06

20 0,14 0,3 0,15

21 0,2 0,2 0

22 0,2 0,3 0,09

23 0,2 0,2 0

24 0,2 0,2 0

25 0,1 0,2 0,09

26 0,2 0,22 0,03

27 0,2 0,2 0

28 0,23 0,24 0

29 0,2 0,2 0

Rata-rata 0,06


(3)

Lampiran 7. Data pengukuran diameter rhizome

Cymodocea serrulata

No. Sampel Po (cm) Pt (cm) P= (Pt-Po)/1 (cm/bulan)

1 0,18 0,2 0,03

2 0,2 0,2 0

3 0,23 0,25 0,03

4 0,18 0,23 0,06

5 0,18 0,2 0,03

6 0,16 0,2 0,03

7 0,15 0,18 0,03

8 0,2 0,2 0

9 0,21 0,23 0,03

10 0,23 0,23 0

11 0,21 0,22 0

12 0,2 0,2 0

13 0,2 0,2 0

14 0,2 0,2 0

15 0,22 0,22 0

16 0,2 0,2 0

17 0,22 0,23 0

18 0,2 0,2 0

19 0,2 0,2 0

20 0,2 0,2 0

21 0,2 0,2 0

22 0,18 0,23 0,06

23 0,2 0,2 0

24 0,13 0,15 0,03

25 0,13 0,2 0,06

26 0,14 0,2 0,06

27 0,2 0,22 0,03

28 0,2 0,23 0,03

29 0,2 0,2 0

30 0,18 0,2 0,03

Rata-rata 0,02


(4)

Lampiran 8. Data pengukuran panjang daun

Cymodocea rotundata

No. Sampel

Daun tua Daun muda

Po (cm) Pt

P= (P

(cm) t-Po)/1 P

(cm/bulan) o (cm) Pt

P= (P (cm) t-Po)/1

(cm/bulan)

1 2,84 7,7 4,86 0 5,5 5,5

2 1,22 4 2,79 0 5,6 5,6

3 2,03 8,5 6,48 0 11,4 11,4

4 1,66 7,6 5,94 0 3,8 3,8

5 1,39 3,8 2,4 0 6,43 6,43

6 2,41 6,2 3,78 0 8,4 8,4

7 3,7 12,2 8,49 0 5,6 5,6

8 1,62 6,5 4,89 0 9 9

9 1,56 7,6 6,03 0 7,46 7,46

10 1,78 7,46 5,67 0 6,45 6,45

11 3,9 9,39 5,49 0 8,7 8,7

12 2,2 8,4 6,21 0 6,52 6,52

13 1,73 7 5,25 0 7,3 7,3

14 3,23 7,2 3,96 0 6,4 6,4

15 1,7 3,9 2,19 0 7,8 7,8

Rata-rata 4,97 Rata-rata 7,1


(5)

Lampiran 9. Data pengukuran panjang daun

Cymodocea serrulata

No. Sampel

Daun tua Daun muda

Po (cm) Pt

P= (P

(cm) t-Po)/1 P

(cm/bulan) o (cm) Pt

P= (P (cm) t-Po)/1

(cm/bulan)

1 7,02 9,2 2,19 0 4,7 4,7

2 6,54 7,2 0,66 0 2,4 2,4

3 3,13 5,44 2,31 0 2,5 2,5

4 3,0 5,6 2,61 0 2,4 2,4

5 5,45 6,5 1,05 0 3,5 3,5

6 6,1 6,59 0,48 0 4,4 4,4

7 2,3 4,53 2,22 0 1,6 1,6

8 3,3 4,2 0,9 0 3 3

9 3,46 4,83 1,38 0 2,2 2,2

10 2,0 6,5 4,5 0 4 4

11 5,0 6,2 1,2 0 3,2 3,2

12 3,3 3,53 0,3 0 2 2

13 3,5 4,8 1,29 0 2,7 2,7

14 3,4 4,54 1,14 0 2,4 2,4

15 4,4 6,8 2,4 0 3,1 3,1

Rata-rata 1,64 Rata-rata 2,94


(6)

rotundata

dan

Cymodocea serrulata

di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang,

Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Dibimbing oleh MUJIZAT KAWAROE

dan ADRIANI SUNUDDIN.

Penelitian berjudul Pertumbuhan dan Produksi Lamun

Cymodocea

rotundata

dan

Cymodocea serrulata

di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, ini

dilaksanakan selama bulan Juni-Juli 2011, dengan lokasi spesifik pengambilan

data lapangan dan contoh lamun bertempat di Pulau Pramuka untuk

Cymodocea

rotundata

dan di Pulau Panggang untuk

Cymodocea serrulata

. Parameter yang

diamati adalah pertumbuhan rhizome dan daun serta produksi lamun di bagian

atas (

above ground

) dan di bawah substrat (

below ground

). Pengukuran

pertumbuhan dan produksi lamun dilakukan dengan metode penandaan (

tagging

)

pada rhizome dan daun yang mengacu pada Short dan Duarte (2001).

Hasil penelitian ini mendapati bahwa

Cymodocea rotundata

mampu

tumbuh lebih baik dibandingkan

Cymodocea serrulata

. Rata-rata pertumbuhan

mutlak panjang rhizome

Cymodocea rotundata

berdasarkan penelitian ini adalah

9,36 cm/bulan, dengan kisaran 4,24-14,48cm/bulan, sedangkan untuk

Cymodocea

serrulata

adalah 0,75 cm/bulan, dengan kisaran 0,03-1,47 cm/bulan.

Pertumbuhan diameter rhizome

Cymodocea rotundata

berkisar 0,01-0,11

cm/bulan dengan rata-rata sebesar 0,06 cm/bulan. Nilai rata-rata pertumbuhan

diameter rhizome

Cymodocea serrulata

adalah 0,02 cm/bulan dengan kisaran

0-0,04 cm/bulan. Pertumbuhan daun lamun dibedakan berdasarkan daun muda dan

daun tua. Rata-rata pertumbuhan panjang daun tua

Cymodocea rotundata

adalah

4,97 cm/bulan dengan kisaran 3,17-6,77 cm/bulan, sedangkan pertumbuhan daun

mudanya memiliki rata-rata 7,10 cm/bulan dengan kisaran 5,30-8,90 cm/bulan.

Nilai rata-rata pertumbuhan daun tua

Cymodocea serrulata

adalah 1,64 cm/bulan

dengan kisaran 0,64-2,64 cm/bulan. Daun muda

Cymodocea serrulata

memiliki

rata-rata pertumbuhan panjang sebesar 2,94 cm/bulan dengan kisaran 2,14-3,74

cm/bulan.

Produksi total lamun (gbk/m

2

/bulan) dari hasil penelitian ini untuk jenis

Cymodocea rotundata

sebesar 36,26 gbk/m

2

/bulan dengan produksi di atas

substrat 21,17 gbk/m

2

/bulan dan produksi di bawah substrat sebesar 15,09

gbk/m

2

/bulan. Sedangkan untuk jenis

Cymodocea serrulata

memiliki produksi

total sebesar 26,39 gbk/m

2

/bulan dengan produksi di atas subtrat 15,80

gbk/m

2

/bulan dan produksi di bawah substrat 10,59 gbk/m

2

Hasil penelitian ini mendapati bahwa produksi lamun

Cymodocea

untuk di

atas substrat lebih tinggi dibandingkan produksi di bawah substrat, baik untuk

Cymodocea rotundata

maupun

Cymodocea serrulata

. Produksi di atas substrat

sebesar 58,68% dari total produksi

Cymodocea rotundata,

sedangkan produksi di

bawah substrat adalah 41,32%. Produksi di atas substrat mencapai 59,87% dari

total produksi

Cymodocea serrulata

, sedangkan produksi di bawah substrat hanya

40,13%.