2.5 Titik Panas Hotspot
Teknologi pengindraan jauh dapat digunakan untuk melakukan pemantauan
curah hujan dan kebakaran hutan. Teknologi ini
mempunyai kemampuan
resolusi temporal yang relatif cepat sehingga dapat
memberikan informasi permukaan bumi secara terus menerus. Salah satu sensor
satelit yang digunakan untuk monitoring permukaan
bumi adalah
Moderate Resolusution Imaging Spectroradiometer
MODIS. MODIS merupakan sensor yang terdapat pada satelit Terra EOS AM-1,
yang diluncurkan pada 18 Desember 1999 dan Aqua EOS PM-1 yang diluncurkan
pada 4 Mei 2002. MODIS merekam permukaan bumi setiap hari dengan lebar
cakupan wilayah 2330 km menggunakan 36 spektral band.
MODIS mempunyai sensor termal yang mampu menangkap energi panas dari
gelombang elektromagnetik
yang dipancarkan
bumi, sehingga
dapat digunakan untuk mendeteksi adanya titik
panas Hotspot di areal kebakaran hutan dimana suhunya relatif panas dibandingkan
dengan daerah yang tidak terbakar.
Titik panas atau yang lebih dikenal dengan hotspot adalah indikator kebakaran
hutan yang mendeteksi suatu lokasi yang memiliki
suhu relatif
lebih tinggi
dibandingkan dengan suhu disekitarnya. Hal ini sesuai dengan Permenhut No.12 Th 2009
tentang Pengendalian Kebakaran Hutan. Data hotspot ini perlu analisis ulang dengan
pemantauan dan cek lapangan ground truthing untuk memutuskan apakah perlu
dilakukan tindakan penanggunangan dini khususnya pada saat musim kemarau dimana
penyebaran api sangat cepat Adinugroho et al, 2005.
Suhu kobaran api pada kebakaran liar biasanya sekitar 1000°K setara 727°C,
namun karena satelit hanya mengukur area dengan luasan 1 km
2
dan ada pula penyerapan atmosfer maka rata-rata suhu
kebakaran yang terbaca satelit adalah sekitar 300°K sampai 500°K.
Metode yang
digunakan dalam
menentukan hotspot adalah menetapkan batas nilai ambang threshold value suhu
kecerahan tertentu pada matriks citra tersebut
Sukmawati, 2006.
Biasanya threshold value MODIS yang digunakan
sebagai ambang
batas dalam
mengklasifikasikan Hotspot untuk kajian wilayah topis adalah 300 K 27
o
C untuk malam hari dan 313 K 40
o
C untuk siang hari Artha et al, 2010.
2.6 ISPA
2.6.1 Pengertian ISPA
Infeksi Saluran
Pernapasan Akut
ISPA adalah gejala penyakit dimana masuknya kuman atau mikroorganisme ke
dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan dimulai dari hidung hingga
alveolia beserta organ aneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga dan pleura dan
berkembang biak.
Secara anatomis ISPA mencakup saluran pernapasan bagian atas, saluran
pernapasan bagian bawah temasuk jaringan paru-paru dan organ aneksa saluran
pernapasan. Dengan batasan ini maka jaringan paru termasuk dalam saluran
pernapasan respiratory tract.
Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas
14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa
penyakit yang dapat digolongkan ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14
hari Depkes RI, 1998.
Pengertian ini
dirumuskan untuk
penyamaan persepsi
program penanggulangan ISPA yang sifatnya luas.
Petugas kesehatan di lapangan biasanya mengalami masalah diagnosis yang sulit
untuk menemukan termilogi yang konsisten. Pada kasus Pneumonia biasanya penyakit ini
akan
mendeskripsikan suatu
kelainan patologi dengan agen penyebab yang bisa
bermacam-macam, keadaan organ paringitis menunjukkan lokasi dari infeksi sedangkan
gejala influenza menunjukkan keadaan yang disebabkan
virus tertentu,
walaupun diagnosis
itu sering
diberikan tanpa
konfirmasi laboratorium Sutrisna 1985 dalam Ariffiin, 1995.
2.6.2 Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala penyakit infeksi saluran pernapasan dapat berupa :
Batuk Kesulitan Bernapas
Sakit Tenggorokan Pilek
Demam Sakit telingga
Sebagian besar
infeksi saluran
pernapasan bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan
antibiotik. Tetapi jika anak-anak menderita radang paru Pneumonia bila tidak diobati
dengan antibiotik dapat mengakibatkan kematian Depkes RI, 1993.
2.6.3 Etiologi
Etiologi penyakit ISPA merupakan oganisme yang terdiri lebih 300 jenis
bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus
Streptokokus, Stafiolokokus, Pnemikokus, Hemofillus,
Bordetella dan
Korinebakterium. Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus,
Adenovirus, Koronavirus,
Pikomavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain
Depkes RI, 1998.
2.6.4 Klasifikasi ISPA