Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

menduduki peringkat teratas dengan kasus HIV 1007 kasus, AIDS 4162 kasus. Sementara itu jumlah pasien HIVAIDS sekota Dumai pada tahun 2010 HIV 47 orang, AIDS 20 orang. Pada tahun 2011 terjadi peningkatan HIV 54 orang dan AIDS 19 orang Dinkes Kota Dumai, 2011. Menurut Djoerban 2010 walaupun profesi tenaga kesehatan bukan resiko tinggi tertular HIV, namun tetap ada resiko tertular HIV,melalui kontak dengan darah, cairan tubuh pasien, tertusuk jarum suntik bekas pasien, dan bahaya-bahaya lain yang dapat menjadi media penularan penyakit. Walaupunkecil, sehingga harus bekerja dengan hati-hati. Di Amerika Serikat pada tahun 2001 terdapat 57 kasus tenaga kesehatan yang terinfeksi HIV akibat resiko pekerjaan. Dari 57 kasus tersebut, 24 kasus diantaranya terbanyak dialami oleh perawat Averting HIV and AIDS, 2010. Keadaan tak jauh berbeda dengan data di Indonesia. Walaupun belum ada data yang pasti tentang tenaga kesehatan yang terinfeksi namun ada beberapa tenaga kesehatan yang terpapar. Djoerban 2010 menjelaskan bahwa data tenaga medis di RSCM yang pernah terpapar darahcairan pasien HIV hingga tahun 2007 adalah 100 orang. Mereka terdiri dari 60 orang di RSUPN Cipto Mangunkusumo berupa 35 orang dokter dan 25 orang perawat. Dari 60 orang ini 50 orang akibat tertusuk, 5 tersayat, dan akibat terciprat darah sebanyak 5 orang. Lalu rujukan dari rumah sakit lain ke RSCM sebanyak 40 orang. Mereka adalah 5 orang dokter, 10 orang perawat, umum 5 orang, serta tertusuk sebanyak 20 orang. Pada tahun 2009 terdapat 51 orang tenaga medis yang terpapar beruntungnya tidak satupun dari mereka terinfeksi. Badan Layanan Umum Daerah BLUD Rumah Sakit Umum Daerah RSUD kota Dumai merupakan sarana pelayanan kesehatan rujukan milik pemerintah kota Dumai yang terletak di tengah-tengah kota yang mempunyai visi “ Menjadi Rumah Sakit Terunggul Di Pantai Timur Sumatera Yang Modern Dengan Nuansa Melayu”. Di rumah sakit ini jumlah tenaga perawat merupakan tenaga terbanyak di antara tenaga kesehatan yang lainnya, dan sebagai ujung tombak pelayanan keperawatan. Dengan jumlah perawat 239 orang. Rumah sakit merupakan sarana yang sangat rentan terjadinya pemaparan HIV dari pasien ke pekerja medisnya maupun kepada pasien lainnya. Di RSUD ini jumlah kasus HIVAIDS pada tahun 2010 HIV 4 kasus, AIDS 13 kasus. Pada tahun 2011 HIV 15 kasus dan AIDS 16 kasus RSUD Kota Dumai, 2011. Diperlukan kewaspadaan universal mencakup berbagai upaya pencegahan. Mengingat sangat besarnya bahaya penularan AIDS, semua cairan tubuh pasien AIDS dianggap potensial menularkan virus. Karena itu rumah sakit harus melakukan pengawasan bangunan dan peralatan, pelaksanaan prosedur baku dan pengadaan alat pelindung. Selain itu sarana perawatan juga merupakan situasi yang paling beresiko memberikan pemaparan yang bisa berakibat kontaminasi. Karenanya para petugas, perawat maupun yang lainnya diwajibkan melakukan upaya pencegahan diantaranya dengan mencegah kontak lansung dengan darah, cairan tubuh yang tercampur darah, jaringan dan cairan tubuh lainnya. Memakai perangkat pengamanan seperti sarung tangan, masker, kacamata, baju, gaun dan sebagainya Smart, 2009; Isselbacher, 2002. Perawat dari segala bidang pekerjaan dapat diminta untuk dapat memberikan perawatan kepada penderita HIV. Dalam melaksanakan perawatan, mereka bukan saja menghadapi tantangan fisik penyakit yang bersifat epidemic tetapi juga masalah emosi dan etis. Kekhawatiran oleh petugas kesehatan meliputi persoalan seperti takut tertular,pertanggung jawaban untuk memberikan perawatan, penghargaan terhadap klarifikasi, kerahasiaan atau konfidensialitas tahap perkembangan pasien serta orang yang merawatnya, dan prognosis penyakit yang buruk SmeltzerBare, 2008. Banyak penderita HIV sudah terikat dalam prilaku yang terstigmatisasi yaitu orang yang terkena HIVAIDS dianggap pasti disebabkan prilaku yang dekat dengan narkoba, seks bebas, amoral dan sebagainya. Karena prilaku ini dianggap berlawanan dengan agama dan moral maka perawat memiliki keengganan merawat pasien-pasien ini. Disamping itu petugas mungkin masih mempunyai perasaan takut dan cemas terhadap kemungkinan tertular bila harus menangani pasien ODHA kendati tahu bahwa HIVAIDS hanya menular lewat hubungan seks darah yang tercemar dan sebagainya Haroen, 2011. Menurut hasil penelitian Iqbal 2010 di Jogjakarta tentang Gambaran Tingkat Pengetahuan dan Prilaku Perawat dalam Pemberian Asuhan Keperawatan pada Pasien HIVAIDS dengan 47 responden, 48,9 23 responden memiliki tingkat pengetahuan cukup dan 40 responden 85,1 memiliki prilaku yang cukup saat melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien HIVAIDS. Sementara itu penelitian Ibrahim 2007 di Garut tentang Hubungan antara Pengetahuan dan Sikap Perawat dalam Pelaksanaan Teknik Pencegahan Umum Perawat dalam Pencegahan Penularan HIVAIDS dengan 90 responden menunjukkan 74 perawat melaporkan pernah mengalami kecelakaan kerja cedera benda tajam dengan jenis cedera terbanyak berupa tertusuk jarum suntik 32,8, diikuti tergores pecahan ampul 24,5, dan teriris pisau 3,3. Kecelakaan cedera tersebut terjadi paling sering ketika menutup kembali jarum suntik, membuka obat ampul, dan saat menusukkan jarum suntik ke botol obat. Lebih dari 52 memiliki pengetahuan tentang pencegahan umum penularan HIV AIDS. Berdasarkan kedua penelitian diatas peneliti menyimpulkan bahwa masih banyak hal- hal yang menyebabkan perawat beresiko terinfeksi HIVAIDS. Berdasarkan fenomena diatas, dan belum ada yang meneliti tentang kesiapan perawat maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul Kesiapan Perawat Dalam Memberikan Pelayanan Keperawatan Pada Pasien HIVAIDS di RSUD Kota Dumai. 1.2.Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah : Bagaimanakah kesiapan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada pasien HIVAIDS di RSUD kota Dumai? 1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui kesiapan perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada pasien HIVAIDS di RSUD Dumai. 1.3.2. Tujuan khusus a. Untuk mengetahui pengetahuan perawat tentang penularan dan pencegahan HIVAIDS b. Untuk mengetahui kesiapan mental perawat dalam memberikan pelayanan keperawatan pada pasien HIVAIDS c. Untuk mengetahui kesiapan fisik perawat dalam melaksanakan Universal Precaution meliputi: mencuci tangan, pemakaian alat pelindung, pengelolaan alat bekas pakai, pengelolaan jarum dan benda tajam, pengelolaan limbah dan sanitasi ruangan. Dalam rangka memberikan pelayanan keperawatan pada pasien HIVAIDS 1.4.Manfaat penelitian 1.4.1. Bagi pihak Rumah Sakit Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana kesiapan perawat RSUD kota Dumai dalam memberikan pelayanan keperawatan pada pasien HIVAIDS dan dapat dijadikan sebagai bahan masukan kepada perawat dan pihak Rumah Sakit agar pada saat bekerja menunjukkan sikap yang siap baik secara fisik maupun mental atau pengetahuan sehingga dapat menjaga mutu pelayanan keperawatan. 1.4.2. Bagi Institusi Pendidikan. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu keperawatan sebagai bahan kajian dan sosialisasi. 1.4.3. Bagi Perawat Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman bagi perawat dalam memberikan pelaya nan kesehatan khususnya RSUD Kota Dumai. 1.4.4. Bagi peneliti Memperoleh kesempatan untuk mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari selama mengikuti perkuliahan serta menambah pengalaman dibidang keperawatan. 8

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Pengertian AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome atau sindrom kehilangan kekebalan tubuh adalah sekumpulan gejala penyakit yang menyerang tubuh manusia sesudah sistem kekebalannya dirusak oleh virus yang disebut HIV human Immunodevficiency virus Djoerban, 1999.Syndrome imunodefisiensi yang didapat AIDS, acquired immunodeficiency syndrom diartikan sebagai bentuk paling berat dari keadaan sakit terus-menerus yang berkaitan dengan infeksi human immunodefiency virus HIV SmeltzerBare, 2008. Jadi dapat disimpulkan AIDS merupakan penyakit menular seksual yang ditularkan oleh virus HIV yang menyerang system kekebalan tubuh. 2.2.Patofisiologi Muma 1997; Rachimhadhi 1999 mengatakan HIV tergolong ke dalam kelompok virus yang dikenal sebagai retrovirus yang menunjukkan bahwa virus tersebut membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat RNA. HIV bersifat limfotropik dan neurotropik. Setelah menginfeksi seseorang, HIV dapat diisolasi dari limfosit terutama limfosit T-4, limfosit B, monosit, sel glia, dan makrofag. Virus sebenarnya bukan satu sel yang lengkap dan hanya mengandung bahan genetic, yaitu bahan yang diperlukan untuk berkembang biak. Untuk berkembang biak virus membutuhkan sel lain karena tidak dapat berkembang sendiri, dengan cara masuk kedalam sel tersebut dan selanjutnya melalui bantuan sel itu dapat dihasilkan virus-virus baru dari jenis yang sama. Rachimhadhi 1999 mengatakan sebelum seseorang menderita penyakit AIDS pada umumnya selalu didahului oleh infeksi HIV. Agar dapat masuk ke dalam sel tubuh, virus membutuhkan reseptor khusus yang dikenal dengan nama CD4 antigen, yang hanya terdapat pada permukaan sel limfosit T-4, monosit dan makrofag. Setelah HIV melekat ke reseptor CD4 antigen, selanjutnya HIV masuk kedalam sel itu dengan cara endositosis. Selama berbulan-bulan bahkan bertahun- tahun HIV dalam sel tersebut dalam keadaan tidak aktif. Fase ini dikenal sebagai fase laten. Fase laten berakhir setelah virus menjadi aktif berkembang biak. Murtiastutik 2007; SmeltzerBare 2008 mengatakan, Untuk mengaktifkan HIV dalam fase produktif diperlukan faktor- faktor tertentu. Faktor- faktor ini belum jelas benar, namun diduga apabila penderita tersebut mendapatkan infeksi virus lain, seperti misalnya infeksi cytomegalo virus, virus herpes simpleks, dan virus hepatitis B, maka HIV akan menjadi aktif dan berkembang biak. Dalam proses pengaktifan virus ini sel dimana HIV bersarang, yaitu sel limfosit T-4 dihancurkan. Akibatnya tubuh penderita akan mengalami kehilangan banyak sel limfosit T-4 dan akibat selanjutnya ialah kelemahan dan kerusakan kekebalan tubuhnya. Kerusakan system kekebalan tubuh penderita akan menyebabkan penderita lebih mudah mendapat infeksi parasit, virus dan jamur jenis tertentu, disamping mungkin pula menderita kanker jenis tertentu. Pada infeksi HIV jumlah limfosit B normal atau malah meningkat, menyebabkan terbentuknya antibody spesifik terhadap HIV. Seperti pada infeksi