18
dimana c ialah faktor koreksi yang nilainya tergantung pada kondisi cuaca siang dan malam hari, Q
n
ialah radiasi bersih ekuivalen dengan evaporasi mmhari, Q
s
ialah radiasi gelombang pendek yang diterima bumi, r ialah nilai albedo untuk Indonesia r = 0.29, Q
c
ialah radiasi gelombang panjang yang dipancarkan kembali, T ialah suhu mutlak, e
a
ialah tekanan uap air nyata mbar, n ialah lama penyinaran nyata jam, D ialah lama penyinaran maksimum jam, U ialah
kecepatan angin dua meter diatas permukaan tanah dan e
a
- e
d
ialah perbedaan antara tekanan uap jenuh pada suhu udara rata-rata harian dan tekanan aktual, dan
Kc ialah koefisien tanaman yang tergantung pada jenis dan periode pertumbuhan tanaman.
Selain data – data klimatologi diatas, kondisi lingkungan setempat juga mesti diperhatikan dalam pengukuran kebutuhan air tanaman. Yang termasuk
kedalam kondisi lingkungan setempat ialah variasi iklim setiap saat, ketinggian tempat, ukuran lahan pertanian, air tanah tersedia, salinitas, metode irigasi dan
budidaya pertanian agronomi.
Tabel 4. Perbandingan antara metode pendugaan evapotranspirasi. No
Data Klimatologi Blaney-Criddle
Radiasi Penmen
Panci Evaporasi 1
Suhu 2
Kelembaban udara 3
Kecepatan angin 4
Lama penyinaran 5
Evaporasi 6
Kondisi Lingkungan
Keterangan : ialah data diukur kuantitatif 0 ialah data diduga kualitatif
ialah jika tersedia, tidak begitu penting
E. Curah Hujan Efektif
Menurut Doorenbos dan Pruitt 1977 tidak semua curah hujan efektif karena sebagian dapat hilang sebagai aliran permukaan, perkolasi dan evaporasi.
Hanya sebagian dari curah hujan dengan intensitas tinggi yang dapat masuk dan disimpan dalam daerah perakaran dan efektifitasnya sangat rendah. Curah hujan
dengan frekuensi rendah yang tertahan oleh tumbuhan yang menutupi seluruh
19
permukaan tanah hampir 100 efektif. Dengan permukaan tanah yang kering dan sedikit atau sama sekali tanpa vegetasi, curah hujan sebesar 8 mmhari dapat
seluruhnnya hilang karena evaporasi, curah hujan sekitar 25 – 30 mmhari hanya 60 efektif pada vegetasi rendah.
Curah hujan efektif adalah jumlah curah hujan yang secara efektif berguna untuk memenuhi kebutuhan air bagi tanaman, tidak termasuk kehilangan sebagai
aliran permukaan, perkolasi dan kelembaban yang tertinggal dan tidak dapat dipergunakan untuk periode selanjutnya Dastane, 1974. Oldemen dan
Sjarifuddin 1977 mengatakan bahwa jumlah curah hujan yang jatuh dan efektif untuk pertumbuhan tanaman tergantung pada intesitas hujan, topografi daerah,
sistem penanaman dan tahap pertumbuhan tanaman.
F. Media Tanam
Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang
ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini
dikarenakan setiap daerah memiliki kelembapan dan kecepatan angin yang berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembapan daerah
sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur hara.
Berdasarkan jenis bahan penyusunnya, media tanam dibedakan menjadi dua yaitu bahan organik dan anorganik. Media tanam yang termasuk dalam
kategori bahan organik umumnya berasal dari komponen organisme hidup, misalnya bagian dari tanaman seperti daun, batang, bunga, buah, atau kulit kayu.
Penggunaan bahan organik sebagai media tanam jauh lebih unggul dibandingkan dengan bahan anorganik. Hal itu dikarenakan bahan organik sudah mampu
menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman. Selain itu, bahan organik juga memiliki pori-pori makro dan mikro yang hampir seimbang sehingga sirkulasi
udara yang dihasilkan cukup baik serta memiliki daya serap air yang tinggi. Beberapa jenis bahan organik yang dapat dijadikan sebagai media tanam di
20
antaranya arang, cacahan pakis, kompos, moss, sabut kelapa, pupuk kandang, dan humus.
Sedangkan media tanam yang berasal dari bahan anorganik adalah bahan dengan kandungan unsur mineral tinggi yang berasal dari proses pelapukan batuan
induk di dalam bumi. Proses pelapukan tersebut diakibatkan oleh berbagai hal, yaitu pelapukan secara fisik, biologi-mekanik, dan kimiawi. Berdasarkan bentuk
dan ukurannya, mineral yang berasal dari pelapukan batuan induk dapat digolongkan menjadi 4 bentuk, yaitu kerikil atau batu-batuan berukuran lebih
dari 2 mm, pasir berukuran 1 - 2 mm, debu berukuran 2 – 50 µm, dan tanah liat berukuran kurang dari 2 µm. Selain itu, bahan anorganik juga bisa berasal
dari bahan-bahan sintetis atau kimia yang dibuat di pabrik. Beberapa media anorganik yang sering dijadikan sebagai media tanam yaitu gel, pasir, kerikil,
pecahan batu bata, spons, tanah liat, vermikulit, dan perlit.
21
III. METODOLOGI PENELITIAN